Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik
LUKA BAKAR
Disusun Oleh :
Kelompok 2
FAKULTAS KEPERAWATAN
MANADO
2019
A. Patofisiologi Asidosis Metabolik Luka Bakar
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan
karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan
keganasan organ dapat terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik
serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian
terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam
ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok
luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar
ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum
terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah
terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif.
Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah
merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta
waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar
dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan
meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal
dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah
merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran
darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar
bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.
Luka bakar juga mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, natrium, klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel
mengakibatkan kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedema
dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Selain itu terjadi pertukaran elektrolit
yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk
kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel, dengan demikian mengakibatkan
berkurangnya cairan intravaskuler. Diikuti penurunan curah jantung, maka terjadilah
penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah keginjal menurun yang
akhirnya menyebabkan asidosis metabolik.
Respon sistemik lainnya adalah anemia yang disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah secara langsung oleh panas, hemolisis sel darah merah yang cedera, dan
terjebaknya sel darah merah dalam trombi mikrovaskular sel-sel yang rusak.
Penurunan jumlah sel-sel darah merah dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
pengurangan masa hidup sel darah merah. Pada awalnya terdapat peningkatan aliran
darah ke jantung, otak, dan ginjal dengan penurunan aliran darah ke saluran
gastrointestinal. Terdapat peningkatan metabolisme untuk mempertahankan panas
tubuh, yang disediakan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi tubuh.
Asidosis metabolic merupakan keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan asam
basa yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat, adanya peningkatan
produksi asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk
akhir tertahan), kehilangan bikarbonat serum. Kondisi ini akhirnya menyebabkan
asidemia atau keasaman darah, dimana pH arteri turun hingga dibawah 7,35. Biasanya
terjadi pada pasien dengan luka bakar yang cukup luas, karena kehilangan cairan yang
banyak. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan
menyebabkan koma.
B. Penanganan Asidosis Metabolik Luka Bakar
Penanganan utama Asidosis Metabolik Luka Bkaar yaitu dengan pemberian
resusitasi cairan dengan menggunakan formula Parkland’s dan intubasi Orotracheal.
Pemberian resusitasi cairan dengan menggunakan formula Parkland’s yaitu kebutuhan
cairan dalam 24 jam dihitung berdasarkan rumus:
4 𝑚𝐿/𝑘𝑔𝐵𝐵
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑢𝑘𝑎 𝐵𝑎𝑘𝑎𝑟%
Setengah dari jumlah cairna total akan diberikan dalam 8 jam pertama sejak
kejadian dan terjadinya luka bakar, kemudian sisanya akan diberikan pada 16 jam
berikutnya. Asidosis metabolik akan juga tetangani dengan pemberian laktat dari
Hartmann’s solution atau senyawa natrium laktat selama 24 jam. Hartmann’s solution
yaitu cairan kristaloid yang mendekati isotonik dan darah dan ditunjukkan untuk
pemberian intravena, gunanya untuk menggantikan cairan garam tubuh dan mineral
yang mungkin hilang untuk berbagai alasan medis. Hal ini cocok ketika kerugian
menghasilkan banyak asam yang hadir dalam darah dan sangat mirip-meskipun tidak
identik dengan penggunaan larutan Ringer laktat karena konsentrasi ion yang berbeda.
C. Pengkajian
Prioritas pertama perawatan pasien luka bakar adalah menghentikan proses luka
bakar. Bila tujuan tersebut telah tercapai, pasien luka bakar ditangani sebagai pasien
trauma dan pengkajian keperawatan mengikuti pengkajian primer dan sekunder.
a. Primary Survey
1) Airway
- Periksa mulut dan hidung apakah ada jelaga, luka bakar, lepuh, dan edema.
Perhatikan rambut wajah dan hidung yang hangus. Bila tanda iniada,
pertahankan indeks kecurigaan tinggi adanya cedera inhalasi
- Pantau bunyi inspirasi abnormal pada pasien (mis.,bunyi seperti gagak, stridor,
dan kasar) yang mungkin berkaitan dengan sumbatan parsial faring dan laring
karen edema luka bakar
- Luka bakar yang mengelilingi leher dapat mengganggu jalan napas sebagai
akibat efek edema tipe torniket
2) Breathing
- Evaluasi frekuensi pernapasan, penggunaan otot aksesori, simetrisitas dinding
dada, dan ekskursi
- Luka bakar derajat-tiga yang mengelilingi dada dapat merusak ekspansi dada
karena pembentukan krusta tebal. Pembuangan krusta mungkin perlu
dilakukan untuk memungkinkan ekspansi dada saat inspirasi
- Auskultasi paru, apakah ada gerakan dada bilateral dan bunyi tambahan
- Kaji adanya agitasi atau perubahan tingkat kesadaran
- Selain tanda kemungkinan status cedera inhalasi pada pengkajian jalan napas,
suara serak, stridor, mengi, batuk sputum mengandung karbon, takipnea,
dispnea, dan agitasi mungkin ditemukan selama pengkajian pernapasan
3) Circulation
- Pasien luka bakar akan mengalami penurunan curah jantung dalam beberapa
menit pertama cedera
- Takikardi
- Kaji nadi, khususnya pada bagian distal luka bakar. Nadi yang tidak dapat
diraba harus dievaluasi dengan Doppler. Luka bakar derajat ketiga yang
mengelilingi ekstremitas mungkin memerlukan pembuangan krusta.
- Kaji pengisian ulang kapiler, rangka tubuh dan suhu ekstremitas serta warna
kulit
- Kaji perfusi serebral dengan mengevaluasi tingkat kesadaran pasien. Afinitas
karbon monoksida pada hemoglobin 200 kali lebih kuat dibandingkan oksigen.
Tanda dan gejala perfusi jaringan yang tidak adekuat dapat menunjukkan
keracunan karbon monoksida
4) Disability
Mengkaji ulang AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unrespons) pasien, melakukan
pemeriksaan GCS dan tingkat kesadaran dari pasien : sadar/ somnolen/ sopor/
koma, serta kedaan pupil dengan menggunakan penlight.
b. Secondary Survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil. Beberapa
pengkajian sekunder yang harus di lakukan pada pasien luka bakar antara lain :
- Tentukan luas luka bakar
Berbagai jenis formula yang digunakan untuk menghitung jumlah cairan yang
harus diberikan kepada pasien luka bakar harus berdasarkan total permukaan
tubuh (TBSA: total body surface area) yang cedera. Luas luka bakar pada
dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule of nine) yang dipaparkan
oleh Wallace, yaitu:
Bagian Tubuh Dewasa Anak-anak
Kepala dan leher 9% 18%
Lengan 18 % (kiri dan kanan) 18% (kiri dan kanan)
Bagian Depan 18 % 18%
Bagian Belakang 18% 18%
Tungkai 36% (kiri dan kanan) 27% (kiri dan kanan)
Genitalia / perineum 1% 1%
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Mardalena, I. (2016). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Pustaka Baru
Pres.
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori Asuhan Keperawatana Gawat
Darurat. Padang : Medical book
Nugroho, T., Putri, B. T., Putri, D. K. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Yogyakarta : Nuha Medika
Nurarif, A & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnose
medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.