Anda di halaman 1dari 4

“ISRAEL-PALESTINA VS HALUT-HALBAR”

0leh: Dafrin muksin

(ketum persatuan mahasiswa kao teluk)

Dengan adanya konsep otonomi daerah, sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang


No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah maupun Undang-undang No.33 Tahun 2004
tentang perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintah daerah. Dengan harapan bahwa
melalui otonomi daerah akan dapat merangsang terhadap adanya upaya untuk menghilangkan
praktek-praktek sentralistik yang satu sisi di anggap kurang menguntungkan bagi daerah dan
penduduk local.

Ontonomi daerah yang menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintahan di luar yang menjadi urusan
pemerintahan yang di tetapkan dalam Undang-undang. Proses desentralisasi yang telah
berlangsung telah memberikan penyadaran tentang pentingnya kemandirian daerah yang
bertumpu pada pemberdayaan potensi local. Meskipun pada saat ini kebijakan yang ada masi
menitik beratkan pada tingkat kabupaten/kota, namun secara esensi sebenarnya kemandirian
tersebut harus di mulai dari level pemerintah ditingkat pailng bawah, yaitu desa.

Pemerintah desa di yakini lebih mampu melihat prioritas kebutuhan masyarakat di


bandingkan pe,erintah kabupaten yang secara nyata memiliki ruang lingkup permasalahan yang
lebih rumit sehingga pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan pemerintah No. 72 Tahun
2005 tentang desa, undang-undang Nomor. 6 tahun 2014 tentang desa dan peraturan mentri
dalam negri Nomor 37 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa. Pemerintah
daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan daerahnya. Salah satu bentuk
kepedulin pemerintah terhadap pengembangan wilayah pedesaan adalah adanya anggaran
pembangunan secara khusus kepada desa,inilah yang kemudian melahirkan suatu proses baru
tentang desentralisasi desa di awali dengan digulirkanya alokasi dana desa (ADD). Maksud
pemberian alokasi dana desa (ADD) adalah sebagai bantuan simultan atau dana perangsang
untuk mendorong dalam membiyayai program pemerintah desa yang di tujukan dengan
partisipasi swdaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan pemerinthan dan
pemberdayaan masyarak sehingga mempercepat terwujunya masyarakat yang sejahtra di tingkat
bawah.

Konsep desa dan pemerintah desa menurut Undang-undang:

UU Nomor 5 Tahun 1979

Desa ialah suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat , termasuk di dalamnya kesatuuan masyarakat hokum yang mempunyai organisasi
terendah di bawa camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganta sendirin dalam ikatan
Negara Kesatuan Repoblik Indonesia

UU Nomor 22 Tahun 1999

Desa adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki wewenagn untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal ususl adat istiadat setempat yang
diakui dalam system pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Ini berartidesa
merupakan suatu pemerintahan yang mandiri yang berada dalam sub system pemerintah nasional
dalam wadah Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.

UU Nomor 32 Tahun 2004

Desa adalah kestuan masyarakat hokum yang memeiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurrus kepentingan masyarakat setempat , berdasarkan asal-
usul dan adat-istiadat yang di akui dan di hormayi dalam system pemerintahan Negara Kesatuan
Repoblik Indonesia.Berdasarkan penjelasa diatas bahwa desa atau di sebut dengan nama lain,
selanjutnya di sebut desa,adalah kestuan masyarakat hokum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat (PP Nomor 72 tahun 2005
tentang desa).

