Tutor Monica 4
Tutor Monica 4
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
42180290
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
1
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Usia : 22 Tahun
No. RM : 02-07-79-06
I. ANAMNESIS
b. RPS:
Pasien diantarkan oleh saudara dan temannya ke IGD RS Bethesda pada tanggal
14 Juli 2019. Sewaktu datang pasien sudah mengalami penurunan kesadaran, nampak
lemas, dan napasnya nampak cepat. Ketika datang pasein sulit diajak berbincang,
sehingga pemeriksa bertanya kepada pengantar pasien. Menurut keluarga dan teman
pasien, pasien sempat menuturkan bahwa ia merasa lemas seperti ingin pingsan sejak
3 hari belakangan, mual, muntah, sulit makan dan minum. Ketika itu pasien tidak
mau diajak periksa ke dokter, hanya minum obat maag milanta karena merasa hanya
maagnya yang kambuh. Keluarga juga menuturkan bahwa sejak subuh pasien
mengatakan merasa agak sesak napas dan berkeringat dingin. Sekitar 30 menit SMRS
2
pasien kemudian ditemukan oleh temannya di lantai kamar kostnya, pasien sulit
c. RPD:
Pasien memilki riwayat penyakit maag (dispepsia), dan memiliki diabetes mellitus
(DM) tipe I serta menggunakan insulin. Pasien tidak memiliki riwayat asma.
d. RPK:
penyakit ginjal, dan jantung pada keluarga pasien. Ayah pasien menderita hipertensi.
e. Gaya hidup:
bibi, dan saudara sepupu yang berkuliah besama pasien. Pasien belakangan sering
terlambat makan, dan bergadang karena tugas kuliahnya. Menurut keluarga, pasien gemar
makan mie instan. Keluarga juga meceritakan bahwa keluarga sering mengingatkan
pasien untuk menggunakan insulin, namun karena sulit makan, minum dan lemas, pasien
b. Kesadaran : Somnolen
d. Vital Sign :TD 80/--, Nadi: 110x/mnt, Suhu: 35, 80C, Respirasi: 28x/mnt
3
STATUS LOKALIS:
c. Thorax:
I: Paru kanan dan kiri sejajar, tidak ada jejas, tidak ada ketertinggalan
P: sonor
A: suara napas vesikuler, tidak ada wheezing dan rhonki, suara jantung S1/S2
d. Abdomen:
I: Tidak ada jejas, tidak ada distensi (dinding abdomen agak lebih rendah
dinding dada)
P: Abdomen supel, tidak teraba pembesaran organ, nyeri tekan sulit dinilai
e. Ekstremitas: akral dingin, berkeringat, CRT>2 detik, turgor melambat, tidak ada
4
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah Lengkap
5
IV. ASESMEN
- Berkeringat dingin
- Sesak napas
- Penurunan kesadaran
- Memiliki penyakit DM I
6
V. TATALAKSANA
- Edukasi mengenai KAD dan pentingnya pemakaian insulin pada penderita DM Tipe I
- Rawat inap untuk pemantauan tanda vital dan gula darah di ICU
7
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes melitus (DM) tipe 1 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena gangguan sekresi insulin oleh sel β
pancreas, sedangkan reseptor insulin dalam keadaan normal. Hal tersebut mengakibatkan
dalam memproduksi insulin tersebut, para penderita diabetes tipe 1 sangat bergantung pada
asupan insulin dari luar tubuh, sehingga sering disebut sebagai insulin dependen. (Nice,
2015)
B. Epidemiologi
Kasus diabetes tipe 1 lebih jarang (5-10%) dibandingkan dengan DM tipe 2, dan
umumnya pertama kali ditemukan pada usia kanak-kanak atau dewasa muda (0-19 tahun,
juvenile), namun dapat juga ditemukan penderita baru pada rentang usia >20 tahun.
