Anda di halaman 1dari 51

i

LAPORAN KEGIATAN PLANT SURVEY


PTPN VII BEKRI “BAHAYA POTENSIAL ERGONOMI
PROSES PENGOLAHAN KELAPA SAWIT”

Oleh:
Kelompok: 6
Alfia Nikmah (1518011045)
Sukma Nugroho (1518011141)
Nisrina Aulia (1518011005)
Efry Theresia (1518011182)
Edmundo Caesario (1518011100)
F Dea Chika (1518011155)
Nadia Afifah (1518011078)
Shafa Inayatullah (1518011123)
Ghalib Abdul N (1518011097)
Sonia Anggraini (1518011020)

Pembimbing:
dr. Oktafany, S.Ked., M.Pd.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
i

Judul Kegiatan : LAPORAN KEGIATAN PLANT SURVEY


PTPN VII BEKRI “BAHAYA POTENSIAL
ERGONOMI PROSES PENGOLAHAN
KELAPA SAWIT”

Penyusun : Kelompok 6

Alfia Nikmah (1518011045)


Sukma Nugroho (1518011141)
Nisrina Aulia (1518011005)
Efry Theresia (1518011182)
Edmundo Caesario (1518011100)
F Dea Chika (1518011155)
Nadia Afifah (1518011078)
Shafa Inayatullah (1518011123)
Ghalib Abdul N (1518011097)
Sonia Anggraini (1518011020)

Bandar Lampung, 05 November 2018

Menyetujui
Dosen Pembimbing

dr. Oktafany, S.Ked., M.Pd.Ked


NIP 197610162005011003
i

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Laporan

Kegiatan Plant Survey PTPN VII Bekri dengan judul Bahaya Potensial Ergonomi

Proses Pengolahan Kelapa Sawit . Selanjutnya, Laporan ini disusun dalam rangka

memenuhi tugas lapangan Blok Agromedicine 2018. Kepada dr. Oktafany,

S.Ked., M.Pd.Ked. sebagai dosen pembimbing kami ucapkan terima kasih atas

segala pengarahannya sehingga laporan ini dapat kami susun dengan baik. Tak

lupa kami ucapkan terimakasih kepada dokter-dokter penanggung jawab Blok

Agromedicine 2018, yang telah mengamanahkan tugas Plant Survey ini kepada

kami.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi

isi, bahasa, media, pembahasan dan sebagainya. Oleh karena itu, kami mohon

maaf atas segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya

pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu, kritik dan saran dari

pembaca sangat kami harapkan, guna untuk kesempurnaan laporan selanjutnya

dan perbaikan untuk kita semua.


ii

Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa

ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Wassalammualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 05 November

2018

Tim Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL.............................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................


1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Tujuan ..................................................................................................... 3
1.3. Manfaat ................................................................................................... 4

BAB II HASIL KEGIATAN ................................................................................................


2.1. Profil Perusahaan .................................................................................... 5
2.2. Hasil Observasi ..................................................................................... 10

BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................................


3.1 Perbandingan Hasil Observasi dengan Teori ........................................ 21
3.2 Rekomendasi ........................................................................................ 27

BAB IV PENUTUP .............................................................................................................


3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 29
3.2 Saran ..................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 31

LAMPIRAN...................................................................................................................... 33
iv

DAFTAR TABEL

Tabel ........................................................................................... Halaman


1. Struktur Organisasi PTPN VII Unit Bekri ........................................ 9
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar .......................................................................................... Halaman


1. Alur Produksi Pengolahan Kelapa Sawit ........................................ 11
2. Posisi Pekerja saat Proses Perebusan .............................................. 13
3. Posisi Pekerja Pengait Gerbong ....................................................... 14
4. Posisi Pekerja Operator Mesin Crane ............................................. 15
5. Posisi Pekerja Menarik Tali untuk Menggeser Gerbong .............. 15
6. Posisi Pekerja Mengankat Bonggol ke Truk Pengangkut ............. 16
7. Perbandingan Posisi Duduk .............................................................. 23
8. Perbandingan Posisi Duduk Operator Msin Hosting Crane ........ 24
9. Perbandingan Posisi Pengait Gerbong dan Penarik Tali............... 24
10. Perbandingan Posisi Mengangkat Beban ........................................ 25
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (IPTEK) juga menjadi semakin pesat dan kompleks. Negara-

negara maju dan berkembang juga sudah mulai meningkatkan kualitas dari

sumber daya manusianya guna menghadapi persaingan kerja dalam dunia

global. Menurut data International Labour Organization (2015) jumlah

angkatan kerja di Indonesia diperkirakan berjumlah sebesar 125,3 juta pada

Februari 2014, atau naik 5,2 juta dibandingkan Agustus 2013. Sedangkan

untuk tingkat partisipasi angkatan kerja diperkirakan sebesar 69,2 persen

dan jumlah orang yang bekerja pada Februari 2014 mencapai 118,2 juta.

