Anda di halaman 1dari 12

Chandra Puspita Kurniawati

BPK RI, Indonesia.


Email: chandra.kurniawati@bpk.go.id

A STUDY OF POLICIES ON KAJIAN PERMASALAHAN


DISASTER STATUS KEBIJAKAN PENETAPAN
ENDORSEMENT, LOCAL STATUS BENCANA,
DISASTER MANAGEMENT KELEMBAGAAN BPBD, DAN
AGENCY INSTITUTION, AND PENGELOLAAN BANTUAN
DISASTER-RELATED AID PASCA TERBITNYA
MANAGEMENT POST LAW UU NOMOR 24 TAHUN 2007
NUMBER 24 YEAR 2007
ABSTRACT/ABSTRAK

A disaster may lead to other disasters. This Bencana dapat memicu risiko terjadinya bencana
causes community suffer from disaster. yang lain. Kondisi tersebut mengakibatkan setiap
Government needs a huge amount of fund to tahunnya masyarakat menderita akibat bencana.
manage disaster and recover the affected Pemerintah mutlak memerlukan dana dalam
communities. However, a number of jumlah besar untuk menanggulangi bencana dan
phenomena which were confirmed to be memulihkan wilayah pascabencana. Permasala-
disaster will provide impact on funding hannya ialah banyaknya kejadian yang ditetapkan
disaster-related activities and distribution of sebagai bencana akan berdampak pada pendanaan
resources. In addition, institution related dan distribusi sumber daya. Selain itu, permasala-
issues on local disaster management agency han kelembagaan Badan Penanggulangan Bencana
and unprofessional disaster-related aid Daerah (BPBD) dan pengelolaan bantuan bencana
management may affect the accountability yang tidak profesional dapat berpengaruh pula
and transparency of disaster and disaster- pada akuntabilitas dan transparansi penyeleng-
related aid management. This study employs garaan penanggulangan bencana dan pengelolaan
literature review on the policies related to bantuan bencana. Kajian ini dilakukan melalui
disaster management. The results show that studi literatur tentang kebijakan-kebijakan yang
disaster status should be endorsed based on terkait dengan penanggulangan bencana. Hasil
clear definition and parameters as it is kajian menunjukkan bahwa status bencana perlu
mandated on Law No. 24 Year 2007. In addi- ditetapkan berdasarkan definisi dan parameter
tion, improving local disaster management yang jelas sebagaimana diamanatkan oleh Undang
agency’s function and authority and adopting -Undang (UU) No. 24 Tahun 2007. Sebagai tam-
standards or best practices on disaster-related bahan, peningkatan fungsi dan wewenang BPBD
aid management should also be taken into dan pengadopsian standar atau praktik terbaik
account to promote accountability and pengelolaan bantuan bencana juga perlu dilakukan
transparency of disaster management. untuk meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
KEYWORDS: KATA KUNCI:
Accountability, disaster-related aid, policy, disas- Akuntabilitas, bantuan bencana, kebijakan, penanggu-
ter management, disaster status, transparency langan bencana, status bencana, transparansi

SEJARAH ARTIKEL:
Diterima pertama: Desember 2014
Dinyatakan dapat dimuat : Juni 2015

95
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

lingkungan, atau manusia sendiri (Ulum


PENDAHULUAN 2013)

B encana merupakan hasil dari muncul-


nya kejadian luar biasa (hazard) pada
komunitas yang rentan (vulnerable) sehingga
Dari sisi dampak lingkungan dan manusia,
kerentanan terhadap bencana di Indonesia
tersebut muncul akibat dua karakteristik
masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai
utama. Pertama, letak geografis Indonesia
implikasi dari kejadian luar biasa tersebut.
yang berada dalam posisi Ring of Fire
Bencana dapat menimbulkan kerugian besar
mengakibatkan gempa bumi dan gunung
dari sisi korban jiwa, material, nonmaterial,
meletus acapkali terjadi di Indonesia. Kedua,
hingga kerusakan lingkungan. Bencana
besarnya populasi penduduk dan terbatasnya
seringkali mengancam keberlangsungan
sumber daya alam yang menimbulkan
pemerintahan di suatu wilayah apabila
kecenderungan eksploitasi sumber daya alam
pemerintah setempat lumpuh dihantam
demi peningkatan kesejahteraan ekonomi
bencana dan tidak mampu menanggulangi
dan masyarakat, yang tentu saja sangat
dampak yang muncul akibat bencana. Hal ini
berpengaruh pada keseimbangan alam dan
karena pada umumnya pemerintahan hanya
dapat memicu bencana.
dipersiapkan untuk beroperasi pada situasi
normal dan rutin dan tidak dipersiapkan
Untuk menanganinya, pemerintah berupaya
untuk beroperasi pada situasi bencana.
untuk memperbaiki penanggulangan
bencana dengan menerbitkan berbagai
Sementara itu, Indonesia menempati
kebijakan. Anderson (1984) menyatakan
peringkat kedua dalam data jumlah kematian
kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang
tertinggi akibat bencana alam se-Asia Pasifik.
mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan
Kerugian yang ditimbulkan akibat bencana di
dilaksanakan oleh seorang pelaku atau
negeri ini juga sangat besar. Data yang dirilis
sekelompok pelaku guna memecahkan suatu
dalam the Asia Pacific Disaster Report yang
masalah tertentu. Lebih lanjut, Edwards III
disusun oleh The Economic and Social
dan Sharkansky (1978) menjabarkan
Commission for Asia and Pacific (ESCAP)
kebijakan sebagai apa yang dilakukan atau
dan the United Nations International Strate-
tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan
gy for Disaster Reduction (UN ISDR)
tersebut dapat diwujudkan dalam peraturan-
menunjukkan bahwa selama 20 tahun
peraturan perundang-undangan atau pidato-
terakhir, berbagai bencana alam di Indonesia
pidato pejabat teras pemerintah serta
telah mengakibatkan kerugian ekonomi
program-program dan tindakan-tindakan
setidaknya $22,5 miliar (Ulum 2013).
yang dilakukan pemerintah

Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu


Sejak tahun 2001, dari sisi kelembagaan,
kondisi dari suatu komunitas atau masyara-
pemerintah telah menetapkan lembaga
kat yang mengarah atau menyebabkan
penyelenggara penanggulangan bencana
ketidakmampuan dalam menghadapi
melalui penerbitan Keputusan Presiden No. 3
ancaman bahaya. Kerentanan dibagi
Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi
menjadi kerentanan fisik, sosial, dan
Nasional Penanggulangan Bencana dan
ekonomi. Selain itu, kerentanan terhadap
Penanganan Pengungsi sebagaimana telah
bencana dapat disebabkan karena kurangnya
diubah dengan Keputusan Presiden No. 111
manajemen bencana yang tepat, dampak

Volume 1, Nomor 1, Juli 2015: 95-106 96


KAJIAN PERMASALAHAN KEBIJAKAN PENETAPAN STATUS BENCANA, KELEMBAGAAN BPBD, DAN ...
Chandra Puspita Kurniawati

Tahun 2001. Rangkaian bencana besar yang berkontribusi dalam penanggulangan


dialami Indonesia, khususnya sejak tsunami bencana, terutama pada tahap tanggap
Aceh tahun 2004, telah mendorong darurat bencana. Mereka memberikan tidak
pemerintah memperbaiki peraturan yang ada hanya bantuan tenaga medis, tetapi juga
melalui penerbitan PP No. 83 tahun 2005 bantuan dalam bentuk uang dan barang
tentang Badan Koordinasi Nasional dalam jumlah yang cukup besar. Namun
Penanganan Bencana (Bakornas-PB). demikian, carut marut pengelolaan bantuan
Selanjutnya, Pemerintah mematangkan penanggulangan bencana sepertinya masih
kelembagaan yang ada dengan menetapkan terus berlanjut. Cita-cita pemerintah
UU No. 24 Tahun 2007 tentang untuk membentuk resilient community
Penanggulangan Bencana yang antara lain -masyarakat yang tangguh menghadapi
mengamanatkan pembentukan Badan bencana- dengan menekankan pada kearifan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lokal dan pengurangan risiko bencana
dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah sepertinya masih menemui kendala besar
(BPBD). dalam pelaksanaannya. Sementara, di lain
sisi, jumlah bencana terus meningkat dari
Dari sisi pendanaan, Pemerintah telah waktu ke waktu.
menganggarkan dana penanggulangan
bencana yang sangat besar. Pada BNPB saja Atas penyelenggaraan penanggulangan
terdapat dua sumber pendanaan, yaitu bencana dan pengelolaan pendanaan
Bagian Anggaran (BA) 103 yang dianggarkan tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
untuk kegiatan rutin BNPB dan kegiatan melakukan pemeriksaan atas pengelolaan
mitigasi bencana serta cadangan bencana dan pertanggungjawaban keuangan oleh
(BA 999). Dana tersebut belum termasuk BNPB maupun efektivitas kegiatan
tambahan dana on call yang diajukan BNPB penanggulangan bencana yang dilakukan
pada Dewan pada saat BNPB tidak lagi oleh BNPB dan BPBD. Hasil pemeriksaan
memiliki cadangan dana siap pakai. antara lain menunjukkan kurangnya
kesiapsiagaan beberapa daerah menghadapi
Hal tersebut sesuai dengan pendapat potensi bencana, adanya bantuan yang tidak
Wolfgang Friedman (2009) dalam Isnaini dapat dimanfaatkan korban pada tahap
(2009) yang menyatakan bahwa pemerintah tanggap darurat bencana, ketergantungan
sendiri memiliki empat fungsi, yaitu provider daerah yang sangat besar pada BNPB,
( p enyed ia) , reg ula tor ( p engatur) , tumpang tindihnya kegiatan antarinstansi
enterpreneur (penyejahtera), dan umpire pemerintah, dan beberapa permasalahan
(penengah). Dalam hal ini, selain menyusun lain.
peraturan perundang-undangan terkait
(regulator), pemerintah turut bertanggung Permasalahan tersebut tidak dapat dibiarkan
jawab atas pendanaan kegiatan penanggulan- berlarut-larut. Indonesia adalah negeri yang
gan bencana (provider). Pemerintah juga sangat rawan bencana. Di satu sisi,
memberikan jaminan kehidupan warganya pemerintah telah berupaya untuk
pada saat terjadi bencana (enterpreneur). memperbaiki penanggulangan bencana
dengan menerbitkan berbagai kebijakan
Selain pemerintah, banyak pihak, baik dari terkait. Namun, di sisi lain, hasil
dalam negeri maupun pihak asing, turut pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa ada

