Asidosis Metabolik

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

ASIDOSIS METABOLIK

LUKA BAKAR

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Sherly Baker 15061021

Lidya Sondakh 1506

Jullya Salawati 15061012

Frisilia Lalela 1506

Octovir Samadi 1506

Riedel Lensun 1506

Riskia Sambuaga 1506

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE

MANADO

2019
A. Patofisiologi Asidosis Metabolik Luka Bakar
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan
karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan
keganasan organ dapat terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik
serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian
terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam
ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok
luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar
ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum
terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah
terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif.
Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah
merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta
waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar
dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan
meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal
dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah
merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran
darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar
bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.
Luka bakar juga mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, natrium, klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel
mengakibatkan kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedema
dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Selain itu terjadi pertukaran elektrolit
yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk
kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel, dengan demikian mengakibatkan
berkurangnya cairan intravaskuler. Diikuti penurunan curah jantung, maka terjadilah
penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah keginjal menurun yang
akhirnya menyebabkan asidosis metabolik.
Respon sistemik lainnya adalah anemia yang disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah secara langsung oleh panas, hemolisis sel darah merah yang cedera, dan
terjebaknya sel darah merah dalam trombi mikrovaskular sel-sel yang rusak.
Penurunan jumlah sel-sel darah merah dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
pengurangan masa hidup sel darah merah. Pada awalnya terdapat peningkatan aliran
darah ke jantung, otak, dan ginjal dengan penurunan aliran darah ke saluran
gastrointestinal. Terdapat peningkatan metabolisme untuk mempertahankan panas
tubuh, yang disediakan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi tubuh.
Asidosis metabolic merupakan keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan asam
basa yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat, adanya peningkatan
produksi asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk
akhir tertahan), kehilangan bikarbonat serum. Kondisi ini akhirnya menyebabkan
asidemia atau keasaman darah, dimana pH arteri turun hingga dibawah 7,35. Biasanya
terjadi pada pasien dengan luka bakar yang cukup luas, karena kehilangan cairan yang
banyak. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan
menyebabkan koma.
B. Penanganan Asidosis Metabolik Luka Bakar
Penanganan utama Asidosis Metabolik Luka Bkaar yaitu dengan pemberian
resusitasi cairan dengan menggunakan formula Parkland’s dan intubasi Orotracheal.
Pemberian resusitasi cairan dengan menggunakan formula Parkland’s yaitu kebutuhan
cairan dalam 24 jam dihitung berdasarkan rumus:

4 𝑚𝐿/𝑘𝑔𝐵𝐵
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑢𝑘𝑎 𝐵𝑎𝑘𝑎𝑟%

Setengah dari jumlah cairna total akan diberikan dalam 8 jam pertama sejak
kejadian dan terjadinya luka bakar, kemudian sisanya akan diberikan pada 16 jam
berikutnya. Asidosis metabolik akan juga tetangani dengan pemberian laktat dari
Hartmann’s solution atau senyawa natrium laktat selama 24 jam. Hartmann’s solution
yaitu cairan kristaloid yang mendekati isotonik dan darah dan ditunjukkan untuk
pemberian intravena, gunanya untuk menggantikan cairan garam tubuh dan mineral
yang mungkin hilang untuk berbagai alasan medis. Hal ini cocok ketika kerugian
menghasilkan banyak asam yang hadir dalam darah dan sangat mirip-meskipun tidak
identik dengan penggunaan larutan Ringer laktat karena konsentrasi ion yang berbeda.

