Anda di halaman 1dari 5

I Made Dwi Adi Pratama

117111525
Manegement
Bahasa Indonesia

Virus Korona dan Globalisaisi


Virus corona dikatakan masih satu keluarga dengan SARS dan MERS yang juga
merupakan virus mematikan dan pernah menggegerkan dunia pada tahun 2002 dan 2012. Sama
seperti corona, SARS juga pertama kali ditemukan di Cina, tepatnya di Guangdong. Sedangkan
viurs MERS pertama kali diindentifikasi di Jeddah, Arab Saudi. Sejak pertama kali diidentifikasi
pada bulan Desember 2019, Menteri Komisi Kesehatan Nasional China, Max Xiaowei mengatakan
virus corona telah berevolusi sehingga penyebarannya menjadi lebih cepat. Bisa berkembang
hingga berevolusi dengan cepat, ditakutnya kasus terjangkit virus ini akan semakin cepat dan
semakin luas.

Dalam artikel yang berjudul “Virus Korona dan Globalisaisi’’ memaparkan bahwa Virus
Corona saat ini menjadi trending pembicaraan di seluruh dunia. Diawal tahun 2020 ini, dunia
digemparkan dengan menyebarnya virus baru yaitu coronavirus atau virus corona yang
mematikan. Sejauh ini, virus terdeteksi di Amerika Serikat, Taiwan, Thailand, Jepang, Korea
Selatan, Hong Kong, dan Makau. Pemerintah China telah mengklasifikasikan wabah terkini dalam
kategori yang sama dengan epidemi SARS pada 2002-2003, yang merenggut sekitar 800 nyawa
di seluruh dunia.

Pada artikel tersebut yang dimaksudkan globalisasi adalah dimana wabah dari virus
tersebut yang menyebar ke beberapa negara lain dan juga para ilmuan luar daerah china yang rela
membantu untuk ikut serta meneliti virus yang belum ditemukan obatnya, menurut para ilmuwan
di Pusat Analisis Penyakit Menular Global MRC di Inggris telah memperingatkan bahwa
kemungkinan akan sulit untuk menangani virus itu. Mereka mengatakan penularan virus corona
dari manusia ke manusia adalah "satu-satunya penjelasan yang masuk akal" untuk skala epidemi.
Perhitungan mereka memperkirakan setiap orang yang terinfeksi menyebarkannya ke sekitar 2,5
orang lainnya.
Pada artiket tersebut juga menjelaskan penularan yang virus corona berasal dari kelelawar
dan pada beberapa artikel lain seperti BBC juga menyebutkan hal serupa. Mengkonsumsi
kelelawar sudah dianggap tradisi oleh masyarakat china, menurut berita harian kompas masyarakat
di china tidak akan meninggalkan makanan kesukaannya, meski telah mendengar informasi bahwa
kelelawar diduga penyebab menyebarnya virus baru yaitu virus corona di Wuhan Cina. Karena
menurut pandangan masyarakat di cina kelelawar jelas tidak mempengaruhi karena kelelawar yang
mereka makan itu adalah hewan yang makan buah-buahan. Jadi mereka tidak terlalu
mengkhawatirkan kalau tetap mengkonsumsinya. Warga cina juga mempercayai mengkonsumsi
kelelawar akan memberikan mereka keberuntungan dalam menjalankan aktivitasnya. Menurut
sebuat studi pada artikel klikdokter.com mengatakan bahwa kelelawar menjadi salah satu binatang
yang kerap membawa virus berbahaya. Kelelawar dianggap “rumah” bagi lebih dari 60 virus yang
dapat menginfeksi manusia, lebih banyak dibandingkan hewan pengerat seperti tikus. Studi itu
berdasarkan data yang diambil dari tahun 1940-2004. Para ahli mengatakan, sekitar 75 persen dari
penyakit menular yang baru berasal dari hewan. Binatang yang hobi menggantung terbalik ini telah
disalahkan karena sebagai pembawa virus ebola, nipah, dan hendra. Dokter Jon Epstein, dokter
hewan di EcoHealth Alliance, juga mencatat bahwa para peneliti menemukan bukti garis
keturunan kuno influenza pada kelelawar. Selain itu, kelelawar juga sebagai pembawa virus
corona, yang saat ini sedang ramai dibicarakan. Hewan ini sering kali membawa virus hingga
terbukti mematikan bagi spesies lain, termasuk manusia. Ahli juga mengatakan bahwa limpahan
virus biasanya terjadi di negara-negara berkembang. Di lokasi tersebut, satwa liar semakin
meningkat kontaknya dengan populasi manusia yang terus bertambah.