97
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

permasalahan berulang dalam penyeleng- bencana, tetapi juga permasalahan yang


garaan penanggulangan bencana dan dihadapi oleh entitas dalam penanggu-
pertanggungjawaban pendanaan yang dapat langan bencana dan pengelolaan bantuan
mempengaruhi akuntabilitas dan bencana yang ditemukan oleh pemeriksa.
transparansi kegiatan penanggulangan 3. Jurnal yang berisi tulisan-tulisan dalam
bencana dan pengelolaan bantuan bencana. disiplin ilmu yang sama yang bermanfaat
sebagai kutipan bahan referensi.
Kondisi tersebut mendesak untuk ditangani 4. Referensi berisi teks umum dan artikel
karena masalah bencana diatur oleh regulasi tentang topik tertentu dan disertai teori
dari sejumlah institusi. Hal tersebut selain pendukung untuk dapat mengetahui
memungkinkan munculnya tumpang tindih, perkembangan termutakhir dari suatu
juga dapat memunculkan kesenjangan peran topik tertentu. Referensi utama yang di-
kelembagaan dan pendanaan pada institusi- pergunakan adalah INTOSAI GOV 9250
institusi terkait. Untuk memperbaiki kondisi dan Seri Panduan Pemeriksaan: Penye-
tersebut, perlu dilakukan analisis atas hal-hal lenggaraan Penanggulangan Bencana dan
yang berpotensi menimbulkan permasalahan Pengelolaan Bantuan Bencana.
dalam penanggulangan bencana. Dengan
INTOSAI GOV 9250 atau The Integrated
demikian, tujuan analisis ini adalah
Financial Accountability Framework
menelaah kondisi-kondisi yang berpotensi
(IFAF) merupakan suatu alat bantu
menimbulkan permasalahan dalam
(tools) yang disusun oleh INTOSAI
penyelenggaran penanggulangan bencana
Working Group on the Accountability for
sehingga dapat merumuskan usulan
and Audit of Disaster-related Aid
perbaikan dan peningkatan penyelenggaraan
(WG AADA) untuk membantu donor,
penanggulangan bencana dan pengelolaan
channel, maupun penerima bantuan, baik
bantuan bencana.
pemerintah, swasta, non government
organizations (NGOs), maupun masyara-
kat untuk melacak bantuan dalam suatu
kejadian bencana karena data aliran
METODOLOGI bantuan bencana dapat diakses melalui
internet. Sementara, Seri Panduan

B erdasarkan tujuan penelitian dan


dengan mempertimbangkan
keterbatasan data dan sumber data yang ada,
Pemeriksaan:
Penanggulangan
Penyelenggaraan
Bencana dan
Pengelolaan Bantuan Bencana
metode yang digunakan adalah penelitian merupakan salah satu referensi yang
kualitatif dengan melakukan studi literatur dapat dipergunakan pemeriksa BPK pada
pada data-data yang berupa: saat mempersiapkan pemeriksaan atas
1. Peraturan perundangan merupakan aktivitas penanggulangan bencana dan
sumber referensi kebijakan penanggulan- pengelolaan bantuan bencana termasuk
gan bencana dan pengelolaaan bantuan pendanaannya.
bencana di Indonesia.
2. Laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK
merupakan sumber referensi yang tidak
hanya menjelaskan tentang contoh
penerapan kebiijakan penanggulangan

Volume 1, Nomor 1, Juli 2015: 95-106 98


KAJIAN PERMASALAHAN KEBIJAKAN PENETAPAN STATUS BENCANA, KELEMBAGAAN BPBD, DAN ...
Chandra Puspita Kurniawati

Dari tabel 1 tersebut terlihat bahwa fokus


penyelenggaraan penanggulangan bencana
saat ini bukan lagi bersifat reaktif atau
menunggu bencana terjadi, bukan pula pada
HASIL DAN PEMBAHASAN pengenalan dan penerapan teknologi untuk
mengidentifikasi daerah rawan bencana,
Penetapan Definisi dan Status Bencana tetapi lebih pada “bersahabat” dengan
bencana. Artinya, masyarakat Indonesia

