Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PENDIDIKAN AKHLAK

AKHLAK DALAM KEGIATAN EKONOMI

Dosen Pengampu: Dr. Khalimi, M.Ag

Disusun Oleh :

ANANTHA IVAN WIJAYA (11180163000030)


MOH.ZIDNY HILMA H. (11180163000039)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, atas
limpahan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pendekatan Saintifik” dengan baik meski masih banyak dijumpai kekurangan. Tak lupa pula
kami panjatkan shalawat dan salam kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW. beserta keluarga,
sahabat-sahabatnya, dan ummatnya.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Pendidikan Akhlak yang berjudul “Akhlak Dalam Kegiatan Ekonomi ”. Di dalam makalah ini
kami menguraikan serta menjelaskan tentang hal-hal yang bekaitan dengan akhlak dalam
kegiatan ekonomi
Keseluruhan proses pembuatan makalah ini banyak melibatkan berbagai pihak.Baik
bantuan serta bimbingan secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu dengan segala
kerendahan dan ketulusan hati kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Khalimi, M.Ag selaku dosen mata kuliah Pendidikan Akhlak
2. Orang tua kami yang telah memberikan banyak dukungan moril serta materil.
3. Semua pihak tim penyusun yang telah membuat penyusunan makalah ini.
Kami menyadari atas segala kekurangan atas hasil dari kinerja kami dalam membuat
makalah ini. Kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan untuk memperbaiki serta
menyempurnakan makalah kami ini. Harapan dari kami adalah semoga para pembaca dapat
memahami serta mengamalkan dan memenuhi harapan dari berbagai pihak.

Ciputat,13 September 2019

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................................... ii
BAB I ............................................................................................................................................................................1
A.Latar Belakang .......................................................................................................................................................1
B.Rumusan Masalah ..................................................................................................................................................1
C.Tujuan ....................................................................................................................................................................1
BAB II ...........................................................................................................................................................................2
A. Pandangan Islam Tentang Harta ...........................................................................................................................2
B. Kerja/Usaha...........................................................................................................................................................5
C. Ahlak dalam Kegiatan Ekonomi ...........................................................................................................................9
D. Tasharruf .............................................................................................................................................................18
BAB III ........................................................................................................................................................................20
A.Kesimpulan ..........................................................................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu
kewajiban karenaAllah swt memerintahkannya.
Sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105 yang artinya:

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan.
Permasalahan ekonomi umat manusia yang fundamentalis bersumber dari
kenyataan bahwa kita mempunyai kebutuhan dan kebutuhan ini pada umumnya tidak
dapat dipenuhi tanpa mengeluarkan sumber daya, energi manusia dan peralatan materiil
yang terbatas. Bila kita memiliki sarana yang tidak terbatas untuk memenuhi semua jenis
kebutuhan, maka masalah ekonomi tidak akan timbul. Sejauh mengenai masalah pokok
kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu ekonomi islam dengan
ilmu ekonomi modern. Andaikata ada perbedaan, hal itu terletak pada sifat dan volumenya.
Itulah sebabnya mengapa perbedaan antara kedua sistem ekonomi ini dapat ditemukan
dengan memperhatikan penanganan masalah pilihan. Persoalan pilihan timbul dari
kenyataan bahwa sumber daya kita begitu terbatas sehingga dipenuhinya suatu jenis
keinginan berarti mengorbankan suatu kebutuhan lain yang tidak harus dipenuhi. Dalam
ekonomi modern masalah pilihan tergantung pada bermacam-macam tingkah masing-
masing individu, mereka mungkin atau mungkan juga tidak memperhitungkan
persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ekonomi islam. Kita tidaklah berada
dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber daya kita semua, dalam hal ini
ada suatu pembatasan moral yang serius berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah.

B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan islam terhadap harta?
2. Bagaimana pandangan islam terhadap kerja /usaha?
3. Bagaimana akhlak dalam kegiatan ekonomi?
4. Bagaimana akhlak dalam mentasharufkan harta?

C.Tujuan
1. Mengetahui pandangan islam terhadap harta
2. Mengetahui pandangan islam terhadap kerja /usaha
3. Mengatahui akhlak dalam kegiatan ekonomi
4. Menganalisis akhlak dalam mentasharufkan harta

