Kelas K3 - Kelompok 2 - Kebisingan
Kelas K3 - Kelompok 2 - Kebisingan
MAKALAH
BISING
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata higiene industri
KELAS K3
DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Bising” tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah “Higiene Industri”.
Dengan perasaan yang sangat lega, kami mengucapkan Alhamdulillah
karena kami telah menyelasaikan tugas kami. Pada kesempatan ini juga kami
ingin menyampaikan rasa terima kasih kami yang tak terhingga kepada dosen
pembimbing mata kuliah Higiene industri.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar dimasa yang
akan datang lebih baik lagi.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Definisi Bising dan Kebisingan......................................................................3
2.2 Contoh Kasus Bising......................................................................................5
2.3 Dampak Bising...............................................................................................8
2.4 Alat Ukur Bising...........................................................................................14
2.5 Cara Mengukur Bising.................................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................22
3.1 Kesimpulan...................................................................................................22
3.2 Saran.............................................................................................................22
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Sel-Sel Rambut dan Sel-Sel Pendukungnya di dalam makula Cochlea
Sumber: (LP Gartner, JL Hiatt, 2007)......................................................................9
Gambar 2 Organ Corti, organ khusus untuk reseptor bunyi, membentang diatas
membran basiler dan tersusun dari sel-sel rambut neuroepitel dan beberapa tipe
sel-sel pendukungnya. Sumber: LP Gartner, JL Hiatt, 2007..................................11
Gambar 3 Struktur macula. Tampak sel reseptor dan sel pendukung dengan
mikrovili. Terdapat deposit kristal (otolit) pada permukaan lapisan gelatinosa.
Sumber: Junqueira LC, Carneiro J; 2005...............................................................11
Gambar 4 Sound Level Meter................................................................................15
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant
Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan
pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar
sementara 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus menerus selama 5-10
tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Hendarmin dan Hadjar tahun 1971,
mendapatkan hasil bising jalan raya (Jl. MH. Thamrin, Jakarta) Sebesar 95 dB
lebih pada jam sibuk (Komnas Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan
Ketulian, 2013).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Bising dan Kebisingan
Bising merupakan bunyi yang tidak dikehendaki atau tidak disenangi yang
merupakan aktivitas alam dan buatan manusia (JF Gabriel, 1996).
Bising merupakan suara yang tidak dikehendaki. Tetapi definisi ini sangat
subjektif. Definisi lain antara lain :
1. Denis dan Spooner, bising adalah suara yang timbul dari getaran-getaran yang
tidak teratur dan periodic.
2. Hirrs dan Ward, bising adalah suara yang komplek yang mempunyai sedikit
atau bahkan tidak periodik, bentuk gelombang yang tidak dapat diikuti atau
di produsir dalam waktu tertentu.
4. Sataloff, bising adalah bunyi yang terdiri dari frekuensi yang tidak acak dan
tidak berhubungan satu dengan yang lainnya.
5. Burn, littler, dan Wald, bising adalah suara yang dikehendaki kehadirannya
oleh yang mendengar dan menganggu.
3
terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki, sehingga menganggu dan atau
membahayakan kesehatan (dalam Arum Dian Pratiwi, 2016).
4
Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan yang dilakukkan akan
banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan
kerugian (Anizar, 2009).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang
tidak di kehendaki dan dapat menganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat
menimbulkan ketulian.
5
tersebut (Buchari, 2007). Berdasarkan data dari WHO (2004), diketahui bahwa
gangguan pendengaran akibat bising merupakan kecelakaan akibat kerja
terbanyak kedua yang diderita seumur hidup. Gangguan pendengaran akibat
bising dapat terjadi tiba-tiba dalam hitungan detik atau secara perlahan dalam
hitungan bulan sampai tahun bahkan kadang kurang disadari.
6
meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di jalan raya sehingga aktivitas lalu
lintas semakin padat. Tingkat pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor
untuk Kota Pontianak mencapai 729.979 unit dibandingkan dengan tahun 2010
yang hanya mencapai 574.322 unit (Dispenda, 2011). Hal ini menunjukan
terjadinya pertumbuhan kendaraan yang tidak sebanding dengan pertambahan
prasarana seperti angkutan umum sehingga masyarakat lebih memilih
menggunakan kendaraan pribadi guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
menyebabkan volume kendaraan bermotor di jalan lebih banyak dari sebelumnya
dan menimbulkan kebisingan akibat bunyi kendaraan bermotor tersebut.
7
(Sumber: Alsey, Ferdyana Annisaa.,dkk. 2016. Analisis Tingkat Kebisingan
Akibat Arus Lalu Lintas Di Pemukiman Kota Pontianak (Studi Kasus :
Pemukiman Sungai Raya Dalam Kecamatan Pontianak Tenggara). Hal: 1-10)
1. Dampak Auditory
8
Telinga siap untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
terhadap tingkat suara/bising, tetapi setelah terlalu sering mengalami perubahan
yang berulang-ulang lama-kelamaan daya akomodasinya akan menjadi lelah dan
gagal memberikan reaksi. Dalam keadaan ini pendegaran timbul akibat pekerjaan
(occupational deaf-ness), tidak hanya terdapat pada pekerja pabrik saja tetapi juga
pada pekerjaan-pekerjaan luar, seperti supir taksi/alat transportasi, polisi
lalulintas, dan sebagainya (Heru dan Haryono, 2011).
Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi
suara yang sangat besar. Cedera cochlea terjadi akibat rangsangan fisik
berlebihan berupa getaran yang sangat besar sehingga merusak sel-sel rambut
(Gambar 1) (LP Gartner, JL Hiatt, 2007). Pada pajanan berulang kerusakan
bukan hanya sematamata akibat proses fisika, tetapi juga proses kimiawi
berupa rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel rambut
sehingga terjadi disfungsi sel-sel tersebut. Akibatnya terjadi gangguan ambang
pendengaran sementara. Kerusakan sel-sel rambut juga dapat mengakibatkan
gangguan ambang pendengaran yang permanen (JF Gabriel 1996, Bising
PLTSa [homepage on the Internet] 2008, Sastrowinoto 1985).
9
Gambar 1 Sel-Sel Rambut dan Sel-Sel Pendukungnya di dalam makula Cochlea
Sumber: (LP Gartner, JL Hiatt, 2007)
Pada keadaan ini terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara
perlahan-lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah
pemaparan. Kenaikan ambang sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi
4000 Hz, tetapi apabila pemaparan berlangsung lama maka kenaikan nilai
ambang sementara akan menyebar pada frekuensi sekitarnya. Makin tinggi
intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang
pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama
tergantung sensitivitas masing-masing individu(JF Gabriel 1996, Bising PLTSa
[homepage on the Internet] 2008, Sastrowinoto 1985).
10
secara lengkap terjadi, maka terjadi “akumulasi”sisa ketulian (TTS), dan hal
ini berlangsung secara berulang dan menahun, sifat ketuliannya akan berubah
menjadi menetap (permanen). PTS sering juga disebut NIHL (Noise Induced
Hearing Loss) dan NIHL terjadi umumnya setelah terpajan 10 tahun atau lebih
(Heru dan Haryono, 2011).
Kelainan yang timbul pada telinga akibat bising terjadi tahap demi tahap sebagai
bentuk:
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan terutama pada
frekuensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen.
Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20
11
tahun terjadi pemaparan. Penderita mungkin berkurang dan baru diketahui setelah
dilakukan pemeriksaan audiogram (LP Gartner, JL Hiatt, 2007)
Gambar 2Organ Corti, organ khusus untuk reseptor bunyi, membentang diatas
membran basiler dan tersusun dari sel-sel rambut neuroepitel dan beberapa tipe
sel-sel pendukungnya. Sumber: LP Gartner, JL Hiatt, 2007
12
Gambar 3 Struktur macula. Tampak sel reseptor dan sel pendukung dengan
mikrovili. Terdapat deposit kristal (otolit) pada permukaan lapisan gelatinosa.
Sumber: Junqueira LC, Carneiro J; 2005
2. Dampak Non-Auditory
13
a) Gangguan Fisiologis
b) Ambang Pendengaran
Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih bisa didengar. Makin
rendah level suara terlemah yang didengar berarti makin rendah nilai ambang
pendengaran berarti makin baik pendengarannya. Kebisingan dapat
mempengaruhi nilai ambang batas pendengaran baik bersifat sementara atau
menetap. Kehilangan pendengaran bersifat sementara apabila telinga dengan
segera dapat mengembalikan fungsinya setelah terkena kebisingan (Arum
Dian Pratiwi, 2016).
Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi istirahat yang berulang
secara teratur, dan penting untuk tubuh normal dan pemeliharaan mental serta
kesembuhan. Kebisingan dapat mengganggu tidur dalam hal kelelapan,
kontinuitas, dan lama tidur. Seseorang yang sedang tidak bisa tidur atau sudah
tidur tapi belum terlelap. Tiba-tiba ada gangguan suara yang akan
14
mengganggu tidurnya, maka orang tersebut mudah marah/tersinggung.
Berperilaku irasional, dan ingin tidur. Terjadinya pergeseran kelelapan tidur
dapat menimbulkan kelelahan. Berdasarkan penelitian yang mengemukakan
bahwa presentase seseorang bisa terbangun dari tidurnya sebesar 5% pada
tingkat intensitas suara 40 dB(A) dan meningkat sampai 30% pada tingkat 70
dB(A). Pada tingkat intensitas suara 100 dB (A) sampai 120 dB (A), hampir
setiap orang akan terbangun dari tidurnya (Arum Dian Pratiwi, 2016).
d) Gangguan psikologis
15
Proses terjadinya gangguan pendengaran terjadinya secara berangsur-angsur,
yaitu mula-mula tidak terasa adanya gangguan pedengaran, baru setelah
menderita sadar bahwa ia memerlukan suara-suara keras untuk sanggup
mendengarkan suatu percakapan diketahui adanya gangguan pendengaran.
Pergeseran ambang pendengaran nampak dalam tahun-tahun pertama terpapar
kebisingan. Orang yang belum pernah berada dalam kebisingan biasanya
menunjukkan perbaikan yang bagus setelah dipindahkan dari kebisingan,
sedangkan orang yang sudah bertahun-tahun terkena bising dan tuli agak berat
sekali kemungkinan untuk pulih (Arum Dian Pratiwi, 2016).
1) Percakapan langsung
2) Percakapan telepon
3) Melalui alat komunikasi lain, misalnya radio, televisi dan pidato (Arum
Dian Pratiwi, 2016).
Tempat dimana komunikasi tidak boleh ternganggu oleh suara bising adalah
sekolah, area latihan dan test, teater, pusat komunikasi militer, kantor, tempat
ibadah, perpustakaan, rumah sakit dan laboratorium. Banyaknya suara yang
bisa dimengerti tergantung dari faktor seperti: level suara pembicaraan, jarak
pembicaraan dengan pendengaran, bahasa/kata yang dimengerti, suara
lingkungan dan faktor-faktor lain (Arum Dian Pratiwi, 2016).
16
1. Precision sound level meter
Keterangan:
6. Microphone
7. Filter microphone
8. Kalibrator
9. Display
17
2.5 Cara Mengukur Bising
18
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam
mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang
kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan
membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran
yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan
kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas di bawah 85 dBA,
warna oranye untuk tingkat kebisingan yang tinggi di atas 90 dBA, warna kuning
untuk kebisingan dengan intensitas antara 85–90 dBA (Iwan M. Ramdan, 2013).
2) Agar peralatan SLM yang akan digunakan benar-benar tepat , maka terlebih
dahulu harus dicek dengan menggunakan kalibrator, yaitu dengan meletakkan/
memasang alat tersebut diatas microphone dari SLM, kemudian dengan
tombol pada alat tersebut dikeluarkan nada murni (pure tone) dengan
intensitas tertentu, maka jarum penunjuk/display SLM tersebut harus
menunjukkan sesua dengan intensitas suara dari kalibrator tersebut
3) Meletakkan sejauh mungkin SLM sepanjang tangan (paling dekat 0,5 meter
dari tubuh pengukur) bila perlu gunakan tripot untuk meletakkannya. Hal ini
dilakukan karena selain operator dapat merintangi suara yang dating dari salah
satu arah operator terseut juga dapat memantulkan suara sehingga
menyebabkan kesalahan pengukuran.
19
5) Bila ingin diketahui dengan tepat sumber suara yang sedang di ukur dapat
digunakan suatu headphone yang dihubungkan dengan output dari SLM.
7) SLM ini dapat digunakan pada suasana kelembapan sampai dengan 90%
dengan suhu antara 10-50 derajat Celsius (Heru dan Haryono, 2011).