S ejak tahun 2001, Bakornas-PB telah dituntut untuk menyadari sepenuhnya bahwa
mengumpulkan dan mempublikasi data mereka tinggal di daerah rawan bencana, dan
bencana domestik. Sementara itu, oleh karenanya, mereka diharapkan dapat
kecenderungan bencana dalam jangka menggunakan kearifan lokal dan
panjang di Indonesia diperiksa menggunakan pengetahuan tradisional warisan para leluhur
The International Emergency Disaster untuk bersinergi dengan alam.
Database (EMDAT – basis data bencana
internasional). Pada masa itu, sistem Dalam suatu penanggulangan bencana,
penanggulangan bencana di Indonesia pemerintah mengelola bantuan bencana.
dilaksanakan oleh satuan-satuan kerja Peraturan Kepala BNPB No. 05 Tahun 2009
terkait. Dalam kondisi tertentu, seperti pada tentang Pedoman Bantuan Peralatan
bencana alam dengan skala besar, pimpinan mendefinisikan bantuan sebagai segala
pemerintah pusat mengambil inisiatif dan sesuatu yang diperoleh dari hasil bantuan
kepemimpinan untuk mengkoordinasi dan atau sumbangan dari berbagai pihak
berbagai satuan kerja terkait. Hal tersebut yang diberikan kepada pihak yang
tecermin dalam penanggulangan bencana membutuhkan. Bantuan sendiri dibagi
alam tsunami yang menimpa Provinsi menjadi dua, yaitu bantuan tunai dan
Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun bantuan selain tunai. Bantuan selain tunai
2004. diberikan dalam bentuk barang atau jasa.
Sementara, bentuk bantuan tunai bermacam-
Pola penanggulangan bencana mendapatkan macam bergantung pada masing-masing
dimensi baru dengan ditetapkannya UU No. tahapan penanggulangan bencana.
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Gambaran lingkup kegiatan dan pendanaan
Bencana. Untuk mendukung pengembangan bencana dapat dilihat pada tabel 2.
tersebut, perlu disusun kebijakan, strategi,
dan operasi secara nasional dengan UU No. 24 Tahun 2007 tentang
melibatkan pusat dan daerah. Hal tersebut Penanggulangan Bencana Pasal 1
sesuai dengan Wijaya (2007) yang mendefinisikan bencana sebagai peristiwa
menyatakan bahwa upaya manajemen atau rangkaian peristiwa yang mengancam
bencana perlu direncanakan dalam koridor dan mengganggu kehidup an dan
visi dan misi tertentu yang melibatkan tiga penghidupan masyarakat yang disebabkan,
sektor: pemerintah, swasta, dan masyarakat. baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-
Perubahan fokus, tujuan, dan orientasi alam maupun faktor manusia sehingga
penanggulangan bencana di Indonesia dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa
dilihat pada tabel 1 . manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Undang

99
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Tabel 1. Perubahan Paradigma Penanggulangan Bencana di Indonesia

Fokus Tujuan Orientasi


Konvensional/  Bantuan (relief)  Menekan tingkat  Pemenuhan kebutuhan
Relief / Tanggap  Kedaruratan kerugian, kerusakan, darurat berupa pangan,
(Emergency) dan cepat memulihkan penampungan darurat,
Darurat
keadaaan kesehatan, dan pengatasan
krisis
Paradigma Penanggulanagan Bencana di Indonesia

Mitigasi  Struktural  Mencegah bencana  Mengidentifikasi daerah rawan


 Non struktural bencana
 Mengenali pola yang
menimbulkan kerawanan
 Melakukan kegiatan mitigasi

Pembangunan  Faktor-faktor  Mengintegrasikan  Penguatan ekonomi


kerentanan dalam upaya penanggulangan  Penerapan teknologi
masyarakat bencana dalam  Pengentasan kemiskinan
program pembangunan
Pengurangan  Perpaduan teknis  Meningkatkan  Masyarakat merupakan subjek
Risiko Bencana dan ilmiah dengan kemampuan penanggulangan bencana
memperhatikan masyarakat untuk dalam proses pembangunan
faktor sosial, mengelola dan dengan memperhatikan
ekonomi, dan menekan risiko kearifan lokal (local wisdom)
politik dalam terjadinya bencana dan pengetahuan tradisional
perencanaan (traditional knowledge)
pengurangan
bencana

-undang tersebut menjabarkan tiga belas hampir seluruh wilayah Indonesia pada
jenis bencana yang rawan terjadi di musim kemarau, dan kabut asap yang
Indonesia, yaitu gempa bumi, tsunami, berulang kali terjadi di beberapa wilayah di
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin Pulau Sumatera dan Kalimantan. Namun,
topan, tanah longsor, gagal teknologi, gagal pengategorian kejadian-kejadian tersebut
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. sebagai bencana dapat memunculkan
Namun demikian, baik dalam badan maupun pertanyaan: Bagaimana mungkin bencana
bagian penjelasan dari undang-undang dibiarkan berlangsung secara rutin dan
tersebut belum terdapat definisi teknis dan berulang? Memang, sesuai dengan UU
operasional bencana serta batasan suatu tersebut, banjir, misalnya, dimasukkan
kejadian untuk dikategorikan sebagai dalam kelompok bencana alam. Namun
bencana yang dapat digunakan entitas- demikian, penetapan semua kejadian banjir,
entitas terkait sebagai dasar penggunaan tanpa kecuali, sebagai bencana bisa jadi
anggaran. memunculkan masalah, terutama terkait
pendanaan, dalam hal ini penggunaan dana
Hal tersebut mengakibatkan banyak kejadian siap pakai, dan penyaluran bantuan bencana.
dikategorikan sebagai bencana, misalnya
banjir di Jakarta, kekeringan yang melanda

Volume 1, Nomor 1, Juli 2015: 95-106 100


KAJIAN PERMASALAHAN KEBIJAKAN PENETAPAN STATUS BENCANA, KELEMBAGAAN BPBD, DAN ...
Chandra Puspita Kurniawati

Lebih lanjut, Pasal 7 undang-undang tersebut daya yang ada. Ketidakjelasan penetapan
menyatakan penetapan status bencana tersebut dapat berpotensi pada pengeluaran
sebagai berikut: dana secara sewenang-wenang oleh pihak-
pihak terkait. Sebaliknya, manakala terdapat
1. Ayat 1 butir c menyatakan bahwa
suatu kejadian yang seharusnya dianggap
pemerintah berwenang untuk
bencana tetapi tidak ditetapkan sebagai
menetapkan status dan tingkatan
bencana dapat mengakibatkan anggaran
bencana nasional dan daerah.
tidak dapat dikeluarkan. Hal ini berpotensi
2. Ayat 2 menyatakan bahwa penetapan
meningkatkan korban jiwa dan kerugian
status dan tingkat bencana tersebut
harta benda.
memuat indikator jumlah korban,
kerugian harta benda, kerusakan
Pemerintah Jepang misalnya. Pemerintah
prasarana dan sarana, cakupan luas
Jepang tidak akan dengan mudah
wilayah yang terkena bencana, dan
mengeluarkan pernyataan bencana. Berbagai
damp a k s o s i al e ko no m i ya ng
peristiwa gempa bumi dan tsunami yang
ditimbulkan.
melanda Jepang cenderung diyakini sebagai
3. Ayat 3 menyatakan bahwa penetapan
gejala alam. Pernyataan bencana tersebut
status tersebut diatur dengan Peraturan
baru dikeluarkan apabila semua langkah
Presiden.
antisipatif yang didasarkan pada teknologi
Namun demikian, peraturan presiden yang tidak mampu lagi mengatasi suatu kejadian.
mengatur standar pengategorian status
bencana – apakah termasuk bencana daerah
atau nasional – sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 7 ayat 3 belum ada. Selain itu, Penyesuaian Kelembagaan BPBD
parameter dalam ayat 2 tersebut juga belum
didetailkan untuk dapat menentukan UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 18 ayat 1
tingkatan bencana. menyatakan bahwa pemerintah daerah
membentuk Badan Penanggulangan Bencana
Belum adanya kesepakatan yang jelas dan Daerah. Selanjutnya pada ayat 2a dinyatakan
terukur untuk menentukan sebuah peristiwa bahwa Badan Penanggulangan Bencana
sebagai bencana dan menentukan status Daerah pada tingkat provinsi dipimpin oleh
bencana dapat mengancam keefektivan seorang pejabat setingkat di bawah gubernur
penyelenggaraan penanggulangan bencana atau setingkat eselon Ib; ayat 2b
dan pengelolaan bantuan bencana. Hal ini menambahkan pada tingkat kabupaten/kota,
akan berpengaruh pula pada akuntabilitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah
dan transparansi kegiatan dan pendanaan. dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di
Padahal, penetapan status bencana bawah bupati/walikota atau setingkat eselon
merupakan proses yang penting karena akan IIa. Hal tersebut bertentangan dengan PP
berdampak pada sistem penganggaran No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
kegiatan penanggulangan bencana serta Perangkat Daerah yang menentukan bahwa
sumber dana penanggulangan bencana, pimpinan/kepala badan eselonnya sama
dalam hal ini apakah bersumber dari APBD dengan satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota/provinsi atau APBN dan (SKPD) lain.
berimplikasi pula pada pengerahan sumber

101
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Tabel 2. Lingkup Tugas Penanggulangan Bencana

LINGKUP TUGAS PENANGGULANGAN BENCANA


1 TAHAPAN PRA BENCANA SAAT BENCANA
2 TUJUAN Pengurangan Risiko Bencana Penanganan Darurat
3 MANAJEMEN Manajemen Risiko Bencana Manajemen Darurat
4 PENYELENG- Situasi terdapat
Situasi tidak terjadi bencana Tanggap darurat
GARAAN potensi bencana
5 KEGIATAN - Perencanaan - Mitigasi - Pengkajian cepat dan tepat
- Pengurangan risiko bencana - Sistem Peringatan - Penentuan status keadaan da-
- Pencegahan Dini rurat
- Pemaduan dalam rencana - Kesiapsiagaan - Penyelamatan dan evakuasi
pembangunan masyarakat terkena bencana
- Persyaratan analisis risiko - Pemenuhan kebutuhan dasar
- Perencanaan tata ruang - Perlindungan terhadap kelompok
- Pendidikan & Pelatihan rentan
- Persyaratan standar teknis - Pemulihan darurat
- Penelitian
- Pemberdayaan/peningkatan
kemampuan