Dalam rangka menjadikan tenaga kerja menjadi sumber daya manusia yang

sehat dan produktif, kesehatan kerja dapat diartikan sebagai ilmu kesehatan

dan penerapannya yang bertujuan untuk mewujudkan tenaga kerja yang

sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan mantap antara

kapasitas kerja, beban kerja serta keadaan lingkungan kerja.Dalam upaya

untuk penerapannya, kesehatan kerja mencangkup upaya kesehatan

promotif dan preventif. Sebagai salah satu dari dua pilar keselamatan dan
2

kesehatan kerja (K3), maka kesehatan kerja merupakan satu dari dua

tumpuan utama kemajuan keberhasilan K3. Oleh karena komunitas yang

menjadi sasaran kesehatan kerja adalah masyarakat tenaga kerja, maka

kesehatan kerja mempuyai peran yang cukup berarti dalam upaya kesehatan

pekerja (Suma’mur, 2009).

Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) (2013), 1

pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160

pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO

mencatat angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja

(PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun.

Kecelakaan dapat ditimbulkan oleh adanya sumber-sumber bahaya potensial

yang terdapat di tempat kerja dapat berupa faktor manusia atau dikenal

dengan istilah tindakan tidak aman (unsafe actions) dari tenaga kerja

maupun faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (unsafe

condition). Unsafe acts atau tindakan tidak aman adalah tindakan manusia

atau tenaga kerja yang membahayakan dan dapat mengakibatkan terjadinya

kecelakaan. Sedangkan unsafe condition adalah kondisi tidak aman dari

mesin, peralatan, bahan, lingkungan dan tempat kerja, proses kerja, sifat

pekerjaan dan sistem kerja (Wulandari, 2015).

Berdasarkan pengamatan lapangan, terdapat potensi bahaya ergonomi yang

mencakup dari posisi kerja yang salah seperti bekerja dalam keadaan mem

bungkuk di area kerja proses pengolahan kelapa sawit. Ergonomi adalah

penerapan prinsip-prinsip tentang kinerja manusia yang berhubungan


3

dengan desain sistem kerja yang aman dan efisien, peralatan, dan

lingkungan kerja. postur leher dan punggung yang terlalu membungkuk atau

menekuk dapat meningkatkan risiko terjadinya muskuloskeletal disorders

(MSDSs) atau gangguan sendi pada otot-otot leher dan punggung terutama

low back pain( Safitri, et.al., 2014).

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan langkah untuk

mengidentifikasi bahaya potensial yang terdapat pada sektor formal

terutama pada proses pengolahan kelapa sawit PTPN 7 Bekri sehingga dapat

dilakukan tindak pencegahan yang cepat dan dapat menurunkan angka

kecelakaan akibat kerja maupun penyakit akibat kerja.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi berbagai bahaya potensial yang terjadi pada

pekerja di pabrik PTPN VII.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi potensi bahaya kerja terutama bahaya

potensial ergonomi yang ada di sektor proses pengolahan kelapa

sawit PTPN 7 Bekri.

2. Mengetahui upaya perlindungan atau pencegahan yang telah

dilakukan oleh perusahaan untuk menanggulangi bahaya

potensial kimiawi di pabrik pengolahan kelapa sawit di PTPN

VII.
4

1.3. Manfaat

Plant surveyini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1.3.1 Manfaat teoritis

Pada bidang okupasi dapat membantu mengurangi risiko penyakit

akibat kerja dan kecelakaan kerja pada sektor industri.

1.3.2 Manfaat praktis

1. Bagi peneliti/penulis, untuk menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan mengenai bahaya potensial yang ada terutama

bahaya potensial ergonomi serta dapat menerapkan ilmu yang

didapat selama perkuliahan.

2. Bagi para pekerja, diharapkan untuk dapat melakukan tindak

pencegahan agar dapat menurunkan angka kejadian penyakit

akibat kerja serta kecelakaan kerja.

3. Bagi Pemerintah, diharapkan untuk dapat melakukan tindak

pencegahan berupa sosialisasi mengenai kecelakaan kerja serta

penyakit akibat kerja terutama pada sektor industri

4. Bagi Perusahaan PTPN 7 Bekri diharapkan dapat melakukan

tindak pencegahan berupa sosialisasi mengenai kecelakaan

kerja serta penyakit akibat kerja pada pekerjanya.


5

BAB II
HASIL KEGIATAN

2.1. Profil Perusahaan

2.1.1. Sejarah

PTPN VII (Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara VII)merupakan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikenal dengan nama

Landbow Maatschappy Bekri Gevestigde ke Gravenhage yang dibuka

oleh Bangsa Belanda pada tahun 1916. Pada peringatan hari Super

Semar, 11 Maret 1996 yang selanjutnya diberi nama INTERNATIO I.

Pada tahun 1923 Perkebunan ini mendirikan pabrik dengan sistem

Hand Press.

Pada tahun 1942-1945, Perusahaan ini dimiliki oleh Bangsa Jepang.

Adapun peralihan Perusahaan dari Bangsa Belanda ke Bangsa Jepang

adalah akibat kalah perang Bangsa Belanda terhadap Bangsa Jepang.

Pada tahun 1945-1948 Perusahaan ini diambil oleh Bangsa Indonesia

setelah Bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan RI tepat

pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pada tahun 1948-1958 Bangsa Belanda kembali ke Indonesia dan

langsung mengambil alih Perusahaan dari Bangsa Indonesia, saat itu


6

Perusahaan diberi nama INTERNATIO II. Pada tahun 1958-1961

Perusahaan di Nasionalisasikan oleh Bangsa Belanda ke Bangsa

Indonesia dan selanjutnya Perusahaan menjadi PPN KARET IX,

selanjutnya Kantor Direksi berkedudukan di Tanjung Karang,

Lampung.