Menurut data registry nasional DM tipe 1 pada anak dari PP IDAI hingga tahun2014,
didapatkan sebanyak 1021 kasus di Indonesia. 80% dari penderita DM tipe 1 secara umum,
tidak memiliki keluarga dengan riwayat diabetes. Pada 10% dari kasus DM tipe 1
ditemukan adanya HLA tertentu yang menyebabkan orang tersebut menjadi leih entan
8
C. Faktor Risiko dan Patogenesis
Destruksi autoimun. Adanya tipe HLA tertentu dan koisidensi dengan peyakit autoimun
Mediasi virus. Diduga mekanismenya terjadi secara tidak langsung. Antibodi yang
pancreas.
Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya DM tipe 1, namun,
adanya faktor pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi, toksin, dan lainnya) untuk
menimbulkan gejala klinis DM tipe 1 pada seseorang yang rentan (memiliki HLA
tertentu).
D. Diagnosis DM Tipe 1
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
9
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis, penurunan berat badan,
E. Tatalaksana
Terapi mutlak yang diperlukan pada penderita DM Tipe 1 yakni suntikan insulin.
Terdapat 4 jenis insulin berdasarkan cara kerjanya yakni kerja cepat (rapid acting), kerja
pendek (regular/soluble), insulin kerja menengah, dan kerja panjang (ultralente). Insulin
jangka panjang tidak disarankan untuk diberikan pada penderita denganusia kanak-kanak,
10
F. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 1
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit atau komplikasi akut dan kronis
Penyulit kronis dibagi menjadi dua yakni makroangiopati (gangguan arteri koroner, stroke,
2. Ketoasidosis Diabetikum
A. Definisi:
Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan suatu komplikasi akut serius pada pasien
dengan diabetes, yang ditandai dengan trias yakni hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, yang
merupakan suatu dekompensasi tubuh terhadap kekacauan metabolik yang terjadi terutama
B. Epidemiologi
KAD diperkirakan terjadi pada 4-8 dari 1000 pasien dengan diabetes. KAD lebih sering
terjadi pada penderita DM tipe I yang mana insulin dependen. (Setiati et al, 2014)
Faktor yang dikaitakn dengan terjadinya KAD diantaranya infeksi, menghentikan aau
mengurangi insulin, infark miokard, pancreatitis, stroke akut, dan obat-obatan. Secara singkat
11
Hiperglikemia pada pasien dengan KAD dikaitkan dengan meningkatnya marka reaksi
inflamasi, yang ditandai dengan meningkatnya sitokin proinflamasi, protein CRP, reaktif
oksigen spesies (ROS), peroksidasi lipid, plasminogen activator inhibitor, leukositosis dan
free fatty aci (FFA), hal ini berhubungan dengan adanya reaksi stress non spesifik, dan
adanya peningkatan hormone katekolamin, kortisol, dan growth hormone yang terjadi akibat
penurunan insulin. Semua marka tersebut akan kembali normal dalam 24 jam setelah terapi
D. Gejala Klinis
Mual dan muntah terus menerus, pada beberapa kasus dapat ditemukan nyeri perut
12
Penurunan kesadaran
Pipi kemerahan
Tanda syok (hipotensi, nadi meningkat, akral dingin, perfusi turun atau ada sianosis
perifer)
E. Diagnosis
atau HCO3), dan adanya keton pada urin atau pada darah (ketonemia atau ketonuria).
ut:
13
(Tjokroprawiro et al, 2015; PERKENI 2011)
F. Tatalaksana
Tatalaksana KAD meliputi penilaian status awal dan koreksi pernapasan, status dehidrasi,
dan sirkulasi (penanganan syok), dilanjutkan dengan koreksi hiperglikemia dengan insulin,
serta bikarbonat, dan tatalaksana kondisi yang terkait pada pasien (misalnya penanganan
infeksi). Terdapat berbagai metode koreksi insulin, diantaranya anjuran pemberian insulin
secara bolus atau intra muscular atau subkutan dengan dosis rendah (bolus insulin
diikuti infuse insulin kontinyu 0,1 U/kgbb/jam). Dapat juga dilakukan pemberian insulin
dengan metode sliding scale dimana diberikan insulin 20 unit untuk GDS >350mg/dl.