6 PERENCANAAN RENCANA OPERASI


RENCANA MITIGASI RENCANA KONTIJENSI
PENANGANAN DARURAT
RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA
7 PENDANAAN DANA PENANGGULANAGAN BENCANA DARI APBN/APBD
DIPA DANA KONTIJENSI DIPA & Dana Siap Pakai
DANA DARI MASYARAKAT
8 PERAN BNPB & Koordinasi, Komando, dan
BPBD KOORDINASI & PELAKSANA
Pelaksana

Sumber: disarikan dari UU No. 24 Tahun 2007

Kententuan jabatan sebagaimana dinyatakan contoh, kesetaraan eselon tidak berpengaruh


dalam UU No. 24 Tahun 2007 sebenarnya pada masalah koordinasi pada situasi normal
untuk memastikan bahwa BPBD dapat maupun komando pada situasi darurat di
melaksanakan fungsi koordinasi dan Kabupaten Sleman.
komando secara memadai. Hal ini
dikarenakan koordinasi antar SKPD dapat Dari Permendagri No. 48 Tahun 2008
terbentu masalah birokrasi dan aturan. Oleh tentang Pedoman Pembentukan Satuan
karena itu, efektif tidaknya dan berjalan Organisasi Tata Kerja (SOTK) BPBD
tidaknya koordinasi dan komando pada saat diketahui bahwa BPBD juga memiliki fungsi
penyelenggaraan penanggulangan bencana melebihi SKPD lain di daerah karena
lebih tergantung pada kewenangan, bukan memiliki tiga fungsi besar, yaitu koordinasi,
pada peringkat eselon pimpinan. Sebagai komando, sekaligus operasi. Hal tersebut

Volume 1, Nomor 1, Juli 2015: 95-106 102


KAJIAN PERMASALAHAN KEBIJAKAN PENETAPAN STATUS BENCANA, KELEMBAGAAN BPBD, DAN ...
Chandra Puspita Kurniawati

PASCA BENCANA TAHAPAN


Pemulihan TUJUAN
Manajemen Pasca Bencana MANAJEMEN
PENYELENG-
Rehabilitasi Rekonstruksi
GARAAN
- Perbaikan lingkungan daerah bencana - Pembangunan kembali prasarana dan sarana KEGIATAN
- Perbaikan prasarana dan sarana umum - Pembangunan kembali sarana sosial masyara-
- Pemberian bantuan perbaikan rumah kat
masyarakat - Pembangunan kembali kehidupan sosial bu-
- Pemulihan sosial psikologis daya masyarakat
- pelayanan kesehatan - Penerapan rancang bangun yang tepat dan
- rekonsiliasi & resolusi konflik penggunaan peralatan yang lebih baik dan ta-
- pemulihan sosial ekonomi budaya han bencana
- pemulihan keamanan dan ketertiban - Partisipasi dan peran serta lembaga dan or-
- pemulihan fungsi pemerintahan ganisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan
- pemulihan fungsi pelayanan publik masyarakat
- Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan bu-
daya
- Peningkatan fungsi pelayanan publik
- Peningkatan utama dalam masyarakat

PERENCANAAN
Rencana Pemulihan

RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA


DANA PENANGGULANAGAN BENCANA DARI APBN/APBD PENDANAAN
DIPA & Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah
DANA DARI MASYARAKAT
PERAN BNPB &
Koordinasi & Pelaksana BPBD

berbeda dengan SKPD daerah yang Pengelolaan Bantuan


umumnya hanya memiliki satu atau dua
fungsi saja. Hal ini dapat mengakibatkan Penyaluran/distribusi adalah proses penyalu-
kekacauan tata kelembagaan daerah karena ran bantuan kepada para korban berdasarkan
fungsi BPBD bisa jadi mengambil alih hasil pendataan korban dan kebutuhan
beberapa fungsi yang selama ini korban. Bantuan tersebut dapat diserahkan
diselenggarakan oleh sejumlah SKPD. langsung oleh pemerintah kepada korban
Kondisi ini justru dapat memperbesar atau melalui pihak perantara sepanjang
kemungkinan terjadinya tumpang tindih terdapat pengendalian yang memadai. Proses
tugas dan fungsi penanggulangan bencana di distribusi juga harus mempertimbangkan
lapangan. aspek aksesibilitas, kecepatan, dan ekonomi.

