“KONSUMSI”
Abstract
All economic activities start from the physical needs of humans to be able
to continue to live in this world. All the necessities of survival will be as
hard as possible, but when the necessities for life cannot be fulfilled by
themselves, then social interaction occurs in fulfilling the necessities of
life among humans. This interaction actually represents the interaction of
demand and supply, the interaction of consumption and production, so that
the market emerges as a container for this economic interaction as an
embodiment of the real economy. As a Muslim it is forbidden to merely
use his lust for consumption. Consumption behavior of a Muslim is based
on the awareness that fulfillment of its needs cannot be done alone.
Awareness of the need for the role of others in fulfilling their lives
encourages a Muslim to be a tawadhu.
Abstrak
1
tidak dapat dipenuhi sendiri, maka terjadilah interaksi sosial dalam
memenuhi keperluan hidup di antara manusia. Interaksi inilah yang
sebenarnya merepresentasikan interaksi permintaan dan penawaran,
interaksi konsumsi dan produksi, sehingga munculah pasar sebagai wadah
interaksi ekonomi ini sebagai perwujudan dari ekonomi yang
sesungguhnya. Sebagai seorang muslim dilarang semata-mata
menggunakan hawa nafsunya untuk berkonsumsi. Perilaku konsumsi
seorang muslim didasari oleh kesadaran bahwa dalam pemenuhan
kebutuhanya tidak bisa dilakukan sendiri. Kesadaran akan perlunya peran
orang lain dalam memenuhi kehidupanya mendorong seorang muslim
untuk bersifat tawadhu.
A. Pendahuluan
2
membawa manusia berguna bagi kemaslahatan hidupnya. Islam telah
mengatur jalan hidup manusia lewat Al-quran dan Al hadist, supaya
manusia dijauhkan dari sifat yang hina karena perilaku konsumsinya.
Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasullulah
SAW akan menjamin kehidupan Manusia yang lebih sejahtera. Di dalam
siklus ekonomi yang bermula dengan perolehan kekayaan, konsumsi
barang kali merupakan tahapan terahir yang paling penting. Di dalam ilmu
ekonomi, konsumsi bermakna membelanjakan kekayaan untuk memenuhi
kelangsungan hidup manusia seperti makanan, pakaian, perumahan,
barang-barang kebutuhan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, kebutuhan
pribadi mapun keluarga lainya.
B. Konsumsi
1
. Lukman furoni ,Tafsir Ayat-ayat Tentang Konsumsi, ( Millah Vol. VIII, No. 1, Agustus,
2008), h. 3
3
membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya yang kikir
karena ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini (Qahf,
1995: 27). Sedangkan dalam ekonomi konvensional perilaku konsumsi
dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utilitarianisme. Kedua
nilai dasar ini kemudian membentuk suatu perilaku konsumsi yang
hedenostik-materialistik, individualistik, dan boros.
4
terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang.
Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola
konsumsi modern.2
Dalam hal ini Allah SWT berfirman yang artinya: “Hai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. al-A’raf
(7): 31) Ayat ini merupakan bantahan terhadap kaum musyrikin yang
melakukan thawaf di Baitullah sambil telanjang secara sengaja; laki-laki
berthawaf pada siang hari dan perempuan pada malam hari. Maka Allah
SWT berfirman: “Hai anak Adam, pakailah perhiasanmu ketika memasuki
masjid”. Yang dimaksud “perhiasan” di sini ialah pakaian untuk menutupi
aurat. Kaum musrikin disuruh mengenakan baju setiap kali mau memasuki
masjid. Berdasarkan ayat ini dan sunnah yang semakna dengan ayat itu,
maka disunahkan untuk mempercantik diri setiap kali melakukan shalat,
terutama shalat Jum’at, shalat Jamaah dan shalat Idul Fitri. Memakai
parfum dan bersiwak merupakan pelengkap dalam menghias diri. Selain
itu, ayat ini juga merupakan anjuran untuk tidak berlebihlebihan dalam
berkonsumsi.
2
Azhari Akmal Tarigan,Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Al-Qur’an, (Bandung:Cipapustaka
Media Perinris,2012),h. 214
3
Abdurrohman Kasdi, Tafsir Ayat-Ayat Konsumsi Dan Implikasinya Terhadap
Pengembangan Ekonomi Islam, (Volume 1, No.1, Juni 2013), h. 21-24
5
Rifa’i, 1999: 267). Allah menyuruh hamba-Nya yang beriman memakan
yang baik-baik dari rezeki yang telah dianugerahkan kepada mereka. Oleh
karena itu, hendaklah mereka bersyukur kepada-Nya jika mereka mengaku
sebagai hamba-Nya. Memakan makanan halal merupakan sarana untuk
diterimanya do’a dan ibadah.
َوالَّذِينَ إِذَا أ َ ْنفَقُوا لَ ْم يُ ْس ِرفُوا َولَ ْم يَ ْقت ُ ُروا َو َكانَ بَيْنَ ذَ ِل َك قَ َوا ًما
67. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah yang demikian.4
4
Lukman furoni ,Tafsir Ayat-ayat Tentang Konsumsi, h. 133.
