Anda di halaman 1dari 30

SYOK

1. Apa diagnosis dari scenario dan klasifikasinya?


Tanda gejala syok
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi
anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah
terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah
terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar
dengan alergen.
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-
kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam
derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan
perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti
hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan
gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. Derajat sedang dapat
mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas
atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas,
dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.
Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang
pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi
gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang. Henti
jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia
ventrikel atau renjatan yang irreversible.
Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada
satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal,
kulit, mata, susunan saaraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain.
Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam
mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak,
mual, pusing, lemas dan sakit perut.
Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan. Pada
rhinitis alergi dapat dijumpaiallergic shiners, yaitu daerah di bawah palpebra inferior
yang menjadi gelap dan bengkak. Pemeriksaan hidung bagian luar di bidang alergi ada
beberapa tanda, misalnya: allergic salute, yaitu pasien dengan menggunakan telapak
tangan menggosok ujung hidungnya ke arah atas untuk menghilangkan rasa gatal dan
melonggarkan sumbatan; allergic crease, garis melintang akibat lipatan kulit ujung
hidung; kemudian allergic facies, terdiri dari pernapasan mulut, allergic shiners, dan
kelainan gigi geligi. Bagian dalam hidung diperiksa untuk menilai warna mukosa,
jumlah, dan bentuk sekret, edema, polip hidung, dan deviasi septum. Pada kulit
terdapat eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau dingin,
lembab/basah, dan diaphoresis.
Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume
tidal. Saluran nafas atas bisa mengalami gangguan jika lidah atau orofaring terlibat
sehingga terjadi stridor. Suara bisa serak bahkan tidak ada suara sama sekali jika
edema terus memburuk. Obstruksi saluran napas yang komplit adalah penyebab
kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran
napas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema mukosa. Selain itu juga
terjadi batuk-batuk, hidung tersumbat, serta bersin-bersin.
Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi
koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular
terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot jantung
(angina), kebocoran endotel yang menyebabkan terjadinya edema, disertai pula
dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan
penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri) akibat penurunan GFR, yang pada
akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. Selain itu terjadi peningkatan
BUN dan kreatinin disertai dengan perubahan kandungan elektrolit pada urine.
Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel sentral,
peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada sistem
gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot polos,
berupa nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. Kadang kadang dijumpai perdarahan
rektal yang terjadi akibat iskemia atau infark usus.
Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati, gangguan fungsi
trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi. Sementara gangguan pada
sistem neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensi
insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status mental. Pada keadaan syok terjadi
perubahan metabolisme dari aerob menjadi anaerob sehingga terjadi peningkatan
asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadi keretakan antar sel, sel
membengkak, disfungsi mitokondria, serta kebocoran sel.
HAUPT M T, CARLSON R W. ANAPHYLACTIC AND ANAPHYLACTOID REACTIONS.
DALAM BUKU: SHOEMAKER W C, AYRES S, GRENVIK A EDS, TEXBOOK OF CRITICAL
CARE. PHILADELPHIA

2. Apa saja pemeriksaan penunjangnya?


Beberapa tujuan dari penggunaan EKG adalah :
1. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung/disritmia
2. Kelainan-kelainan otot jantung
3. Pengaruh/efek obat-obat jantung
4. Ganguan -gangguan elektrolit
5. Perikarditis
6. Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel
7. Menilai fungsi pacu jantung.

Indikasi dari penggunaan EKG

 Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung


 EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada infark
otot jantung akut
 EKG membantu menemukan gangguan elektrolit
(mis. hiperkalemiadan hipokalemia)
 EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok cabang
berkas kanan dan kiri)
 EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama uji stres jantung
 EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan jantung
(mis. emboli paru atau hipotermia)
Penunjang diagnostik EKG untuk mengetahui gambaran jantung ( biasanya pada
gambar EKG gelombang T mendatar dan terbalik ), aritmia.
SUNDANA K, 2008, INTERPRETASI EKG, 2008

Pulse oxymetry
Merupakan suatu alat untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah secara
non-invasif. Alat ini memancarkan cahaya ke jaringan seperti jari, jempol kaki,
atau pada anak kecil, seluruh bagian tangan atau kaki. Saturasi oksigen diukur
pada pembuluh arteri kecil, oleh sebab itu disebut arterial oxygen
saturation (SaO2). Ada yang dapat digunakan berulang kali hingga beberapa
bulan, adapula yang hanya sekali pakai.

Nilai saturasi oksigen yang normal pada permukaan laut pada anak adalah 95–
100%; pada anak dengan pneumonia berat, yang ambilan oksigennya
terhambat, nilai ini menurun. Oksigen biasanya diberikan dengan saturasi <
90% (diukur dalam udara ruangan). Batas yang berbeda dapat digunakan pada
ketinggian permukaan laut yang berbeda, atau jika oksigen menipis. Reaksi
yang timbul dari pemberian oksigen dapat diukur dengan menggunakan pulse
oxymeter, karena SaO2 akan meningkat jika anak menderita penyakit paru
(pada PJB sianotik nilai SaO2 tidak berubah walau oksigen diberikan). Aliran
oksigen dapat diatur dengan pulse oxymetry untuk mendapatkan nilai SaO2 >
90% yang stabil, tanpa banyak membuang oksigen.

Px penunjang

Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan


diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk
memonitor hasil pengbatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil darah
tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali
menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan
alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.
Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik dengan RAST (radio-
immunosorbent test) atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test), namun
memerlukan biaya yang mahal.
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu
dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau intradermal
yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/SET). Uji cukit paling sesuai karena
mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak,
meskipun uji intradermal (SET) akan lebih ideal. Pemeriksaan lain sperti analisa gas
darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, feses lengkap,
elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain.

SYOK ANAFILAKSIS
Definisi
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh IgE
(hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan COP dan tekanan arteri yang menurun
hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu Reaksi Antigen-Antibodi yang timbul
segera setelah suatu antigen yang sensitif untuk seseorang telah masuk dalam
sirkulasi.
Secara harafiah, anafilaktik berasal dari kata ana = balik; phylaxis = perlindungan.
Dalam hal ini respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justru merusak
jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis =
anaphylaxis). Istilah ini pertama kali digunakan oleh Richet dan Portier pada tahun
1902 untuk menerangkan terjadinya renjatan yang disusul dengan kematian pada
anjing yang disuntik bisa anemon laut. Pada suntikan pertama tidak terjadi reaksi,
tetapi pada suntikan berikutnya sesudah beberapa hari terjadi reaksi sistemik yang
berakhir dengan kematian.
Renjatan anafilaktik merupakan salah satu manifestasi reaksi anafilaktik yang berat
dengan tanda-tanda kolaps vaskular dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi
ini terjadi akibat pengeluaran mediator mastosit jaringan atau basofil darah perifer
yang mengakibatkan vasodilatasi umum pembuluh darah perifer dan peningkatan
permeabilitas. Akibatnya terjadi kebocoran cairan ke jaringan sehingga volume darah
efektif menurun, disamping hipoksemia dan disfungsi ventrikel.
Reaksi anafilaktik terjadi akibat pajanan ulang alergen yang sama yang dimediasi oleh
IgE spesifik yang melekat pada dinding mastosit dan basofil. Reaksi ini dapat
diperberat dan diperpanjang oleh mediator sekunder yang dikeluarkan oleh sel-sel
radang yang tertarik ke lokasi reaksi. Kadar IgE total yang umumnya dipakai di
laboratorium, yaitu :
UMUR (μg/dl) (IU/ml)
Neonatus <> <>

1 tahun <> <>

2-5 tahun <14,4 <>

6-9 tahun <> <>

10-15 tahun <> <>

Dewasa <> <>

Reaksi anafilaktik timbulnya tiba-tiba, tidak terduga dan potensial mematikan, serta
memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu harus dimengerti dan
selalu diwaspadai.
Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi anafilaktik yaitu :
1. Rapid reaction/reaksi cepat, terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar
dengan alergen
2. Moderate reaction/reaksi moderat terjadi antara 1-24 jam setelah terpapar dengan
alergen
3. Delayed rection/reaksi lambat terjadi > 24 jam setelah terpapar dengan alergen.
Etiologi Syok Anafilaksis
Banyak material yang dapat menyebabkan terjadinya syok anafilaksis, yaitu :
1. Protein heterolog dalam bentuk hormon seperti :
Insulin, vasopressin, paratohormone
2. Enzim
Tripsin, kimotripsin, penisilinase, streptokinase
3. Bahan-bahan tumbuhan
Alang-alang, rumput, pohon
4. Bahan-bahan bukan tumbuhan
Kutu, bulu anjing dan kucing, dan hewan uji coba laboratorium
5. Makanan
Susu, telur, ikan laut, kacang,padi-padian, biji-bijian, gelatin pada kapsul
6. Antiserum
Antilimsofitik Gamma Globulin
7. Protein yang berhubungan dengan pekerjaan
Bahan latex karet
8. Racun serangga
Sengatan lebah penyengat, lebah madu,semut api
9. Polisakarida seperti dextram dan thiomerosal pada bahan pengawet
10. Golongan protamin dan antibiotika
Golongan Penisilin, amfotericin B, nitrofurantoin, golongan kuinolon
11. Anastesi lokal
Prokain, lidokain
12. Relaksan otot
Suxamethonium, gallamine, pancuronium
13. Vitamin
Thiamin, asam folat
14. Agen untuk diagnostik
Sodium dehidrokolat, sulfobromophthalein
15. Bahan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan
Etilen oksida
Dengan melihat ada begitu banyak alergen yang dapat menyebabkan atau
mencetuskan syok anafilaksis, maka dari itu, khusus untuk pemberian terapi (obat-
obatan) sebaiknya dilakukan ’skin test’ terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya
syok anafilaksis tersebut. Teknik pelaksanaan skin test, antara lain :
a. Fiksasi daerah follar antebrachi
b. Suntikkan 0,02 ml intra-kutan, obat yang akan digunakan dalam pengobatan
nantinya
c. Lalu buat lingkaran dengan diameter ± 2 cm mengelilingi daerah suntikan
d. Tunggu ± 15 menit untuk melihat apakah terjadi pembesaran melebihi daerah
lingkaran yang dibuat (dianggap dapat mengkibatkan anafilaksis bila lingkaran
kemerahan akibat suntikan mencapai 1 inci = 2,54 cm)

PATOGENESIS
Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam reaksi
anafilaktik pada umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh mastosit/ basofil
baik yang timbul segera (yang timbul dalam beberapa menit) maupun yang timbul
belakangan ( sesudah beberapa jam).
Dari berbagai perangsang yang dapat menyebabkan pelepasan mediatornya,
mekanismenya dapat melalui reaksi yang dimediasi IgE (IgE mediated anaphylaxis).
Pada pajanan alergen, alergen ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) seperti
makrofag, sel dendritik, sel langerhans, atau yang lain. Kemudian antigen tersebut
dipersembahkan bersama beberapa sitokin ke sel T-Helper melalui MHC kelas II. Sel
T-Helper kemudian aktif dan mengeluarkan sitokin yang merangsang sel B melakukan
memori, proliferasi dan peralihan menjadi sel plasma yg kemudian menghasilkan
antibodi termasuki IgE lalu melekat pada permukaan basofil, mastosit dan sel B
sendiri. Apabila di kemudian hari terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama
maka alergen itu akan ditangkap oleh IgE terutama yang melekat pada
mastosit/basofil, ikatan alergen dengan IgE spesifiknya ini akan merangsang
mastosit/basofil mengeluarkan mediator, baik yang segera maupun yang lambat.
Mediator tersebut menyebabkan dilatasi venula, peningkatan permeabilitas kapiler,
bronkospasme, kontraksi otot polos dan dilatasi arteriol sehingga timbul manifestasi
klinik reaksi anafilaktik berupa urtikaria, angioedema, edema laring, asma,
mual/muntah, kram usus, dan renjatan yang bisa menyebabkan kematian tiba-tiba.
Reaksi inilah yang sebenarnya disebut reaksi anafilaktik.
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I
(Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi
dan aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang
dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap
oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit
T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik
untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast
(Mastosit) dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi
pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh.
Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi
segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin
dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed
mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel
yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa
waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah
waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang
dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ
tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas
kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi.
Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan
kontraksi otot polos.Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa
faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang
dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya
fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan
penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang
berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan
syok yang membahayakan penderita.
Gambar 2.1. Patofisiologi Reaksi Anfilaksis
Gambar 2.2. Patofisiologi Syok Anafilaksis

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi
anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah
terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah
terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar
dengan alergen.
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-
kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam
derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan
perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti
hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan
gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. Derajat sedang dapat
mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas
atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas,
dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.
Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang
pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi
gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang. Henti
jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia
ventrikel atau renjatan yang irreversible.
Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada
satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal,
kulit, mata, susunan saaraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain.
Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam
mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak,
mual, pusing, lemas dan sakit perut.
Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan. Pada
rhinitis alergi dapat dijumpaiallergic shiners, yaitu daerah di bawah palpebra inferior
yang menjadi gelap dan bengkak. Pemeriksaan hidung bagian luar di bidang alergi ada
beberapa tanda, misalnya: allergic salute, yaitu pasien dengan menggunakan telapak
tangan menggosok ujung hidungnya ke arah atas untuk menghilangkan rasa gatal dan
melonggarkan sumbatan; allergic crease, garis melintang akibat lipatan kulit ujung
hidung; kemudian allergic facies, terdiri dari pernapasan mulut, allergic shiners, dan
kelainan gigi geligi. Bagian dalam hidung diperiksa untuk menilai warna mukosa,
jumlah, dan bentuk sekret, edema, polip hidung, dan deviasi septum. Pada kulit
terdapat eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau dingin,
lembab/basah, dan diaphoresis.
Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume
tidal. Saluran nafas atas bisa mengalami gangguan jika lidah atau orofaring terlibat
sehingga terjadi stridor. Suara bisa serak bahkan tidak ada suara sama sekali jika
edema terus memburuk. Obstruksi saluran napas yang komplit adalah penyebab
kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran
napas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema mukosa. Selain itu juga
terjadi batuk-batuk, hidung tersumbat, serta bersin-bersin.
Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi
koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular
terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot jantung
(angina), kebocoran endotel yang menyebabkan terjadinya edema, disertai pula
dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan
penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri) akibat penurunan GFR, yang pada
akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. Selain itu terjadi peningkatan
BUN dan kreatinin disertai dengan perubahan kandungan elektrolit pada urine.
Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel sentral,
peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada sistem
gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot polos,
berupa nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. Kadang kadang dijumpai perdarahan
rektal yang terjadi akibat iskemia atau infark usus.
Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati, gangguan fungsi
trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi. Sementara gangguan pada
sistem neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensi
insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status mental. Pada keadaan syok terjadi
perubahan metabolisme dari aerob menjadi anaerob sehingga terjadi peningkatan
asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadi keretakan antar sel, sel
membengkak, disfungsi mitokondria, serta kebocoran sel.

Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya reaksi maupun
luas dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik atau menit
sesudah terpajan alergen dan gejala ringan dapat menetap sampai 24 jam meskipun
diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi
kadang-kadang langsung berat. Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan
antigen, yang dapat terjadi pada satu atau lebih organ target, antara lain
kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan saaraf pusat dan
sistem saluran kencing. Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa
takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada
tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut.
Gejala yang timbul pada organ ialah :
- Kardiovaskuler
Dapat terjadi sentral maupun perifer. Gangguan pada sirkulasi perifer dapat dilihat
dari pucat dan ekstremitas dingin. Selain itu kurangnya pengisian vena perifer lebih
bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. Dapat pula terjadi tekanan darah
rendah, vena perifer kolaps, CVP rendah, palpitasi, takikardi, hipotensi, aritmia,
penurunan volume efektif plasma, nadi cepat dan halus sampai tidak teraba, renjatan,
pingsan, pada EKG dapat ditemukan aritmia, T mendatar atau terbalik, irama nodal,
fibrilasi ventrikel sampai asistol.
- Respirasi
Dapat terjadi pernapasan cepat dan dangkal, rhinitis, bersin, gatal dihidung, batuk ,
sesak, mengi, stridor, suara serak, gawat napas, takipnea sampai apnea, kongesti
hidung, edema dan hiperemi mukosa, obstuksi jalan napas, bronkospasme,
hipersekresi mukus, wheezing dispnea, dan kegagalan pernafasan.
- Gastrointestinal
Kram perut karena kontraksi dan spasme otot polos intestinal. Mual, muntah, sakit
perut, diare.
- Kulit
Pruritus, urtikaria, angioedema, eritema.
- Mata
Gatal , lakrimasi, merah, bengkak.
- Susunan saraf pusat
Disorientasi, halusinasi, rasa logam, kejang, koma.
- Sistem saluran kencing
Produksi urin berkurang.
Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang
irreversible.
Selain beberapa gangguan pada beberapa sistem organ, Manifestasi klinik syok
Anafilaksis masih dibagi dalam derajat berat ringannya, yaitu sebagai berikut :
a. Ringan
1. Kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut dan tenggorok.
2. Kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, mata
berair.
3. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan.
b. Sedang
1. Dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan
edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi.
2. Wajah kemerahan, hangat, ansietas dan gatal-gatal.
3. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.
c. Parah
1. Awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang
sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat kearah
bronkospame, edema laring, dispnea berat dan sianosis.
2. Disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare dan kejang-kejang.
3. Henti jantung dan koma jarang terjadi.

Secara sederhana gajala & tanda syok anafilaktik tertera pada tabel dibawah ini :
Tanda dan gejala Keterangan

Tekanan darah Turun sampai sangat turun

Tekanan nadi Turun sampai sangat turun

Denyut nadi Meningkat sampai sangat


meningkat

Isi nadi Normal atau kecil

Vasokonstriksi Meningkat
perifer
Suhu kulit Dingin

Warna Normal atau pucat


Tekanan vena Normal atau rendah
sentral
Diuresis Tidak ada

EKG Normal

Foto paru Normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan
diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk
memonitor hasil pengbatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil darah
tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali
menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan
alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.
Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik dengan RAST (radio-
immunosorbent test) atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test), namun
memerlukan biaya yang mahal.
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu
dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau intradermal
yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/SET). Uji cukit paling sesuai karena
mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak,
meskipun uji intradermal (SET) akan lebih ideal. Pemeriksaan lain sperti analisa gas
darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, feses lengkap,
elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain.

DIAGNOSIS
Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ atau lebih
setelah terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu menegakkan diagnosis
maka American Academy of Allergy, Asthma and Immunology telah membuat suatu
kriteria.
Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga
beberapa jam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya
(misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan,
pembengkakan bibir, lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory
compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF,
hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan
disfungsi organ sasaran (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia).
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak setelah
terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga beberapa
jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya bintik-bintik kemerahan pada
seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir-lidah-uvula); Respiratory
compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF,
hipoksemia); penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan (misalnya
hipotonia, sinkop, inkontinensia); dan gejala gastrointestinal yang persisten (misalnya
nyeri abdominal, kram, muntah).
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada alergen
yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada bayi dan
anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau penurunan darah
sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan darah sistolik kurang
dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30% dari tekanan darah awal.

DIAGNOSA BANDING
Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti :
1. Reaksi vasovagal
Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak
pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada
reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan
darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti
anafilaktik.
2. Infark miokard akut
Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa
penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda
obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.
3. Reaksi hipoglikemik
Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain.
Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-
kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas.
Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas.
4. Reaksi histeris
Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau
sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan
tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.
5. Carsinoid syndrome
Pada syndrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare,
serangan sesak napas seperti asma.
6. Chinese restaurant syndrome
Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa
menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5gr bisa
menyebabkan asma.Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan
tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.
7. Asma bronchial
Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang
berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu,
aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari.
8. Rhinitis alergika
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang
hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu,
terutama di udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA.

Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik. Gambaran klinis yang tidak
spesifik dari anafilaksis mengakibatkan reaksi tersebut sulit dibedakan dengan
penyakit lainnya yang memiliki gejala yang sama. Hal ini terjadi karena anafilaksis
mempengaruhi seluruh sistem organ pada tubuh manusia sebagai akibat pelepasan
berbagai macam mediator dari sel mast dan basofil, dimana masing-masing mediator
tersebut memiliki afinitas yang berbeda pada setiap reseptor pada sistem organ.
Beberapa kondisi yang menyerupai reaksi anafilaksis dan syok anafilaktik adalah reaksi
vasovagal, infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi histeris, Carsinoid
syndrome, Chinese restaurant syndrome, asma bronkiale, dan rhinitis alergika.
Reaksi vasovagal, sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak
pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada
reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan
darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti
anafilaktik.Sementara infark miokard akut, gejala yang menonjol adalah nyeri dada,
dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak
tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada
nyeri dada.
Reaksi hipoglikemik, disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain.
Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-
kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas.
Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas. Sedangkan pada
reaksi histeris, tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau
sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan
tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.
Carsinoid syndrome, dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala,
diare, serangan sesak napas seperti asma. Chinese restaurant syndrome, dapat
dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit
setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr bisa
menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan
tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.
Asma bronkiale, gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan
suara napas mengi (wheezing). Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti
debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari. Rhinitis
alergika, penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal
hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus
seperti debu, terutama di udara dingin.

PENATALAKSANAAN
1. Penderita langsung dibaringkan.
2. Pemberian oksigen dimana dapat dipertimbangkan intubasi endotrakheal.
3. Diberikan larutan salin (cairan IVFD Ringer Laktat atau NaCl 0,9%) untuk mengisi
kekurangan cairan pada pembuluh darah yang melebar. Juga ditambahkan nutrisi
dengan Dextrosa 5%.
4. Diberikan suntikan adrenalin IM/SK 0,3 – 0,5 ml larutan 1:1000 bila keadaan ringan,
ulangi setiap 5 – 10 menit bila keadaan parah.
5. Dapat juga diberikan adrenalin secara IV yaitu 3 – 5 ml IV larutan 1 : 10000
6. Bisa diberikan obat alternatif seperti :
a. Aminofilin bila ada bronkospasme dengan dosis 5 – 6 mg/kg perinfus selama
20 menit dan dilanjutkan 0,4 – 0,9 mg/kg/jam.
b. Kortikosteroid/hidrokortison , IV 100-200 mg untuk mencegah relaps.
c. Antihistamin IV seperi difenhidramin 50 – 100 mg IM/IV, namun kurang efektif
terlebih apabila penanganan syok sudah teratasi.

