19 69 1 PB PDF
19 69 1 PB PDF
A disaster may lead to other disasters. This Bencana dapat memicu risiko terjadinya bencana
causes community suffer from disaster. yang lain. Kondisi tersebut mengakibatkan setiap
Government needs a huge amount of fund to tahunnya masyarakat menderita akibat bencana.
manage disaster and recover the affected Pemerintah mutlak memerlukan dana dalam
communities. However, a number of jumlah besar untuk menanggulangi bencana dan
phenomena which were confirmed to be memulihkan wilayah pascabencana. Permasala-
disaster will provide impact on funding hannya ialah banyaknya kejadian yang ditetapkan
disaster-related activities and distribution of sebagai bencana akan berdampak pada pendanaan
resources. In addition, institution related dan distribusi sumber daya. Selain itu, permasala-
issues on local disaster management agency han kelembagaan Badan Penanggulangan Bencana
and unprofessional disaster-related aid Daerah (BPBD) dan pengelolaan bantuan bencana
management may affect the accountability yang tidak profesional dapat berpengaruh pula
and transparency of disaster and disaster- pada akuntabilitas dan transparansi penyeleng-
related aid management. This study employs garaan penanggulangan bencana dan pengelolaan
literature review on the policies related to bantuan bencana. Kajian ini dilakukan melalui
disaster management. The results show that studi literatur tentang kebijakan-kebijakan yang
disaster status should be endorsed based on terkait dengan penanggulangan bencana. Hasil
clear definition and parameters as it is kajian menunjukkan bahwa status bencana perlu
mandated on Law No. 24 Year 2007. In addi- ditetapkan berdasarkan definisi dan parameter
tion, improving local disaster management yang jelas sebagaimana diamanatkan oleh Undang
agency’s function and authority and adopting -Undang (UU) No. 24 Tahun 2007. Sebagai tam-
standards or best practices on disaster-related bahan, peningkatan fungsi dan wewenang BPBD
aid management should also be taken into dan pengadopsian standar atau praktik terbaik
account to promote accountability and pengelolaan bantuan bencana juga perlu dilakukan
transparency of disaster management. untuk meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
KEYWORDS: KATA KUNCI:
Accountability, disaster-related aid, policy, disas- Akuntabilitas, bantuan bencana, kebijakan, penanggu-
ter management, disaster status, transparency langan bencana, status bencana, transparansi
SEJARAH ARTIKEL:
Diterima pertama: Desember 2014
Dinyatakan dapat dimuat : Juni 2015
95
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
97
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
S ejak tahun 2001, Bakornas-PB telah dituntut untuk menyadari sepenuhnya bahwa
mengumpulkan dan mempublikasi data mereka tinggal di daerah rawan bencana, dan
bencana domestik. Sementara itu, oleh karenanya, mereka diharapkan dapat
kecenderungan bencana dalam jangka menggunakan kearifan lokal dan
panjang di Indonesia diperiksa menggunakan pengetahuan tradisional warisan para leluhur
The International Emergency Disaster untuk bersinergi dengan alam.
Database (EMDAT – basis data bencana
internasional). Pada masa itu, sistem Dalam suatu penanggulangan bencana,
penanggulangan bencana di Indonesia pemerintah mengelola bantuan bencana.
dilaksanakan oleh satuan-satuan kerja Peraturan Kepala BNPB No. 05 Tahun 2009
terkait. Dalam kondisi tertentu, seperti pada tentang Pedoman Bantuan Peralatan
bencana alam dengan skala besar, pimpinan mendefinisikan bantuan sebagai segala
pemerintah pusat mengambil inisiatif dan sesuatu yang diperoleh dari hasil bantuan
kepemimpinan untuk mengkoordinasi dan atau sumbangan dari berbagai pihak
berbagai satuan kerja terkait. Hal tersebut yang diberikan kepada pihak yang
tecermin dalam penanggulangan bencana membutuhkan. Bantuan sendiri dibagi
alam tsunami yang menimpa Provinsi menjadi dua, yaitu bantuan tunai dan
Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun bantuan selain tunai. Bantuan selain tunai
2004. diberikan dalam bentuk barang atau jasa.
Sementara, bentuk bantuan tunai bermacam-
Pola penanggulangan bencana mendapatkan macam bergantung pada masing-masing
dimensi baru dengan ditetapkannya UU No. tahapan penanggulangan bencana.