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pandangan Islam Tentang Harta
Harta dalam bahasa arab disebut juga sebagai al-maal atau jamaknya
disebut juga al-amwaal. Harta (al-maal) menurut kamus al-muhith tulisan
alfairus abadi, adalah maalaktahu min kulli syai (Segala sesuatu yang engkau
punyai). Menurut istilah syar’I harta diartikan sebagai segala sesuatu yang
dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syar’a (Hukum Islam).1
Islam mengatur masalah harta dan pertukarannya yaitu hal hal yang
berhubungan dengan tukar menukar harta atau benda yang termasuk
didalamnya mengenai jual beli (Bai’a), Sewa menyewa (Ijarah), Hutang
piutang, Menjual sesuatu tanpa dilihat zat nya (Salam), Pinjam meminjam
(Ari’yah), Menitipkan benda (Wadi’ah), Berwakil (wakalah), Memindahkan
hutang dari tanggungan seseorang kepada orang lain (Hiwalah). Orang yang
mengikuti ajaran ajaran islam dalam alquran dan sunnah rasul akan menarik
kesimpulan yang pasti yaitu bahwa islam adalah agama untuk hidup (Religion
For Life). Tidak mengherankan bahwa harta itu didalam system islam
mempunyai nilai yang tinggi, dan kedudukan yang terhormat. Tidak
diragukan lagi bahwa dalam hidup ini tidka bisa dicapai kesempurnaan,
kebahagiaan, kehormatan, ilmu, kesehatan, kekuatan, kemakmuran dan
ketinggian, kecuali dengan harta. Alquran memandang kepada harta dengan
pandangan yang realistis, Dinyatakannya harta sebagai perhiasan hidup,
dimana disamakan antara harta dengan anak anak, merupakan kebutuhan
primer bagi manusia, kebutuhan hidup baik bagi perseorangan maupun untuk
kepentingan bersama. Harta dan anak merupakan suatu amanah atau cobaan.2
Syariat islam mengajarkan pada manusia agar menikmati kebahagian
dan kebaikan hidup di dunia.Kesejahteraan ekonomi harus diupayakan
sehingga itu dapat menjadi pendorong yang baik agar adaptasi

1
Sholahudin, Asas Asas Ekonomi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persda, 2007),h.40
2
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam, (Jakarta : Kalam mulia, 1995), h.330-331

2
meningkatkan kualitas hubunga dengan Allah. Karena dengan ekonomi yang
berkecukupan maka kesejahteraan ekonomi seseorang akan tercapai.
Dorongan memperoleh harta secara berkecukupan bukanlah sesuatu yang
hina, karena memang allah menempatkan harta sebagai perhiasan dan
kesenangan seperti dalam firman-Nya

Artinya : Harta dan anak anak itu merupakan perhiasan kehidupan dunia
(QS: Al-Kahfi: 46)
Sebaliknya, manusia tidak perlu menhindari harta karena tidak
selamanya harta itu bencana bagi pemiliknya. Miskin atau kurang harta
bukanlah symbol manusia taqwa sebagaaimana pandangan para penganut
surfisme. Dalam berbagai ayatnya, alqruan menegaskan bahwa Allah
mengaruniakan sebagian besar kekayaan dan kehidupan nyaman yang
diperuntukany bagi hamba Nya yang beriman dan bertaqwa sebagai balasan
atas amal shaleh dan upaya mereka yang bersyukur kepada Allah. Sedangkan,
kehidupan yang sempit, kemiskinan dan kelaparan merupakan hukuman yang
dipercepat Allah kepada mereka yang berpaling dari jalan yang lurus.3
Menurut Perspektif islam harta bukanlah sebagai alat untuk bersenang
senang semata. Namun, harta juga merupakan ujian kenikmatan dari allah
dalam firmannya allah menegaskan bahwa :

Artinya : Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah buahan. Dan

3
Sholahudin, Op.Cit ., h.51

3
berikanlah kabar gembira bagi orang orang yang sabar. (QS: Al-Baqarah :
155)
Harta merupakan ujian kenimatan yang diberikan Allah untuk menguji
hambaNya apakah dengan harta itu mereka bersyukur atau menjadi kufur.
Dengan demikian, disebutkan oleh Allah sebagai fitnah atau ujian. Allah juga
menyinggung dalam firmannya

Artinya : Dan ketahuilah bahwa harta mu dan anak anak mu itu hanyalah
sebagai ujian (cobaan) (QS: Al- Anfal : 28)4

Menurut Islam status harta yang dimiliki manusia dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang, antara lain:

1. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah


pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada
menjadi ada. Mengutip pendapat Einstein, manusia tidak mampu menciptakan
energi; yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi
ke bentuk energi lain. Pencipta awal segala energi adalah Allah SWT.

2. Harta sebagai perhiasan hidup. Hal ini memungkinkan manusia untuk


menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki
kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai dan menikmati harta.
Sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-
anak, harta dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi
Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14). Kemudian
dalam ayat lain disebutkan “Sebagaimana perhiasan hidup, harta sering
menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta kebanggaan diri.” (QS. al-
‘Alaq: 6–7).

3. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini berkaitan dengan cara


mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah
tidak. Allah SWT berfirman: “Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-
anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala
yang besar.” (QS. al-Anfaal: 28).

4
Ibid.

4
4. Harta sebagai bekal ibadah. Harta digunakan untuk melaksanakan
perintah-Nya dan muamalah di antara sesama manusia, melalui zakat, infak dan
sedekah. Allah SWT berfirman: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan
merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di
jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
Mengetahui.” (QS. At-Taubah:41). Dan dalam ayat lain Allah SWT
mengatakan: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (QS. at-Taubah: 60). Serta “Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133–134).