6
menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam, konsep berlebih-lebihan tersebut
tidak berlaku.5
C. Ayat Konsumsi
Ayat ini bersifat umum karena ditujukkan kepada seluruh manusia atau
tidak terbatas pada orang-orang yang beriman saja. Hal ini dipahami
karena seruan yang terkandung didalamnya dibutuhkan semua umat
manusia yakni tentang pentingnya makanan dalam kehidupa.
5
Azhari Akmal Tarigan,Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Al-Qur’an, h. 206.
6
Muhammad Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi, (Jakarta:Amzah, 2015), h. 109.
7
Setelah Allah SWT menjelaskan pada ayat-ayat sebelumnya
(surah Al-Baqarah) tentang tauhid, tiada sesembahan yang hak kecuali
Allah. Allah pula yang maha pencipta dan pada pada ayat ini, Allah
menegaskan dirinya sebagai razzaq (pemberi rezeki) untuk seluruh
makhluknya. Ayat di atas diawali dengan frasa ya ayyuha al-nas yang
berari perintah tersebut ditujukan kepada seluruh manusia. Makan
merupakan kebutuhan universal. Bukan saja manusia – apapun suku dan
bangsanya- makhluk Allah lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan
juga membutuhkan makanan.7
7
Dwi Suwiknyo, Komplikasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar,2010), h. 157.
8
Ibid, 206-207
8
Pada hal Allah SWT telah menjelaskan apa yang diharamkan dan
apa yang dihalalkan. Sedangkan menurut Ibn Kasir, syaitan telah
membisikkan sesuatu kepada bangsa Arab sehingga mereka
mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Adapun yang mereka
haramkan sendiri adalah, bahirah, (unta betina yang telah beranak lima
kali dan anak yang kelima itu jantan) lalu unta betina itu dibelah
telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi dan tidak boleh diambil
susunya. Juga Sabi’ah unta betina yang dibiarkan pergi kemana saja
disebabkan sesuatu nazar. Termasuk yang mereka haramkan adalah
washilah yaitu seekor domba betina yang melahirkan anak kembar yang
terdiri dari jantan dan betina maka yang jantan disebut dengan washilah,
tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala. Di dalam surah Al-
An’am ayat 145, Allah SWT telah menyebutkan makanan yang
diharamkan Allah, yaitu:
Jelas bahwa yang haram itu telah dijelaskan Allah SWT di dalam
kitab sucinya. Ada yang haram disebabkan karena zatnya, misalnya darah
dan daging babi. Ada pula yang haram disebabkan karena faktor luar. Di
dalam Al-Maraghi disebut dengan muharramun li’arid. Maksudnya adalah
9
diharamkan karena diperoleh tidak melalui wajhin sahih, seperti
pencurian, perampokan, pemerasan dan sebagainya. Tentu saja selain yang
tidak disebutkan di dalam Al-Qur’an dihukumkan halal untuk dikonsumsi.
Oleh sebab itu kita melihat, ketika Allah menyebutkan jenis-jenis yang
diharamkan untuk dikonsumsi, Allah menyebutnya secara terperinci.
Sedangkan yang halal, Allah menyebutnya secara umum, halalan
tayyiban.9
9
Azhari Akmal Tarigan,Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Al-Qur’an, h. 209-210.
10
dan ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatannya
dalam memenuhi kebutuhan seseorang.10
10
Ibid, h. 213
11
Heri Sudarsono,Konsep Ekonomi Islam,( Yogyakarta:Ekonosia,2004), h. 187
11
corak adabi al-ijtima'i wal-iqtishadijyak. Keempat, melakukan
kontekstualisasi dalam realitas ekonomi.
Setelah Allah SWT menjelaskan pada ayat-ayat sebelumnya
(surah Al-Baqarah) tentang tauhid, tiada sesembahan yang hak kecuali Allah.
Allah pula yang maha pencipta dan pada pada ayat ini, Allah menegaskan
dirinya sebagai razzaq (pemberi rezeki) untuk seluruh makhluknya. Ayat di
atas diawali dengan frasa ya ayyuha al-nas yang berari perintah tersebut
ditujukan kepada seluruh manusia. Makan merupakan kebutuhan universal.
Bukan saja manusia – apapun suku dan bangsanya- makhluk Allah lainnya
seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan juga membutuhkan makanan.
Kontekstualisasi ekonomi islam konsumsi berasal dari bahasa
Belanda consumptie yang berarti suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi
atau menghabiskan daya guna suatu benda, barang maupun jasa dalam
rangka memenuhi kebutuhan. Sedangkan konsumen adalah individu-
individu atau kelompok pengguna barang dan jasa.
Dampak nilai islam dalam berkonsumsi perilaku ekonomi dalam
islam akan didasarkan nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadist yaitu konsumsi
seorang muslim didasarkan atas pemahaman, seorang muslim tidak akan
makan-makanan yang hukumnya harom, seorang muslim tidak akan
berbelanja melebihi penghasilan yang ia miliki.
12
DAFTAR PUSTAKA
13