Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

ABSES PARAANAL DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)

DI RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS

Di susun oleh :

Putri Anugrah Wardani

P1337420116062

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2019
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Abses paraanal adalah infeksi pada ruang pararektal. Abses ini kebanyakan

akan mengakibatkan fistula (Smeltzer dan Bare, 2001, hal 1137).


Abses paraanal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal,

dengan pembentukan abses rongga diskrit. Tingkat keparahan dan kedalaman dari

abses cukup variabel, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan

saluran fistulous.
2. Etiologi
Umumnya bakteri seperti stafilokokus dan Escherichia coli adalah penyebab paling

umum. Infeksi jamur kadang - kadang menyebabkan abses (Emedicinehealth, 2011,

hal 1). Masuknya bakteri ke daerah sekitar anus dan rektum (Eddy Gunawan, 2010,

hal 1)
3. Patofisiologi
Abses paraanal terbentuk akibat berkumpulnya nanah di jaringan bawah kulit daerah

sekitar anus. Nanah terbentuk akibat infeksi kuman/bakteri karena kelenjar di daerah

tersebut tersumbat. Bakteri yang biasanya menjadi penyebab adalah Escherichia coli

dan spesies Enterococcus. Kuman atau bakteri yang berkembang biak di kelenjar

yang tersumbat lama kelamaan akan memakan jaringan sehat di sekitarnya sehingga

membentuk nanah. Nanah yang terbentuk makin lama makin banyak sehingga akan

terasa bengkak dan nyeri, inilah yang disebut abses perianal.Pada beberapa orang

dengan penurunan daya tubuh misalnya penderita diabetes militus, HIV/AIDS, dan

penggunaan steroid (obat anti radang) dalam jangka waktu lama, ataupun dalam

kemoterapi akibat kanker biasanya abses akan lebih mudah terjadi (Selatan, 2008,

hal 1)
4. Pathways
5. Manifestasi kliniks
Abses dapat terjadi pada berbagai ruang di dalam dan sekitar rektum. Seringkali

mengandung sejumlah pus berbau menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak

superficial, maka akan tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Nyeri
memburuk dengan mengedan, batuk atau bersin, terutama pada abses intersfingter.

Dengan perjalanan abses, nyeri dapat mengganggu aktivitas seperti berjalan atau

duduk. Abses yang terletak lebih dalam memgakibatkan gejala toksik dan bahkan

nyeri abdomen bawah, serta deman. Sebagian besar abses rectal akan mengakibatkan

fistula (Smeltzer dan Bare, 2001, hal 468). Abses dibawah kulit bisa membengkak,

merah, lembut dan sangat nyeri. Abses yang terletak lebih tinggi di rektum, bisa saja

tidak menyebabkan gejala, namun bisa menyebabkan demam dan nyeri di perut

bagian bawah (Healthy of The Human, 2010, hal 1).


a. Sembelit yang mungkin terjadi
b. Dhischarge nanah dari rectum( Ekstensi / substensi yang dikeluarkan dari

rectum)
c. Demam
d. Benjolan atau bintil , bengkak merah, tender ditepi anus
e. Nyeri berkaitan dengan buang air besar
f. Menyakitkan karena pengerasan jaringan
g. Bengkak merah , lembut dan sangat nyeri.
6. Komplikasi

Jika tidak diobati, fistula anus hampir pasti akan membentuk, menghubungkan

rektum untuk kulit. Hal ini memerlukan operasi lebih intensif. Selanjutnya, setiap

abses diobati dapat (dan kemungkinan besar akan) terus berkembang, akhirnya

menjadi infeksi sistemik yang serius. Hal yang paling ditakutkan pada abses perianal

adalah terjadinya fistel perianal. Fistel perianal adalah saluran abnormal antara

lubang anus/rektum dengan lubang bekas abses yang bermuara pada kulit. sekitar

anus. Muara pada kulit sekitar anus tampak sebagai luka bekas bisul yang tidak

pernah menutup/sembuh dan tidak sakit (Selatan, 2008, hal 2)

7. Penatalaksanaan
Terapi Paliatif terdiri dari rendam duduk dan analgesic. Namun tindakan bedah

segera untuk menginsisi dan mendrainase abses adalah tindakan pilihan. Apabila

terdapat infeksi lebih dalam dengan kemungkinan fistula, saluran fistula harus
diangkat ketika abses diinsisi dan didrain. Atau prosedur kedua dilakukan . luka

dapat diberi tampon dengan kasa dan dibiarkan sembuhdengan granulasi (Brunner &

Sudart, 2007).
Antibiotik memiliki nilai terbatas kecuali pada penderita yang mengalami demam,

kencing manis atau infeksi di bagian tubuh lainnya. Biasanya, pengobatan terdiri

dari suntikan dengan bius lokal, membuka abses dan mengeluarkan nanahnya.

