Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
kehidupan indonesia dalam rangka upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sadar
globalsasi. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Kewarganegaraan sebagaimana yang telah
dirumuskan bahwa PKn menekankan pada pembentukan warga negara agar memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air. Berkaitan dengan hal tersebut Pendidikan Kewarganegaraan
itu sendiri yang telah diugkapkan oleh Kaelan dan Zubaidi (2007) memiliki peran yang
strategis dalam mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan
berkeadaban.

Di Indonesia, rancangan Pendidikan Kewarganegaraan di rumuskan atas dasar


pandangan bahwa PKn secara kurikulum dirancang sebagai subjek pembelajaran yang
memiliki tujuan untuk melahirkan serta mengembangkan potensi warga negara agar menjadi
individu yang memiliki akhlak mulia, cerdas, partisipatif, serta bertanggung jawab. Secara
teoritik, PKn di rumuskan sebagai pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif,
afektif, dan psikomotorik, PKn dirancang sebagai pembelajaran yang menekankan pada isi
yang menitikberatkan nilai-nilai (content embedding values).

Kajian tentang PKn untuk membentuk warga negara yang baik selalu menimbulkan
Kesulitan, karena pertama, PKn seringkali bersentuhan dengan politik, dan dimanfaatkan
seolah sebagai alat untuk mempertahankan kepentingan kekuasaan suatu rezim. Kedua,
Konsep kewarganegaraan berkaitan dengan image baik dari seorang warga negara, hal
tersebut memberikan isyarat bahwasannya perlunya kajian yang mendalam tentang etika
(filsafat moral) kenegaraan. Ketiga, PKn sebenarnya bukan hanya memberikan gambaran dan
mengajarkan hak-hak dan kewajiban warga negara terhadap negaranya (good citizen) tetapi
juga membentuk seorang individu menjadi warga negara yang berpartisipasi aktif (active
citizen).

1
Pendidikan kewarganegaraan yang mengemban amanat nation and character
building sudah semestinya mulai tergugah untuk melihat fenomena tersebut untuk kemudian
berupaya untuk memainkan peranannya sebagai pengemban amanat tersebut. Sebab,
bagaimanapun juga kehidupan masyarakat secara umum menjadi tanggung jawab negara
dalam konteks kewarganegaraan. Hak dan kewajiban sebagai warga negara juga tak bisa
dipisahkan dari kewajiban negara untuk memberikan perlindungan, pengayoman, pendidikan
dan kesejahteraan bagi seluruh warga negaranya. Jika kebudayaan masyarakat sudah
mengarah pada hal yang lebih baik, tingkat partisipasi masyarakat semakin meningkat,
kualitas pendidikan masyarakat semakin baik, maka masyarakat tentu akan semakin cerdas,
semakin berpartisipasi dan lebih meminimalisir tindakan-tindakan yang negatif dalam
masyarakat dan akan terwujud suatu kebudayaan yang bermartabat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakag di atas, dapat dirumuskan permalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Revitalisasi Ilmu PKn untuk membangun masyarakat Indonesia?


2. Bagaimana Kekuatan dan Kelemahan Indonesia dalam menghadapi Era Globalisasi?

C. Tujuan
1. Untuk Mendeskripsikan Bagaimana Revitalisasi Ilmu PKn untuk membangun
masyarakat Indonesia yang nantinya tidak mengalami cultur shock untuk menghadapi
era globalisasi.
2. Untuk Mendeskripsikan secara mendalam Kekuatan dan Kelemahan Indonesia dalam
menghadapi Era Globalisasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Revitalisasi Ilmu PKn Untuk Membangun Masyarakat Indonesia

