Anda di halaman 1dari 3

Dwiany Mustika Sari / 1162005006

Peraturan dan Hukum Lingkungan

Pemusnahan Obat Kedaluarsa


Dibatalkan
Selasa, 30 Agustus 2016 - 16:21 WIB

batampos.co.id – Staf Khusus Bupati Lingga, Rudi Purwonugroho, menyayangkan


batalnya pemusnahan obat kedaluarsa dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dabo, Rumah
Sakit Lapangan (RSL) Daik, dan sentra pelayanan kesehatan dibawah naungan Pemkab
Lingga, yang dijadwalkan, Senin (29/8). Gagalnya permusnahan obat ini, disebabkan tidak
setujunya Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Lingga, Junaidi Adjam atas prosedur
pemusnahan yang akan dilakukan Dinkes Lingga.

“Tentu saya kecewa dengan dibatalkannya pemusnahan obat yang telah direncanakan.
Banyak efek negatif yang akan muncul bila pemusnahan obat kedaluarsa ini ditunda-tunda,”
kata Rudi.

Kepala BLH Lingga termasuk dalam tim pemusnahan obat kedaluarsa, merasa
pemusnahan obat yang akan dilakukan tidak sesuai dengan surat edaran Bapelda No 4 Tahun
1995 dan PP No 101 Tahun 2014. Sementara Dinkes Lingga, mengacu pada Permenkes Nomor
35 Tahun 2014.

“Garis besarnya BLH tidak setuju kalau pemusnahan obat dilakukan dengan cara
dibakar karena merusak lingkungan dan termasuk limbah B3,” kata Rudi.

Tidak bermaksud mendukung siapapun, menurut Rudi, banyak efek negatif jika,
pemusnahan obat tidak dilakukan. Secara adminsitrasi keuangan obat-obat kedaluarsa, bila
tidak segera dimusnahkan dapat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan. Efek lainnya,
dikuatirkan obat yang sudah kadaluarsa ini digunakan kembali oleh orang yang tidak
bertanggung jawab.

“Seandainya memang ada aturan Bapelda dilanggar hanya mendapatkan sanksi


administrasi. Mana yang lebih besar resikonya,” kata Rudi bertanya.

Rudi berharap Bupati Lingga, segera menanggapi terkait pemusnagan obat kedaluarsa ini.
“Kalau dibiarkan terbengkalai, akan menjadi beban tersendiri bagi pemerintah daerah dan
masyarakat,” kata Rudi. (wsa/bpos)
Dwiany Mustika Sari / 1162005006
Peraturan dan Hukum Lingkungan

PP NOMOR 101 TAHUN 2014


Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Dijelaskan definisi B3 dalam Pasal 1 ayat 1

“Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lain”.

Dalam kasus ini, limbah B3 yang menjadi permasalahan adalah limbah dari obat
kadaluarsa yang batal dimusnakan disebabkan tidak setujunya Kepala Badan Lingkungan
Hidup (BLH) dengan prosedur pemusnahan obat kadaluarsa yang akan dilakukan oleh Dinkes.
Tetapi, dilain pihak mengkuatirkan jika terus ditunda, limbah ini akan menimbulkan banyak
akibat negatif bagi lingkungan sekitar jika masa penyimpanan semakin lama.

Pasal 44 ayat 1 Setelah izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengumpulan


Limbah B3 terbit, pemegang izin wajib:

c. melakukan Penyimpanan Limbah B3 paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak


Limbah B3 diserahkan oleh Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3;

Sebaiknya penyimpanan Limbah B3 paling lama 90 hari, berarti jika terus menerus
ditunda pemusnahan obat kadaluarsa tersebut akan bisa melampaui batas waktu yang
seharusnya dan dapat dikenakan sanksi administratif seperti tertera dalam Pasal 245 ayat 2
berupa:

a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengumpulan Limbah B3;
d. pencabutan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengumpulan Limbah B3.
Dwiany Mustika Sari / 1162005006
Peraturan dan Hukum Lingkungan

Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:


a. penghentian sementara kegiatan;
b. pemindahan sarana kegiatan;
c. penutupan saluran drainase;
d. pembongkaran;
e. penyitaan barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; dan/atau
f. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan
memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Tetapi, dengan prosedur pembakaran obat kadaluarsa yang akan dilakukan menimbulkan
penolakan dari pihak BLH karena dapat menimbulkan banyak dampak negatif kepada
lingkungan dan karena termasuk Limbah B3. Meskipun dalam Pasal 107 ayat 1
Standar pelaksanaan Pengolahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (1) huruf b untuk Pengolahan Limbah B3 yang dilakukan dengan cara
termal meliputi standar:
a. emisi udara;
b. efisiensi pembakaran dengan nilai paling sedikit mencapai 99,99% (sembilan puluh
sembilan koma sembilan puluh sembilan persen); dan
c. efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa principle organic hazardous
constituents (POHCs) dengan nilai paling sedikit mencapai 99,99% (sembilan puluh
sembilan koma sembilan puluh sembilan persen).

Pengolahan Limbah B3 dengan cara termal atau dibakar bisa dilakukan dengan tetap
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 107 ayat 1 diatas. Harus
memperhitungkan terlebih dahulu emisi yang akan dihasilkan, dan memperhitungkan residu
atau sisa pembakaran yang akan dihasilkan agar tidak membuat tumpukan limbah yang baru.

Dijelaskan pulas pada Pasal 121 ayat 1h, residu atau sisa pembakaran Limbah B3 harus
dilakukan penyimpanan.
“Melakukan penyimpanan residu dan/atau sisa pembakaran, jika Pengolahan Limbah
B3 dilakukan dengan cara termal”

Jadi, pada kasus ini, lebih baik jika ditangani dengan lebih memperhatikaan isi dari PP
Nomor 101 Tahun 2014 karena semua penjelasan tentang tatacara penyimpanan dan
pengolahan ada dalam PP tersebut, dan supaya tidak menimbulkan perbedaan pendapat dalam
tata cara Pengolahan Limbah B3 tersebut.

Anda mungkin juga menyukai