Kadang - kadang, penderita dirawat dan mendapatkan pembiusan total sebelum

dokter membuka dan mengeringkan abses. Setelah semua nanah dibuang, bisa

terbentuk terowongan abnormal yang menuju ke kulit (fistula anorektal) (Gunawan,

2010, hal 1).


8. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi
Hal ini tidak dilakukan rutin untuk evaluasi fistula. Mereka dapat membantu saat

luka pertama sulit untuk diidentifikasi atau dalam kasus kambuhan atau untuk

mengidentifikasi jalur sekunder pada fistula multiple dsbnya.

b. CT scan
CT scan lebih membantu dalam pengaturan terhadap penyakit infeksi perirectal

dibanding dalam pengaturan terhadap fistula yang kecil karena lebih baik dengan

mengeringkan cairan kantong daripada sebuah fistula kecil dalam mencari

salurannya.
c. Pembedahan dilakukan untuk mengeringkan abses
d. Mandi sitz hangat (duduk dalam bak air hangat) dapat membantu meringankan

rasa sakit dan bengkak (Coman ML, 2009).


B. Asuhan Keperawatan
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan,

Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk

penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah penyebab

dan pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit, kebiasaan

saat sakit kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan

fasilitas kesehatan. Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan merokok, minum

alkohol, minum kopi atau minum obat-obatan.


3. Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau

penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat.

Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau

riwayat penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak


4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat

adanya bisul pada daerah anus.


b. Tanda -Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan pernafasan meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut

serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut,

menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.


2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan

gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan

serumen. Pada penderita yang bed rest dengan posisi miring maka,

kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.


6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran
vena jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan,
vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung
tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
immobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomenhy personor jika

dispensi abdomen atau tegang.


f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan fistula ani yang

baru di operasi terpasang kateter untuk buang air kecil.


g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bedrest dalam waktu
lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk
i. Pemeriksaan Kulit
1) Inspeksi kulit

Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa,

kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna,

suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi

vaskularitas.Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :

a) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi

pigmen. Lesi yang dibagi dua yaitu :


i. Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu

komponen kulit
ii. Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.

Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna,

bentuk, lokasi dan kofigurasinya.


2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari

daerah edema.
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu

lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang

inadekuat.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada

drainase atau infeksi.


5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau

elastisitas, turgor kulit.

5. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri pada daerah perianal berhubungan dengan adanya luka pada perianal.
2) Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan pembedahan
b. Intra operasi

1) Risiko perdarahan berhubungan dengan cedera vaskuler akibat insisi

bedah.

c. Post operasi:
1) Nyeri akut area operasi berhubungan dengan adanya eksisi luka operasi.
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan risiko prosedur invasive, luka yang

mungkin terkontaminasi
3) Resiko jatuh berhubungan dengan pengaruh obat anestasi
6. Intervensi
a. Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan adanya luka pada perianal
Tujuan: Nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil:
Klien menunjukkan toleransi terhadap nyeri, klien mengungkapkan nyeri

berkurang.
Intervensi:
Kaji frekuensi dan intensitas nyeri dengan skala 1 –10.
Rasional: perubahan karakteristik nyeri mengidikasikan adanya

perkembangan kearah komplikasi.


Perhatikan tanda - tanda nonverbal seperti; takut bergerak, kegelisahan.
Rasional: bahasa tubuh/perilaku nonverbal dapat digunakan
sebagai data yang menunjukkan adanya rasa nyeri/tak nyaman.
Kaji faktor - faktor yang mengganggu atau meningkatkan nyeri.
Rasional: keadaan stress dapat meningkatkan rasa nyeri.
Berikan posisi yang nyaman (telungkup, miring), aktivitas pengalihan

perhatian
Rasional: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan
koping.
Bersihkan area rectal dengan sabun yang lembut dan air sesudah BAB dan

rawat kulit dengan salf, petroleum jelly.


Rasional: menjaga kulit sekitar rektal dari asam isi perut, menjaga exoriasi.
Berikan rendaman duduk.
Rasional: menjaga kebersihan dan memberikan rasa nyaman.
Observasi area perianal fistel.
Rasional: fistula mungkin berkembang dari erosi dan kelemahan dari

dinding intestinal.
Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgetik.
Rasional: Analgetik membantu mengurangi nyeri.
2) Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan pembedahan
Tujuan: kecemasan berkurang
Kriteria hasil: ekspresi wajah klien tenang, mengungkapkan kesadarannya
akan perasaan cemasnya.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya.
Rasional: hubungan saling percaya merupakan dasar dari komunikasi

therapeutik.
Perhatikan perubahan perilaku klien, kegelisahan, tak ada kontak

mata,tampak kurang tidur.


