Anda di halaman 1dari 4

Presentasi

Komunikasi dan Kultur Bagian II

Resensi Buku ini Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teologi “INTHEOS” Surakarta untuk

Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Injil dalam Masyarakat Majemuk

Oleh:

Ayub Arifin Tanjung S.Pd.K

NIM:17.3.2.MT.05

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI “INTHEOS”

SURAKARTA

2018
Para misionari harus memenangkan seorang pendengar dengan memperlihatkan bahwa
mereka adalah orang-orang yang mempunyai integritas, kredibilitas, dan niat yang baik.
Namun bagaimana cara melakukannya? Ketika seseorang sudah berkenalan dengan budaya
tertentu dan dihadapkan pada tantangan peneraan lintas-budaya, maka ia seringkali tergoda
untuk menyerah pada bagian-bagian tertentu. Nasihat terbaik untuk menyeberangi batas-batas
kultural demi mengkomunikasikan Kabar Baik adalah belajar sebanyak mungkin budaya baru
dan menerapkan usaha komunikasi mereka.

A. Kategori dan Pradigma Klasik


A.1 Pembicara/Sumber Berita Misionari
1. Mengembangkan kualitas hidup seperti empati, mau menerima orang lain, sabar,
dapat dipercaya, dan lain-lain. Sikap-sikap dan kualitas yang mempertinggi relasi
interpersonal itulah yang akan membangun sehingga bangsa-bangsa sungguh-sungguh
mendengar berita yang kita sampaikan.
2. Mengakui kebutuhan rohaninya sendiri akan belas kasihan dan kasih karunia. Seorang
misionari pun adalah orang berdosa yang diselamatkan melalui kasih karunia dan
menjadi sasaran kelemahan dan pencobaan.
3. Mempersiapkan diri menghadapi sistem agama serta filsafat yang keliru, yang dianut
oleh bangsa-bangsa.
A.2 Isi Berita Misionari
Kabar Baik itu untuk semua orang dan tanpa memandang ras, bahasa, kebudayaan,
atau keadaan sekitar. Sementara pernyataan-pernyataan umum tertentu dapat dibuat mengenai
substansi Kabar Baik (misal 1 Kor. 15:1-9) dan kebutuhan spiritual manusia sebagai orang
berdosa (misal Roma 3:9-18), ada beberapa hal yang patut menjadi catatan.
1. Definisi, bagian dalam berita yang sangat penting karena rentan sekali mengakibatkan
penyesatan pemahaman dari penyataan Ilahi. Penyampaian Kabar Baik tentang Tuhan
yang Hidup bisa saja disesatkan dan dipenuhi ilah-ilah palsu. Proses pendefinisian
harus terlebih dahulu melalui perbandingan dan perbedaan untuk membangun konsep
yang benar.
2. Seleksi, yaitu pemberian informasi atau berita yang efisien dengan
mempertimbangkan pendengar Kabar Baik/responden serta kultur budayanya.
3. Organisasi, yaitu bagaimana seorang misionari mengorganisir berita yang
disampaikannya sehingga mampu dipahami berdasarkan pola pemikiran budaya
bangsa lain.
4. Aplikasi
A.3 Gaya Berita Misionari
Dari perspektif mereka yang agak terbatas, orang-orang pada zaman dahulu
memandang kebenaran, kejelasan dan ketepatan sebagai unsur pribadi dari gaya. Gaya
seseorang bisa dengan baik dapat diingat sebagai kesan pribadi dari pemberita Kabar Baik.
Gaya adalah bagian dari komunikasi misionari di mana pemahaman misionari akan
kebudayaan responden, kekuatan imajinasi, serta keterampilannya dapat diberikan bagi
pelayanan pemberita Kabar Baik.

2
B. Kategori dan Paradigma Zaman Sekarang: Tujuh Dimensi dari Komunikasi Lintas
Budaya
Dua faktor yang menentukan mengenai berapa banyak berita asli yang melintas
adalah pemahaman responden akan “kebudayaan X” dan pemahaman sumber akan
“kebudayaan Y”. Misionari perlu belajar mengomunikasikan Kristus kepada responden
berkenaan dengan :
1. Pandangan-pandangan dunia. Faktanya, sebagian besar manusia tidak mengevaluasi
atau menafsirkan dengan seksama pandangan dunia mereka.
2. Cara berpikir – proses kognitif. Semua orang dalam seluruh kebudayaan memiliki
kemampuan untuk berpikir, namun mereka berpikir secara berbeda. Misionari harus
melakukan lebih daripada berharap orang lain memahami apa yang mereka
sampaikan, namun juga harus menolong untuk mengerti.
3. Bentuk linguistic – cara mengekspresikan diri dalam bahasa,
4. Pola perilaku - cara bertindak.
5. Struktur sosial – cara berinteraksi
6. Pengaruh media – cara menyalurkan berita
7. Sumber motivasional – cara mengambil keputusan dalam suatu kondisi.