B. Kerja/Usaha
Kerja dalam pengartiannya memiliki beberapa arti yaitu dalam arti
yang luas dan dalam arti yang sempit. Kerja dalam arti yang luas adalah
semua bentuk usaha yang dilakukan manusia baik dalam hal materi dan non
materi, intelektual atau fisik, maupun hal hal yang berkaitan dengan masalah
keduniaan atau ke akhiratan. Jadi, dalam pandangan islam pengertian kerja
sangatlah luas, mencakup seluruh pengerahan potensi yang dimiliki manusia.
Kerja dalam arti sempit juga dapat diartikan sebagai kegiatan untuk
memenuhi tuntutan hidup manusia berupa makanan, pakaian dan tepat tinggal
yang merupakan kewajiban bagi tiap orang yang harus dipenuhi, untuk
mennentukan tingkat derajat baik dimata manusia maupun dimata Allah5
Makna bekerja bagi seseorang muslim merupakan suatu upaya maksimal
dengan mengerahkan segala asset yang ia punya baik itu didalam fisiknya
maupun dalam aspek berpikirnya serta juga upaya zikirnya dalam upaya untuk
mengaktualisasikan dirinya atau dengan kata lain dalam rangka untuk
menampakan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukan dunia dan
menempatkan dirinya sebagai bagian darimasyarakat yang terbaik. Dalam hal

5
Lubis, Op.Cit., h.333

5
ini bekerja juga dapat dikatakan sebagai suatu upaya seseorang untuk
memanusiakan dirinya sendiri.6
Memanusaiakan dirinya dalam hal ini adalah serangkaian upaya yang
manusia tersebut lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik itu secara
materil maupun moril. Tanpa mengganggu dan merusak hak milik orang lain.
Menurut Islam pekerjaan bukanlah sekedar memperoleh upah, mencari
rezeki atau memenuhi kebutuhan hidup saja, akan tetapi memiliki arti yang
luas, antara lain:
Kerja sebagai sumber nilai.
Islam menjadikan kerja sebagai sumber nilai insan dan ukuran tanggung
jawab seseorang. Seperti dalam Firman Allah: “Dan bahwa sesungguhnya
tidak ada balasan bagi seseorang itu melainkan balasan apa yang diusahakan
(QS. Al-Najm:39). Jadi, kerja merupakan sumber nilai dari manusia itu
sendiri, merekalah yang menentukan nilai atas sesuatu perkara itu. Dalam
Islam, tidak ada perasaan pilih kasih dalam menilai prestasi yang dimiliki
seseorang baik dari segi sosial, ekonomi, dan politik.
Kerja sebagai sumber mata pencaharian
Islam mewajibkan umatnya untuk mencari rezeki demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Allah telah memberikan berbagai jalan untuk
mendapatkan rezeki di bumi ini. Oleh karena itu, Islam memerintahkan
umatnya untuk mencari pekerjaan yang halal, karena pekerjaan itu bagaikan
harga diri atau kehormatan manusia.
3. Kerja sebagai asas kemajuan umat
Islam mewajibkan umatnya untuk mendapatkan sumber mata pencaharian
dan hal itu secara langsung mendorong kepada kemajuan sosioekonomi
bangsa.
Dalam ajaran Islam, bekerja adalah suatu kewajiban yang memilki tingkat
kemuliaan yang tinggi, dengan bekerja dapat meningkatkanharkat dan
martabat baik di mata manusia maupun dimata Allah SWT. Selain itu,

6
Ibid.,

6
seorang muslim janganlah hanya bekerja saja melainkan harus selalu berharap
rida Allah agar harta yang didapat/dimiliki barokah , sehingga dapat
digunakan untuk menyempurnakan ibadah.Islam memiliki beberapa tujuan
dari bekerja, yaitu:

Kepentingan ibadah untuk meraih mardlatillah


Islam sebagai agama yang haq akan memebri petunjuk ke jalan yang
benar baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan
aktifitas bisnis, hendaknya manusia tidak hanya bertujuan untuk
mengumpulkan harta kekayaan, namun untuk litta’ abbudiyah (penghambaan
diri) kepada Allah SWT, karena inilah tujuan pokok sang Khalik,
sebagaimana Firman-Nya dalam QS. Ad-Dzariyat: 56 yang artinya “Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada Ku.
Memenuhi Kebutuhan Hidup
Manusia membutuhkan energy yang seimbang dan proporsinal agar hidup
secara sempurna baik lahir maupun batin. Akhir dalam memnuhi kebutuhan
hidup itu bagi seetiap muslim dperuntukan beribadah kepada Allah. Allah
menyebutkan dalam firmannya “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan
Allah kepadamu(Kebahagiaan) Negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagia mu dari(Kenikamatan duniawi dan berbuat baiklah(Kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan jangan lah kamu berbuat
kerusakan dibumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang
berbuat kerusakan.” (QS. Qashash : 77).
Memenuhi Kebutuhan amal sosial
Agama Islam menganjurkan agar manusia tidak saja memntingkan
dirinya sendiri namun juga perlu mementingkan orang lain. Dalam
memberikan manffat bagi orang lain, tidak hanya dalam bentuk jasa, seperti
pemikiran tetepi juga berupa berbagai macam kebutuhan fisik.
Membangun Kemandirian