Rasional: indikator peningkatan stress/kecemasan.
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya, berikan feedback.
Rasional: membina hubungan therapeutik.
Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
Rasional: dengan menunjukkan sikap empati, diharapkan akan membantu

mengurangi kecemasan klien.


Berikan informasi yang akurat.
Rasional: dengan memberikan informasi yang akurat akan membantu

menurunkan tingkat kecemasan.


Ciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman.
Rasional: membantu meningkatkan relaxasi, mengurangi kecemasan.
Kolaborasi untuk pemberian sedativa, seperti barbiturat, anti anxietas

seperti, diazepam.
Rasional: sedativa/anti anxietas membantu mengurangi kecemasan dan

membantu istirahat.
b. Intra operasi
1) Risiko perdarahan berhubungan dengan cedera vaskuler akibat insisi

bedah.

Tujuan : klien tidak mengalami perdarahan,


Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal TD 120/80 mmHg
Tidak terjadi perdarahan yang berlebih pada saat operasi berlangsung

perdarahan > 500 cc


Intervensi :

Monitor tanda-tanda perdarahan

Monitor TTV

Beri cairan sesuai kebutuhan

Monitor input dan output

Kolaborasi pemberian obat anti perdarahan

Dep perdarahan dengan kassa

Hentikan perdarahan dengan cutter


c. Post Operasi
1) Nyeri pada area operasi berhubungan dengan adanya eksisi luka operasi
Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil: ekspresi wajah klien rileks, cukup istirahat, mengungkapkan

nyeri berkurang /dapat ditahan.


Intervensi:
Kaji lokasi, intensitas nyeri dengan skala 0 – 10, faktor yang

mempengaruhi. Perhatikan tanda - tanda nonverbal.


Rasional: membantu menentukan intervensi selanjutnya.
Monitor tanda - tanda vital
Rasional: perubahan tanda - tanda vital, peningkatan tekanan darah, nadi

dan pernafasan bisa diakibatkan karena nyeri.


Kaji area luka operasi, adanya edema, hematoma atau inflamasi.
Rasional: pembengkakan, inflamasi dapat menyebabkan meningkatnya

nyeri.
Berikan posisi yang nyaman dan lingkungan yang tenang, ajarkan tehnik

relaksasi, pengalihan perhatian.


Rasional: membantu mengurangi dan mengontrol rasa nyeri.
Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgesik.
Rasional: analgesik membantu mengurangi nyeri.
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasive, luka yang

mungkin terkontaminasi.
Tujuan: tidak terjadi infeksi, luka sembuh tanpa komplikasi.
Intervensi:
Kaji area luka operasi, observasi luka, karakteristik drainage, adanya

inflamasi.
Rasional: penambahan infeksi dapat mengambat proses penyembuhan.
Monitor tanda - tanda vital, temperatur, respirasi, nadi.
Rasional: peningkatan temperatur, pernapasan, nadi merupakan indikasi

adanya proses infeksi.


Rawat area luka dengan prinsip aseptik. Jaga balutan kering
Rasional: menjaga pasien dari infeksi silang selama penggantian balutan.
Kolaborasi untuk pemeriksaan cultur dari sekret/drainage, kedua dari

tengahdan pinggir luka.Rasional: dengan mengetahui adanya organisme

akan menentukan pemberian antibiotik.


Berikan antibiotik sesuai pesan medik.
Rasional: antibiotik mencegah dan melawan infeksi.
Bila perlu lakukan irigasi luka.
Rasional: irigasi luka dengan antiseptik baik untuk melawan infeksi
3) Resiko jatuh berhubungan dengan kondisi post operasi
Tujuan : resiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasil klien terbebas dari

cedera jatuh, klien tidak takun bergerak.


Intervensi :

Sediakan lingkungan yang aman untuk klien

Pasang side rail tempat tidur

Pasang simbol risiko jatuh (warna kuning) pada bed klien

Pastikan bed klien telah terkunci

Bantu mobilisasi klien untuk pindah tempat

Posisikan klien sesuai dengan jenis anastesi yang diberikan


Monitor TTV
Daftar Pustaka

Coman ML. Colon and Rectal surgery ed. Philadelpia, pa. Lippin cott Raven :

2009;224.71http:// en. Wikipedia. Org/wiki/Anorectal abses

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :

Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta,

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nelson, RL , Abearian, H, Davids FG, Persky V. Prevalance of Benign Anorectal at a

ramdamly Selected Population. Discolon Rectum.1994:88;341

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses - proses penyakit.

(ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC


Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC http://healthyenthusiast.com/perianal

-fistel.html http://www.medistra.com/index.php)

Anda mungkin juga menyukai