Tahun 1961-1964 PPN KARET IX direkstruksikan kembali menjadi

PPN SUMATERA II yang Kantor Direksinya juga di Tanjung

Karang, Lampung. Pada tahun 1964-1968 Perusahaan ini diadakan

penggolongan menurut jenis tanaman yang dikelola/ dibudidayakan

dengan sebutan PPN ANEKA TANAMAN III (ANTAN III)

sedangkan Kantor Direksinya berlokasi di Medan, Sumatera Utara.

Tahun 1968-1980 Perusahaan ini diadakan kembali penggabungan

berdasarkan wilayah, dan perkebunan ini diganti nama menjadi PNP

X yang Kantor Direksinya bertempat di Tanjung Karang, Lampung.

Lalu, pada tanggal 1 Juni 1980 PNP X mendapat perubahan menjadi

PT. Perkebunan X (Persero) dan Kantor Direksinya berkedudukan di

Jalan Teuku Umar Tromol Pos No. 74, Tanjung Karang, Bandar

Lampung.

Pada tahun 1994, tepatnya tanggal 29 Juni 1994 diadakan

Restrukturisasi BUMN, maka PTP X dan PTP XXXI Gula dijadikan

satu PT. Perkebunan. Tepatnya pada peringatan Hari Super Semar

tanggal 11 Maret 1996 maka PT. Perkebunan X-XXXI dan XXIII

digabung menjadi PTPN VII (Persero), yang dimana Kantor


7

Direksinya berkedudukan di jalan Teuku Umar Tromol Pos No. 74,

Tanjung Karang, Bandar Lampung.

Pendirian PTPN VII berdasarkan Akte Notaris: HARUN KAMIL SH.

No. 40, tanggal 11 Maret 1996 dan sesuai dengan Surat Edaran

Nomor: 7.8/SE/01/2010 tentang Penulisan dan Pemakaian Nama

Perusahaan, dilakukan penerbitan penggunaan nama perusahaan

menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara

VII/ PTPN VII.

2.1.2. Visi dan Misi

A. Visi

PTPN VII memiliki visi yaitu perusahaan PTPN VII menjadi

perusahaan agribisnis berbasis karet, kelapa sawit, teh dan tebu

yang tangguh serta berkarakter global.

B. Misi

Terdapat enam misi, yaitu:

1. Menjalankan usaha perkebunan karet, kelapa sawit, teh dan

tebu dengan menggunakan teknologi budi daya dan proses

pengolahan yang berkelanjutan, lestari dan ramah

lingkungan.

2. Menghasilkan produksi bahan baku dan bahan jadi untuk

industry yang bermutu tinggi untuk pasar domestik dan pasar

ekspor.
8

3. Mewujudkan daya saing produk yang dihasilkan melalui tata

kelola usaha yang efektif guna menumbuh kembangkan

perusahaan.

4. Mengembangkan usaha industri yang terintegrasi dengan

bisnis inti (karet, kelapa sawit, teh dan tebu) dengan

menggunakan teknologi terbaru.

5. Melakukan pengembangan bisnis berdasarkan potensi sumber

daya yang dimiliki perusahaan.

6. Memelihara keseimbangan kepentingan stake holders untuk

menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif.

2.1.3. Wilayah Kerja dan Komoditas

Wilayah kerja PTPN VII tersebar di tiga provinsi yaitu Lampung

sebanyak 9 unit, 2 distrik. Sumatera Selatan 14 unit, 2 distrik, serta

Bengkulu 3 unit, 1 distrik. PTPN VII Provinsi Lampung membawahi

9 unit pabrik atau kebun, diantaranya ialah Unit Kedaton (KEDA),

Unit Kebun Karet Bergen (BEGE), Unit Rejosari (RESA), Unit

Kebun Karet Way Lima (WALI). Unit Pabrik Karet Pematang Kiwah

(PEWA), Unit Bekri (BEKI), Unit Kebun Kelapa Sawit Padang Ratu

(PATU), Unit Tulung Bayu (TUBU). Untuk Unit Bekri (BEKI)

sendiri terletak di Sinar Banten, Bekri, Lampung Tengah, Lampung.

Komoditas Budi Daya yang dikembangkan di Unit Bekri adalah

kelapa sawit, dengan produk yang dihasilkan berupa minyak sawit


9

(CPO/ Crude Palm Oil), inti sawit, minyak inti sawit (PKO/ Palm

Kernel Oil), bungkil inti sawit dan tebu.

2.1.4. Struktur Organisasi

Tabel 1. Struktur Organisasi PTPN VII Unit Bekri


No. Jabatan Nama

1. Manajer Dicky Tjahyono

2. Asisten Kepala Tanaman Suratno

3. Asisten Kepala T&P Hadi Supriyatno

4. Asisten Kepala AKU Herlan Saputra

5. Asisten Tanaman Afd. II Sofyan

6. Asisten Tanaman Afd. III Dani Gardara

7. Asisten Tanaman Tebu Fajri Muttaqien

8. Asisten Teknik Dedi Dian Tambunan

9. Asisten Pengolahan PPKS I Rahmat Basuki

10. Asisten Pengolahan PPKS II Adi Purnomo

11. Asisten Pengolahan PPIS Jurahman

12. Asisten SDM & Umum Ig Sandiarta

13. Asisten Kesehatan Paidi Wahyono

14. Asisten Afd. RAPI Silvana Yoga

Sumber: Profil PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri.