Menurut artikel yang diberikan wabah virus korona di wuhan, cina mencapai 2% dari
jumlah penduduk cina yang mencapai 1,437 miliar orang namun menurut beberapa artikel lain
salah satunya berita harian kompas, update kemarin tanggal 23 february warga china yang
terinveksi virus korona baru mencapai 78.583 yang terinveksi, diantaranya 2.364 meninggal dunia
serta 20.863 sembuh, jadi terdapat ketidak cocokan antar artikel yang diberikan dengan artikel
pada kompas.com tersebut yang membahas tentang hal yang sama. Dari berita ini dapat dilihat
bahwa terjadi penyebaran berita yang simpang siur antara berita yang satu dengan yang lainnya,
hal ini terkait dengan apa yang tercantum dalam artikel yang menyatakan bahwa informasi tidak
bergerak bebas pada pemerintahan cina yang dikendalikan oleh Xi Jinping. Jika hal ini terus terjadi
maka masyarakat yang berada di luar China tidak dapat menerima informasi secara akurat
penyebaran virus korona di Negara China itu sendiri.

Seringkalinya terjadi kekeliruan dalam penyebaran berita tidak dapat juga dilihat dari
pandangan sepihak saja. Pada artikel ini disebutkan bahwa terdapat tiga hal yang harus disimak
dalam menanggapi masalah kekeliruan ini diantaranya yang pertama adalah statistik perbandingan
epidemi yang tak sepadan di China yang sering mengalami salah pengertian yang dikatakan bahwa
apapun yang melanda china baik epidemi maupun kondisi demografi skala yang tertera akan selalu
tinggi yang disebabkan oleh jumlah penduduk yang banyak dan geografi yang luas. Pernyataan
tersebut sesuai dengan fakta di lapangan.

Hal kedua yang perlu disimak ialah urbanisasi atau pemindahan penduduk yang terjadi di
China juga akan menimbulkan ketimpangan yang dalam karena adanya ketidak merataan
penduduk untuk mengakses fasilitas-fasilitas negara seperti kesehatan, Pendidikan, dan juga
lapangan kerja serta banyak buruh migran yang tersebar di sejumlah provinsi dalam jumlah
puluhan juta. Hal ini akan berpengaruh juga pada penyebaran kasus penyakit yang terjadi terutama
kasus virus corona dikarenakan pada pekerja migran yang banyak tersebar itu menggunakan
system Hukou( registrasi kependudukan individu) yang menyebabkan tidak diperolehnya pelayan
kesehatan pada para pekerja migran tersebut. Apabila puluhan juta penduduk migran ini tidak
mendapat pelayanan kesehatan dan penduduk ini terjangkit virus maka hal ini akan menambah
angka penyebaran virus korona itu sendiri dan kejadian ini sesuai apabila dikaitkan dengan
penyebaran virus corona yang tinggi ini.

Hal ketiga yang perlu disimak adalah kemajuan teknologi informasi dalam media sosial.
Pada artikel ini dikatakan bahwa media sosial tak memberi waktu bagi penguasa, termasuk China
untuk menata penjelasan logis kemunculan bencana namun dengan mudahnya dapat dimanipulasi
oleh individu dengan perusakan berdampak kolosal. Hal ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh
kemajuan teknologi informasi namun dikarenakan oleh tertutupnya pemerintahan China mengenai
suatu informasi mengenai bencana. Apabila pemerintah China terbuka mengenai informasi
bencana maka kemajuan teknologi informasi justru akan memberikan dampak yang baik berupa
menambahnya informasi tentang penanganan yang baik dari bencana virus corona serta dapat
memberikan juga pencegahan yang baik untuk menurunkan kasus virus corona yang terjadi. Ketiga
hal yang harus disimak tersebut merupakan poin-poin penting yang perlu diketahui oleh
masyarakat terutama pemerintahan China agar dapat senantiasa terbuka dalam memberikan
informasi penting seperti bencana sehingga hal ini dapat mengurangi tingkat kekeliruan yang
terjadi di masyarakat lainnya.