103
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Pemerintah/pemerintah daerah yang telah Hal penting yang perlu diperhatikan dalam
menyatakan diri dalam status siaga darurat penyaluran bantuan adalah menentukan alur
bencana dapat mengusulkan bantuan dana dan mekanisme pertanggungjawaban
siap pakai kepada Kepala BNPB dengan bantuan. Aliran bantuan ini dapat
menyampaikan laporan kejadian, hasil/ dimanfaatkan untuk melacak pihak-pihak
informasi tentang kondisi ancaman bencana yang terkait dalam pengelolaan bantuan
dari lembaga terkait, jumlah korban/ bencana serta perannya masing-masing.
perkiraan jumlah pengungsi, kerusakan, Aliran bantuan sangat bervariasi bergantung
kerugian, dan bantuan yang diperlukan. pada situasi dan kondisi bencana di masing-
Penetapan besar bantuan dapat dilakukan masing daerah serta kemampuan pemeriksa
berdasar usulan daerah/instansi/lembaga untuk memetakan dan mengidentifikasi
terkait, laporan Tim Reaksi Cepat/hasil rapat pihak-pihak yang terkait dan peranan pihak-
koordinasi/inisiatif BNPB. Kuasa Pengguna pihak tersebut dalam pengelolaan bantuan
Anggaran/Barang BNPB mengeluarkan dana bencana. Meskipun demikian, pemeriksa
siap pakai berdasarkan penetapan dan harus memanfaatkan data dan informasi
persetujuan Kepala BNPB. Dana tersebut yang dimiliki untuk menggambarkan aliran
dapat diserahkan langsung dari BNPB bantuan dalam suatu bencana.
kepada provinsi/kabupaten/kota. Apabila
dana siap pakai disalurkan kepada instansi, Contoh permasalahan dapat dilihat pada
penyerahannya harus dilengkapi dengan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi
Berita Acara Serah Terima (BAST) dan nota bencana gempa dan tsunami Kepulauan
kesepahaman. Bantuan pascabencana Mentawai yang tidak menjelaskan dasar
diberikan dalam bentuk bantuan langsung penyajian hibah, siapa donornya, dan
masyarakat (BLM) dan non bantuan organisasi yang akan menerima hibah
langsung masyarakat (BLM). tersebut. Dalam pelaksanaan rencana aksi
tersebut, BNPB bahkan telah
UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 26 sampai mengalokasikan dan menyalurkan dana
dengan 30 telah membahas peran lembaga bantuan sosial berpola hibah dari APBN
internasional, NGO internasional, dan tanpa ada hibah.
lembaga usaha (perusahaan), tetapi tidak
menyinggung peran Lembaga Swadaya Pada tahap tanggap darurat, kemahalan
Masyarakat (LSM) lokal dan lembaga- dapat dipahami sepanjang tujuan
lembaga relawan. Pada praktiknya, NGO penyelamatan lebih banyak korban jiwa
maupun lembaga nonpemerintah kurang dapat dicapai. Namun demikian, seringkali
bersinergi dan berkoordinasi dengan BNPB kemahalan terjadi akibat pengadaan barang/
maupun BPBD. Pelaporan penerimaan jasa yang dilaksanakan bukan untuk tahap
bantuan yang dikoordinasikan oleh pihak- tanggap darurat, tetapi dilaksanakan pada
pihak tersebut dan pendayagunaan/ masa tersebut. Di samping itu, akuntabilitas
pengelolaan bantuan yang diterima oleh bantuan dapat terganggu akibat bantuan
pihak-pihak tersebut perlu diatur untuk tidak tercatat dengan baik. Bantuan
menjamin transparansi dan akuntabilitas dikatakan tidak tercatat apabila bantuan
pengelolaan bantuan bencana. tersebut tidak dicatat dalam buku
penerimaan bantuan yang dimiliki
pemerintah. Hal ini dapat disebabkan

Volume 1, Nomor 1, Juli 2015: 95-106 104


KAJIAN PERMASALAHAN KEBIJAKAN PENETAPAN STATUS BENCANA, KELEMBAGAAN BPBD, DAN ...
Chandra Puspita Kurniawati

beberapa hal, antara lain banyaknya pos transparansi kegiatan penanggulangan


pengumpul yang melakukan pengumpulan bencana, daripada menetapkan tingkat
bantuan tetapi tidak melaporkan kegiatan eselon pimpinan BPBD di daerah.
dan hasilnya pada pemerintah, tidak adanya Permasalahan pengelolaan bantuan yang
rekening khusus untuk mengelola dana timbul akibat ketidakjelasan alur dan
bencana, dan kurangnya koordinasi antar mekanisme pertanggungjawaban bantuan
pihak sehingga donor langsung oleh pihak-pihak pengelola bantuan juga
menyampaikan bantuan tanpa melalui harus diselesaikan demi akuntabilitas dan
pemerintah. transparansi kegiatan penanggulangan
bencana.
Sampai saat ini belum adanya sistem
akuntansi khusus untuk kejadian bencana
juga membuat jejak penyaluran bantuan
bencana semakin sulit untuk ditelusuri. Saran
Selain itu, PP No. 22 Tahun 2008 tentang
Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana pemerintah belum mengatur
tentang mekanisme penyaluran bantuan.
P enetapan suatu kejadian atau fenomena
sebagai bencana, sebaiknya bukan
merupakan jalan pintas untuk menyelesaikan
Pola kerja sama pemerintah dengan pihak suatu masalah, tetapi menjadi solusi untuk
asing dalam pengelolaan bantuan bencana menghindarkan masalah yang sama muncul
juga belum secara tegas diimplementasikan. akibat terulangnya kejadian atau fenomena
tersebut di kemudian hari. Semua aktivitas
yang dilakukan dalam rangka
penyelenggaraan penanggulangan bencana
KESIMPULAN DAN SARAN selayaknya telah melalui proses pengajian
secara mendalam dan didukung dengan
Kesimpulan kebijakan yang tepat dan memadai.
Penanggulangan bencana dan pengelolaan

B erdasarkan pembahasan di atas


disimpulkan bahwa penetapan definisi
dan parameter yang jelas suatu kejadian
bantuan bencana merupakan suatu upaya
berkesinambungan sehingga penekanan pada
pengembangan pengendalian intern menjadi
sangat diperlukan untuk mengategorikan suatu keharusan pada setiap kejadian
suatu kejadian s ebagai b encana. bencana.
Pengategorian ini sangat penting karena akan
berimplikasi pada banyak hal, seperti Penetapan status bencana sebaiknya
pendanaan kegiatan penanggulangan dilaksanakan dengan penuh pertimbangan
bencana dan pengalokasian sumber daya, dan kehati-hatian dan didasarkan pada
mengh indar i kes ewenang -wenangan kajian dari pihak yang kompeten. Namun
penggunaan anggaran oleh pihak-pihak demikian, ketiadaan aturan penjelas maupun
terkait yang dapat berakibat pada rendahnya peraturan pendukung UU No. 24 Tahun
akuntabilitas dan transparansi kegiatan 2007 tidak dapat dijadikan alasan untuk
penanggulangan bencana. Selain itu, terus-menerus membenarkan penetapan
penegasan fungsi dan wewenang BPBD akan suatu kejadian atau fenomena sebagai
lebih dapat meningkatkan akuntabilitas dan bencana tanpa landasan yang terukur dan

105
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

jelas. Pemerintah pusat dan daerah harus kejadian bencana karena data aliran bantuan
memperkuat aktivitas pengendalian, seperti bencana dapat diakses melalui internet.
memperketat pengawasan pemberian,
penggunaan, dan pertanggungjawaban dana
siap pakai. Selain itu, sebaiknya, BNPB dan
BPBD mempunyai fungsi otorisasi atau DAFTAR PUSTAKA
pengesahan laporan pengelolaan bantuan
dan mewajibkan semua pihak pengelola Anderson, J. E. (1984). Public Policy Making.
bantuan bencana untuk mengunggah New York: Holt, Rinehart, and Win-
informasi pengelolaan bantuan yang telah ston. Cet. ke-3, hal.3
diotorisasi tersebut pada media publik. Bakornas PB. (2007). Pengenalan Karakteris-
tik Bencana dan Upaya Mitigasinya di
Indonesia Edisi II.
Untuk memperjelas fungsi dan peran BPBD
Bappenas, MAP UGM, UNDP, dan DSF
di daerah dan semakin mengurangi campur
(2007). Laporan Kajian Perumusan
tangan pusat, perlu dipertegas makna
Rekomendasi Bagi Penyusunan Pera-
koordinasi dalam peran BPBD. Pemerintah
turan Pelaksanaan Undang-Undang
daerah harus menghindari pengisian jabatan
Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Pe-
yang bersifat politis atau berdasar
nanggulangan Bencana.
kepentingan partai politik dalam BPBD.
Edwards III, G. C., & Sharkansky, I. (1978).
Selain itu, pemerintah perlu memasukkan
The Policy Predicament: Making and
Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai
Implementing Public Policy. San
bagian vital dalam kegiatan penanggulangan
Francisco: W.H. Freeman and Com-
bencana. Selain itu, fungsi eksekusi dan
pany, hal.2
pendukung bagi SKPD-SKPD di daerah juga
Isnaini, G. D. Y. (2009). Penanggulangan
perlu diatur untuk mengefektifkan dan
Bencana, Antara Regulasi dan Imple-
mengefisienkan penyelenggaraan
mentasi. Jurnal Transisi, 3(2).
penanggulangan bencana.
Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang
No. 24 Tahun 2007 tentang Pe-
Terkait peran serta pihak-pihak non-
nanggulangan Bencana. Lembaran
pemerintah dalam penanggulangan bencana,
Negara Republik Indonesia Tahun
pemerintah selayaknya menekankan
2007 No. 66. Jakarta: Menteri
pentingnya penyusunan proposal, nota
Hukum dan HAM Republik Indonesia
kesepahaman, dan rencana kerja
Republik Indonesia. (2008). Peraturan
penanggulangan bencana di Indonesia.
Pemerintah No. 22 Tahun 2008 ten-
Penyusunan proposal tersebut dilakukan
tang Pendanaan dan Pengelolaan
melalui koordinasi dengan BNPB dan BPBD.
Bantuan Bencana.
Untuk meningkatkan akuntabilitas
Republik Indonesia, (2009). Peraturan
pengelolaan bantuan bencana, pemerintah
Kepala BNPB No. 05 Tahun 2009 ten-
dapat menyarankan pengaplikasian the
tang Pedoman Bantuan Peralatan.
Integrated Financial Accountability
Ulum, M. C. (2013). Governance dan Capaci-
Framework (IFAF) bagi donor, channel,
ty Building Dalam Manajemen
maupun penerima bantuan sehingga siapa
Bencana Banjir di Indonesia. Jurnal
pun dapat melacak bantuan dalam suatu
Penanggulangan Bencana 4(2), 5-12.

Volume 1, Nomor 1, Juli 2015: 95-106 106

Anda mungkin juga menyukai