7
Islam mengatakan perang melawan kemiskinan. Hal ini perlu untuk
melindungi kesalamatan aqidah dan moral, baik dikalangan keluarga maupun
dimasyarakat. Karena itu, dikehendaki agar setiap individu yang ada di tengah
masyarakat hidup secara layak dan mandiri. Agara mencapai tujuan tersebut,
dalam masyrakat islam semua orang dituntu untuk bekerja menyebar dimuka
bumi dan memanfaatkan rezeki pemberian Allah. Sebagai firmannya “ Dialah
yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala
pernjurunya dadn makanlah sebagian dari rezeki Nya dan hanya kepada Nya lah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan (QS. Al-Mulk : 15).7
Setiap detail dari aktivitas kehidupan kita harus berlandaskan atas
panduan dalam ajaran agama islam, yaitu al-quran dan hadist semua yang kita
lakukan di dunia tidak boleh bertentangan dengan syariat islam. dalam urusan
mencari nafkah pun kita juga harus mencari rezeki yang halal baik untuk
dirisendiri maupun untuk keluarga jangan sampai ada penghasilan haram
yang kita berikan kepada keluarga maupun diri sendiri, karena sesuatu yang
haram bisa membawa dampak buruk bagi orang yang mengkonsumsinya baik
di dunia maupun di akhirat. Terdapat beberapa pekerjaan yang masuk dalam
kategori haram dan dilarang oleh Allah seperti berikut :

1. Penjahat (Pencuri, Perampok, Penodong, Penipu dll)


2. Pedagang barang haram (Narkoba, Miras, alat judi, dll)
3. Pedagang Curang (Memanipulasi timbangan, mengakali makanan, dsb)
4. Pelacur, mucikari, serta pengusaha hiburan yang mendukung zina

5. Orang yang merugikan negara dan rakyat (Penjual pasal, Pelaku KKN, dll)

6. Pelaku riba (Bank, usaha pemberi kredit, rentenir, lintah darat, meminjamkan
uang dengan meminta imbalan, dll)
7. Penegak hukum pembela kejahatan (oknum hakim, jaksa, pengacara, polisi,
TNI, KPK)
8. Media massa yang menampilkan hal hal yang bertentangan dengan ajaran
agama Islam.

7
Nurul Ichsan, Kerja, bisnis dan sukses menurut islam, The journal of tauhidinomics Vol.1 No.2 2015, h.169

8
9. Pengambil harta orang lain yang tidak sesuai syariat (Pajak, Bea cukai, Tarif,
Upeti, Uang Jago dll)
10. Orang yang menyebarkan ajaran agama yang salah dan menyesatkan.8

C. Ahlak dalam Kegiatan Ekonomi


Dalam kegiatan berekonomi islam juga mengatur hal hal didalamnya.
Dalam segala bentuk, islam telah memiliki aturan tersendiri yang berfungsi untuk
membatasi dan mengelola serta mengerjakan kegiatan ekonomi tersebut. Dalam
islam diatur pula etika dalam melakukan kegiatan ekonomi dan diatur pula
mengenai ahlak dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang
dimaksud disini adalah berupa kegiatan bertani, berdagang, dan melakukan
transaksi perbankan.
1. Ahlak dalam berdagang
Perdagangan atau perniagaan pada umumnya ialah pekerjaan membeli
barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu
ditempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud untuk
memperoleh keuntungan. Dalam Buku I Bab 1 Pasal 2 sampai dengan Pasal 5
KUHD diatur tentang pedagang dan perbuatan perdagangan. Pedagang adalah
orang yang melakukan perbuatan perdagangan sebagai pekerjaan sehari-hari
(Pasal 2 KUHD). Pengertian perdagangan atau perniagaan dalam Pasal 3
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) adalah membeli barang
untuk dijual kembali dalam jumlah banyak atau sedikit, masih berupa
bahan atau sudah jadi, atau hanya untuk disewakan pemakaiannya.
Perbuatan perdagangan dalam pasal ini hanya meliputi perbuatan
membeli, tidak meliputi perbuatan menjual. Menjual adalah tujuan dari
perbuatan membeli, padahal menurut ketentuan Pasal 4 KUHD perbuatan
menjual termasuk juga dalam perbuatan perdagangan.9
Dalam berdagang dikenal juga istilah bekerja sama antara satu sama
lain. Kerjasama dalam perdagangan ini bertujuan untuk mencapai hasil
bersama dengan keuntungan yang tentu telah disepakati bersama yang
8
Qairunissa khamsa, bisnis tanpa rugi ala Rasulullah, (Makasar : Arus timur, 2011) hlm.20
9
Abdulkadir Muhammad, Hukum perusahaan Indonesia cetakan 4, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010)hlm.13.