Menurut artikel ini Indonesia harus segera menutup batas negara untuk menghindari
penularan virus ini. Karena epidemi merupakan bencana yang tak memiliki asal usul dan waktu
yang pasti kapan datangnya. Menurut berita harian liputan6.com tua Centre for Dialogue and
Cooperation Among Civilizations (CDCC), Prof. Dr. M. Din Syamsuddin mengatakan bahwa
dalam mengantisipasi juga mengurangi resiko masuknya Virus Corona COVID-19 secara
internasional maupun di Indonesia, diperlukan adanya sense of crisis dengan menerapkan
kewaspadaan, pola hidup bersih dan sehat dan juga menyampaikan bahwa langkah-langkah yang
ia rekomendasikan untuk pemerintah di antaranya dengan memberlakukan sosialisasi kepada
masyarakat. Pemerintah Indonesia dikabarkan telah menyiapkan 100 rumah sakit dan itu sebagian
adalah rumah sakit umum daerah, bukan rumah sakit provinsi, tapi rumah sakit daerah yang ada
di kabupaten kota. Namun disamping itu dokter spesialis paru RSPI Sulianti Saroso, Adria Rusli
menjelaskan hingga saat ini belum diketahui secara pasti alasan virus corona belum ke Indonesia.
Menurut dia perlu penelitian mendalam untuk memperoleh jawaban. Memang jadi pertanyaan
sampai saat ini. Apakah benar kekebalan orang Indonesia tinggi? Atau virulensi virus corona
berkurang di Indonesia? Ini memang mesti kita jawab kenapa. Ini pertanyaan yang susah sekali
saya jawab karena harus ada bukti-buktinya. Terdapat sejumlah kemungkinan mengapa virus
corona belum menjangkiti Indonesia. Pertama, wabah virus corona belum terbawa oleh orang yang
sudah terinfeksi ke Indonesia. Kedua, suhu dan kelembapan di Indonesia yang cukup tinggi dengan
matahari sepanjang tahun, dapat membunuh virus. Ketiga, kekebalan tubuh yang kuat dapat
menjadi alasan, walaupun dibutuhkan studi lebih lanjut soal ini. Penelitian menunjukkan
persinggungan antara tubuh dan pelbagai kuman berkaitan dengan daya tahan atau kekebalan
seseorang, dibutuhkan banyak penelitian untuk mendapatkan jawaban ilmiah mengapa virus
corona belum ke Indonesia.

Namun meski Indonesia belum terinveksi virus korona terdapat banyak kerugian yang dialami
oleh Indonesia diantaranya adalah pariwisata yang jadi sepi, Sektor pariwisata paling ketar ketir
akibat virus corona. Bagaimana turis, termasuk dari China mau datang kalau pemerintahan Xi
Jinping melarang warganya bepergian ke luar negeri. Begitupun dengan Indonesia yang sudah
menyetop penerbangan dari dan menuju China. Padahal kunjungan turis China ke Indonesia
merupakan yang terbanyak ketiga setelah wisman asal Malaysia dan Singapura. Jumlahnya
mencapai 154,2 juta kunjungan di bulan Desember 2019. Data dari World Tourism Organization
(UNWTO), warga China membelanjakan tak kurang dari USD 277 miliar dari 150 juta perjalanan
ke luar negeri termasuk di Indonesia. Data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), akibat
larangan tersebut, turis China yang datang ke Indonesia, termasuk ke Bali dan Manado berkurang
drastis dan kini tinggal kurang dari 500 orang. Bila industri pariwisata sepi, sedikit turis yang
datang, maka pendapatan negara maupun cadangan devisa dari sektor pariwisata dapat berkurang.
Padahal cadangan devisa sangat penting, salah satunya alat stabilisasi mata uang suatu negara.
Misalnya jika kurs rupiah sedang terpuruk, maka Bank Indonesia (BI) akan melakukan intervensi
dengan cadev untuk menstabilkan nilai tukar mata uang Garuda. Namun upaya yang dilakukan
pemerintah untuk mengatasi masalah pariwisata ini adalah dengan memberikan pengurangan
harga tiket domestic yang bermaksud untuk meningkatkan kunjungan wisatawan domestic di
berbagai wilayah di Indonesia tentu ini langkah yang cukup tepat diambil selagi terdapat masalah
di penerbangan luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai