Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

PEMBAHASAN
A. Profil Lahan Praktek
Praktek dan penulisan karya ilmiah ners dilaksanakan dinas selama 2
minggu untuk pengambilan kasus di ruangan non bedah penyakit dalam pria
RSUP Dr.M.Djamil Padang yaitu pada tanggal 28 Mei – 09 Juni 2018. Ruangan
non bedah penyakit dalam pria RSUP Dr. Mdjamil Padang kapisitas bed adalah
70 bed terdapat Wiang A dan wing B ruangan terbagi HCU, khusus penyakit
darah, suspect, isolasi, khusus endokrin, khusus kardiovaskuler, khusus gastro,
dan lainnya. Ruangan non bedah penyakit dalam pria RSUP Dr.Mdjamil padang
memiliki Kelas II dan Kelas III
Kegiatan yang dilakukan yaitu melaksanakan asuhan keperawatan
melalui pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian. Menegakkan
diagnose keperawatan, perencanaan, pelasanaan dan evaluasi maka pada bab ini
akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang
ditemukan dalam kasus Hipertensi pada “Tn.S” yang telah dilakukan pengkajian
pada tanggal 28 Mei 2018 dan telah dilakukan asuhan keperawatan mulai
tanggal 28 Mei 2018 sampai 09 Juni 2018.
Penyakit Hipertensi merupakan suatu penyakit yang angka kejadiannya
cukup tinggi di Ruang non bedah penyakit dalam pria RSUP Dr.M.Djamil
Padang. Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di ruangan pada tanggal
28 Mei 2018 - 06 Juni 2018 didapatkan 5 orang pasien yang menderita
hipertensi, dengan rata-rata tekanan darah 180/90 mmHg.
Pola makan dan stress merupakan faktor penyebab utama dari
peningkatan tekanan darah dari penyakit hipertensi yang ditemukan di ruangan
interne pria RSUP Dr.Mdjamil Padang. Rata-rata tekanan darah pasien hipertensi
di ruangan interne pria diatas 200/100 mmHg. Diruangan interne pria tenaga
medis seperti perawat, dokter, apoteker dan ahli gizi telah berkolaborasi dalam
pemberian terapi farmakologi untuk menurunkan tekanan darah pasien. Di
ruangan juga sudah difasilitasi alat untuk mengukur tekanan darah klien yang
diukur 3 kali sehari untuk mengotrol tekanan darah pasien.
B. Analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait peminatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi stastus kesehatan klien (Nursalam, 2014).
Pada tahap pengakjian yang dikaji biasanya dimulai dari identitas klien, di
identitas klien yang paling penting disini adalah nama, No.MR, umur,
pekerjaan, agama, status perkawinan, alamat, penanggung jawab, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, yang mengirim, cara masuk dan alat bantu yang
dipakai.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan, diperoleh data bahwa
Tn.S merupakan pasien rawatan penyakit dalam pria RSUP Dr. M.Djamil
Padang, Tn.S berusia 55 tahun. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan
oleh Copstead dan Jacquelyn (2005) kejadian hipertensi berbanding lurus
dengan peningkatan usia, kebanyakan hipertensi meningkat pada usia 50-60
tahun. Sebab peningkatan usia terjadi penurunan kadar rennin akibat proses
menua, penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akan mengakibatkan
retensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi. Hipertensi erat
kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar resiko terserang
hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko terjadinya hipertensi
( Syaiful, 2015)
Pada pria umumnya lebih banyak memiliki tekanan darah yang lebih
tinggi daripada perempuan. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut terjadi
penurunan produksi estrogen karena proses penuaan, dengan menurunnya
produksi estrogen akan berdampak pada kardiovaskuler dimana terjadi
penurunan elastisitas pembuluh darah. Kondisi ini menyebabkan aliran darah
terhambat dan meningkatkan tekanan darah (Muhammadun, 2010).
Berdasarkan etiologi toritis hipertensi memliki etiologi dari dua faktor
yaitu hipertensi primer yaitu faktor genetik, obesitas, kurang berolahraga,usia
dan stress dan faktor hipertensi sekunder yaitu penyakit ginjal, kelebihan berat
badan dan kolesterol. Dari hasil pengakajian pada Tn.S didapat yaitu klien
mengalami hipertensi primer dimana disebabkan oleh factor genetic terbukti
saat pengkajian anggota keluarga ada yang mengalami hipertensi yaitu ibu
Tn.S dan gaya hidup dimana Tn.S suka merokok, mengkonsumsi makanan
bersantan dan berlemak serta Tn.S sering mengalami stress.
Hal ini sesuai dengan teori Pinzon (2010) yang mengatakan bahwa
faktor resiko terjadinya hipertensi terdiri dari dua yaitu faktor resiko yang
tidak dapat diubah dan yang dapat diubah. Faktor resiko yang tidak dapat
diubah adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga. Usia mempengaruhi
tekanan darah seseorang, semakin bertambahnya usia maka tekanan darah pun
akan semakin meningkat dan yang dapat dirubah. Sedangkan untuk mencegah
terjadinya hipertensi salah satunya dapat dilakukan adalah Natrium (Na) atau
yang biasa disebut sodium yang tidak hanya terdapat pada garam dapur,
terdapat juga pada minuman bersoda, dan makanan berlemak tinggi dapat
mempercepat terjadinya peningkatan tekanan darah (Pinzon, 2010). stress
akan menstimulasi sistem saraf simpatis yang meningkatkan denyut jantung
dan vasokontriksi arteriol yang kemudian meningkatkan tekanan darah. Stress
atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah, rasa takut dan rasa bersalah)
dapat merangsang kelenjer anak ginjal melepaskan hormone adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga tekanan darah akan
meningkat (Kozier,2010).
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 28 Mei 2018 klien mengeluh
badan terasa lemas, nafas sesak, kaki sebelah kanan bengkak, klien
mengatakan kepala terasa sakit, tekanan darah selalu tinggi, tengkuk berat,
nyeri dada, klien mengatakan mudah merasa lelah dan sulit tidur, BAK sedikit,
tampak gelisah dan pucat, TD : 200/100 mmHg, N : 102 xmenit, RR : 26
x/menit. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Awan haryanto
(2015) dimana Hipertensi ditandai dengan sakit kepala (pusing, migrain),
gampang marah, tinitus (telinga berdering), kaku kuduk, pandangan mata
berkunang-kunang, susah tidur dan tekanan darah diatas normal. Menurut
Nisa (2012) tanda dan gejala hipertensi yaitu sakit kepala, sesak nafas, nyeri
dada, tengkuk berat, gelisah, denyut jantung cepat, kelelahan dan peningkatan
tekanan darah.
Pada riwayat kesehatan dahulu ditemukan data, klien mengatakan
memiliki riwayat hipertensi sejak 2,5 tahun yang lalu yang tidak terkontrol,
pasien mengatakan tekanan darah paling tinggi adalah 230/100 , pasien tidak
mampu untuk melakukan pengontrolan tekanan darah salah satunya dengan
mengkonsumsi makanan yang seharusnya tidak boleh dikonsumsi oleh pasien.
Tekanan darah paling tinggi yang dialami pasien yaitu 230/100, pasien
mengatakan memiliki riwayat stress dimana klien mudah stress apabila ada
masalah dalam pekerjaanya, pasien juga mengkonsumsi obat hipertensi.
Pasien mengatakan meiliki riwayat merokok dan berhenti sejak 5 bulan yang
lalu.
Menurut Sudarmoko (2010) penderita hipertensi biasanya pernah
mengalami hipertensi sebelumnya, adanya riwayat merokok, obesitas, stress,
alcohol, penyakit ginjal dan diabetes mellitus. Kebiasaaan merokok dapat
menambah berat kerja jantung kareno rokok bisa menyebabkan lonjatan
secara langsung dalam tekanan darah. Nikotin yang terdapat pada tembakau
bisa memacu sistem saraf untuk melepaskan zat kimia yang bisa
menyempitkan pembuluh darah sehingga mendorong naiknya tekanan darah.
Menurut Kozier (2010) stress akan menstimulasi sistem saraf simpatis yang
meningkatkan denyut jantung dan vasokontriksi arteriol yang kemudian
meningkatkan tekanan darah. Terjadi kesamaan antara teori dengan kasus
yang ditemukan klien memiliki riwayat hipertensi, riwayat merokok dan
riwayat stress ada kesamaan dengan teori yang mana diteori ada riwayat
hipertensi dahulu, riwayat merokok dan stress.
Pada riwayat kesehatan keluarga, Tn.S mengatakan ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Triyanto (2014), bahwa penderita hipertensi biasanya ada
anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama yaitu hipertensi.
Terjadi kesamaan antara teori klien mengatakan ada anggota keluarga yang
mengalami hipertensi dan teori mengatakan salah satunya ada riwayat
keluarga hipertensi.
Dari data hasil pemeriksaan fisik ditemukan sebagian gejala yang ada
pada teori sesuai dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan. Pada
pelaksanaannya penulis menggunakan metode head to toe. Pada kasus hasil
pengkajian pemeriksaan fisik pada Tn.S didapatkan data dimana TD klien :
200/100 mmHg, N: 102 x/menit, RR : 26 x/menit dan suhu 36,4 ‘C. secara
klinis terobservasi adanya peningkatan pola nafas dan tekanan darah. Menurut
Smeltzer (2010) bahawa pada penderita hipertensi ditemukan pernafasan yang
meningkat dan tidak teratur. dan tekanan darah diatas normal.
Pemeriksaan fisik selanjutnya adalah ekstremitas, secara teoritis
menurut Smeltzer (2010) biasanya akan ditemuka kekuatan otot lemah,
terdapat edema pada ekstremitas, berdasarkan kasus terjadi kelemahan
ditemukan kekuatan otot ekstremitas atas 444/444, sedangkan esktremitas
bawah 444/444, dan pada kaki sebelah sebelah kanan terdapat edema
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan
aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil dimana perawat bertanggung
gugat (Nanda, 2015-2017). Tahapan dalam penegakan diagnosa keperawatan
ini adalah analisa data, perumusan masalah dan prioritas masalah (Suprajitmo,
2004).
Diagnosa keperawatan teoritis yang direncanakan ada 7 diagnosa
yakni penurunan curah jantung b.d perubahan after load, nyeri akur b.d agen
cidera, kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi, intoleransi
aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 ,resiko cidera
b.d kekuatan otot menurun, gangguan pola tidur b.d faktor lingkungan dan
Ansietas b.d stressor.
Berdasarkan data yang ditemukan didapatkan 5 diagnosa keperawatan
yang pada kasus Tn. S yaitu penurunan curah jantung b.d perubahan after load,
kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi, intoleransi
aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 , gangguan
pola tidur b.d faktor lingkungan dan Ansietas b.d stressor.