C. Pengkajian
Prioritas pertama perawatan pasien luka bakar adalah menghentikan proses luka
bakar. Bila tujuan tersebut telah tercapai, pasien luka bakar ditangani sebagai pasien
trauma dan pengkajian keperawatan mengikuti pengkajian primer dan sekunder.
a. Primary Survey
1) Airway
- Periksa mulut dan hidung apakah ada jelaga, luka bakar, lepuh, dan edema.
Perhatikan rambut wajah dan hidung yang hangus. Bila tanda iniada,
pertahankan indeks kecurigaan tinggi adanya cedera inhalasi
- Pantau bunyi inspirasi abnormal pada pasien (mis.,bunyi seperti gagak, stridor,
dan kasar) yang mungkin berkaitan dengan sumbatan parsial faring dan laring
karen edema luka bakar
- Luka bakar yang mengelilingi leher dapat mengganggu jalan napas sebagai
akibat efek edema tipe torniket
2) Breathing
- Evaluasi frekuensi pernapasan, penggunaan otot aksesori, simetrisitas dinding
dada, dan ekskursi
- Luka bakar derajat-tiga yang mengelilingi dada dapat merusak ekspansi dada
karena pembentukan krusta tebal. Pembuangan krusta mungkin perlu
dilakukan untuk memungkinkan ekspansi dada saat inspirasi
- Auskultasi paru, apakah ada gerakan dada bilateral dan bunyi tambahan
- Kaji adanya agitasi atau perubahan tingkat kesadaran
- Selain tanda kemungkinan status cedera inhalasi pada pengkajian jalan napas,
suara serak, stridor, mengi, batuk sputum mengandung karbon, takipnea,
dispnea, dan agitasi mungkin ditemukan selama pengkajian pernapasan
3) Circulation
- Pasien luka bakar akan mengalami penurunan curah jantung dalam beberapa
menit pertama cedera
- Takikardi
- Kaji nadi, khususnya pada bagian distal luka bakar. Nadi yang tidak dapat
diraba harus dievaluasi dengan Doppler. Luka bakar derajat ketiga yang
mengelilingi ekstremitas mungkin memerlukan pembuangan krusta.
- Kaji pengisian ulang kapiler, rangka tubuh dan suhu ekstremitas serta warna
kulit
- Kaji perfusi serebral dengan mengevaluasi tingkat kesadaran pasien. Afinitas
karbon monoksida pada hemoglobin 200 kali lebih kuat dibandingkan oksigen.
Tanda dan gejala perfusi jaringan yang tidak adekuat dapat menunjukkan
keracunan karbon monoksida
4) Disability
Mengkaji ulang AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unrespons) pasien, melakukan
pemeriksaan GCS dan tingkat kesadaran dari pasien : sadar/ somnolen/ sopor/
koma, serta kedaan pupil dengan menggunakan penlight.
b. Secondary Survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil. Beberapa
pengkajian sekunder yang harus di lakukan pada pasien luka bakar antara lain :
- Tentukan luas luka bakar
Berbagai jenis formula yang digunakan untuk menghitung jumlah cairan yang
harus diberikan kepada pasien luka bakar harus berdasarkan total permukaan
tubuh (TBSA: total body surface area) yang cedera. Luas luka bakar pada
dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule of nine) yang dipaparkan
oleh Wallace, yaitu:
Bagian Tubuh Dewasa Anak-anak
Kepala dan leher 9% 18%
Lengan 18 % (kiri dan kanan) 18% (kiri dan kanan)
Bagian Depan 18 % 18%
Bagian Belakang 18% 18%
Tungkai 36% (kiri dan kanan) 27% (kiri dan kanan)
Genitalia / perineum 1% 1%

- Tentukan derajat luka bakar


1. Derajat I : superficial → nyeri, erythema, tanpa bullae
2. Derajat II : partial thickness → nyeri, cairan merembes, bullae (+)
3. Derajat III : full thickness → tidak nyeri, putih/ gelap
- Tentukan berat badan penderita
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien
dan keluarga. Hal ini terdiri atas alergi meliputi alergi obat-obatan, plester,
makanan, medikasi/obat-obatan meliputi obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat, Pertinent medical history atau riwayat medis pasien
seperti penyakit yang pernah diderita, Last meal yaitu obat atau makanan yang
baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini dan Events, yaiut hal-hal
yang bersangkutan dengan sebab cedera meliputi kejadian yang menyebabkan
adanya keluhan utama.
c. Tersier Survey
- Pemeriksaan darah, meliputi : darah lengkap, kadar HbCO, gula darah,
elektrolit, analisa gas darah, golongan darah beserta pemeriksaan lainnya, tes
kehamilan pada penderita wanita usia subur.
- Pemeriksaan radiologi, meliputi : pemeriksaan foto toraks, foto toraks
dilakukan setelah pemasangan ET
- Pemasangan pipa lambung. Bila penderita muntah-muntah, kembung, luka
bakar melebihi 20% harus dipasang pipa lambung yang dihubungkan dengan
alat penghisap. Pada penderita yang memerluka transfer ke pusat luka bakar
harus dipasang NGT.
- Obat-obatan. Penderita luka bakar berat sering gelisah yang disebabkan
hipoksemia dan hipovolemia daripada disebabkan rasa nyeri. Oleh karena itu
penderita akan membaik setelah pemberian oksigen atau cairan infus daripada
narkotik, analgesik, atau sedatif. Bila obat-obatan tersebut memang diperlukan
berikanlah dalm dosis kecil, bisa diberikan berulang-ulang dan diberi secara
IV.
D. Rencana Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kekurangan NOC NIC
volume cairan  Fluid balance Fluid Management
 Hydration  Timbang popok/pembalut
 Nutritional Status: jika diperlukan
Food and Fluid Intake  Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil : dan output yang akurat
 Mempertahankan urine  Monitor status hidrasi
output sesuai dengan usia (kelembaban membran
dan BB, BJ urine normal, mukosa, nadi adekuat,
HT normal tekanan darah ortostatik), jika
 Tekanan darah, nadi, suhu diperlukan
tubuh dalam batas normal  Monitor vital sign
 Tidak ada tanda-tanda  Monitor masukan
dehidrasi, elastisitas turgor makanan/cairan dan hitung
kulit baik, membran intake kalori harian
mukosa lembab, tidak ada  Kolaborasikan pemberian
rasa haus yang berlebihan cairan IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
 Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
 Tawarkan snack (jus buah,
buah segar)
 Kolaborasi dengan dokter
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
 Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
 Monitor adanya tanda gagal
ginjal
Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan  Immune Status Infection Control (Kontrol Infeksi)
dengan hilangnya  Knowledge : Infection  Bersihkan lingkungan setelah
barier kulit dan control dipakai pasien lain
terganggunya  Risk control  Pertahankan teknik isolasi
respons imun. Kriteria Hasil :  Batasi pengunjung bila perlu
 Klien bebas dari tanda dan  Instruksikan pada pengunjung
gejala infeksi untuk mencuci tangan saat
 Mendeskripsikan proses berkunjung dan setelah
penularan penyakit, faktor berkunjung meninggalkan
yang mempengaruhi pasien
penularan serta  Gunakan sabun antimikrobia
penatalaksanaannya untuk cuci tangan
 Menunjukkan kemampuan  Cuci tangan setiap sebelum
untuk mencegah timbulnya dan sesudah tindakan
infeksi keperawatan
 Jumlah leukosit dalam  Gunakan baju, sarung tangan
batas normal sebagai alat pelindung
 Menunjukkan perilaku
hidup sehat
 Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila
perlu infection protection
(proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kulit pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukkan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindar
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan  Pain Level,  Paint management
dengan inflamasi  pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dan kerusakan  comfort level secara komprehensif termasuk
jaringan Setelah dilakukan tindakan lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan selama …. Pasien frekuensi, kualitas dan faktor
tidak mengalami nyeri, dengan presipitasi.
kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan.
(tahu penyebab nyeri, 3. Bantu pasien dan keluarga
mampu menggunakan untuk mencari dan menemukan
tehnik nonfarmakologi dukungan.
untuk mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang dapat
mencari bantuan). mempengaruhi nyeri seperti
2. Melaporkan bahwa nyeri suhu ruangan, pencahayaan dan
berkurang dengan kebisingan.
menggunakan manajemen 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
(skala, intensitas, untuk menentukan intervensi.
frekuensi dan tanda 7. Ajarkan tentang teknik non
nyeri). farmakologi: napas dala,
4. Menyatakan rasa nyaman relaksasi, distraksi, kompres
setelah nyeri berkurang. hangat/ dingin.
5. Tanda vital dalam rentang 8. Berikan analgetik untuk
normal. mengurangi nyeri: ……...
6. Tidak mengalami 9. Tingkatkan istirahat.
gangguan tidur 10. Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur.
11. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Kerusakan NOC : NIC :
integritas kulit  Tissue Integrity : Skin and  Pressure Management
berhubungan Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
dengan lesi pada Setelah dilakukan tindakan menggunakan pakaian yang
kulit keperawatan selama….. longgar.
kerusakan integritas kulit 2. Hindari kerutan pada
pasien teratasi dengan kriteria tempat tidur.
hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar
1. Integritas kulit yang tetap bersih dan kering.
baik bisa dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah
(sensasi, elastisitas, posisi pasien) setiap dua
temperatur, hidrasi, jam sekali.
pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi 5. Monitor kulit akan adanya
pada kulit. kemerahan .
3. Perfusi jaringan baik. 6. Oleskan lotion atau
4. Menunjukkan minyak/baby oil pada derah
pemahaman dalam yang tertekan .
proses perbaikan kulit 7. Monitor aktivitas dan
dan mencegah mobilisasi pasien.
terjadinya sedera 8. Monitor status nutrisi
berulang. pasien.
5. Mampu melindungi 9. Memandikan pasien dengan
kulit dan sabun dan air hangat.
mempertahankan 10. Kaji lingkungan dan
kelembaban kulit dan peralatan yang
perawatan alami menyebabkan tekanan.

Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola nafas  Respiratory status : Airway Management
berhubungan Ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan
dengan  Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
deformitas Airway patency bila perlu
dinding dada,  Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
keletihan otot- Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
otot pernafasan, keperawatan 3. Identifikasi pasien perlunya
hiperventilasi selama….ketidakefektifan pola pemasangan alat jalan nafas
nafas pasien teratasi dengan buatan
kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemonstrasikan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
batuk efektif dan suara perlu
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan 6. Keluarkan sekret dengan batuk
dyspneu ( mampu atau suction
mengeluarkan sputum, 7. Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas adanya suara tambahan
dengan mudah, tidak 8. Lakukan suction pada mayo
ada pursed lips ) 9. Berikan bronkodilator bila perlu
2. Menunjukkan jalan 10. Berikan pelembab udara kassa
nafas yang paten ( klien basah NACl Lembab
tidak merasa tercekik, 11. Atur intake untuk cairan
irama nafas, frekuensi mengoptimalkan keseimbangan
pernafasan dalam 12. Monitor respirasi dan status O2
rentang normal , tidak
da suara nafas Oxygen Therapy
abnormal ) 1. Bersihkan mulut, hidung dan
3. Tanda Tanda vital sekret trakea
dalam rentang normal ( 2. Pertahankan jalan nafas yang
tekanan darah, nadi, paten
pernafasan ) 3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fuktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Daftar Pustaka

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Mardalena, I. (2016). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Pustaka Baru
Pres.
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori Asuhan Keperawatana Gawat
Darurat. Padang : Medical book
Nugroho, T., Putri, B. T., Putri, D. K. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Yogyakarta : Nuha Medika
Nurarif, A & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnose
medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.

Anda mungkin juga menyukai