2. Studi-studi pendahuluan
c) Situasi propagasi
d) Situasi kerusakan
3. Perencanaan pengukuran
20
a) Titik-titik pengukuran
b) Personalia
c) Peralatan pengukuran
d) Proses-proses pengukuran
1. Peralatan pengukuran
Buatlah daftar dari peralatan yang diperlukan dan terlebih dahulu perisalah
batere, operasi,dan aspek-aspek lain dari peralatan. Juga sediakan kabel-kabel
power yang diperlukan, kertas perekam pengganti, pena-pena, betere-batere, dan
perbekalan-perbekalan lain, dan peralatan penting apa saja seperti tripod-tripod,
takaran-takaran, alat ukur waktu, kamera-kamera, alat-alat tulis, catatan lapangan,
transceivers, dan sebagainya.
2. Dokumen-dokumen
3. Lain-lain
21
Diskusikan penempatan personil dan proses-proses pengukuran diantara
personil terlebih dahulu (Heru dan Haryono, 2011).
2. Pengaruh angin
3. Tempat pengukuran
Pilihlah lokasi yang tidak dipengaruhi oleh suara yang tidak bergema atau
yang terpengaruhi oleh medan magnetik, getaran-getaran, atau suhu ekstrim atau
kelembapan.
4. Periode pengukuran
Pilihlah waktu yang kebisingan latar belakangnya stabil dan tidak ada
sumber-sumber lainnya yang mempengaruhi pengukuran-pengukuran. Dimana
sumber masalah stabil, kebutuhan pengukuran hanya perlu berlangsung 2-3 menit.
Tetapi, jika tingkat tekanan suara berbobot A sangat berfluktuasi, ukurlah selama
250 detik atau lebih. Apabila ada kebisingan latar belakang dari lalu lintam mobil
atau sumber lain, ukurlah untuk waktu yang disebutkan sebelumnya dalam
periode dimana efek-efek tersebut tidak kelihatan dengan jelas. Terutama bila
sedang merekam, makin lama perekamannya makin baik.
5. Mengatur lingkup
22
Dapatkan ide tentang tingkat tekanan suara berbobot A sebelum
pengukuran, kemudian stel skala penuh dengan kelonggaran tertentu yang
bertanggung jawab atas waktu pengukuran penuh.
23
Bila daerah perbatasan tidak dapat dilihat sumber, tempatkan seseorang
pada sumber untuk memantau operasi dan seorang lain pada titik pengukuran,
keduanya berkomunikasi dengan transceiver. Bila ditemukan adanya pemucakan
yang tinggi atau kejadian istimewa lainnya pada titik pengukuran maka orang
yang ada di titik pengukuran harus menghubungi orang yang memantau sumber
dan mencatat informasi apa saja yang berguna yang dapat dilaporkan (Heru dan
Haryono, 2011).
3. Angka yang terlihat pada layar display dicatat setiap 5 detik dan pengukuran
dilakukan selama 10 menit untuk setiap titik lingkungan kerja.
Leg = 10 log 1/N [(n1 x 10L1/10) + (n2 x 10L2/10) + …..+ (nn x 10Ln/10)]
Keterangan :
24
N = Jumlah bagian yang diukur
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bising diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
aktivitas alam seperti bicara dan aktivitas buatan manusia seperti penggunaan
mesin. kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak di kehendaki dan dapat
menganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian.
3. Dampak bising terdiri atas dampak auditory dan dampak non auditory.
3.2 Saran
26
1. Meningkatkan upaya pengendalian kebisingan di tempat kerja sangat perlu
dilakukan dan apabila cara-cara pengendalian idak efektif maka digunakan
penggunaan alat pelindung diri.
27
DAFTAR PUSTAKA
Gartner LP, Hiatt JL. 2007. Color textbook of histology 3rd edition. Philadelphia:
Saunders Elsevier. p. 529-33.
Heru., Haryono. 2011. Hygiene Lingkungan Kerja. Bantul: Media Cendikia Press,
Jogjakarta.
Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology text & atlas 11th edition. New
York: McGraw Hill Lange. p. 471-3
28
Komnas Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian. 2013. Gangguan
Pendengaran. Jakarta: Komite Nasional Penanggulangan Gangguan
Pendengaran dan Ketulian.
29