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
Pada kasus data subjektifnya klien mengatakan Klien mengatakan
tekanan darahnya selalu tinggi, klien mengatakan memiliki riwayat
hipertensi, klien mengatakan urine sedikit, badan terasa lemah, nafas sesak
serta cemas tekanan darahnya tinggi. Pada data objektifnya ditemukan TD
200/100 mmHg, Nadi : 102 x/menit, RR : 26 x/I, klien tampak lemah, Klien
tampak pucat, terdapat edema pada tungkai sebelah kanan, klien tampak
geliasah.
Stress berkaitan dengan hipertensi, Prasetyorini (2012) menyatakan
bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara tingkat stress terhadap
komplikasi pada penderita hipertensi. Menurut Kozier (2010) stress akan
menstimulasi sistem saraf simpatis yang meningkatkan denyut jantung dan
vasokontriksi arteriol yang kemudian meningkatkan tekanan darah. Stress
atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah, rasa takut dan rasa
bersalah) dapat merangsang kelenjer anak ginjal melepaskan hormone
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Stress yang berlangsung lama, tekanan
darah akan tetap tinggi sehingga akan menimbulkan penyakit hipertensi
(South, 2014).
Peningkatan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung
bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi hipertrofi ventrikel untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi. Peningkatan kebutuhan nutrien dan
oksigen pada miokardium terjadi akibat hipertrofi ventrikel dan
peningkatan beban kerja jantung (Price, 2005).
Bila kebutuhan nutrien dan oksigen tidak terpenuhi maka akan
mempengaruhi daya pompa jantung yang mengakibat jantung tidak dapat
berkontraksi secara maksimal beresiko terjadi penurunan curah jantung
yang akan berakibat fatal terhadap organ tubuh yang lain. Hal ini
menyebabkan infark miokard, stroke, gagal jantung dan gagal ginjal.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung (Price, 2005)
Curah jantung adalah kontraksi miokardium yang berirama dan
sinkron menyebabkan darah dipompa masuk kedalam sirkulasi paru dan
sistemik. Curah jantung rata-rata adalah 5 L/menit. Kebutuhan curah
jantung bervariasi sesuai ukuran tubuh. Perubahan frekuensi nadi dan
volume sekuncup akan berpengaruh langsung terhadap curah jantung (Price,
2005).
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer berpengaruh
terhadap skala pengukuran tekanan darah. Sebagaian besar kasus hipertensi
esensial, terjadi peningkatan pada tahanan perifer tanpa diikuti peningkatan
curah jantung. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pada kondisi tersebut
tubuh akan kekurangan untuk suplai oksigen dan nutrisi menurun sehingga
mengakibatkan daya kontraksi jantung menurun dan menyebabkan
penurunan curah jantung (Gray, 2005).
Berdasarkan patofisiologinya faktor penyebab hipertensi adalah
stressor fisik dan emotional akan menstimulasi sistem saraf simpatis yang
Sistem saraf simpatis melepaskan katekolamin sehingga Hormon epineprin
dilepaskan mengakibatkan peningkatan frekuensi dan kontraktilitas jantung
sehingga tekanan darah akan meningkat, sehingga terjadi kerusakan
vestikuler pembuluh darah menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
akibatnya terjadi vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah)
mengakibatkan after load meningkat sehingga berkurangnya kemampuan
memompa darah oleh jantung (volume sekuncup) terjadilah penurunan
curah jantung (Gunawan, 2007)
b. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
Pada kasus diatas data subjektifnya adalah Pasien mengatakan
menderita gagal ginjal kronik sejak 1 tahun yang lalu, Pasien mengatakan
jumlah BAK sedikit, kaki sebelah kanan bengkak dan perut acites, klien
mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pada data objektifnya
ditemukan TD : 200/100 mmHg, Nadi : 102 x/menit, RR : 26 x/menit, kaki
sebelah kanan terlihat bengkak, edema derajat 1,ureum : 144 mg/dl,
kreatinin 12,1 mg/dl, intake : 894 cc/24 jam , output : 750 cc/24 jam dan
balance cairan : + 144 cc/jam.
Satu dari komplikasi umum hipertensi adalah terjadinya kelebihan
volume cairan pada karena mengalami gagal ginjal. Gagal ginjal dapat
terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan darah tinggi pada kapiler-
kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan akan
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik
koloid plasma berkurang dan menyebakan edema (Corwin, 2001).
Berdasarkan patofisologinya terjadinya gangguan pembuluh darah
ginjal menyebabkan iskemia ginjal/nekrosis, terjadi penurunnan GFR ,
mengakibatkan penurunan eksresi kreatinin dalam plasma akibatnya kadar
kreatinin darah dan ureum meningkat sehingga terjadinya retensi
natrium/tertahannya natrium dalam tubuh mengakibatkan kelebihan cairan
sehingga terjadi edema/sembab.
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
Pada kasus diatas data subjektifnya ditemukan pasien mengatakan
nafas sesak , menggunakan otot bantu nafas, pasien mengatakan badannya
terasa lemah, pasien mengatakan kelemahan yang dirasakan semenjak sakit,
pasien mengatakan badan terasa letih. Pada data objektifnya ditemukan
klien tampak sesak, aktifitas pasien dibantu oleh keluarga, pasien tampak
lemah dan Hb : 6,2 mg/dl.
Menurut teori gangguan metabolisme pada zat besi dan vitamin
serta terjadinya sesak dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi
sel darah merah. Penurunan sel darah merah ini menyebabkan terjadinya
penurunan sel darah merah ini menyebabkan kelemahan pada penderita
hipertensi sehingga terjadi kelemahan fisik (Black & Hawks, 2009).
Peningkatan daya pompa jantung akan mempengaruhi darah yang
masuk kedalam paru - paru melalui arteri pulmonalis. Sehingga
menyebabkan pertukaran oksigen dan karbondioksida akan terganggu. Yang
akan mengakibatkan kandungan oksigen dalam darah menjadi kurang.
Sehingga kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ditambah lagi jantung
memerlukan banyak oksigen agar dapat berkontraksi secara maksimal.
Sehingga pada pasien hipertensi terjadi intoleransi aktivitas oleh karena
suplai dengan kebutuhan tidak seimbang yang mengakibatkan klien merasa
cepat capek (Husaini, 2013)
Berdasarkan patofisiologinya faktor penyebab hipertensi adalah
stressor fisik dan emotional mengaktifkan saraf simpatis sehingga Sistem
saraf simpatis melepaskan katekolamin menyebabkan Hormon epineprin
dilepaskan sehingga terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas
jantung mengakibatkan peningkatan tekanan darah akibatnya terjadi
vasokontriksi ( penyempitan pembuluh darah) sehingga terjadinya
penurunan aliran darah mengakibatkan suplai O2 dan nutrisi otot rangka
menurun terjadi penurunan energi mengakibatkan terjadinya kelemahan ,
kelelahan sehingga tidak mampu untuk melakukan aktifitas timbul masalah
intoleransi aktifitas.
d. Gangguan pola tidur b.d faktor lingkungan
Pada kasus data subjetif ditemukan klien mengtakan merasa
kesulitan untuk tidur, klien juga mengatakan sering terbangun, klien
mengatakan tidur hanya 5 jam. Pada data objektifnya ditemukan klien
tampak kesulitan untuk istirahat dan lingkungan tidak nyaman. PSQI : 17.
Gangguan tidur biasanya ditandai dengan adanya gejala seperti
susah tidur, tidur hanya sebentar-sebentar, sering terbangun di malam hari
dan bangunya lebih awal. Gangguan tidur bisa muncul dikarenakan adanya
rasa khawatir akan kematian atau tekanan batin, timbulnya rasa cemas,
depresi dan lingkungan yang berisik sehingga dapat mengganggu rasa
nyaman (Stanley dan Bare, 2007).
Faktor pencetus hipertensi adalah stress, stres dapat mempengaruhi
kualitas tidur. Apabila tidur mengalami gangguan, maka tidak terjadi
penurunan tekanan darah saat tidur sehingga akan meningkatkan resiko
terjadinya hipertensi. Stress menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras
untuk tertidur, sering terbangun selama siklus atau terlalu banyak tidur.
Stress yang berkelanjutan dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk
(Potter & Perry, 2008).
Berdasarkan patofisiloginya salah satu fakor penyebab hipertensi
adalah Stres mengaktifkan saraf simpatis sehingga Sistem saraf simpatis
melepaskan katekolamin menyebabkan Hormon epineprin dilepaskan
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga terjadi vasokontraksi (penyempitan pembuluh
darah) terjadi gangguan sirkulasi mengakibatkan retensi pembuluh darah ke
otak meningkat sehingga terjadi gangguan pola tidur.
e. Ansietas b.d stressor
Pada kasus data subjektif yang ditemukan klien mengatakan cemas
dengan kondisnya, klien juga mengatakan cemas karena tekanan darahnya
tinggi. Pada data objektif ditemukan klien tampak gelisah, tmapak cemas,
TD : 200/100 mmHg, N : 102 x/menit. RR : 26 x/menit, skala skor DASS
25 (Ansietas sedang).
Menurut kozier (2010) stress akan menstimulasi sistem saraf
simapatis yang meningkatkan denyut jantung dan vasokontraksi arteriol
yang kemudian meningkatkan tekanan darah. Stress dapat merangsang
kelenjer anak ginjal melepaskan hormone adrenalin dan memacu jantung
berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga tekanan darah meningkat.
Berdasarkan patisiologinya faktor penyebab hipertensi adalah
stressor fisik dan emotional merangsang kelenjer anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin mengakibatkan peningkatan frekuensi dan kontraktilitas
jantung menyebabkan peningkatan tekanan darah sehingga terjadi ansietas.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status
kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan (Gordon, 2004). Pada
teori pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
keperawatan. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, selain
melaksanakannya secara mandiri harus ada kerja sama dengan tim kesehatan
lainnya, yang merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dan menilai data yang baru. Alasannya proses
keperawatan memiliki salah satu sifat yaitu fleksibilitas yang artinya urusan
pelaksanaan proses keperawatan dapat diubah sesuai dengan situasi dan
kondisi klien
Setelah semua pengkajian pada kalian didapatkan 5 diagnosa, yang
mana diagnose ini berada di diagnose teoritis menurut Nanda (2015).
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan berdasarkan keluahan pasien tersebut
adalah :
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
Penderita hipertensi sering mengalami dan mengeluhkan
terjadinya penurunan curah jantung, yang ditandai dengan sesak nafas,
oliguria, takikardia, bradikardia, keletihan, perubahan warna kulit dan
tekanan darah yang cenderung tinggi. Intervensi yang dilakukan pada
Tn.S dengan diagnose penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan afterload yang dilakukan oleh perawat yaitu cardiac care dan
monitoring tanda-tanda vital. Didalamnya terdapat aktivitas yang dapat
dilakukan lakukan yaitu penilaian komprehensif pada sirkulasi perfifer
(misalnya cek nadi perifer, warna dan suhu ekstremitas), monitoring
tanda-tanda vital secara rutin, evaluasi perubahan tekanan darah, monitor
sesak nafas, kelelahan dan lakukan terapi relaksasi dengan cara
mendengarkan terapi murrotal al-quran.
Membaca/mendengarkan Al-Qur’an terbukti untuk merangsang
hipotalamus untuk mengurangi mengeluarkan hormone adrenalin yang
berlebih dan akan berpengaruh untuk menurunan tekanan darah dan
stress (Wafiyah,2011). Sejalan dengan penelitian Penelitian yang
dilakukan Erlina (2016) tentang terapi murrotal surat ar-rahman terhadap
perubahan tekanan darah pasien hipertensi di RSUDZA Banda Aceh
didapatkan rata-rata tekanan darah sebelum diberikan terapi murrotal
surat ar rahman sebesar 150 mmHg/100 mmHg, sedangkan tekanan
darah setelah diberikan terapi murrotal surat ar rahman sebesar 140
mmHg/ 90 mmHg.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
Pada kasus di dapatkan diagnosa kelebihan volume cairan yang
ditandai dengan adanya edema, keidakseimbangan elektrolit, oliguria,
dan perubahan pada hematokrit. Intervensi yang dilakukan pada Tn.S
dengan dignosa Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi yang dapat dilakukan perawat yaitu fluid
management dan fluid monitoring. Didalamnya terdapat aktivitas yang
dapat dilakukan yaitu pertahankan catatan intake dan output yang akurat,
meminimalkan pemberian konsumsi atau kurangi jumlah asuapan oral
pada pasien, monitor hasil labor, kaji lokasi dan luas edema, batasi cairan
sesuai kebutuhan pasien, hitung intake dan kolaborasikan pemberian
diuretic.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2
Pada kasus di dapatkan diagnosa intoleransi aktivitas yang
ditandai dengan adanya sesak nafas, keletihan, perubahan tekanan darah
dan penurunan Hb. Intervensi yang dilakukan pada Tn.S dengan dignosa
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2 yang dapat dilakukan perawat yaitu
manajemen Energy dan activity therapi. Didalamnya terdapat aktivitas
yang dapat dilakukan yaitu monitor intake/asuapan nutrisi untuk
mengetahui sumber energy, kaji kemampuan dalam aktivitas, bantu
dalam aktivitas sehari-hari, monitor respon oksigen, pantau tanda-tanda
vital, menganjurkan pasien untuk meningkatkan tidur perbaiki deficit
status fisiologi (misalnya kemoterapi yang menyebabkan anemia)
d. Gangguan pola tidur b.d faktor lingkungan
Pada kasus di dapatkan diagnosa gangguan pola tidur ditandai
dengan klien mengataka merasa kesulita untuk tidur, klien mengatakan
sering terbangun, klien mengatakan tidur hanya 5 jam/hari, klien tampak
sulit untuk istirahat dengan tenang, lingkuangan klien tidak nyaman dan
skor PSQI : 17. Intervensi yang dilakukan pada Tn.S dengan Gangguan
pola tidur b.d faktor lingkungan yang dapat dilakukan oleh perawat
adalah manajemen lingkungan dan teknik relaksasi. Didalamnya terdapat
aktivitas yang dapat dilakukan yaitu ciptakan lingkungan yang aman dan
nyaman, sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih dan memberikan
terapi relaksasi untuk meningkatkan kualitas tidur pasien.
Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan ole Maghfirah
yaitu efek dari mendengarkan murotal bisa mengurangi rasa sakit, stres,
menurunkan tekanan darah, serta menyembuhkan insomnia. Murotal
yang didengar melalui telinga akan distimulasi ke otak dapat
mengaktitkan syaraf menjadi rileks. Sejalan dengan penelitian Maulina
(2015) didapatkan hasil terdapat pengaruh pemberian terapi murrotal al-
quran terhadap kualitas tidur.
e. Ansietas berhubungan dengan stressor
Pada kasus diadapatkan diagnose ansietas ditandai dengan klien
mengatakan cemas dengan kondisinya, klien mengatakan cemas karena
tekanan darahnya cenderung tinggi, klien tampak gelisah, tampak cemas
dan terjadi perubahan tanda-tanda vital. Intervensi yang dilakukan pada
Tn.S dengan Ansietas berhubungan dengan stressor yang dapat dilakukan
oleh perawat yaitu penurunan kecemasan dan teknik relaksasi.
Didalamnya terdapat aktivitas yang dapat dilakukan yaitu gunakan
pendekatan yang menenagkan, libatkan keluarga dalam menenmani klien,
idntifikasi tingkat kecemasan , dorong pasien untuk mengungkapkan
ketakutan dan perasaan dan memberikan terapi relaksasi terapi murrotal
al-quran untuk menurunkan kecemasan.
Terapi murrotal memiliki aspek yang sangat diperlukan dalam
mengatasi kecemasan yakni kemampuannya untuk membentuk koping
baru untuk mengatasi kecemasan. Rangsangan musik meningkatkan
pelepasan endorfin dan ini menurunkan kebutuhan akan obat-obatan.
Pelepasan tersebut memberikan pula suatu pengalihan perhatian yang
dapat mengutangi kecemasan (Campbell, 2008). Sejalan dengan
penelitian Dian (2015) didapatkan hasil 81,3% responden yang
mengalami penurunan tingkat kecemasan setelah pemberian terapi
murrotal.
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat


untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2013). Tahap ini
merupakan tahap lanjutan dari tahap perencanaan, dimana dalam tahap ini
pelaksanaan dilakukan aplikasi rencana tindakan sesuai dengan kondisi klien.
