Anda di halaman 1dari 7

Langkah-langkah diagnosis

Pemeriksaan klinis pada infeksi menular seksual (IMS), lebih menekankan pada pemeriksaan genital dan
organ-organ yang berhubungan. Prinsipnya sama seperti pada pemeriksaan klinis lainnya, yaitu:

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan fisik

3. Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium

ANAMNESIS

Untuk mendapatkan informasi yang penting, terutama pada waktu menanyakan riwayat seksual, perlu
hati-hati dan dengan cara tertentu. Hal yang harus dijaga ialah KERAHASIAAN. Pertanyaan diajukan
dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Anamnesis pada pasien dengan dugaan IMS meliputi:

-Keluhan dan riwayat penyakit saat ini

- Keadaan umum yang dirasakan

-Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal ataupun sistemik, dengan penekanan pada antibiotika

-Riwayat seksual

o. Kontak seksual, baik di dalam maupun di luar pernikahan (berganti-ganti pasangan atau banyak
kontak seksual).

o. Kontak seksual dengan pasangannya setelah mengalami gejala penyakit. o. Frekuensi dan jenis kontak
seksual (homo- atau heteroseksual)

o. Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, orogenital, anogenital)

o. Apakah pasangannya juga merasakan keluhan/gejala yang sama

- Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan IMS atau penyakit di daerah genital lain.

- Riwayat penyakit berat lainnya

-Riwayat keluarga: pada dugaan IMS yang ditularkan lewat ibu kepada bayinya.

- Keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS,misalnya erupsi kulit, nyeri sendi, dan
pada wanita tentang nyeri perut bawah, gangguan haid, kehamilan dan hasilnya.

- Riwayat alergi obat.


PEMERIKSAAN FISIK Dua hal penting yang harus diperhatikan ialah kerahasin pribadi pasien, dan sumber
cahaya yang baik untuk dokter pemerik nya. Satu hal yang tidak boleh dilupakan, selalu harus
menggunakan sarung tangan setiap kali memeriksa pasien. Terdapat dua perbedaan mendasar pada
anatomi dan pemu riksaan pasien pria dan wanita - Pada pria: = terdapat kesatuan saluran
genitourinarius = organ reproduktif mudah diraba - Pada wanita: = terdapat pemisahan antara saluran
urinarius dan genital = organ reproduktif terdapat dalam rongga pelvik, sehingga peme- riksaan tidak
semudah pria Pasien pria Teknik pemeriksaan meliputi inspeksi dan palpasi. Daerah kela- min dan
sekitarnya harus terbuka, sehingga memudahkan pemeriksaan. Mula-mula inspeksi daerah inguinal, dan
raba adakah pembesaran kelenjar, dan catat konsistensi, ukuran, mobilitas, rasa nyeri, sae tanda-tanda
radang pada kulit di atasnya, Pada waktu bersamaan, per hatikan daerah pubis dan kulit sekitamya,
adakah pedikulosis folikulitis, atau lesi kulit lainnya. Lakukan inspeksi skrotum, apakah terdapat asimetri,
eritema, lesi so perfisial, dan palpasi isi skrotum (testis dan epididimis) dengan hati-hati. Akhirnya,
perhatian ditujukan pada penis, inspeksi dari dasar pangkal sampai ujung. Tarik prepusium (pada pasien
yang tidak disir- kumsisi), inspeksi daerah subprepusium. Perhatian khusus untuk daerah sulkus
koronarius. Inspeksi meatus uretra ekstermus adakah meatitis, lesi uretra atau duh tubuh uretra, serta
kelainan kongenital (misalnya hipospadia). Kadang-kadang perlu juga memeriksa celana dalamnya untuk
melihat adanya bercak duh tubuh. Inspeksi daerah perineum dan anus, pasien sebaiknya dalam posisi
bertumpu pada lutut-siku. Periksa adakah kutil kelamin, atau kelainan lain. Pada anus diperiksa adakah
ulkus, fisura, fistula, hemoroid. Bila perlu dan tersedia alat, lakukan pemeriksaan rektum dengan
proktoskopi.

Pemeriksaan ulkus genital pada pasien pria

Perhatikan ukuran, bentuk, jumlah, dan posisi ulkus pada atau di sekitar genital. Catat pula adakah nyeri.
Dasar ulkus harus diraba untuk mencari indurasi.

PENGAMBILAN BAHAN UNTUK PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pengambilan bahan duh tubuh uretra pasien pria:

Mula-mula meatus dibersihkan dengan kain kasa yang bersih dan kering. Duh tubuh uretra diambil
dengan sengkelit (sengkelit masuk ke dalam uretra sampai melewati fosa navikularis), kemudian
dioleskan pada gelas objek yang bersih untuk dilakukan pengecatan Gram, atau pada media kultur untuk
gonokokus. Dalam keadaan duh tubuh uretra sangat sedikit, kadang-kadang perlu dilakukan pengurutan
uretra, untuk memperoleh bahan pemeriksaan. Untuk pemeriksaan Chlamydia trachomatis, diambil
denean t kapas steril yang dimasukkan ke dalam uretra beberapa sentimeter. Kemudian dimasukkan
dalam media transport khusus. Untuk pemeriksaan T. vaginalis. sengkelit harus dimasukken sejauh 2 cm
ke dalam uretra dengan mengerok sedikit mukosana Bahan lalu dicampur dengan setetes larutan NaCl
fisiologis di atas gelas objek.

Pemeriksaan untuk ulkus genital:

Bila ada kecurigaan ulkus karena sifilis: Pemeriksa harus menggunakan sarung tangan pelindung. Mula-
mula ulkus dibersihkan dengan kain kasa yang telah dibasahi de- ngan larutan salin fisiologis, keringkan,
tekan di antara telunjuk dan ibu jari, dan tunggu sampai keluar cairan serum jernih, bila ada darah
dibersihkan lebih dulu, serum diambil dengan ujung kaca tutup, dan kemudian ditutupkan di atas gelas
objek yang telah ditetesi 1 tetes larutan salin fisiologis. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap.
Pada ulkus mole: Ulkus dibersihkan dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan larutan salin fisiologis,
eksudat serum diambil dengan ujung gelas objek, dan dioleskan dalam satu arah pada gelas objek yang
lain. Kemudian bahan diwarnai dengan pewarnaan Gram atau Unna- Pappanheim. Bila hasil pemeriksaan
ulkus negatif, maka pemeriksaan di atas dilakukan selama 3 hari berturut-turut.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INFEKSI MENULAR SEKSUAL

1. Treponema pallidum

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
laboratorium berupa : 1. Pemeriksaan lapangan gelap dengan bahan pemeriksaan dari bagian dalam lesi,
untuk menemukan T.pallidum.

a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)

Ruam sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCI fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar/dalam
lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap
menggunakan minyak imersi. T.pallidum berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Harus hati-
hati membedakannya dengan Treponema lain yang ada di daerah genitalia. Karena di dalam mulut
banyak dijumpai Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak dapat
digunakan.

b. Mikroskop fluoresensi Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton,
sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian diperiksa dengan mikroskop
fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi hasil nonspesifik dan
kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap.

2. Penentuan antibodi di dalam serum5.21 Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang
menyebabkan sifilis, frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang
dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan
IgM dan juga IgG, ialah

a. Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.

-Tes Wasserman

-Tes Kahn

-Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)

- Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)

- Tes Automated reagin


b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein Complement Fixation).

c. Yang menentukan antibodi spesifik yaitu:

Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)

- Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).

- Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

- Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)

2.H.ducreyi

Diagnosis ulkus mole ditegakkan berdasarkan riwayat pasien, keluhan dan gejala klinis, serta
pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen penyebabnya.

Pemeriksaan langsung bahan ulkus dengan pengecatan Gram memperlihatkan basil kecil negatif Gram
yang berderet berpasangan seperti rantai atau kumpulan ikan intrasel maupun ekstrasel. Bahan
pemeriksaan dianmbil dari dasar ulkus yang bergaung. Terlebih dahulu lesi dibersihkan dengan kain kasa
yang dibasahi larutan salin normal. Kemudian serum diambil dengan lidi kapas steril, lalu diapuskan pada
kaca objek dalam satu arah agar didapatkan morfologi organisme yang berbentuk rantai. Dapat pula
dipakai pewarnaan Wright, Unna-Papan- heim, atau Giemsa. Sensitivitas dan spesifisitas cara ini kurang
dari 50%.