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Gambaran lingkup kegiatan dan pendanaan
Bencana. Untuk mendukung pengembangan bencana dapat dilihat pada tabel 2.
tersebut, perlu disusun kebijakan, strategi,
dan operasi secara nasional dengan UU No. 24 Tahun 2007 tentang
melibatkan pusat dan daerah. Hal tersebut Penanggulangan Bencana Pasal 1
sesuai dengan Wijaya (2007) yang mendefinisikan bencana sebagai peristiwa
menyatakan bahwa upaya manajemen atau rangkaian peristiwa yang mengancam
bencana perlu direncanakan dalam koridor dan mengganggu kehidup an dan
visi dan misi tertentu yang melibatkan tiga penghidupan masyarakat yang disebabkan,
sektor: pemerintah, swasta, dan masyarakat. baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-
Perubahan fokus, tujuan, dan orientasi alam maupun faktor manusia sehingga
penanggulangan bencana di Indonesia dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa
dilihat pada tabel 1 . manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Undang
99
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
-undang tersebut menjabarkan tiga belas hampir seluruh wilayah Indonesia pada
jenis bencana yang rawan terjadi di musim kemarau, dan kabut asap yang
Indonesia, yaitu gempa bumi, tsunami, berulang kali terjadi di beberapa wilayah di
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin Pulau Sumatera dan Kalimantan. Namun,
topan, tanah longsor, gagal teknologi, gagal pengategorian kejadian-kejadian tersebut
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. sebagai bencana dapat memunculkan
Namun demikian, baik dalam badan maupun pertanyaan: Bagaimana mungkin bencana
bagian penjelasan dari undang-undang dibiarkan berlangsung secara rutin dan
tersebut belum terdapat definisi teknis dan berulang? Memang, sesuai dengan UU
operasional bencana serta batasan suatu tersebut, banjir, misalnya, dimasukkan
kejadian untuk dikategorikan sebagai dalam kelompok bencana alam. Namun
bencana yang dapat digunakan entitas- demikian, penetapan semua kejadian banjir,
entitas terkait sebagai dasar penggunaan tanpa kecuali, sebagai bencana bisa jadi
anggaran. memunculkan masalah, terutama terkait
pendanaan, dalam hal ini penggunaan dana
Hal tersebut mengakibatkan banyak kejadian siap pakai, dan penyaluran bantuan bencana.
dikategorikan sebagai bencana, misalnya
banjir di Jakarta, kekeringan yang melanda
Lebih lanjut, Pasal 7 undang-undang tersebut daya yang ada. Ketidakjelasan penetapan
menyatakan penetapan status bencana tersebut dapat berpotensi pada pengeluaran
sebagai berikut: dana secara sewenang-wenang oleh pihak-
pihak terkait. Sebaliknya, manakala terdapat
1. Ayat 1 butir c menyatakan bahwa
suatu kejadian yang seharusnya dianggap
pemerintah berwenang untuk
bencana tetapi tidak ditetapkan sebagai
menetapkan status dan tingkatan
bencana dapat mengakibatkan anggaran
bencana nasional dan daerah.
tidak dapat dikeluarkan. Hal ini berpotensi
2. Ayat 2 menyatakan bahwa penetapan
meningkatkan korban jiwa dan kerugian
status dan tingkat bencana tersebut
harta benda.
memuat indikator jumlah korban,
kerugian harta benda, kerusakan
Pemerintah Jepang misalnya. Pemerintah
prasarana dan sarana, cakupan luas
Jepang tidak akan dengan mudah
wilayah yang terkena bencana, dan
mengeluarkan pernyataan bencana. Berbagai
damp a k s o s i al e ko no m i ya ng
peristiwa gempa bumi dan tsunami yang
ditimbulkan.
melanda Jepang cenderung diyakini sebagai
3. Ayat 3 menyatakan bahwa penetapan
gejala alam. Pernyataan bencana tersebut
status tersebut diatur dengan Peraturan
baru dikeluarkan apabila semua langkah
Presiden.
antisipatif yang didasarkan pada teknologi
Namun demikian, peraturan presiden yang tidak mampu lagi mengatasi suatu kejadian.