Pelaksanaan seluruh tindakan keperawatan yang dilakukan selalu
berorientasi pada rencana yang telah dibuat terlebih dahulu. Pelaksanaan
tindakan keperawatan yang berdasarkan teoritis ada yang belum terlaksana,
semua ini disebabkan karena keadaan atau sifat klien yang berbeda dan jenis
perawatan yang dilaksanakan diruangan.
Dalam tahap pelaksanaan, tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana yang telah dibuat dan semua tindakan yang dilakukan pada klien
didokumentasikan kedalam catatan perkembangan. Pelaksanaan tindakan
dilakukan mulai tanggal 28 Mei – 09 Juni 2018.
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
Dari 13 intervensi yang ada di teoritis terdapat intervensi yang dapat
dilakukan yaitu . Adapun implementasi yang dilakukan pada diagnosa
penurunan curah jantung yaitu melakukan penilaian komprehensif pada
sirkulasi perififer (misalnya cek nadi perifer, warna dan suhu ekstremitas),
memonitoring tanda-tanda vital secara rutin, mengevaluasi perubahan
tekanan darah, memonitor toleransi aktivitas, menonitor sesak nafas dan
kelelahan, berkolaborasi pemberian obat anti hipertensi ( nircadipin,
candesartan dan amlodipin) dan melakukan terapi relaksasi dengan cara
mendengarkan terapi murrotal al-quran.
b. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
Dari 11 intervensi yang ada diteoritis terdapat 9 intervensi yang dapat
diaplikasikan dalam kasus ini karena implementasi disesuaikan dengan
kondisi yang dibutuhkan pasien untuk mengatasi masalahnya saat ini.
Adapun implementasi yang dilakukan untuk diagnosa kelebihan volume
cairan yaitu mempertahankan catatan intake dan output yang akurat,
meminimalkan pemberian konsumsi atau kurangi jumlah asuapan oral pada
pasien, memonitor hasil labor, mengkaji lokasi dan luas edema, membatasi
cairan sesuai kebutuhan pasien, menghitung intake dan berkolaborasi
pemberian diuretic dengan dokter ( yang diberikan eas primer dan bicnat )
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara supalai dan kebutuhan
O2
Dari 13 intervensi yang ada diteoritis terdapat 10 intervensi yang
dapat diaplikasikan dalam kasus ini karena implementasi disesuaikan
dengan kondisi yang dibutuhkan pasien untuk mengatasi masalahnya saat
ini. Adapun implementasi yang dilakukan untuk diagnose intoleransi
aktivitas adalah memonitor intake/asuapan nutrisi untuk mengetahui
sumber energy, mengkaji kemampuan dalam aktivitas, membantu dalam
aktivitas sehari-hari, memonitor respon oksigen, memantau tanda-tanda
vital, menganjurkan pasien untuk meningkatkan tidur, kolaborasikan
dengan dokter pemberian terapi mengurangi kelelahan (asam folat) dan
memperbaiki deficit status fisiologi (misalnya kemoterapi yang
menyebabkan anemia) dengan pemberian tranfusi PRC 2 kantong
d. Gangguan pola Tidur b.d faktor lingkungan
Adapun implementasi untuk diagnose gangguan pola tidur yaitu
menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman, menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan bersih, menghindari gangguan yang tidak perlu dan
berikan waktu untuk istirahat, menganjurkan untuk melakukan teknik
relaksasi mendengarkan murottal al-quran, mendapatkan perilaku yang
menunjukkan terjadinya relaksasi, misalnya bernafas dalam, menguap dan
mengevaluasi dan dokumentasikan respon terhadap relaksasi.
e. Ansietas b.d Stressor
Adapun implementasi untuk diagnose ansietas yaitu menggunakan
pendekatan yang menenagkan, melibatkan keluarga dalam menenmani
klien, mengidntifikasi tingkat kecemasan , menganjurkan untuk melakukan
teknik relaksasi mendengarkan murottal al-quran, mendapatkan perilaku
yang menunjukkan terjadinya relaksasi, misalnya bernafas dalam, menguap
dan mengevaluasi dan dokumentasikan respon terhadap relaksasi.
5. Evaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan
dengan respon perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain
untuk menentukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan
efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon klien,
dan sebagai tanggung jawab dan tangggung gugat dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan (Dermawan, 2013). Asuhan keperawatan dilaksanakan
pada tanggal 28 mei sampai dengan 09 juni 2018 selama 12 hari.
Setelah dievaluasi penulis mendapatkan hasil dari diagnosa pertama
yaitu penurunan curah jantung b,d peubahan afterload, yang muncul pada
tanggal 28 mei 2018 sampai pada tanggal 09 Juni 2018 dengan hasil evaluasi
teratasi sebagian. Diamana klien masih ada keluhan tekanan darah tinggi,
klien tampak rileks, TD sesudah : 160/80 mmHg . Klien mendapat terapi
Nircadipin, serta menganjurkan melakukan terapi relaksasi murrotal al-quran
untuk menururnkan tekanan darah.
Kelebihan volume cairan b,d gangguan mekanisme regulasi
didapatkan evaluasi teratasi sebagian. Dimana klien mangatakan bengkak
pada kaki berkurang, ureum dan kreatinin tinggi. Penulis membatasi cairan
sesuai kebutuhan pasien, memonitor masukan makanan/ cairan dan hitung
intake dan masih mendapatkan terapi bicnat
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2 didapatkan evaluasi teratasi pada tanggal 05 Juni 2018. Namun
diagnosa tetap dipertahankan untuk terus dievaluasi, dan melihat bagaimana
aplikasi dari telah terlaksananya implementasi untuk diagnosa tersebut.