Lampung Tengah.

2.1.5. Sekretariat

Bagian sekretariat merupakan salah satu bagian dikantor direksi

memiliki peran sebagai corporate secretary/sekteratis perusahaaan

dimana seluruh informasi baik internal/eksternal berpusat kebagian

tersebut. Peran sekretaris perusahaan antara lain :

1. Pelayan organisasi
10

2. Pelayan kepada media massa

3. Pelayan kepada publik /umum

2.2 Hasil Observasi

2.2.1 Proses Produksi

Pada PTPN VII Unit Bekri sektor Proses Pengolahan Kelapa Sawit

(PPKS) sistem yang digunakan dalam pengolahan masih dengan

sistem konvensional, yang dimana tenaga manusia sebagai

operatornya, sebagian mesin-mesin masih memerlukan tenaga

manusia untuk membantu mengontrol dan menggerakannya.

Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) tersedia bagi pekerja namun

kesadaran akan pentingnya untuk menggunakan APD rendah sehingga

hanya sebagian kecil saja yang memakai, yang sering digunakan pada

pekerja di lokasi hanya earplug dan sarung tangan saja. Untuk

penggunaan helmet serta sepatu boots tergolong jarang.

Musim puncak pengolahan kelapa sawit ada pada bulan September

hingga Desember sehingga pekerja seringkali bekerja 24 jam dengan

sistem shift dalam waktu 12 jam kerja untuk 35 orang, total pekerja

yang ada pada sektor PPKS ialah 70 orang.


11

Proses yang dilakukan pada sektor PPKS, sebagai berikut pada

Gambar 1:

Bahan baku datang,

loading gram

Perebusan di tabung sterillizer

Hosting crane, penuangan

Boiling/ Press

Pemurnian

Pengolahan biji sawit

Gambar 1. Alur Produksi Pengolahan Kelapa Sawit


12

Tahap loading gram adalah proses pemasukan bahan baku dari truk

pengangkut kedalam wadah yang akan menuju proses selanjutnya.

Proses ini dapat memasukkan 30 ton pbs/ jam yang dilakukan oleh 7

pekerja. Proses selanjutnya adalah perebusan di bejana sterilizer

dengan besar tekanan 3 bar dalam suhu 130o-140o C yang direbus

selama 95-105 menit. Dalam proses ini dilakukan pengontrolan mesin

pemanas oleh 1 pekerja setiap shift kerja dengan posisi duduk dalam

waktu cukup lama dan tidak tegak. Proses ketiga adalah adalah

hosting crane dimana terdapat 4 orang pekerja yang melakukan

pengaitan rantai penarik pada gerbong yang sudah berisi 2,5 ton

kelapa sawit ke bagian mesin. Pekerja pada bagian ini cukup berat

karena melakukan banyak gerakan yang bersifat repetitif dan

jangkauan kaitan yang tidak kurang terjangkau. Setelah isi dalam

gerbong dituangkan, gerbong diturunkan kembali ke lintasan dan

seorang pekerja bertugas menarik tali sebagai kontrol agar gerbong

yang kosong berganti dengan gerbong berisi.

Bahan baku steril yang telah dituangkan kedalam bejana besar

memasuki proses boiling/press yang dilakukan oleh tiga orang,

pekerjaan ini merupakan salah satu bagian pekerjaan yang bahaya

sebab terdapat boiler/ pemanasan dalam 20 bar yang dapat

menghasilkan listrik sebesar 1,5 mega watt. Lalu pada proses

pemurnian dan pengolahan biji sawit terdapat 4 pekerja.


13

2.2.2 Bahaya Potensial

Selama proses kunjungan dan melakukan pemantauan pada petani

sayur ditemukan berbagai bahaya potensial pada pekerjanya, antara

lain:

1. Bahaya Potensial Ergonomi

Terkhusus pada sektor PPKS, terdapat bahaya potensial cukup

banyak terkait dengan ergonomi. Bahaya potensial ergonomi

merupakan bahaya yang disebabkan adanya ketidakserasian

antara peralatan kerja dengan pekerja, yang mana telah

dipaparkan sebelumnya bahwa di PTPN VII ini masih

menggunakan sistem pengolahan yang konvensional, jadi

dibutuhkan cukup banyak tenaga manusia.

Dalam proses perebusan pekerja bertugas mengawasi mesin

sterilizer dari kursi dengan posisi sedikit membungkuk dan

dilakukan dalam waktu yang lama seperti pada Gambar .

Gambar 2. Posisi Pekerja saat Proses Perebusan


14

Bahaya potensial ergonomi lainnya ditemukan pada prose

penuangan/ hosting crane. Pada sektor ini didapatkan bahaya

pada saat posisi pekerja melakukan pemasukan bahan untuk

diubah menjadi bahan bakar listrik di proses hosting crane,

posisi membungkuk atau posisi tubuh terlalu menyerong yang

dilakukan berkali-kali saat mengaitkan pengangkat dengan

gerbong sehingga menimbulkan bahaya potensial dalam

ergonomi seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Posisi Pekerja Pengait Gerbong

Dalam proses penuangan ini, terdapat pekerja yang bertugas

sebagai operator mesin crane yang bekerja menggerakkan

crane menuju bejana besar untuk proses boiling. Pekerja

tersebut duduk dikursi dengan posisi yang tidak ergonomis

dalam waktu lama yang merupakan bahaya potensial ergonomi

seperti pada Gambar 4.