9
nantinya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah dilakukan.
Dalam islam terdapat hukum sendiri dan istilah tersendiri dalam
kerjasama dan itu disebut sebagai Syirkah. Terdapat beberapa macam
kerjasama bisnis diantaranya :
a) Al Mudharabah
Merupakan kontrak yang melibatkan dua kelompok yaitu pemilik
modal (Investor) yang mempercayakan modalnya kepada pengelola
(mudharib) untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan. Praktik
mudharabah adalah apabila seorang menyerahkan harta kepada orang lain
untuk mengelolanya dan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai
dengan kesepakatan keduanyan. Praktik ini diisyaratkan dengan ijma’ para
sahabat dan para imam mujtahid. Ada dua tipe al mudharabah, yaitu : Al
mudharabah mutlaqah, dan Al mudharabah muqayyadah. Al mudharabah
mutlaqah, yaitu pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada
pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya
baik dan menguntungkan. Al mudharabah muqayyadah, yaitu pemilik dana
memnentukan syarat dan batasan dalam pengelolaandana dan pemilik dapat
menentukan syarat serta jangka waktu dalam pengembalian dana atau
untuk memperoleh keuntungan.10
Dalam Al Mudharabah terdapat beberapa unsur dalam wacana fiqh.
Unsur unsur tersebut diantaranya adalah. Modal, Manajemenm Masa
berlakunya kontrak, Jaminan, dan Prinsip bagi hasil. Dalam hal ini
tentunya juga ada rukun yang mengatur dalam berjalannya serta sebelum
berjalannya Al Mudharabah itu sendiri. Rukun tersebut terdiri dari : Dua
pihak transaktor dan objek transaksi serta Ijab qabul dari atau pelafalan
perjanjian.11
Ketentuan kerjasama yang satu ini merupakan kerjasama yang
dilakukan antara pemilik modal yang penuh serta orang yang mengelola
usahanya. Pemilik modal penuh ini tentunya harus mendapat jaminan agar

10
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Surakarta : Gelora Aksara, 2012),h.105

11
Ibid.,

10
modalnya kembali dan agar kinerja dari orang yang diberi modal menjadi
maksimal dalam melaksanakan tugasnya. Hubungan kerjasama disini
bagaikan hubungan kerjasama antara pemilik usaha dan karyawannya. Dan
dalam dunia dagang hal ini dapat diibaratkan dengan pemilik barang yang
barangnya akan diedarkan atau dijual dan penjual dari barang barang
tersebut yang mana keuntungan dari penjualannya pasti dibagi sesuai
dengan kesepakatan yang telah dilaksanakan sebelumnya.
b) Al Musyarakah
Merupakan hubungan kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif. Dalam Al
Musyarakah Keuntungan dan resiko ditanggung dari masing masing pihak
sesuat dengan porsi kerjasama dari masing masing pihak yang terkait.
Konsep Al Musyarakah dikembangkan ke dalam bentuk bentuk kerjasama
dalam suatu proyek tertentu. Konsep ini dokembangkan dengan
berdasarkanprinsip bagi hasil atau dikenal dengan istilah progfit and loss
sharing di Lembaga keuangan syariah.12
Hukum hukum yang menyinggung soal Al Musyarakah terdapat dalam
beberapa surat dalam Al-Qur’an. Dan surat tersebut diantaranya pada surat An
nisa ayat 12: “Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang maka
mereka bersekutu dalam bidang yang sepertiga itu” Juga terdapat dalam surat
Shaad ayat 24: “Dan sesungguhnya kebanyaka kebanyakan dari orang orang
yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang
lain, kecuali orang orang yang beriman dan beramal shaleh.” Dalam hadist
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud Rasulullah juga pernah bersabda
“Rahmat Allah tercurahkan atas dua pihak yang sedang berkongsi selama
mereka tidak melakukan pengkhiantan, maka bisnisnya akan tercela dan
keberatan pun akan sirna padanya” (HR. Abu Dawud). Jelas lah bahwa Al
Musyarakah diperbolehkan dalam hukum islam baik itu hukum yang terdapat
dalam Al-qur’an dan hukum yang terdapat dalam hadist.13

12
Ibid., h. 106.

13
Ibid.,

11
Al Musyarakah juga memiliki beberapa ketentuan lainnya antara lain
adalah dalam Al Musyarakah harus lah terdapat modal yang telah jelas
ditentukan dalam kontrak dan ketentuan moneter. Selain itu, terdapat pula
kontrak yang tentunya juga memiliki masa berlakunya tersendiri dan
haruslah ada prinsip yang disebut prinsip bagi hasil. Dalam Al Musyarakah
antara masing masing pemilik modal yang bekerja sama serta antara
investor dan pekerja juga harus memiliki jaminan sebagai alat yang
digunakan untuk mengikat masing masing dari pelaku Al Musyarakah ini
sendiri.14
Dalam dunia perdagangan, transaksi yang umum dilakukan adalah
transaksi jual beli yang mana pastilah terjadi pertukaran uang didalamnya.
Transaksi jual beli ini sendiri tentulah memiliki beberapa ketentuan yang
mana harus diperhatikan dan harus dijadikan batasan bagi para pelaku
baik itu penjual maupun pembeli. Perdagangan secara umum adalah
proses menjual atau membeli suatu barang.
Jual beli (al-bay’) secara bahasa berarti pertukaran (al-mubadalah)
yakni memberikan sesuatu sebagai kompensasi atau sesuatu yang lain.
Secara syar’i, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta, atau
pemindahan kepemilikan dengan kompensasi menurut konteks yang
disyariatkan. Jual beli sendiri memiliki rukun yang harus dijalankan rukun
jual beli itu adalah: dua pihak uang bertranskasi dalam hal ini adalah jual
beli dan objek yang diperjual belikan.Selain dari rukun rukun yang telah
diatur diatas terdapat beberapa syarat sah dari jual beli itu sendiri. Syarat
syarat tersebut merupakan syarat yang menjai acuan sebagai keabsahan
dari jual beli itu sendiri dan tidak merugikan salah satu pihaknya. Syarat
syarat tersebut antara lain adalah :
1. Zatnya harus suci
2. Bisa dimanfaatkan