Dengan adanya konflik tapal batas sudah tentunya berpengaruh terhadap pengelolaan anggaran
dana desa (ADD) yakni pembangunan desa dan juga pemberdayaan masyarakat desa sehingga
berpengaruh pada proses peningkata kesjahtraan masyarakat desa, karena tidak adanya kejelasan
batas wilayah yang kemudian telah di jelaskan diatas bahwa desa merupaka kestuaan masrakat
hukum yang memilii batas-batas wilayah.
Konflik tapal batas yang penulis maksudkan adalah persoalan sengketa antara halbar-halut yang
merujut pada masyarakat enam desa terdiri dari desa Pasir Puti, Bobaneigo,
Tetewang,Akelamo Kao Dan Desa Dum-Dum, yang di mana terdapat dua pemerintahan
dalam satu desa ada kepala desa versi Halmahera utara dan versi Halmahera barat.begitu pula di
tinkatkat kecamatan versi Halmahera utara dan versi Halmahera barat dan masing-masing saling
mempertahan bahwa mereka yang sah Sebagaimana Yang Terjadi di Negri Palestina Dan
Israel

Dengan kondisi pemerintahan seperti ini sudah tentunya berdampak pada pengalokasian dan juga
pengelolaan angaraan dana desa karena tidak ada kejelasan wilayah. Berdasarkan hasil
wawancara penulis di salah sautu pemerintah desa, mohon maaf penulis tidak menyebutkan
namanya berdasarkan keterangan yang di berikan bahwa untuk pengalokasian angaran dana desa
dari versi halut tidak menjadi persoalan namun menjadi hambatan pada pengelolaan anggaran
(ADD) dalam hal ini pembangunan dan pemberdayaan masyarakat karena terdapat dua
perintahan dalam satu desa versi halut dan versi halbar. Dan menjadi masalah adalah
pengalokasian angara dana desa versi halbar yang bermasah (tidak ada pengalokasian anggaran
ADD) dan kalaupun ada, ini merupakan temuan. Karena berdasarkan keputusan mentri dalam
negri No 146.3/111/SJ yang di tujukan kepada gubernur Maluku utara.bahwa berdasarkan
Undang-undang No 1 Tahun 2003 tentang pemmbentukan kabupaten Halmahera utar,Halmahera
selatan, Kepulauan sula,Halmahera timur dan tidore kepulauan di provinsi Maluku utara dan PP
No. 42 Tahun 1999 tentang pembentukan dan penataan beberapa kecamatan wilayah kabupaten
daerah tingkat II Maluku utara, dalam wilayah propinsi daerah tingkat I Maluku utara di
tegaskan bahwa enam desa yang terdiri dari desa Pasir Puti, Bobaneigo, Tetewang,Akelamo
Kao,gamsungi Dan Desa Dum-Dum merupakan bagian dari wilayah kabupaten Halmahera
utara,

Konflik tabal batas antara halut-halbar soal kejelasan wilayah di enam desa. Sudah tentunya
harus di sikapi secara serius oleh pemerintah provinsi dalam hal ini Gubernur Maluku utara
karena apabila tidak diselesaikan dan di sikapi secara serius sudah tentunya akan memperpanjan
barisan konflik yang ada pada masyarakat enam desa dan juga berdampak pada pengelolaan dana
desa(ADD) yang di harapkan dapat mmempercepat tingkat kesejahtraan masyarakat di tingkat
desa.
Dari penjabaran masalah di atas, penulis sedikit memberikan tawaran solusi atas
persoalan,pengaruh tapal batas terhadap pengelolaan anggaran dana desa yang terjadi di
masyarakat enam desa:

Undang-undan No 6 Tahun 2014 tentang desa, dalam pasal 7 ayat 1menjelaskan pemerintah
propinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan penataan desa, untuk ituPemerintah
provinsi Maluku utara dalam hal ini bapak Gubernur, harus memanggil kedua kepala daerah
antara halbar dan juga halut untuk menyelesaikan persoalan tapal batas yg ada di masyarakat
enam desa.

Pemerintah provinsi Maluku utara utara dalam hal ini bapak Gubernur, memberikan penegasan
wilayah yang ada di masyarakat enam desa

Pemerintah provinsi Maluku utara utara dalam hal ini bapak Gubernur, Harus melakukan
sosialasasi terkait dengan keputusan mentri dalam negri No 146.3/111/SJ kepada seluh lembaga
pemerintahan dan juga masyarat enam desa.

Sehingga denggan adanya pengalokasiaan angaran dana desa(ADD)diharapkan dapat


terwujudnya manyarakat yang damai dan sejahtra

Anda mungkin juga menyukai