15

Gambar 4. Posisi Pekerja Operator Mesin Crane

Gerbong kosong yang harus digeser dikerjakan oleh seorang

pekerja dengan menarik tali untuk menggeser gerbong. Posisi

pekerja agak membungkuk dengan menarik beban yang berat

seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Posisi Pekerja Menarik Tali untuk Menggeser


Gerbong
16

Dalam serangkaian Proses Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS)

pada akhirnya akan menghasilkan beberapa limbah yang salah

satunya adalah bongkahan bonggol. Bonggol ini biasanya akan

diambil oleh truk-truk pekerja lepas. Pengambilannya

menggunakan tenaga manusia dimana cara pengambilannya

dalam posisi yang sangat membungkuk seperti terlihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Posisi Pekerja Mengangkat Bonggol ke Truk


Pengangkut

Bahaya potensial ergonomi ini semakin meningkat saat bahan

baku produksi yaitu hasil panen kelapa sawit meningkat

karena tidak ada penambahan jumalah pekerja sehingga

bahaya potensial terhadap masing masing pekerja.

2. Bahaya Potensial Fisik

Bahaya potensial yang terdapat khusus pada sektor PPKS

berdasarkan dari penjelasan pada hasil observasi meliputi

kebisingan yang berasal dari suara mesin-mesin yang


17

menghasilkan panas, suara pergerakan dari gerbong saat

dipindahkan menyusuri jalurnya, dan saat gerbong diangkat utk

dituangkan isinya. Terdapat pula bahaya pekerja saat terpapar

oleh getaran dalam melakukan pendorongan pada gerbong secara

berulang kali pada jarak waktu yang cukup singkat antara satu

dengan lainnya.

Pada sektor PPKS tempa bekerjanya memiliki suhu yang cukup

panas, sebab dekat dengan hasil pembakaran, dan benda-benda

untuk merebus pun terdapat pada sektor ini.

3. Bahaya Potensial Biologis

Tidak ditemukan bahaya potensial biologis berarti pada tahap

Proses Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS).

4. Bahaya Potensial Kimia

Tidak ditemukan bahaya potensial kimia berarti pada tahap Proses

Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) karena tidak ada penambahan

bahan kimia dalam proses ini.

5. Bahaya Potensial Psikologi

Tuntutan kerja dan jam kerja yang lama (12 jam/ hari), sangat

besar kemungkinan menjadi potensi bahaya yang berdampak pada

kebugaran tubuh dan mental, banyak pekerja mengeluhkan lelah

dan lebih renggang dengan keluarga karena waktu kerja yang

sangat lama. Dari hasil observasi, buruh lepas yang juga

mayoritas laki-laki yang sudah berkeluarga, waktu istirahat


18

(recovery) yang pendek dan kurangnya waktu bersama keluarga

dapat meningkatkan potensi stress akibat kerja.

2.2.3. Diagnosis Akibat Kerja

Dari keterangan salah satu pekerja operator mesin hosting crane,

didapatkan keluhan nyeri pinggang yang sering dirasakan selama

satu tahun terakhir. Diketahui pekerja tersebut sudah menjadi

operator mesin hosting crane selama 5 tahun. Kemudian kami

membuat diagnosis akibat kerja pada pekerja tersebut.

1. Diagnosis klinis

Berdasarkan anamnesis diketahui pekerja mengeluhkan nyeri

pinggang yang sudah dirasakan selama satu tahun terakhir.

Nyeri dirasakan setelah pulang bekerja dan terasa ringan

setelah istirahat dengan berbaring. Pasien tidak memiliki

riwayat trauma sebelumnya dan keluarga tidak ada yang

memiliki keluhan yang sama.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan postur tubuh pekerja

tersebut dalam posisi membungkuk. Dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang dilakukan pekerja tersebut

menunjukkan gejala low back pain.


19

2. Pajanan yang dialami

Pasien merupakan pekerja operator mesin yang bekerja duduk

di kursi operator selama berjam-jam dalam posisi yang tidak

ergonomis.

3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Posisi bekerja yang tidak ergonomis dalam hal ini

membungkuk membuat susunan tulang belakang menjadi

tidak anatomis. susunan tulang belakang yang tidak anatomis

dapat mengganggu persarafan pada bagian tulang tersebut

dimana posisi tulang yang berubah akan menekan saraf-saraf

yang peka terhadap nyeri sehingga timbul gejala nyeri

pinggang pada pasien setelah sekian tahun bekerja dalam

keadaan yang tidak ergonomis.

4. Besarnya pajanan

Posisi kerja yang tidak ergonomis ini sudah berlangsung sangat

lama yaitu lima tahun dimana merupakan waktu yang cukup

lama dan memungkin penekanan saraf disekitar tulang

belakang terjadi.

5. Faktor individu

Pasien merokok, tidak memakai APD, kebersihan baik.

6. Faktor lain di luar pekerjaan

Tidak ada faktor lain di luar pekerjaan yang berhubungan

dengan keluhan pasien.