a. Pendidikan Kewarganegaraan
Secara bahasa, penyebutan civic education dari berbagai pakar seluruh dunia jika
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan
Kewarganegraan. PKn merupakan suatu pembelajaran yang mengarahkan warga negara
mengerti akan hak dan kewajibannya sebaga warga Negara dalam menjalani kehidupan
bernegara. Materi kajian mata pelajaran PKn ditekankan pada nilai-nilai Pancasila dan
Kewarganegaraan. Hal tersebut sejalan dengan. Kerr (1999) yang menyatakan bahwa:
Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of
young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role
of education (through schooling, teaching and learning) in that preparatory process.
Kerr mengemukakan dari pendapat tersebut bahwasannya PKn secara luas mencakup
proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai
warga negara, namun secara khusus, peran pendidikan terkhusus persekolahan, pengajaran
dan pembelajaran dalam proses penyiapan warga negara tersebut. Menelusuri konsep PKn
secara teoritis yang didukung dengan konsep-konsep para ahli, salah satu definisi yang
dikemukakan menurut M. Nu’man Somantri (2001). Pendidikan kewarganegaraan adalah
program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber
pengetahuan lainnya pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan
orang tua, yang secara keseluruhan itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis,
analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Djahiri (2006) Pendidikan Kewarganegaraan adalah wahana titik tolak untuk
membangun dan menjaga keberlangsungan nilai-nilai luhur bangsa yang telah berakar pada
budaya bangsa Indonesia, yang diharapkan dapat mewujudkan dalam bentuk perilaku
kehidupan sehari-hari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa. Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk warga negara yang memiliki sikap atau
perilaku sesuai nilai-nilai luhur dan moral yang telah tertanam berakar dalam kehidupan

3
sehari-hari bangsa Indonesia yang kemudian menjadikan serta menyatu dalam bentuk sila-sila
yang terdapat dalam Pancasila.

b. Revitalisasi Pendidikan Kewaeganegaraan dari Pandangan Epistemologi

Revitalisasi dapat memberikan arti sebagai proses untuk membuat sesuatu tersebut
menjadi penting atau dikatakan lahir dan berharga kembali. Dalam konteks PKn, artinya
menjadi PKn menjadi sesuatu yang penting kembali dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Revitalisasi timbul dari keresehan bagaimana implementasi dari
semua nilai-nilai yang terkandung dalam PKn terdegradasi atau mengalami penurunan secara
kualitas, bahkan masih menghadapi bermacam tantangan seperti adanya kesan bahwa PKn
hanya sebatas teoritk yang di ajarkan di dunia pendidikan yang artinya belum di laksanakan
dengan baik dan maksimal di kehiduan berbangsa dan bermasyarakat.

Revitalisasi tentang PKn tidak bisa di lepaskan dari Epistemologi itu sendiri,
Rachman (2006) Mendefinisikan Epistemologi dapat diartikan sebagai dasar bahawa
pengetahuan tentang pengetahuan, jadi epistemologi itu sendiri merupakan dimensi filsafat
yang mempelajari asal mula, sumber, struktur, metode, dan sahihnya pengetahuan. Sedangkan
menurut Suyahmo (2014) Epistemologi diartikan sebagai teori pengetahuan atau theory of
knowladge.

Menurut Winataputra (2016) epistemologi pendidikan kewarganegaraan adalah


domain pendidikan nilai dan karakter. Jadi revitalisasi epistemologi pendidikan
kewarganegaraan adalah proses, cara, perbuatan yang dilakukan agar pendidikan nilai dan
karakter lebih mendapat perhatian yang serius dalam proses pembelajaran supaya nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila menjadi sesuatu yang penting dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selanjutnya Winataputra (2016) menyatakan pula
bahwa secara historis epistemologi, perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan
(civic/citizenship education) tidak terlepas dari situasi politik atau demokrasi di banyak
negara, education,in, and for democracy. Oleh karena itu pendidikan termasuk didalamnya
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan psikopedagogis, sosio-kultural, dan peningkatan
kualitas peradaban kemanusiaan.

Revitaslisasi PKn penting dilakukan agar Pendidikan Kewarganegaraan berisi akan


nilia-nilai yang secara nyata di implementasikan di kehidupan berbangsa dan bernegara.