Diagnosis yang lebih akurat didapat dari kultur H.ducreyi. Bahan diambil dari dasar ulkus yang purulen
atau pus bubo, setelah eksudat yang nekrotik diangkat dengan salin steril nonbakteriostatik. Kultur harus
segera diinokulasi karena belum ada sistem media transport yang memuaskan, Organisme dapat
bertahan selama 2-4 jam pada swab. Pemakaian 2 jenis media perlu untuk mendapatkan hasil yang
optimal. Media baku berupa agar gonokokus dan agar Mueller-Hinton. Kedua media mengandung
hemoglobin, 5% serum embrio sapi, ko-enzim, dan asam amino. Dapat ditambahkan 1% Iso-Vitalex yang
mengandung 3 ugr/ml vankomisin untuk mengurangi kontaminasi. Biakan ini harus diinkubasi pada
lingkungan yang mengandung 5% karbon dioksida, suhu 33°-35° Celcius, dan kelembaban tinggi. Koloni
akan tumbuh dalam waktu 2-4 hari, tetapi dapat sampai 7 hari. Koloni yang khas tampak kecil,
nonmukoid, kuning abu-abu, dan tetap utuh bila diangkat ke permukaan agar. Pada agar yang
mengandung darah kelinci, dapat terlihat zona hemolisis.

Tes serologi untuk ulkus mole telah dicoba. Tes fiksasi komplemen, presipitin, dan aglutinin menunjukkan
hasil positif pada pasien dengan ulkus genital karena infeksi H.ducreyi. Tes ELISA (Enzyme- linked
immunosorbent assay) memakai whole lysed H.ducreyi sebagai antigen memiliki spesifisitas dan
sensitivitas tinggi.

Cara-cara lain untuk menyokong diagnosis ulkus mole, misalnya reaksi hipersensitivitas tipe lambat
terhadap antigen H.ducreyi pada tes kulit Ito-Reenstierna, atau tes inokulasi sendiri untuk menghasilkan
ulkus baru, tidak lagi dipergunakan.
Penemuan patogen ulkus lainnya tidak menyingkirkan diagnosis ulkus mole. Patogen lainnya, sendiri
maupun dalam kombinasi, dapat mirip ulkus mole. Sehingga semua ulkus genital harus secara rutin
dilakukan pemeriksaan untuk kuman penyebab IMS lainnya yang dapat menyertai infeksi H.ducreyi.

3.Chlamydia

Diagnosis LGV dapat ditegakkan berdasarkan

1. Gambaran klinis

2. Tes GPR (Gate Papacosta Reaction)

3. Pengecatan Giemsa dari pus bubo

4. Test Frei

5. Test serologi

6. Kultur jaringan

Gambaran klinis

Pada anamnesis terdapat koitus suspektus, disertai dengan gambaran klinis yang khas sudah cukup kuat
untuk membuat diagnosis LGV.

Tes GPR

Tes GPR ini berdasarkan peningkatan globulin dalam darah. Dilakukan dengan cara memberikan
beberapa tetės (1-2 tetes) formalin 40% pada 2 cc serum penderita dan dibiarkan 24 jam. Hasil positif
bila terjadi penggumpalan (serum menjadi beku). Tes ini tidak spesifik oleh karena dapat positif pada
penyakit lain.

Pengecatan Giemsa dari pus bubo

Cara ini dipakai untuk menemukan badan inklusi Chlamydia yang khas.

Tes Frei

Frei memperkenalkan tes ini pertama kali pada tahun 1925. Daban diambil dari aspirasi bubo yang
helum pecah. Selain itu ada pula antigen yang dibuat dari hasil pembiakan dalam sclaput kuning elur
embrio ayam, dengan nama dagang Lygranum.

Cara: disuntikkan 0,1 ml antigen intradermal pada lengan bawah dengan kontrol lengan lainnya. Reaksi
dibaca setelah 48-72 tam, hasil positif bila tampak papul eritematosa dikelilingi dacrah vang infiltrat
dengan diameter > 6 mm, dan daerah kontrol negatif.

Hasil positif dalam waktu 2 sampai beherapa minggu (hahkan danat dilihat sampai 6 bulan) setelah
infeksi dan akan tetap positif untuk jangka waktu lama bahkan seumur hidup.
Reaksi ini merupakan delayed intradermal reaction yang spsifik terhadap golongan Chlamydia schingga
dapat memberi hasil positif semu pada penderita dengan infeksi Chlamydia yang lain.

Tes serologi

Tes serologi terdiri atas: complement fixation test (CFT), radio isotop presipitation (RIP). dan
immunofluorescence (micro-IF) typing.

Pada CFT digunakan antigen yang spesifik. merupakan tes yang lebih sensitif dan dapat lebih dipercaya
dari Tes Frei. Terdapat reaksi silang dengan infeksi Chlamydia yang lain dan antibodi dapat tetap positif
dengan titer tinggi atau rendah sampai beberapa tahun. Titer 1:64 atau lebih besar secara umum
menunjukkan infeksi LGV yang aktif. Penurunan titer dapat dipakai untuk menunjukkan keberhasilan
terapi. Titer rendah biasa didapatkan pada kasus-kasus inaktif atau infeksi Chlamydia lain.

Pada tes RIP dan Micro IF typing lebih spesifik dan lebih sensitif dari CFT dan dapat membedakan
serotipe Chlamylia temasuk ketiga serotipe penyebab LGV. Kekurangannya adalah sangat rumit dan
mahal.

Kultur jaringan

Dilakukan di dalam volk sac embrio ayam atau dalam biakan sel dengan bahan pemeriksaan dari aspirasi
pus bubo yang belum pecah dapat memberi konfirmasi diagnosis.

4.HSV

Dalam menangani kasus herpes genitalis, langkah pertama adalah menegakkan diagnosis yang bila
memungkinkan ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis secara klinis ditegak- kan dengan
adanya gejal khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren.

Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah pemeriksaan tes Tzank yang diwarnai dengan
pengecatan Giemsa atau Wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitivitas dan spesifisitas
pemeriksaan ini umumnya rendah.

Pemeriksaan langsung dengan mikroskop elektron, hasilnya sudah dapat dilihat dalam waktu 2 jam,
tetapi tidak spesifik karena dengan teknik ini kelompok virus herpes tidak dapat dibedakan.

Cara yang paling baik adalah dengan melakukan kultur jaringan, karena paling sensitif dan spesifik
dibandingkan dengan cara-cara lain. Bila titer virus dalam spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat
dilihat dalam jangka waktu 24-48 jam. Pertum- buhan virus dalam sel ditunjukkan dengan terjadinya
granulasi sito- plasmik, degenerasi balon dan sel raksasa berinti banyak. Namun cara ini memiliki
kekurangan karena waktu pemeriksaan yang lama dan biaya yang mahal.

Masih ada sejumlah tes untuk mendeteksi antigen HSV dengan harapan diagnosis lebih cepat ditegakkan
dibandingkan dengan kultur. Tes ini dilakukan secara imunologik memakai antibodi poliklonal atau
monoklonal, misalnya teknik pemeriksaan dengan imunofluoresensi, imunoperoksidase dan ELISA.
Deteksi antigen secara langsung dari spesimen sangat potensial, cepat, dan dapat merupakan deteksi
paling awal pada infeksi HSV.

Pemeriksaan imunoperoksidase tak langsung dan imunofluoresensi langsung memakai antibodi


poliklonal memberikan kemungkinan hasil positif palsu dan negatif palsu. Dengan memakai antibodi
monoklonal pada pemeriksaan imunofluoresensi, dapat ditentukan tipe virus. Pemeriksaan
imunofluoresen memerlukan tenaga yane terlatih, dan mikroskop khusus. Pemeriksaan antibodi
monoklonal dengan cara mikroskopik imunofluoresen tak langsung dari kerokan lesi, sensitivitasnya 78%
sampai 88%.

Pemeriksaan dengan cara ELISA (enzyme linked immunosorbent assays) adalah pemeriksaan untuk
menemukan antigen HSV. Pemerik. saan ini sensitivitasnya 95% dan sangat spesifik, tapi dapat berkurang
jika spesimen tidak segera diperiksa. Tes ini memerlukan waktu 4.5 jam. Tes ini juga dapat dipakai untuk
mendeteksi antibodi terhadan HSV dalam serum penderita. Tes ELISA ini merupakan tes altematif yang
terbaik di samping mempunyai beberapa keuntungan seperti hasilnya cepat dibaca, dan tidak
memerlukan tenaga terlatih.

Anda mungkin juga menyukai