20

7. Penentuan diagnosis akibat kerja

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan diketahui pasien

mengalami low back pain. Setelah dilakukan identifikasi

diagnosis akibat kerja didapatkan bahawa pasien bekerja dalam

posisi yang tidak ergonomis dalam waktu yang lama sehingga

menyebabkan perubahan struktur anatomi tulang belakang

yang mengaktifkan saraf-saraf yang peka terhadap nyeri

disekitarnya. Sehingga dapat disimpulkan penyakit yang

dialami oleh pasien merupakan penyakit akibat kerja.


21

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Perbangdingan Hasil Observasi dengan Teori

Adapun teori-teori yang digunakan dalam mengidentifikasi bahaya potensial

pada pekerja pengolahan inti sawit PTPN 7 adalah Teori Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3). Menurut Bangun Wilson (2012) Keselamatan Kerja

adalah perlindungan atas keamanan kerja yang dialami pekerja baik fisik

maupun mental dalam lingkungan pekerjaan.

Menurut Mondy dan Noe, dalam (Pangabean Mutiara, 2012), Manajemen

Keselamatan kerja meliputi perlindungan karyawan dari kecelakaan di tempat

kerja sedangkan, kesehatan merujuk kepada kebebasan karyawan dari

penyakit secara fisik maupun mental.

Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari

penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Menurut Mangkunegara

(2008) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai

berikut:

1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan

kerja baik secara fisik, social, dan psikologis.


22

2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-

baiknya selekif mungkin.

3. Agar semua hasil produksi di pelihara keamanannya.

4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

gizi pegawai.

5. Agar meningkatnya kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh

lingkungan atas kondisi kerja.

7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Flippo, dalam (Mutiara, 2012), berpendapat bahwa tujuan keselamatan dan

kesehatan kerja karyawan dapat dicapai jika terdapat unsur-unsur yang

mendukung, yaitu:

1. Adanya dukungan dari pimpinan puncak.

2. Ditunjuknya direktur keselamatan

3. Rekayasa pabrik dan kegiatan yang aman

4. Diberikannya pendidikan bagi semua karyawan untuk bertindak aman

5. Terpeliharanya cacatan-catatan tentang kecelakaan

6. Menganalisis penyebab kecelakaan

7. Kontes keselamatan

8. Melaksanakan peraturan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada saat

kunjungan pada tanggal 15 Oktober 2018 berlokasi di PT Perkebunan

Nusantara VII tepatnya bagian Proses Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS),


23

didapatkan bahaya potensial Ergonomi yang ada disekitar lingkungan kerja

adalah posisi tubuh yang statis dan membungkuk pada pekerja proses

perebusan dan operator mesin crane, gerakan repetitif dan membungkuk serta

jangkauan yang terlalu luas pada pekerja pengait gerbong, gerakan menarik

tali yang membungkuk, dan pengangkatan bonggol ke truk pengangkut yang

posisinya juga membungkuk.

Pada proses perebusan ditemukan posisi yang tidak ergonomis dimana

pekerja duduk dengan posisi membungkuk yang tidak sesuai dengan prinsip

ergonomis yaitu duduk dengan tegak, pandangan lurus kedepan dan kaki

menempel dengan lantai sebagaimana terlihat perbandingan posisi yang benar

dan posisi yang salah pada Gambar 7.

(a) (b)

Gambar 7. Perbandingan Posisi Duduk


(a) Posisi Duduk Ergonomis (b) Posisi Duduk Tidak Ergonomis
(Owen,2014)

Sama halnya dengan posisi duduk pada pekerja operator mesin pada proes

hosting crane yang membungkuk sehingga tidak ergonomis seperti terlihat

pada Gambar 8.
24

(a) (b)
Gambar 8. Perbandingan Posisi Duduk Operator Mesin Hosting Crane
(a) Posisi Tidak Ergonomis (b) Posisi Ergonomis (Porter M, 2017)

Pada pekerja pengait gerbong dan penarik tali sama-sama bekerja

membungkuk dalam posisi berdiri yang tidak ergonomis sebagaimana dalam

Gambar 9 yang membandingkan posisi ergonomis dan tidak ergonomis.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 9. Perbandingan Posisi Kerja Pengait Gerbong dan Penarik
Tali
25

(a) Posisi Pengait Gerbong Tidak Ergonomis (b) Posisi Penarik Tali
Tidak Ergonomis (c) Posisi Pengait Gerbong Ergonomis (d) Posisi
Penarik Tali Ergonomis (Workers Compensation Board of B.C, 2015)

Pada pekerja pengangkat bonggol, terdapat aspek ergonomi yang tidak sesuai

yaitu cara mengangkat beban yang tidak sesuai. Pekerja mengangkat beban

dengan langslung mengangkat beban dan tidak memperhatikan punggung

apakah dalam keadaan lurus atau tidak sebagaimana dalam Gambar 10 yang

membandingkan cara mengangkat beban yang benar dan salah.

(a) (b)
Gambar 10. Perbandingan Posisi Mengangkat Beban
(a) Cara Mengangkat Beban yang Salah (b) Cara Mengangkat Beban
yang Benar (David M, 2018)

Menurut Anies (2005), sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh

bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan, penempatan alat

petunjuk, cara memperlakukan peralatan seperti macam gerak, arah dan

kekuatan. Dari sudut otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit

membungkuk. Namun dari sudut tulang lebih baik tegak, agar punggung tidak

bungkuk dan otot perut tidak lemas. Untuk itu, dianjurkan memiliki sikap

duduk yang tegak diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk. Arah


26

penglihatan untuk pekerjaan yang berdiri adalah 23–37 derajat ke bawah,

sedangkan untuk pekerjaan duduk 32 – 44 derajat kebawah. Arah penglihatan

ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat, sehingga tidak mudah lelah

(Anies, 2005).