4
Berkaitan dengan hal tersebut beberapa pemikiran usaha untuk membangkitka kembali ruh
dari PKn itu sendiri. Maftuh (2008) dalam pembelajaran PKn:

a. Pembelajaran PKn hendaknya bermuatan nilai (value-based), sehinga dapat


mengembangkan sikap, nilai, moral atau kecerdasan emosional peserta didik.
b. Pembelajaran Pkn harus bermakna (meaningful) artinya kemampuan yang dimiliki
oleh peserta didik dapat digunakan secara fungsional sepanjang kehidupannya
c. Pembelajaran PKn berpusat pada keaktifan peserta didik (student centered), misalnya
peserta didik diminta untuk memecahkan masalah atau untuk mengambil keputusan.
d. Pembelajaran PKn bersifat komprehensif integral yaitu memadukan antara konsep-
konsep keilmuan dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
e. Pembelajaran PKn untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam cara
berpikir kritis, analitis, kreatif, reflektif dan evaluatif.
f. Pembelajaran PKn dilakukan dengan cara demokratis dan dalam suasana yang
demokratis, tidak sekedar mengajar apa itu demokrasi;
g. Pembelajaran PKn harus diselenggarakan dalam suasana yang nyaman dan
menyenangkan sehingga peserta didik tidak senang karena tidak membosankan. PKn
juga diajarkan secara efektif dan efisien, artinya dilakukan secara sederhana, tidak
complicated tetapi mampu mencapai target kompetensi atau tujuan yang telah
ditetapkan.
h. Pembelajaran PKn hendaknya dikembangkan pula melalui cooperative learning yaitu
belajar secara bekerja sama selain untuk meningkat kemampuan akademisnya juga
untuk mengembangkan sikapsikap positif seperti menghargai pendapat orang lain,
bekerja sama, dan toleransi.
i. Pembelajaran PKn dengan mengajak peserta didik untuk melakukan aktivitas sosial
(social action) agar memiliki kepekaan sosial atau kepedulian sosial dan mampu
memecahkan masalahmasalah yang ada di masyarakat.

Oleh sebab itu, revitalisasi Pendidikan Kewarganegaraan dilakukan sebagai upaya


penanaman nilai-nilai yang sesuai dengan kepribadian Indonesia, serta upaya
penanaman nilai pancasila, agar menjadi watak yang tertanam di hati dan pikiran
setiap warga negara.

2. Kekuatan dan Kelemahan Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi.

5
a. Nasionalisme Bangsa Indonesia dan Globalisasi

Globalisasi dapat dimaknai sebagai proses integrasi atau sistem yang mengalami
pembauran hingga menjadi sebuah kesatuan yang utuh dan menjadi tantangan bagi bangsa-
bangsa di dunia. Era Globalisasi merupakan suatu perubahan global yang melanda seluruh
dunia. Dampak yang terjadi sangatlah significan terhadap berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat.

Globalisasi yang dewasa ini dipicu oleh kemajuan pusat dalam bidang teknologi yang
diistilahkan dengan “Triple-T Revolution”, yaitu pertama kemajuan teknologi informasi
(information technology revolution), kedua kemajuan teknologi transportasi (transportation
technology revolution), dan ketiga kemajuan metode perdagangan (trade revolution).
Kekuatan teknologi telah mengubah masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia,
kearah keterbukaan. Masyarakat semakin terbuka dan dirasuki oleh nilai-nilai global yang
menawarkan berbagai citra ideal yang ditopang oleh komunikasi yang sangat cepat dan
kemajuan teknologi yang telah menyatukan kehidupan umat manusia dewasa ini.

Globalisasi dalam hal ini memang menjadi fokus yang menghadirkan sebuah
tantangan baru dan besar yang harus diantisipasi. dan, sebagai bagian dari masyarakat
internasional, maka setiap warga Negara Indonesia dituntut untuk bisa beradaptasi dengan
perubahan tersebut tanpa mengalami culture shock dan tetap mempertahankan nilai-nilai ke-
lokalan Indonesia dalam konteks global tersebut. Champy dalam Sumardi (2003)
menyebutkan bahwa lingkungan yang mampu menghadapi tantangan masa depan adalah
pertama lingkungan yang merangsang pemikiran majemuk, dimana lingkungan ini tidak
mungkin lagi hanya ditentukan oleh suatu kelompok yang sadar akan tujuan yang ingin
dicapai dan peka terhadap keinginan konsumen saja, melainkan lebih dari itu yang mampu
menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan konsumen dan ketersediaan suplainya, kedua
lingkungan yang membawa sumberdaya manusia yang mampu menguasai ilmu dan
keterampilan tertentu dan bertanggung jawab serta mampu memenuhi selera pasar, ketiga
lingkungan yang membawa sikap dan perilaku serta semangat untuk mementingkan dan
menghormati prestasi daripada status diri dalam suatu organisasi, dan keempat lingkungan
yang menghormati seseorang yang dapat menuntaskan pekerjaannya dan bukan berdasarkan
kedudukannya dalam sebuah organisasi.

Persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia pada era Globalisasi salah satunya adalah
persoalan Nasionalisme. Muhammad Takdir (2012) mndefinisikan Nasionalisme adalah suatu

6
paham yang menciptakan dan mempertahnkan kedaulatan negara dengan mewujudkan satu
konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Gerakan nasionalisme dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di era globalisasi merupakan masalah yang kian serius
untk di hadapi bersama, karena semnagat nasionalisme generasi millenial mulai mengalami
penurunan.

Konsekuasi dari Globalisasi, bukan hanya memberikan dampak pada persoalan


ekonomi akibat adanya liberalisasi, perdagangan politik tetapi juga pada kehidupan sehari-
hari seperti gaya hidup, ide, nilai dan norma dalam masyarakat. Globalisasi mampu
mereduksi nasionalisme bagi negara Indnesia. Nilai, Norma bahkan kepribadian bangsa yang
didalamnya memuat identitas nasional sedikit demi sedikit mulai tergeser akibat arus
globalisasi. Berkurangnya rasa nasionalisme bangsa Indonesia sebagai dampak negatif dari
globalisasi, bukan hanya dari pandangan nilai, norma dan identitas nasional, yang mulai
tergantikan dengan gaya barat, namun pada kenyataannya juga globalisasi menimbulkan
bergesernya kearifan lokal dalam pembangunan masyarakat Indonesia. Peran PKn memiliki
posisi yang sangat

b. Strategi Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi

Globalisasi yang semakin cepat dan terbuka ini bagaimanapun tetap harus diwaspadai
dan diantisipasi, karena globalisasi tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah
menemukan strategi bagaimana agar bangsa ini mampu menemukan ritme dan alur yang
mantap di dalam aliran globalisasi ini. Kewaspadaan dan antisipasi terhadap globalisasi ini
sangat penting mengingat globalisasi itu sendiri membawa paradok tersendiri, seperti yang
diungkapkan oleh John Naisbitt dalam Sumardi (2003): budaya global dan budaya lokal,
universal dan individu, modern dan tradisional, jangka panjang (long term) dan jangka
pendek (short term), serta persaingan dan kesamaan kesempatan.

Kekuatan bangsa Indonesia dalam konteks sosial-budaya adalah terletak pada


kebhinekaannya. Bhineka Tunggal Ika sebagai motto Negara telah menjadi dasar pandangan
kehidupan berbangsa dan bermasyarakat bahwa Indonesia adalah sebuah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik. Artinya bahwa warna dan ragam suku merupakan khasanah
kehidupan, tetapi jiwa dan semangatnya tetap satu, yaitu berbangsa satu bangsa Indonesia,
berbahasa satu bahasa Indonesia dan bertanah air satu tanah air Indonesia.

7
Dengan semakin maraknya fenomena globalisasi, terutama dengan telah semakin
berkembang teknologi informasi, transportasi dan perdagangan, maka beberapa strategi yang
dapat dilakukan adalah:

1. Memperkuat sistem pertahanan dan keamanan nasional yang dapat


memberikan jaminan kemanan terhadap identitas dan integritas nasional serta
eksistensi bangsa Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Pengaturan Tata Ruang Wilayah Nasional yang serasi dan harmonis demi
sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap memperhatikan
kepentingan pertahanan dan keamanan nasional
3. Optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan berkelanjutan demi sebesar-
besarnya pembangunan nasional yang adil dan merata serta kemakmuran
rakyat Indonesia
4. Peningkatan pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan yang berbasis
kompetensi serta penciptaan lapangan pekerjaan yang menganut prinsip
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
5. Memantapkan identitas nasional : Bhineka Tunggal Ika serta memaksimalkan
dalam setiap kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat sera
Memantapkan kesadaran bela negara.