Gangguan pola tidur b,d faktor lingkungan didapatkan evaluasi teratasi
pada tanggal 09 Juni 2018. Dimana klien mengatakan tidurnya nyenyak,
tampak rileks, skor PSQI :14. Namun diagnosa tetap dipertahankan untuk
terus dievaluasi, dan melihat bagaimana aplikasi dari telah terlaksananya
implementasi untuk diagnosa tersebut.
Ansietas b.d Stresor didapatkan evaluasi teratasi sebagian. Dimana
klien mengatakan cemas berkurang, tampak rileks dan skor DASS:20,
mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan ketakutan, melakukan
teknik relaksasi untuk mengurangi cemas.
C. Analisis Intervensi dengan konsep penelitian terkait (aplikasi evidence
based practice)
Analisis penulis setelah dilakukan pengkajian pada Tn.S ditemukan
masalah keperawatan yaitu peningakatan tekanan darah. Pada penderita
Hipertensi sering sekali mengalami nyeri dada, peningkatan tekanan darah
dan kelehan. Hal ini disebabkan oleh tidak patuhnya pasien hipertensi dalam
pengobatan dan tetap menjalankan pola hidup yang tidak sehat seperti tidak
mengatur pola makan, suka mengkonsumsi makanan yang bersantan,
merokok, stress dan jarang berolahraga. Keadaan tersebut memberikan
dampak dengan ditandai kondisi tubuh yang lemah, sakit kepala, nyeri dada,
edema pada kaki, sesak nafas, tampak pucat dan peningkatan tekanan darah
dan cemas tekanannya cenderung tinggi. Stress psikologis merupakan tanda
seseorang mengalami suatu kondisi yang memerlukan adaptasi. Stress yang
berkepanjangan akan merusak mekanisme fungsional tubuh dan menyebabkan
meningkatnya tekanan darah.
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah peningakatan
tekanan darah terletak di diagnosa penurunan curah jantung dengan terapi
yang sudah dilakukan yaitu Terapi Murrotal Al-quran untuk menurunkan
tekanan darah pasien hipertensi dimana dilakukan selama 3 hari. Sebelum
dilakukan terapi ini tekanan darah pasien 170/90 mmHg, klien mengatakan
tekanan darahnya cenderung tinggi dan klien mengatakan cemas tekanan
darahnya selalu tinggi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan intervensi diberikannya
terapi morrotsl al-quran untuk menurunkan tekanan darah pasien hipertensi.
Tn.S dengan Hipertensi yang sebelumnya masuk ke rumah sakit dengan
tekanan darah 200/100 mmHg, hasil evaluasi selama 3 hari dilakukan
implementasi terapi murrotal al-quran didapatkan bahwa sebelum diberikan
terapi murrotal al-quran tekanan darah 170/90 mmHg dan setelah dilakukan
terapi murrotal al-quran tekanan darah menjadi 160/80 mmHg.
Murottal adalah rekaman suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh
seorang qori’ (pembaca Al-Qur’an) (Purna, 2006). Terapi murrotal al-quran
surat ar-rahman diberikan dengan menggunakan handphone dan earphone
untuk memutar suara Mp3 bacaan Al – Quran surat Ar-Rahman oleh ahmad al
khadi yang berdurasi 10 menit. Diberikan selama 10-15 menit yang dibacakan
oleh ahmad al shalabi dengan volume suara standar. . Menurut Potter dan
Perry (2005) terapi berupa music atau suara harus didengarkan minimal 15
menit untuk memberikan efek teraupetik, sedangkan menurut Yuanitasari
(2008) durasi pemberian terapi selama 10-15 menit dapat memberikan efek
relaksasi.
Berdasarkan penelitian Pratiwi, Laras (2015) tentang pengaruh teknik
relaksasi benson dan murrotal al-quran terhadap tekanan darah pada penderita
hipertensi di puskesmas harapan jaya didapatkan hasil menunjukkan adanya
penurunan tekanan darah yang signifikan pada kelompok eksperimen dengan
pvalue< α (0,05). Pengukuran diperoleh dari nilai mean tekanan darah pre-test
sistol pada kelompok eksperimen sebesar 165,53 mmHg, pre-test diastol
sebesar 91,60 mmHg dan post-test sistol sebesar 147,93 mmHg, posttest
diastol sebesar 87,27 mmHg. Dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi
murottal Al-Qur’an efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien
dengan hipertensi.
Penelitian yang dilakukan Erlina (2016) tentang terapi murrotal surat
ar-rahman terhadap perubahan tekanan darah pasien hipertensi di RSUDZA
Banda Aceh didapatkan rata-rata tekanan darah sebelum diberikan terapi
murrotal surat ar rahman sebesar 150 mmHg/100 mmHg, sedangkan tekanan
darah setelah diberikan terapi murrotal surat ar rahman sebesar 140 mmHg/ 90
mmHg. Hasil menunjukkan bahwa adanya pengaruh terapi murrotal surat ar
rahman terhadap perubahan tekanan darah pasien hipertensi
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martin, Lutfi & Abdul
(2012) tentang pengaruh terapi murrotal terhadap penurunan tekanan darah
pada lansia dengan hipertensi di desa pengumen kecamatan karangdadap
didapatkan hasil ada pengaruh mendengarkan terapi murrotal terhadap
perubahan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi.