mengatur standar pengategorian status
bencana – apakah termasuk bencana daerah
atau nasional – sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 7 ayat 3 belum ada. Selain itu, Penyesuaian Kelembagaan BPBD
parameter dalam ayat 2 tersebut juga belum
didetailkan untuk dapat menentukan UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 18 ayat 1
tingkatan bencana. menyatakan bahwa pemerintah daerah
membentuk Badan Penanggulangan Bencana
Belum adanya kesepakatan yang jelas dan Daerah. Selanjutnya pada ayat 2a dinyatakan
terukur untuk menentukan sebuah peristiwa bahwa Badan Penanggulangan Bencana
sebagai bencana dan menentukan status Daerah pada tingkat provinsi dipimpin oleh
bencana dapat mengancam keefektivan seorang pejabat setingkat di bawah gubernur
penyelenggaraan penanggulangan bencana atau setingkat eselon Ib; ayat 2b
dan pengelolaan bantuan bencana. Hal ini menambahkan pada tingkat kabupaten/kota,
akan berpengaruh pula pada akuntabilitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah
dan transparansi kegiatan dan pendanaan. dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di
Padahal, penetapan status bencana bawah bupati/walikota atau setingkat eselon
merupakan proses yang penting karena akan IIa. Hal tersebut bertentangan dengan PP
berdampak pada sistem penganggaran No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
kegiatan penanggulangan bencana serta Perangkat Daerah yang menentukan bahwa
sumber dana penanggulangan bencana, pimpinan/kepala badan eselonnya sama
dalam hal ini apakah bersumber dari APBD dengan satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota/provinsi atau APBN dan (SKPD) lain.
berimplikasi pula pada pengerahan sumber
101
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
PERENCANAAN
Rencana Pemulihan
103
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
Pemerintah/pemerintah daerah yang telah Hal penting yang perlu diperhatikan dalam
menyatakan diri dalam status siaga darurat penyaluran bantuan adalah menentukan alur
bencana dapat mengusulkan bantuan dana dan mekanisme pertanggungjawaban
siap pakai kepada Kepala BNPB dengan bantuan. Aliran bantuan ini dapat
menyampaikan laporan kejadian, hasil/ dimanfaatkan untuk melacak pihak-pihak
informasi tentang kondisi ancaman bencana yang terkait dalam pengelolaan bantuan
dari lembaga terkait, jumlah korban/ bencana serta perannya masing-masing.
perkiraan jumlah pengungsi, kerusakan, Aliran bantuan sangat bervariasi bergantung
kerugian, dan bantuan yang diperlukan. pada situasi dan kondisi bencana di masing-
Penetapan besar bantuan dapat dilakukan masing daerah serta kemampuan pemeriksa
berdasar usulan daerah/instansi/lembaga untuk memetakan dan mengidentifikasi
terkait, laporan Tim Reaksi Cepat/hasil rapat pihak-pihak yang terkait dan peranan pihak-
koordinasi/inisiatif BNPB. Kuasa Pengguna pihak tersebut dalam pengelolaan bantuan
Anggaran/Barang BNPB mengeluarkan dana bencana. Meskipun demikian, pemeriksa
siap pakai berdasarkan penetapan dan harus memanfaatkan data dan informasi
persetujuan Kepala BNPB. Dana tersebut yang dimiliki untuk menggambarkan aliran
dapat diserahkan langsung dari BNPB bantuan dalam suatu bencana.
kepada provinsi/kabupaten/kota. Apabila
dana siap pakai disalurkan kepada instansi, Contoh permasalahan dapat dilihat pada
penyerahannya harus dilengkapi dengan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi
Berita Acara Serah Terima (BAST) dan nota bencana gempa dan tsunami Kepulauan
kesepahaman. Bantuan pascabencana Mentawai yang tidak menjelaskan dasar
diberikan dalam bentuk bantuan langsung penyajian hibah, siapa donornya, dan
masyarakat (BLM) dan non bantuan organisasi yang akan menerima hibah
langsung masyarakat (BLM). tersebut. Dalam pelaksanaan rencana aksi
tersebut, BNPB bahkan telah
UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 26 sampai mengalokasikan dan menyalurkan dana
dengan 30 telah membahas peran lembaga bantuan sosial berpola hibah dari APBN
internasional, NGO internasional, dan tanpa ada hibah.