BAB III

8
KESIMPULAN

Negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan karena setiap generasi


adalah orang baru yang harus mendapat pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan agar
mampu mengembangkan warga negara yang memiliki watak atau karakter yang baik dan
cerdas (smart and good citizen) untuk hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sesuai dengan kepribadian bangsa.

Globalisasi sebagai sebuah proses yang kompleks, yang tidak hanya mengubah
kehidupan sehari-hari tetapi juga menimbulkan kekuatan-kekuatan internasional baru.
Bahkan globalisasi telah mentrasnsformasikan ruang, waktu serta lembaga-lembaga baik
sosial, budaya maupun ekonomi. Pada Kenyataannya Indonesia pada saat ini telah memasuki
era Globalisasi yang mengarah pada tergesernya nilai-nilai lokal dan digantikan oleh nilai-
nilai global, maka Pendidikan Kewarganegaraan hadir untuk memberikan solusi dalam
rangka membentengi para generasi penerus bangsa akan nilai-nilai luhur ke-Indonesiaan
untuk mengantisipasi semua permasalahan bangsa dan negara Indonesia itu sendiri, agar
memfilterisasi masuknya nilai-nilai global yang cenderung deskruktid dan melunturkan nilai-
nilai lokal, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perlunya di revitalisasi dalam Pendidikan
Kewarganegaraan untuk membangun wawasan global dalam konteks Indonesia yang tidak
meningglakna unsur Pancasila didalamnya mengandung nilai ketuhanan, kemanuasiaan,
persatuan, kerakyatan, keadilan sosial, kompetisi, menghormati orang lain serta kemerdekaan
dan perdamaian. Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan
karakter memiliki peran yang sangat vital dalam upaya pembinaan mental ideologi,
meningkatkan semangat nasionalisme agar menjadi warga negara yang berwatak cinta tanah
air, dan memiliki perilaku yang mencerminkan nilai-nilai pancasila. Watak kewarganegaraan
yang Pancasilais akan membentengi dari perilaku anarkhisme, radikalisme, dan terorisme
sehingga dampak-dampak globalisasi dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA

9
Depdiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Fazlur Rahman. (2006) Kajian Terhadap Metode Epistemologi dan Sistem Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Ilahi, Muhammad Takdir. 2012. Nasionalisme dalam bingkai pluralis bangsa: paradigma
pembangunan dan kemandirian bangsa. Yogyakarta: Arrus Media
Kaelan & A.Zubaidi. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma
Kerr, D. (1999). Citizenship education: an international comparison. London: National
Foundation for Educational Research-NFER.
Kosasih Djahiri (2006), Dasim Budimansyah dan Syaifullah (ed) Esensi Pendidikan Nilai-
Moral dan PKN di Era Globalisasi - 70 tahun Prof. Kosasih Djahiri- “, Bandung: Lab
PKn UPI.
Maftuh, B. (2004), Pembelajaran PKN melalui Peta Konsep, dalam Jurnal Civicus, Jurusan
PKN FPIPS UPI.
Muhammad Numan Soemantri. 2001. Metode Mengajar Civics. Jakarta: Erlangga
Sumardjoko, Bambang. (2013). Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Pembelajaran
PKn Berbasis Kearifan Lokal Untuk Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa. Jurnal
Varia Pendidikan.
Sumardi, 2003, Pendidikan Kewarganegaraan, Universitas Pakuan, Bogor.
Suyahmo. (2014). Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama.
Winataputra. (2016) Posisi Akademik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Dan
Muatan/Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan (PPKn) Dalam
Konteks Sistem Pendidikan Nasional Jurnal Artefak, Volume 1, Nomor 1.

10

Anda mungkin juga menyukai