14
15
(PERKENI 2011, Perkeni 2015, Tjokroprawiro 2015)
G. Komplikasi
Komplikasi dari terjadinya ketoasidosis diabetikum (KAD) dan dari terapi KAD antara
lain terjadinya edema serebri, edem pulmo non cardiogenik, hipokalemia, hipoglikemia, dan
16
PEMBAHASAN
Pada pasien dalam kasus ini, didapatkan adanya gejala klinis dari ketoasidosis diabetikum
dan adanya hasil laboratorium yang mendukung dari ditegakkannya (hiperglikemia, asidosis
Pasien mengalami KAD dapat karena penghentian pemakaian insulin. Pasien merupakan
penderita DM tipe 1 yang amat bergantung pada adanya injeksi insulin karena pada DM tipe 1
sel pancreas sudah tidak dapat memproduksi insulin, sehingga bila penggunaan insulin
dihentikan menyebabkan berkurangnya atau tidak ada lagi insulin yang beregulasi pada darah
yang menyebabkan tubuh tidak dapat mencerna glukosa (hambatan glucose uptake) dan glukosa
terkumpul di sirkulasi (terjadi hiperglikemia). Tubuh yang memerlukan energy dari glukosa
menyebabkan peningkatan benda keton dalam darah (ketonemia). Peningkatan benda keton yang
menyebabkan ikut menurunnya buffer asam darah (bikarbonat atau HCO3), dan terjadi asidosis
respirasi, yang mana pada pasien dalam kasus ini terlihat pada pola nafas pasien yang cepat,
sehingga pasien merasa sesak. Keadaan pemecahan lemak untuk diubah menjadi glukosa yang
terjadi berkepanjangan menyebabkan penumpukkan benda keton yang lebih banyak hingga dapat
terakumulasi di otak, dimana mempengaruhi fungsi dari otak dan pada kasus ini menyebabkan
eksitabilitas saraf). Faktor lain yang juga berpengaruh pada penurunan kesadaran yang terjadi
pada pasien yakni adanya hiperosmolaritas, dan diueresis osmotik akibat keadaan hiperglikemia
17
dan ketosis yang berkepanjangan. Keadaan hiperosmolaritas dan diuresis osmotik
mengakibatkan adanya kehilangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan dehidrasi dan
penurunan tekanan darah, yang kemudian dapat menjadi syok hipovolemik. Pada pasien keadaan
dehidrasi juga disebabkan oleh adanya mual dan muntah yang sebelumnya dirasakan pasien yang
dapat diakibatkan agguan lambung (dyspepsia) yang ia derita pada awalnya, sehingga ia sulit
makan dan minum(penurunan asupan cairan), pada pasien keadaan mual muntah juga dapat
diperparah oleh adanya peningkatan produksi keton. Keadaan dehidrasi pada pasien ini, pada
pemeriksaan laboratorium terlihat dari adanya penurunan kadar elektrolit (natrium), dan adanya
peningkatan kadar ureum dan kreatinin pada hasil laboratorium darah pasien.