3. Dimiliki oleh pihak yang akad atas barang tersebut15

14
bid.,
15
Yusuf as-sabatin, Bisnis Islami dan kritik atas praktik bisnis ala kapitalis, (Jakarta : Al-azhar press, 2014), h.216

12
Demikian detail Islam mengatur perihal jual beli baik itu yang
dilakukan secara langsung atau tatap muka dan yang tidak tatap muka
dalam hal ini pembelia yang dimaksudkan adalah pembelian barang yang
dilakukan secara online dalam internet. Adapun jual beli yang dianggap
tidak diperbolehkan dalam islam. Jual beli batil adalah akad yang salah
satu rukun dan syaratnya tidak terpenuhi dengan sempurna, seperti penjual
yang bukan berkompeten, barang yang tidak bisa diserahterimakan dan
sebagainya. Sedangkan jual beli yang fasidadalah akad yang secara syarat
rukun terpenuhi, namun terdapat masalah atas sifat akad tersebut, seperti
jual beli majhul yaitu jual beli atas barang yang spesifikasinya tidak jelas.
Menurut mayoritas ulama, kedua akad ini dilarang serta tidak diakui
adanya perpindahan kepemilikan.16
2. Ahlak dalam perbankan
Pada intinya, bank dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat kembali dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang
Perbankan No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubang
menjadi Undang-Undang Perbankan No.10 tahun 1998, yang menjelaskan
pengertian bank sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan
memiliki kegiatan pokok dengan 3 fungsi pokok, sebagai berikut.
 Menerima penyimpanan dana masyarakat dalam berbagai bentuk

 Menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit kepada masyarakat
untuk mengembangkan usaha.

 Melaksanankan berbagai jasa dalam kegiatan perdagangan dan
pembayaran dalam negeri maupun luar negeri, serta berbagai jasa
lainnya di bidang keuangan, diantaranya inkaso transfer, traveler

16
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008),h.82

13
check, credit card, safe deposit box, jual beli berharga,
dansebagainya.17
Bisnis perbankan Islam merupakan usaha bermodalkan kepercayaan yang
sangat tinggi dari nasabah, dalam pengoperasiannya mengacu kepada
ketentuan-ketentuan Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Tata cara tersebut
akan menjauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsurunsur
riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dari
pembiayaan bisnis.
Prinsip syariah dalam kegiatan bisnis perbankan Islam adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Etika atau akhlak dalam
menjalankan kegiatan bisnis perbankan Islam dalam hal ini adalah bankir
syariah harus memahami secara utuh prinsip-prinsip syariah. Agar mampu
menjadikan bisnis yang dijalani sebagai bisnis yang sesuai dengan
sayariah, kebiasaan bankir syariah harus mengacu tidak hanya pada aturan
formal yang berlaku dalam lembaga tetapi juga pada perilaku keseharian
yang dilakukan. Etika mutlak penting baik dalam pergaulan antar manusia
maupun dalam operasional bank. Karena dalam operasionalnya bank yang
tidak dilandasi pelayanan dan etika yang baik akan menimbulkan
persaingan yang tidak sehat. Kegiatan bank harus dilakukan dengan
caracara yang tidak menjelek-jelekkan bank lain. Etika dan pelayanan
bank sangat penting karena dengan pelayanan dan etika yang baik dan
benar akan menciptakan simpati, baik dari nasabah maupun dari bank-
bank saingan.18
Dasar-dasar etika perbankan Islam itulah yang mendasari sifat
perbankan Islam yang yang bersifat universal dan multi purpose serta
17
Ikatan bankir, Memahani bisnis bank (Jakarta: Kompas gramedia, 2013), h.4
18
Muhammad Syahbudi, PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM: ANALISIS PEMIKIRAN M. YASIR
NASUTION TENTANG ETIKA DALAM BISNIS PERBANKAN ISLAM, JURNAL PERSPEKTIF
EKONOMI DARUSSALAM Volume. 2 Nomor. 2, h.107

14
tidak semata-mata merupakan bank komersil. Perbankan Islam merupakan
perpaduan antara commercial banks, dan investment banks, investment
trust, dan investment management institutions, dan akan menawarkan
pelayanan yang luas kepada nasabahnya. Investasi dengan pola equity-
oriented menjauhkan perbankan Islam dari kegiatan borrowing short dan
lending long, yang menjadikan perbankan Islam relatif kurang rawan
terhadap ancaman krisis dibandingkan dengan perbankan konvensional.
Menyadari pentingnya etika bagi setiap profesi khususnya di bidang
perbankan maka telah dikeluarkan Kode Etik Bankir sebagai alat penuntun
profesi berisi nilai-nilai dan norma-norma untuk bertingkah laku secara
baik dan pantas yang terdiri dari beberapa prinsip yang maknanya dapat
dijabarkan sebagai berikut:
 Seorang bankir patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan
dan peraturan yang berlaku.

 Seorang bankir melakukan pencacatan yang benar mengenai segala
transaksi yang bertalian dengan kegiatan banknya.

 Seorang bankir menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.

 Seorang bankir tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk
kepentingan pribadi.

 Seorang bankir menghindarkan diri dari keterlibatan pengambilan
keputusan jika terdapat pertentangan kepentingan.