Gerakan ritmis seperti memutar roda, mengayuh, mendayung,

memerlukan frekuensi optimal, yaitu 60x per menit. Beban tambahan akibat

lingkungan harus di tekan sekecil mungkin. Batas kesanggupan kerja sudah

tercapai, apabila bilangan nadi kerja menjadi 30 per menit di atas bilangan

nadi istirahat. Sementara nadi kerja tersebut tidak terus menanjak dan

sehabis bekerja pulih kembali pada nadi istirahat setelah kurang lebih15

menit. Kemampuan seseorang bekerja sehari adalah 8-10 jam. Lebih dari itu

efisiensi dan kualitas kerja sangat menurun. Kondisi mental psikologis

dipertahankan dengan motivasi, iklim kerja yang baik.

Menurut Anies (2005) yang dikutip oleh Sinambela (2006) ada beberapa hal

yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan

pekerjaan, yaitu :

1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau

sikap berdiri secara bergantian.

2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal

ini tidak memungkinkan hendaknya diusahakan agar beban statis

diperkecil.

3. Tempat duduk yang dibuat harus sedemikian rupa sehingga

tidak membebani melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-


27

otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan

penekanan pada tubuh (paha).

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah

dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat

mengganggu aktivitas.

Suyatno (1985) mengatakan bahwa sikap anggota badan yang dapat

menghasilkan kekuatan terbesar pada gerakan tertentu tercatat seperti berikut,

putaran ke dalam dari telapak tangan paling berkekuatan kalau telapak

itu awalnya dalam keadaan mengilir keluar maksimal (supinasi), putaran

keluar dari telapak tangan paling berekuatan kalau diawali oleh telapak yang

mengilir ke dalam maksimal (pronasi), pelurusan siku paling berkekuatan

kalau diawali dengan posisi menekuk penuh; tekukan siku (dengan tangan

terbuka) paling kuat pada sudut 900 (efek ungkit), jika sedang duduk dan

mendorong dengan tangan kekuatan bisa paling besar pada sikuyang 150-

1600 dan dengan genggaman tangan yang berjarak sekitar 70 cm dari

sandaran punggung.

3.2. Rekomendasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber pada saat kunjungan di PT

Perkebunan Nusantara VII khususnya di bagian Proses Pengolahan Kelapa

Sawit (PPKS) terdapat bahaya potensial berupa waktu kerja yang lama

dengan posisi tubuh yang membungkuk dan belum adanya sanksi yang

diterapkan dalam pelanggaran aturan perusahaan mengenai kesehatan


28

keselamatan kerja (K3). Hal tersebut menjadi fokus penting dalam perbaikan

kinerja pabrik selanjutnya. Maka, rekomendasi yang dapat diberikan kepada

pekerja pabrik pengolahan kelapa sawit adalah perbaikan sikap kerja yang

terdiri dari:

1. Posisi Kerja, terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk

dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama

bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal

dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.

2. Proses Kerja, para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai

dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya.

Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.

3. Tata letak tempat kerja. Display harus jelas terlihat pada waktu

melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang b erlaku secara

internasional harus lebih banyak digunakan daripada hanya kata-kata

saja.

4. Mengangkat beban, bermacam-macam cara dalam mengangkat beban

yakni, dengan kepala, bahu, tangan, punggung dan sebagainya. Beban

yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan

otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.

Cara mengangkat yang baik menurut Suma’mur adalah :

1) Beban yang akan diangkat harus berada sedekat mungkin ke tubuh.

2) Mula-mula lutut harus bengkok dan tubuh harus berada pada sikap

dan punggung lurus.


29

3) Punggung harus lurus, agar bahaya terhadap kerusakan dapat

dihindarkan.
30

BAB IV
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Setelah dilakukan plant survey pada tanggal 15 Oktober 2018 berlokasi di

PT Perkebunan Nusantara VII tepatnya bagian Proses Pengolahan Kelapa

Sawit (PPKS), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam tahap Proses Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) terdapat

beberapa bahaya potensial yaitu bahaya potensial ergonomi, fisik

dan psikososial.

2. Identifikasi bahaya potensial akibat kerja khususnya ergonomi pada

Proses pengolahan kelapa sawit (PPKS) didapatkan bahwa lamanya

waktu kerja dan posisi tubuh yang tidak berubah dalam waktu yang

lama pada proses perebusan/ sterilisasi dan operator mesin .. serta

gerakan repetitf pada pekerja bag menjadi bahaya potensial utama

dalam bahaya potensial ergonomi.

3. Upaya perlindungan yang telah dilakukan oleh perusahaan adalah

dengan menerapkan program K3 dan surveilens medis yang

diantaranya adalah pemeriksaan pra kerja, pemeriksaan berkala dan

pemeriksaan spesifik. Disamping itu pengkondisian alat produksi

dan pengadaan alat pelindung diri (APD) sudah dilakukan oleh PT.