diabetikum, dimana kondisi kegawatan terkait sirkulasi (syok hipovolemik) pada pasien
ditangani terlebih dahulu dengan algoritma yang dianjurkan pada kepustakaan (PERKENI, 2015;
Tjokroprawiro et al, 2015). Pada pasien ketoasidosis dengan dehidrasi dan syok, harus diberikan
rehidrasi yang adekuat terlebih dahulu, hal ini karena kecukupan hidrasi akan mempengaruhi
hasil terapi insulin yang diberikan (penurunan glukosa darah <50mg/dl/jam). Pasien diberikan
insulin untuk menurunkan kadar gula darahnya dengan metode sliding scale, yang dosisnya
sesuai dengan anjuran dokter spesialis penangguang jawab pasien (DPJP). Menurut kepustakaan,
pemberian insulin intravena 5-7 unit/jam mampu menurunkan gula darah hinggal 50-
75mg/dl/jam, serta dapat menghambat lipolisis, menghentikan ketogenesis, dan menekan proses
glukoneogenesis di hepar. Dosis insulin biasanya dapat dinaikkan menjadi 2x lipat apabila
terdapat faktor yang memperlambat peurunan glukosa oeh insulin, diantaranya dehidrasi, dan
asidosis yang memburuk. Pada pasien juga diberikan injeksi Meylon yang bertujuan untuk
mengganti kekurangan bikarbonat pada pasien dan membantu mengkompensasi atau megatasi
18
keadaan asidosis meta. Pemberian bikarbonat umumnya dilakukan pada pasien dengan pH darah
<7,1. Pada pasien dalam kasus ini, sebelum pemberian insulin tidak dilakukan koreksi kalium,
dikarenakan kalium dalam serum pasien belum mencapai < 3,3 mmol/l. Pada kasus lain, apabila
kalium serum <3,3 mmol/l maka perlu dilakukan koreksi kalium terlebih dahulu untuk mencegah
Dalam kasus ini, sewaktu di IGD, pasien juga diberikan pantoprazol. Pantoprazol
boliknyadiberikan dengan pertimbangan adanya riwayat dyspepsia pada pasien, adanya riwayat
mual-muntah yang dapat diakibatkan kenaikan asam lambung, dan asupan makanan pasien yang
kurang. Pasien juga diberikan injeksi antibiotika spectrum luas yakni seftriakson dengan dosis
2x1g, dengan pertimbangan adanya peningkatan kadar leukosit (leukositosis). Leukositosis pada
pasien KAD umumnya dapat terjadi karena adanya reaksi stress non spesifik, dan peningkatan
hormone kortisol, dan katekolamin atau norepinefrin. Meski demikian menurut kepustakaan
(Huang, 2016), apabila ditemukan kadar leukosit pada darah mencapai >25.000, seperti halnya
pada pasien, maka perlu dicurigai adanya suatu proses infeksi. Proses infeksi yang dicurigai ada
dapat merupakan salah satu penyebab lain dari KAD yang diderita pasien, sehingga
dipertimbangkan untuk ditatalaksana dengan antibiotik. Karena infeksi belum dapat diketahui
secara spesifik, maka antibiotic yang dipilih bersifat broad spektrum atau spektrum luas, dalam
hal ini ceftriakson merupakan salah satu antibiotika yang dianjurkan menurut kepustakaan.
Pasien dalam hal ini disarankan untuk dirawat di ruang intensif, mengingat adanya
gangguan terkait pernafasan yang terjadi karena asidosis metabolik pasien, dan diperlukannya
monitoring atau pemantauan yang berkelanjutan berkenaan dengan tanda vital pasien. Keluarga
juga dierikan edukasi berkaitan tentang faktor penyebab KAD, dan pentignya penggunaan
19
DAFTAR PUSTAKA
Gotera, et al. (2010). Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD). Artikel Ilmiah. Jurnal
Huang, Ian. (2016). Patofisiologi dan diagnosis penurunan kesadaran pada penderita diabetes
mellitus. Case Report. Jurnal Medicinus Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
2016;5(2):48-57.
Diabetes Melitus Tipe I. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
National Institute for Health and Care Excellence (NICE). (2015). Type 1 Diabetes in adults:
Jakarta: PB PERKENI.
Setiati et al. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke 6, Jilid I. Jakarta: Interna
Publishing.
Tjokroprawiro et al. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas Kedokeran
20