lembaga usaha (perusahaan), tetapi tidak
menyinggung peran Lembaga Swadaya Pada tahap tanggap darurat, kemahalan
Masyarakat (LSM) lokal dan lembaga- dapat dipahami sepanjang tujuan
lembaga relawan. Pada praktiknya, NGO penyelamatan lebih banyak korban jiwa
maupun lembaga nonpemerintah kurang dapat dicapai. Namun demikian, seringkali
bersinergi dan berkoordinasi dengan BNPB kemahalan terjadi akibat pengadaan barang/
maupun BPBD. Pelaporan penerimaan jasa yang dilaksanakan bukan untuk tahap
bantuan yang dikoordinasikan oleh pihak- tanggap darurat, tetapi dilaksanakan pada
pihak tersebut dan pendayagunaan/ masa tersebut. Di samping itu, akuntabilitas
pengelolaan bantuan yang diterima oleh bantuan dapat terganggu akibat bantuan
pihak-pihak tersebut perlu diatur untuk tidak tercatat dengan baik. Bantuan
menjamin transparansi dan akuntabilitas dikatakan tidak tercatat apabila bantuan
pengelolaan bantuan bencana. tersebut tidak dicatat dalam buku
penerimaan bantuan yang dimiliki
pemerintah. Hal ini dapat disebabkan
105
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
jelas. Pemerintah pusat dan daerah harus kejadian bencana karena data aliran bantuan
memperkuat aktivitas pengendalian, seperti bencana dapat diakses melalui internet.
memperketat pengawasan pemberian,
penggunaan, dan pertanggungjawaban dana
siap pakai. Selain itu, sebaiknya, BNPB dan
BPBD mempunyai fungsi otorisasi atau DAFTAR PUSTAKA
pengesahan laporan pengelolaan bantuan
dan mewajibkan semua pihak pengelola Anderson, J. E. (1984). Public Policy Making.
bantuan bencana untuk mengunggah New York: Holt, Rinehart, and Win-
informasi pengelolaan bantuan yang telah ston. Cet. ke-3, hal.3
diotorisasi tersebut pada media publik. Bakornas PB. (2007). Pengenalan Karakteris-
tik Bencana dan Upaya Mitigasinya di
Indonesia Edisi II.
Untuk memperjelas fungsi dan peran BPBD
Bappenas, MAP UGM, UNDP, dan DSF
di daerah dan semakin mengurangi campur
(2007). Laporan Kajian Perumusan
tangan pusat, perlu dipertegas makna
Rekomendasi Bagi Penyusunan Pera-
koordinasi dalam peran BPBD. Pemerintah
turan Pelaksanaan Undang-Undang
daerah harus menghindari pengisian jabatan
Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Pe-
yang bersifat politis atau berdasar
nanggulangan Bencana.
kepentingan partai politik dalam BPBD.
Edwards III, G. C., & Sharkansky, I. (1978).
Selain itu, pemerintah perlu memasukkan
The Policy Predicament: Making and
Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai
Implementing Public Policy. San
bagian vital dalam kegiatan penanggulangan
Francisco: W.H. Freeman and Com-
bencana. Selain itu, fungsi eksekusi dan
pany, hal.2
pendukung bagi SKPD-SKPD di daerah juga
Isnaini, G. D. Y. (2009). Penanggulangan
perlu diatur untuk mengefektifkan dan
Bencana, Antara Regulasi dan Imple-
mengefisienkan penyelenggaraan
mentasi. Jurnal Transisi, 3(2).
penanggulangan bencana.
Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang
No. 24 Tahun 2007 tentang Pe-
Terkait peran serta pihak-pihak non-
nanggulangan Bencana. Lembaran
pemerintah dalam penanggulangan bencana,
Negara Republik Indonesia Tahun
pemerintah selayaknya menekankan
2007 No. 66. Jakarta: Menteri
pentingnya penyusunan proposal, nota
Hukum dan HAM Republik Indonesia
kesepahaman, dan rencana kerja
Republik Indonesia. (2008). Peraturan
penanggulangan bencana di Indonesia.
Pemerintah No. 22 Tahun 2008 ten-
Penyusunan proposal tersebut dilakukan
tang Pendanaan dan Pengelolaan
melalui koordinasi dengan BNPB dan BPBD.
Bantuan Bencana.
Untuk meningkatkan akuntabilitas
Republik Indonesia, (2009). Peraturan
pengelolaan bantuan bencana, pemerintah
Kepala BNPB No. 05 Tahun 2009 ten-
dapat menyarankan pengaplikasian the
tang Pedoman Bantuan Peralatan.
Integrated Financial Accountability
Ulum, M. C. (2013). Governance dan Capaci-
Framework (IFAF) bagi donor, channel,
ty Building Dalam Manajemen
maupun penerima bantuan sehingga siapa
Bencana Banjir di Indonesia. Jurnal
pun dapat melacak bantuan dalam suatu
Penanggulangan Bencana 4(2), 5-12.