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri untuk meningkatkan


31

kesejahteraan dan keselamatan untuk para pekerjanya. Namun belum

ada aturan baku yang dapat membuat pekerja menerapkan

pemakaian APD dalam program K3 dan pelatihan mengenai

ergonomi khusunya pada pekerja tahap PPKS.

3.2. Saran

Adapun saran yang diberikan dari penulis antara lain :

1. Untuk pekerja PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri,

selalu memakai memperhatikan aspek ergonomi pada saat bekerja

sebagimana telah disampaikan dalam rekomendasi.

2. Untuk perusahaan PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri

sebaiknya melakukan perbaikan, pendataan dan pelaporan ulang

mengenai bahaya potensial ergonomi dalam rangka mengevaluasi

kondisi pekerja.

3. Untuk institusi terkait Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,

lebih meningkatkan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan

angroindustri lainnya dalam hal kesehatan dan kedokteran komunitas.


32

DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Alexmedia Komputindo.

Bangun, Wilson. 2012. “Manajemen Sumber Daya Manusia”. Jakarta: Erlangga.

David M. 2018. Ergonomics & the Prevention of Occupational Injuries. Mc


Graw-Hill Education.
International Labor Organization. 2008. Konvesi ILO Nomor 102 Tahun 1952 Mengenai
Standar Minimal Jaminan Sosial. Organisasi Perburuhan International. Jakarta

International Labour Organization. 2013. Occupational Health and Safety in


Indonesia. ILO Subregional Office for South-East Asia and The Pacific
Working Paper. Manila, Filipina.

International Labour Organization. 2015. Indonesia: Tren Sosial dan


Ketenagakerjaan. Data International Labour Organization.

Mangkunegara. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya.

Owen M. 2014. Ergonomics and The Body. Auckland


Diakses pada 04 November 2018. Tersedia di
http://michelleowen.co.nz/ergonomics-and-thebody.
Panggabean, Mutiara S. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia
Indonesia.

Porter M. 2017. Lumbar Support for A Car Seat.


Diakses pada 04 November 2018. Tersedia di
http://saga.co.uk/magazine/health-wellbeing/conditions/dr-mark-
porter/lumbar-support-car-seat.
Ruswandi, S. 2007. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001.
Jakarta : Dian Rakyat.
33

Safitri I, Raharjo W, Fitriangga A. 2014. Identifikasi Potensi Bahaya Kerja dan


Pengendalian Dampak di Unit Produksi Palm Kernel Crushing PT. Wilmar
Cahaya Indonesia Pontianak Tahun 2014.
Sastrowinoto, S. 1985. Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi. Jakarta:
PT. Pustaka Binaman Pessindo.

Tim Penyusun. 2010. Profil PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri.
Lampung Tengah. Diakses Pada Tanggal 24 Oktober 2018, Dari
Http://Ptpn7.Com

Workers Compensation Board of B.C. 2015. Manual Handling. Work Safe BC.
Wulandari A. 2015. Gambaran Potensi Bahaya Lingkungan Kerja di CV. Batik
Tulis Pusaka Beruang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Semarang:
Unnes. [Skripsi].
34

LAMPIRAN
23

Lampiran 1. Lembar Matriks

Proses Bahaya Potensial Gangguan Yang Sudah Dilakukan Kecelakaan Jumlah


Kesehatan atau Penyakit Pekerja
Produksi
yang
Fisik Biologi Kimia Ergonomi Psikologi Alat/ Lingk Peraturan APD mungkin
Kerja ditimbulkan

Bahan baku Getaran dari - - Langsung dari Tidak 7


datang, mesin loading truk memakai
loading pengangkut APD
gram

Perebusan Tekanan 3 Posisi Nyeri Alat terbuat Tidak Kecelakaan 3


di tabung bar statis pinggang dari bahan memakai kerja akibat
sterillizer duduk yang tidak APD kebocoran
Suhu 130-140
mudah bocor tabung,
derajat C
Obesitas
sentral
24

Hosting Terkena Gerakan Nyeri Sarung Low back 4


crane, cipratan berulang pinggang tangan, pain, obesitas
penuangan minyak sepatu sentral
Posisi
boots
bungkuk

Posisi
duduk
statis
operator
mesisn

Boiling/ Suhu tinggi - Area kerja Area APD Tersetrum 3


press khusus, jauh wajib lengkap kabel mesin
Tekanan
dari jangkauan mengguna
tinggi 20 bar
pekerja proses kan APD
Listrik 1,5 lain
mega watt
26

Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan

Pabrik Bekri Area Proses Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS)

Limbah Kelapa Sawit yang digunakan sebagai Bahan Bakar untuk mendapatkan
Tekanan Uap
27

Penjelasan Profil PTPN VII Unit Bekri

Loading bahan baku dan Bejana Perebusan/ Sterillizer


28

Gerbong Pembawa Kelapa Sawit setelah Perebusan

Pengaitan Gerbong dengan Mesin Hosting Crane


29

Gerbong menuju Penuangan untuk Proses Boiling

Pelepasan Kait Hosting Crane


30

Mobilisasi Gerbong setelah Proses Penuangan untuk Boiling

Mesin Boiling dengan Tekanan Sangat Tinggi (Area Wajib APD)


31

Foto Bersama Kunjungan PTPN VII FK UNILA 2018

Foto Bersama Teknisi bagian PPKS


32

Alur Pengelolahan Limbah


33

Lampiran 3. Denah Perusahaan

Anda mungkin juga menyukai