Berdasarkan penelitian Ernawati (2013) tentang pengaruh
mendengarkan murrotal al-quran terhdap pola tekanan darah pada pasien
hipertensi di rumah sakit nur hidayah yogyakarta, hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai tekanan darah sistol pada kelompok control dan
eksperimen sebelum diberi perlakuan adalah 0.117 dan nilai tekanan darah
diastole 0.340. kedua nilai tersebut tidak signifikan ( p> 0,05). Sedangkan
nilai tekanan darah sistol pada kelompok control dan eksperimen setelah
diberi perlakuan sebesar 0.012 dan 0.049 pada nilai tekanan darah diastol,
kedua nilai diangap signifikan ( p< 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
mendengarkan murrotal al-quran ar-rahman berpengaruh terhadap pola
tekanan darah pada pasien hipertensi di rumah sakit nur hidayah.
Menurut Mustamir (2009) persepsi positif yang didapat dari murottal
Ar Rahman selanjutnya akan merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan
hormon endorfin, yaitu hormone yang membuat seseorang merasa bahagia.
Saraf parasimpatis berfungsi untuk mempersarafi jantung dan memperlambat
denyut jantung. Rangsangan saraf otonom yang terkendali akan menyebabkan
sekresi epinefrin dan norepinefrin akan mengahambat pembentukan
angiotensin yang selanjutnya akan menurunkan tekanan darah
Jadi kesimpulan setelah dilakukan implementasi sesuai dengan
intervensi diberikan terapi murrotal al-quran terhadap penurunan tekanan
darah pada pasien hipertensi efektif untuk menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi dan juga sesuai dengan pendapat Erlina (2016) terapi
murottal surat Ar-Rahman terbukti dapat memberikan efek ketenangan kepada
responden yang mendengarkan dilingkungan yang tenang dan tanpa suara
yang menggangu, hal ini dapat memberikan respon yang positif yang dapat
mempengaruhi hipotalamus untuk mengeluarkan hormone endorphin yang
membuat seseorang merasa bahagia, sehingga dapat menurunkan tekanan
darah.
Analisis setelah dilakukan pengkajian pada Tn.S ditemukan masalah
keperawatan adalah gangguan pola tidur. Intervensi yang dilakukan untuk
masalah mengatasi gangguan tidur terapi yang sudah dilakukan yaitu Terapi
Murrotal Al-quran untuk mengatasi gangguan tidur dimana dilakukan selama
3 hari. Sebelum dilakukan terapi ini skor gangguan tidur pasien 15 dan
setelah dilakukan terapi ini skor gangguan tidur pasien menjadi 14 dan klien
tampak rileks, klien mengatakan tidurnya nyenyak dan lingkungan cukup
aman.
Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan ole Maghfirah yaitu efek
dari mendengarkan murotal bisa mengurangi rasa sakit, stres, menurunkan
tekanan darah, serta menyembuhkan insomnia. Murotal yang didengar melalui
telinga akan distimulasi ke otak dapat mengaktitkan syaraf menjadi rileks.
Berdasarkan penelitian Maulina (2015) tentang pengaruh terapi
murrotal al-quran terhadap kualitas tidur pada lansia di UPT pelayanan sosial
lanjut usia didapatkan hasil kualitas tidur lansia sebelum diberikan terapi
murrotal al-quran sebanyak 20 lansia (50%) mengalami kualitas tidur kurang
dan 20 lansia (50 %) mengalami kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur
lansia setelah diberikan terapi murrotal al-quran sebanyak 18 orang
mengalami kualitas tidur yang baik, 21 orang yang mengalami kualitas tidur
kurang dan 1 orang yang mengalami kualitas tidur buruk. Ini membuktikan
terdapat pengaruh pemberian terapi murrotal al-quran terhadap kualitas tidur.
Analisis setelah dilakukan pengkajian pada Tn.S ditemukan masalah
keperawatan adalah Ansietas. Intervensi yang dilakukan untuk masalah
mengatasi ansietas terapi yang sudah dilakukan yaitu Terapi Murrotal Al-
quran untuk mengatasi gangguan tidur dimana dilakukan selama 3 hari.
Sebelum dilakukan terapi ini skor DASS pasien 24 dan setelah dilakukan
terapi ini skor DASS pasien menjadi 23 dan klien tampak rileks, klien
mengatakan cemasnya berkurang dan tampak rileks
Terapi murrotal memiliki aspek yang sangat diperlukan dalam
mengatasi kecemasan, yakni kemampuannya dalam membentuk koping baru
untuk mengatasi kecemasan, sehingga garis besar terapi murrotal mempunyai
dua poin penting, memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis juga
dapat memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam menghadapi
problem yang sedang dihadapi (Frandisi,2012). Rangsangan musik
meningkatkan pelepasan endorfin dan ini menurunkan kebutuhan akan obat-
obatan. Pelepasan tersebut memberikan pula suatu penglihan perhatian dari
rasa sakit dan dapat mengurangi kecemasan ( Campbell, 2008).
Berdasarkan penelitian Dian (2015) didapatkan hasil Tingkat
kecemasan pasien sebelum dilakukan intervensi rata-rata berada pada tingkat
kecemasan sedang (75%) dan setelah dilakukan terapi mengalami penurunan
tingkat kecemasan menjadi kecemasan ringan (81,3%). Rata-rata skor
kecemasan pasien sebelum dilakukan terapi murottal 43,50 dan mengalami
penurunan menjadi 31,13 setelah dilakukan terapi murottal. Dan disimpulkan
bahwa ada pengaruh terapi murottal terhadap kecemasan pasien sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi yang dibuktikan dengan nilai p = 0,000 ≤ 0,05.

Anda mungkin juga menyukai