C. Responden dari Kebudayaan Lain


Para ahli komunikasi misionari menekankan pentingnya melakukan analisa
responden. Charles Kraft mengatakan bahwa “partisipan kunci” di dalam komunikasi
misionari adalah reseptor dan bahwa komunikasi misionari seharusnya “berorientasi pada
reseptor.” Beberapa aspek dari analisa pendengar ini penting untuk dipahami:
1. Identifikasi Lintas Budaya
Dasar Filosofis dari identifikasi adalah consubstantiality, yaitu pembagian dari
“kekayaan” seperti sensasi, gambaran, gagasan, perasaan, sikap, dan semacamnya. Strategi
identifikasi adalah untuk memberikan tanda yang menunjukkan bahwa sementara kita adalah
individu yang terpisah, kita memiliki satu kesatuan dasar melalui bukti logis, etis, serta
emosional. Sepanjang misionari menyamakan diri dengan seseorang melalui strategi ini, kita
sebagai pemberita Kabar Baik akan dapat meyakinkan responden.
2. Aktivitas Responden
Perlu dipahami bahwa orang-orang yang mendengar Kabar Baik ini bukanlah
“lembaran-lembaran pasif” namun adalah seorang penerjemah, yaitu orang-orang yang
memberikan respons aktif terhadap berita yang didengarnya. Mereka memberikan aktivitas
seperti:
a. Menafsirkan segala sesuatu yang dikatakan atau dikerjakan sebagai bagian dari berita.
b. Membangun arti atau interpretasi mereka terhadap kata maupun simbol dalam berita.
c. Memberikan atau tidak memberikan izin untuk memasuki ruang komunikasi mereka.
d. Mengevaluasi setiap aspek dari peristiwa komunikasi.
e. Mempertahankan keseimbangan.
f. Memberikan umpan balik.
g. Melakukan pengambilan keputusan
3. Respons Responden
Berbagai jenis respons yang umum dihadapi dalam situasi misionari:
a. Penerimaan yang sungguh-sungguh
b. Penolakan secara terus terang

3
c. Reformulasi situasional, yaitu ketika infromasi baru mengenai Kabar Baik diterima secara
tidak lengkap atau tidak adanya perbandingan dan perbedaan dengan kepercayaan asli
bangsa tersebut, informasi yang diterima akan diserap sebagian ke dalam sistem yang
lama. Kondisi ini terserap melalui penetapan arti berita yang sesuai dengan apa yang
sudah diterima sebagai yang benar tetapi tidak sesuai dengan kekristenan.
d. Pembentukan Sinkretisme
e. Mempelajari dan melakukan penundaan
f. Penyerahan diri secara simbiotik. Mereka secara pribadi mungkin tidak akan menghidupi
Kabar Baik tersebut dalam diri mereka, namun memberikan persetujuan bila orang lain
menghidupinya.

D. Kesimpulan
Kata kunci di dalam bagian ini adalah kebudayaan, sebuah konsep yang inklusif.
Kebudayaan ini melibatkan seluruh cara di mana seseorang merasakan dan mengatur potensi
utama, gagasan-gagasan, dan nilai-nilai. Hal ini juga menyangkut cara-cara di mana orang-
orang berinteraksi di dalam masyarakat, demikian juga pengganti seseorang untuk Tuhan dan
Penyataan-Nya. Tantangan dari komunikasi intracultural nampaknya sangat cukup untuk
melibatkan kecakapan-kecakapan mental dan spiritual kita secara utuh. Pertama, ketika
kebudayaan secara radikal berbeda satu sama lain, sebenarnya mereka tetaplah memiliki
persamaan. Kedua, sebagian besar orang mempunyai potensi besar untuk menyesuaikan
dengan jaringan kebudayaan lain. Ketiga, Roh Kuduslah yang menjadi pengawas, Ialah
Komunikator Ilahi.

Anda mungkin juga menyukai