Tindakan
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen baik peroral
maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting dilakukan
adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen yang diduga
menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan penderita pada alas yang keras.
Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena,
dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan circulation dari tahapan
resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup
dasar. Airway, penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak
ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan triple airway manuver yaitu ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan,
dan buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong
dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau
trakeotomi. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan
napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan
napas dan oksigen 5-10 liter /menit. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi
pada arteri besar (a. karotis atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Obat-obatan
Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk mengobati
syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan tekanan darah,
menyempitkan pembuluh darah, melebarkan bronkus, dan meningkatkan aktivitas
otot jantung. Adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin dan
mediator lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin adalah meningkatkan cAMP
dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta
pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai
kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer
dan otot polos bronkus. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi
pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga
menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek.
Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun sekitar
lesi pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan syok
anafilaktik. Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler.
Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat dan lebih baik
dari pada pemberian subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1 :1000 (0,3-0,5 mg) untuk
orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali
tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan perbaikan.
Tabel 2.1. Dosis Adrenalin Intramuskular untuk Anak-anak
Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali pada keadaan tertentu
saja misalnya pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama anestesia. Pada
saat pasien tampak sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi dan absorbsi injeksi
intramuskuler yang benar-benar diragukan, adrenalin mungkin diberikan dalam injeksi
intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5 ml dari pengenceran injeksi adrenalin
1:10000) diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit dan dihentikan jika respon
dapat dipertahankan. Pada anak-anak dapat diberi dosis 10 mcg/kg BB (0,1 ml/kg BB
dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) dengan injeksi intravena lambat selama
beberapa menit. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin
2-4 ug/menit. Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami syok
anafilaksis perlu membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya perlu diajarkan
cara penyuntikkan yang benar. Pada kemasan perlu diberi label, pada kasus kolaps
yang cepat orang lain dapat memberikan adrenalin tersebut. (Pamela, adrenalin,
draholik)
Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obat-obat yang
sering dimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan bronkodilator.
Pemberian antihistamin berguna untuk menghambat proses vasodilatasi dan
peningkatan peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan oleh pelepasan
mediator dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator tetapi bukan
bukan merupakan obat pengganti adrenalin. Tergantung beratnya penyakit,
antihistamin dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis berat
antihistamin dapat diberikan intravena. Untuk AH2 seperti simetidin (300 mg) atau
ranitidin (150 mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam
waktu 5 menit. Bila penderita mendapatkan terapi teofilin pemakaian simetidin harus
dihindari sebagai gantinya dipakai ranitidin. Anti histamin yang juga dapat diberikan
adalah dipenhidramin intravena 50 mg secara pelan-pelan (5-10 menit), diulang tiap
6 jam selama 48 jam.
Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon keradangan, kortikosteroid tidak
banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan hanya digunakan pada reaksi
sedang hingga berat untuk memperpendek episode anafilaksis atau mencegah
anafilaksis berulang. Glukokortikoid intravena baru diharapkan menjadi efektif
setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125 mg intravena dpt diberikan tiap 4-6
jam sampai kondisi pasien stabil (yang biasanya tercapai setelah 12 jam), atau
hidrokortison intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam,
atau deksametason 2-6 mg/kg BB.
Apabila terjadi bronkospasme yang menetap diberikan aminofilin intravena 4-7 mg/Kg
BB selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6 mg/Kg BB/jam, atau aminofilin
5-6 mg/Kg BB yang diencerkan dalam 20 cc dextrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan
perlahan-lahan sekitar 15 menit. Pilihan yang lain adalah bronkodilator aerosol
(terbutalin, salbutamol). Larutan salbutamol atau agonis β2 yang lain sebanyak 0,25
cc-0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl 0,99% diberikan melalui nebulisasi.
Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat diberikan
vasopresor melalui cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin 1:1000 dalam 250
ml dextrosa (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-4 mg/menit atau 15-60
mikrodrip/menit (dengan infus mikrodrip), bila diperlukan dosis dapat dinaikan
sampai dosis maksimum 10 mg/ml, atau aramin 2-5 mg bolus IV pelan-pelan, atau
levarterenol bitartrat 4-8 mg/liter dengan dekstrosa 5% dengan kecepatan 2ml/menit,
atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg BB/jam secara infus dengan dextrosa 5%.
Terapi Cairan
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan
utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan
tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis
cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan
larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan kekurangan volume
plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan
20-40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan
dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.
Perlu diperhatikan bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa
melepaskan histamin. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan
pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma
berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
Observasi
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke
rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan,
maka penanganan penderita di tempat kejadian harus seoptimal mungkin sesuai
dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter.
Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari
jantung. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi
harus diobservasi dulu selama selama 24 jam, 6 jam berturut-turut tiap 2 jam sampai
keadaan fungsi membaik. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan, klinis
(keadaan umum, kesadaran, vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah,
elektrokardiografi, dan komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac
arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria
dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, infark miokard, aborsi, dan gagal
ginjal juga pernah dilaporkan. Penderita yang telah mendapat adrenalin lebih dari 2-3
kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit.2,9,12
Gambar 2.3. Algoritma Penatalaksanaan Reaksi Anafilaksis
PENCEGAHAN
Pencegahan syok anafilaksis merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian
obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang
dapat kita lakukan, antara lain :
1. Pemberian obat harus benar – benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai
riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi terhadap
kemungkinan terjadinya syok anafilaksis.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat
mentoleransi pemberian obat – obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita
tidak akan mengalami reaksi anafilaksis. Orang dengan tes kulit negatif dan
mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1-3%
dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya reaksi anfilaksis atau anafilaktoid serta adanya alat –alat
bantu resusitasi kegawatan

Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penetalaksanaan syok anafilaktik


terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Melakukan anamnesis riwayat alergi
penderita dengan cermat akan sangat membantu menentukan etiologi dan faktor
risiko anafilaksis. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang
mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi
terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
Melakukan skin test bila perlu juga penting, namun perlu diperhatian bahwa tes kulit
negatif pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut,
tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaksis. Orang
dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai
kemungkinan reaksi sebesar 1-3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya
reaksi 60%, bila tes kulit positif.
Dalam pemberian obat juga harus berhati-hati, encerkan obat bila pemberian dengan
jalur subkutan, intradermal, intramuskular, ataupun intravena dan observasi selama
pemberian. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik. Catat obat penderita
pada status yang menyebabkan alergi. Jelaskan kepada penderita supaya menghindari
makanan atau obat yang menyebabkan alergi. Hal yang paling utama adalah harus
selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi reaksi anfilaksis serta adanya alat-
alat bantu resusitasi kegawatan. Desensitisasi alergen spesifik adalah pencegahan
untuk kebutuhan jangka panjang.

PROGNOSIS
Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan, reaksi
anafilaksis jarang menyebabkan kematian. Namun reaksi anafilaksis tersebut dapat
kambuh kembali akibat paparan antigen spesifik yang sama. Maka dari itu perlu
dilakukan observasi setelah terjadinya serangan anafilaksis untuk mengantisipasi
kerusakan sistem organ yang lebih luas lagi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis dari reaksi anafilaksis yang
akan menentukan tingkat keparahan dari reaksi tersebut, yaitu umur, tipe alergen,
atopi, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronis, asma, keseimbangan
asam basa dan elektrolit, obat-obatan yang dikonsumsi seperti β-blocker dan ACE
Inhibitor, serta interval waktu dari mulai terpajan oleh alergen sampai penanganan
reaksi anafilaksis dengan injeksi adrenalin.

KESIMPULAN
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh Ig E
yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Syok
anafilaktik memang jarang dijumpai, tetapi mempunyai angka mortalitas yang sangat
tinggi.
Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu
makanan, obat-obatan, dan bisa atau racun serangga. Faktor yang diduga dapat
meningkatkan risiko terjadinya anafilaksis, yaitu sifat alergen, jalur pemberian obat,
riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen. Anafilaksis dikelompokkan dalam
hipersensitivitas tipe I, terdiri dari fase sensitisasi dan aktivasi yang berujung pada
vasodilatasi pembuluh darah yang mendadak, keaadaan ini disebut syok anafilaktik.
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Gejala dapat dimulai dengan gejala
prodormal kemudian menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat yang dapat
terjadi pada satu atau lebih organ target. Pemeriksaan laboratorium diperlukan dan
sangat membantu menentukan diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa
pemeriksaan digunakan untuk memonitor hasil pengobatan dan mendeteksi
komplikasi lanjut. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang baik akan
membantu seorang dokter dalam mendiagnosis suatu syok anafilaktik.
Penatalaksanaan syok anfilaktik harus cepat dan tepat mulai dari hentikan allergen
yang menyebabkan reaksi anafilaksis; baringkan penderita dengan kaki diangkat lebih
tinggi dari kepala; penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru; pemberian
adrenalin dan obat-obat yang lain sesuai dosis; monitoring keadaan hemodinamik
penderita bila perlu berikan terapi cairan secara intravena, observasi keadaan
penderita bila perlu rujuk ke rumah sakit.
Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penatalaksanaan syok anafilaktik
terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Apabila ditangani secara cepat dan tepat
sesuai dengan kaidah kegawat daruratan, reaksi anafilaksis jarang menyebabkan
kematian.
HAUPT M T, CARLSON R W. ANAPHYLACTIC AND ANAPHYLACTOID REACTIONS.
DALAM BUKU: SHOEMAKER W C, AYRES S, GRENVIK A EDS, TEXBOOK OF CRITICAL
CARE. PHILADELPHIA

Apa Tanda dan gejala syok ?


• Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi
yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan
penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan
homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke
jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat
lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak
diperlukan.
• Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif
dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut:
• 1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean
arterial pressure / tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau
menurun 30% lebih.
• 2. Oliguria: produksi urin kurang dari 30 ml/jam.
• 3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta
pengisian kapiler yang jelek.
Obat-obat apa saja yang harus ada pada kasus emergency ?
OBAT – OBATAN EMERGENCY
ADRENALIN (EPINEPHRIN).
• Pada syok anafilaktik untuk mengatasi gangguan sirkulasi dan
menghilangkan bronchospasme.
• Pada syok ringan dosis 0,3 - 0,5 mg sub cutan dalam larutan 1: 1000 (1 cc =
1 mg).
• Pada syok berat dapat diulang atau ditingkatkan 0,5 - 1 mg.
• Pada RJP diharapkan merangsang reseptor alfa agar terjadi vasokonstriksi
perifer dan merangsang reseptor beta di jantung agar pembuluh darah
koroner dilatasi hingga aliran darah ke myokard jadi lebih baik.
• Adrenalin mengubah “Fine Ventricular Fibrillation”menjadi “Coarse
Ventricular Fibrillation” yang lebih mudah disembuhkan dengan DC Shock
(defibrilasi) dosis anjuran 0,5 - 1 mg dalam larutan 1 : 10.000 (1mg
dilarutkan menjadi 10 cc) kalau perlu diulang tiap 5 menit karena masa
kerjanya pendek.
• Suntikan intra kardial tidak dianjurkan karena menyebabkan
pneumothorak, kerusakan koronaria atau nekrosis miocard.

EPHEDRINE.
• Obat simpatomimetik .
• Kerja ganda : secara langsung pada reseptor adrenergik dan secara tidak langsung
dengan merangsang pengeluaran katekolamin.
• Efeknya sama dengan adrenalin potensinya lebih lemah tapi masa kerjanya 7 - 10 kali
lebih panjang.
• Selama anestesi untuk mengatasi hipotensi akibat blok spinal atau depresi Halothan.
• Dosis 10 - 50 mg IM atau 10 - 20 mg IV.

DOPAMINE.
• Obat precursor katekolamin.
• Dosis 2 - 5 mikrogram / kg BB / menit.
• Khasiat inotropik menaikkan curah jantung disertai sedikit kenaikan tekanan darah dan
deenyut nadi.
• Dosis lebih tinggi 5 - 10 mikrogram/kg BB menyebabkan takhicardi dan mungkin
aritmia.
• Jika lebih dari 10 mikrogram / kg BB / menit efek yang menonjol adalah vasokonstriksi
perifer.
• Dipakai untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi pada syok septik, syok
kardiogenik dan pasca resusitasi jantung.
ATROPIN (SULFAS ATROPIN).
• Obat parasimpatolitik.
• Bekerja menghambat pengaruh Nervus Vagus pada SA Node (Vagolytic).
• Dapat meningkatkan denyut nadi pada pasien sinus bradicardi atau blok
AV derajat 1 atau derajat 2.
• Dosis dewasa 0,5 mg IV dapat diulang sampai 2 mg.
• Dosis bayi 0,01 mg/kg BB tanda overdosis atropin pada bayi kenaikan suhu
tubuh (hipertermia).
LIDOKAIN
• Obat pilihan untuk aritmia ventrikuler .
• Efek segera dan masa kerjanya pendek. IV bolus memberi kadar puncak
dalam 10 detik dan berlangsung sampai 30 menit.
• Dosis IV 1 - 1,5 mg / kgbb. Dosis pemeliharaan dalam tetesan infus 15 - 50
mikrogram / kg BB.
• Gejala intoksikasi pada SSP berupa penurunan kesadaran (somnolen),
gangguan bicara sampai konvulsi.
• Gejala intoksikasi pada sirkulasi berupa depresi myokard, penurunan
curah jantung tan tekanan darah.

CEDILANID.
• Untuk obat tachyaritmia supraventrikuler dan kegagalan jantung kongestif.
• Mulai bekerja 10 - 30 menit stelah penyuntikan IV.
• Dosis digitalisasi totalnya 0,8 - 1,6 mg IV yg dibagi dalam 4 kali pemberian
selang 3 - 6 jam diikuti dosis pemeliharaan.
• Dosis pemeliharaan 0,2 mg IM tiap 12 jam (dosis yang diperlukan
bergantung respon individual).
• Gejala intoksikasi berupa bradikardi, AV blok dan fibrilasi ventrikel.
Intoksikasi lebih mudah terjadi pada keadaan hipokalemia.

DEXAMETHASONE.
• Obat golongan glukokortikoid yang memiliki efek anti inflamasi dan anti
edema yang sangat kuat .
• Digunakan untuk mengurangi edema otak pasca trauma dan pasca RJP
(pada fase dini) dan untuk mengatasi edema laring pasca intubasi.
• Dosis 0,2 mg / kg BB IV dapat diulangi tiap 6 jam.
FUROSEMIDE.
• Diuretik yang bekerja cepat dalam waktu 2 - 10 menit setelah pemberian
IV.
• Dosis IV 0,5 - 2 mg / kg BB.
• Untuk payah jantung kongestif dan edema paru akut.
• Pada edema serebri pasca trauma untuk menurunkan tekanan intrakranial
dan menyebabkan berkurangnya prooduksi CSF.

NATRIUM BICARBONAT (Na. Bic).


• Untuk koreksi asidosis metabolik, potensi anestetik lokal, terapi tambahan
hiponatremia simptomatik akutdan alkalinisasi urine.
• Dosis pada henti jantung 1 mEq / kg BB IV, maintenance 0,5 mEq / kg BB
tiap 10 menit setelah henti jantung.
• Dosis pada asidosis: BB(kg) x Defisit basa (mEq/l) x 0,3 (pd bayi 0,4)
pemberian Bic separuhnya. Dosis maksimum 8 mEq / kg / hari.
• Dosis hiponatremia simptomatik akut 1 mEq / kg BB IV lamban.

Anda mungkin juga menyukai