 Seorang bankir menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya.

 Seorang bankir memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap
kebijakan yang diterapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, sosial,
dan lingkungan.19
Dalam Islam juga dilarang beberapa hal dalam perbankan salah
satunya adalah riba. Riba sendiri adalah mengambil harta dengan
pertukaran harta sejenis dengan saling berlebih. Gambaran real dari riba
adalah bahwa kelebihan harta yang diambil oleh pemungut riba
merupakan eksploitasi terhadap tenaga manusia. Kelebihan/tambahan itu

19
Ibid. h.110

15
merupakan kompensasi tanpa pengerahan tenaga, sementara harta yang
diambil ribanya itu terjamin aman dan tidak terancam kerugian. Itu
bertentangan dengan kaedah.20
Sedemikian pentingnya peran Islam dalam dunia perbankan yang
mana islam juga memiliki sistem tersendiri dalam dunia perbankan dan

mengatur dunia perbankan sedemikian rupa sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan dalam urusan bisnis ini terutama dalam dunia perbankan.
3. Pertanian
Terdapat beberapa kegiatan ekonomi, salah satunya adalah kegiatan
ekonomi di bidang pertanian. Dalam Islam ada 2 kegiatan ekonomi di bidang
pertanian, antara lain:
Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap. Benih tanamannya berasal dari petani atau
penggarap, pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si
penggarap untuk ditanamai dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(presentase) dari hasil panen. Zakat Al Muzara’ah merupakan hasil paroan
ini diwajibkan atas orang yang mempunyai benih, sehingga zakat
wajibnya adalah atas petani yang bekerja, karena pada haikaktnya dialah
yang bertanam, yang mempunyai tanah seolah-olah mengambil sewa
tanahnya, sedangkan penghasilan dari sewaan tidak wajib dikeluarkan
zakatnya.
Al-Mukhabarah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap, dimana benih tanamannya berasal dari pemilik lahan,
pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk
hasil
ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari
panen. Zakat Al Mukhabarah merupakan hasil bagi/paroan ini diwajibkan
atas orang yang mempunyai benih, sehingga zakat diwajibkan atas yang
pemilik tanah, karena pada hakikatnya dialah yang bertanam, petani hanya

20
Yusuf as-sabatin, Op.Cit h.186

16
mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib
dibayar zakatnya.
Landasan Syari’ah transaksi ini antara lain dalam hadits: “Diriwayatkan
dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda pernah memberikan
tanah Khaibar kepada penduduknya (waktu itu mereka masih Yahudi)
untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan
tanaman.”

Mengenai hak dan kewajiban masing-masing pemilik tanah dan


penggarap tanah, dapat diatur sebaik-baiknya berdasarkan musyawarah
mufakat, baik menurut adat istiadat setempat maupun menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Ada beberapa kewajiban pemilik
tanah, antara lain:
1. Membayar pajak tanah dan pajak-pajak lainnya.
2. Menyediakan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk penggarapan
lahan tanaman.
Sedangkan, kewajiban penggarap tanah adalah sebagai berikut:
1. Mengolah tanah.
2. Menyebarkan bibit.
3. Menyiram tanaman.
4. Memelihara tanaman.
5. Mengobati tanaman.
6. Mengetam ketika panen.
c. Al-Musaqah adalah bentuk sederhana dari Al Muzara’ah,
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan sebagai imbalan, dan penggarap berhak atas nisbah
tertentu dari hasil panen. Landasan Syari’ah akad ini adalah sebuah
Hadits : “Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Pernah memberikan tanah dan tanaman kurma di Khaibar kepada
Yahudi Khaibar, untuk dipelihara dengan menggunakan peralatan
dan dana mereka. Sebagai imbalan, mereka memperoleh presentase

17
tertentu dari hasil panen.”21

D. Tasharruf
Akad merupakan salah satu bentuk perbuatan hokum atau disebut
dengan tasharruf. Musthafa Al-Zarqa mendefiniskan tasharruf adalah segala
sesuatu (perbuatan) yang bersumber dari kehendak seseorang dan syara’
menetapkan atasnya sejumlah hokum (hak dan kewajiban). Tasharruf memiliki 2
(dua) bentuk, yakni: a) tasharruf fi’li (perbuatan) adalah usaha yang dilakukan
manusia dari tenaga dan badannya, seperti mengolah tanah yang dibiarkan
kosongoleh pemiliknya, b) thasarruf qauli (perkataan) adalah usaha yang keluar
dari lidah manusia. Tidak semua perkataan manusia digolongkan pada suatu akad.
Ada juga perkataan yang bukan akad, tetapi merupakan suatu perbuatan hokum.
Tasharruf qauli terbagi dalam 2 bentuk, yaitu: a) thasarruf bil al-‘aqdi
adalah sesuatu yang dibentuk dari dan ucapan dua piak yang saling berikatan,
yaitu dengan mengucapkan ijab dan kabul. Pada bentuk ini, ijab dan Kabul
yang dilakukan para pihak ini disebut dengan akad yang kemudian akan
memunculkan suatu perikatandi antara mereka. b) Tasharruf qouli ghoiru aqdi
merupakan perkataan yang tidak bersifat akad atau tidak ada ijab dan kabul.
Perkataan ini ada yang berupa pernyataan dan ada yang berupa perwujudan.22
Setelah dijelaskan mengenai tasharruf dan akad, terdapat larangan
tentang tasharruf dan akad yang memberikan hukum-hukumnya seperti jual-
beli, pernikahan, dan lain-lain, terkadang kembali pada akad itu sendiri dan
terkadang kembali kepada selain akad dan tasharruf. Yang akan kembali pada
selain akad dan tasharruf itu misalnya larangan jual-beli pada waktu azan
Jumat. Larangan itu tidak berpengaruh terhadap akad dan tasharruf, baik
menjadikannya batil atau fasad.
Jika larangan itu kembali kepada akad, maka tidak diragukan bahwa
larangan itu berpengaruh terhadap akad dan tasharruf serta menjadikan batil atau
fasad. Dalil larangan itu berpengaruh terhadap akad dan tasharruf, sehingga

21
Lukman Hakim, Op.Cit h.109-110

22
Ahmad Mujahidin, Ruang Lingkup dan praktik Mediasi Sengketa Ekonomi Syarri’ah, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h.
181-182

18
menjadikan akad dan tasharruf batil atau fasad adalah sabda Rasulullah SAW:
“Siapa saja yang melakukan suatu perbuatan yang tidak kami perintahkan
adalah tertolak.” Dalam riwayat lain pun juga disebutkan bahwa “Siapa saja
yang memasukkan sesuatu ke dalam agama kami yang bukan bagian darinya
maka tertolak.”
Jika suatu larangan memberikan makna pengharaman, yaitu jika
laranagan itu dalam bentuk tuntutan yang tegas untuk meninggalkannya.
Namun, jika larangan itu tidak memberikan hukum pengharaman, tetapi
memberikan hukum makruh, maka ia tidak berpengaruh terhadap akad dan
tasharruf. Karena, pengaruh itu dating dari aspek pengharaman. Jadi,
pengharaman atas tasharruf dan akad menjadikan akad tersebut batil dan fasad.
Jika larangan itu kembali pada akad itu sendiri atau salah satu rukunnya, maka
larangan itu menunjukkan kebatilan akad tersebut. Misalnya: larangan atas bay’
al-hishah (jual-beli dengan cara melempar batu kerikil, kegiatan melempar ini
sebagai pengganti posisi shigat (akad jual-beli). Bay al-malaqih adalah jual-beli
hewan yang masih ada di dalam perut induknya. Dalam konteks larangan ini,
larangannya kembali pada akad itu sendiri. Adapun larangan bay al-malaqih
kembali pada sesuatu yang dijual, sementara sesuatu yang dijual adalah salah
satu rukun akad. Larangan seperti itu menunjukkan kebatilan akad tersebut.
Oleh karena itu, akad jual-beli dianggap tidak terjadi sama sekali.
Tasharruf dan akad yang dibawa oleh selain Islam adalah
dilarang.Contohnya: Perseroan Terbatas (syarikah musahamah). PT adalah
tasharruf dan akad yang batil. Karena, larangan di dalamnya dinisbatkan pada
akadnya. Seperti dalam Firman Allah SWT :”Apa saja yang Rasul berikan
kepada kalian, terimalah. Apa saja yang Dia larang atas kalian,
tinggalkanlah” (QS. Al-Hasyr[59]:7). Jika larangan itu kembalipada sifat yang
menyertai tasharruf atau akad dan tidak merujuk pada akadnya itu sendiri atau
salah satu rukunnya, maka akad tersebut statusnya fasad.

19
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Harta dalam bahasa arab disebut juga sebagai al-maal atau jamaknya disebut juga al-
amwaal. Harta (al-maal) menurut kamus al-muhith tulisan alfairus abadi, adalah
maalaktahu min kulli syai (Segala sesuatu yang engkau punyai). Menurut istilah syar’I
harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal
menurut hukum syar’a (Hukum Islam).
Kerja dalam pengertiannya memiliki beberapa arti yaitu dalam arti yang luas dan
dalam arti yang sempit. Kerja dalam arti yang luas adalah semua bentuk usaha yang
dilakukan manusia baik dalam hal materi dan non materi, intelektual atau fisik, maupun
hal hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan atau ke akhiratan. Jadi, dalam
pandangan islam pengertian kerja sangatlah luas, mencakup seluruh pengerahan potensi
yang dimiliki manusia. Kerja dalam arti sempit juga dapat diartikan sebagai kegiatan
untuk memenuhi tuntutan hidup manusia berupa makanan, pakaian dan tepat tinggal
yang merupakan kewajiban bagi tiap orang yang harus dipenuhi, untuk mennentukan
tingkat derajat baik dimata manusia maupun dimata Allah
Makna bekerja bagi seseorang muslim merupakan suatu upaya maksimal dengan
mengerahkan segala asset yang ia punya baik itu didalam fisiknya maupun dalam aspek
berpikirnya serta juga upaya zikirnya dalam upaya untuk mengaktualisasikan dirinya atau
dengan kata lain dalam rangka untuk menampakan arti dirinya sebagai hamba Allah yang
harus menundukan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian darimasyarakat yang
terbaik.

20

Anda mungkin juga menyukai