Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era pasar bebas atau dikenal AFTA (Asean Free Trade Assosiation)
diperlukan kesiapan yang mantap dari semua sektor, termasuk sektor kesehatan
khususnya rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu mata rantai didalam
pemberian pelayanan kesehatan serta suatu organisasi dengan sistem terbuka dan
selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencapai suatu keseimbangan
yang dinamis dan mempunyai fungsi utama melayani masyarakat yang
membutuhkan pelayanan kesehatan serta sebagai tempat penelitian berdasarkan
surat keputusan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan rumah sakit, diantaranya adalah akreditasi rumah sakit yang ada saat ini
mulai dituntut oleh masyarakat pengguna jasa pelayanan rumah sakit (Joeharno,
2008 dalam Hidayat Inayatul, 2017).
Indonesia berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduknya
sebagai wujud dari tanggung jawab terhadap kesehatan pendududknya, sebagai
mana tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang telah ditetapkan
melalui SK Menteri Kesehatan RI No 131/Menkes/SK/II/2004 bahwa Sistem
Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya
bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung, guna mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 (Selin Debora, 2011).
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari
pembangunan nasional, tujuannya yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, diselenggarakan
berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu (Permenkes,
2015).
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat adalah dengan memfasilitasi penyediaan dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, Salah satunya adalah institusi kesehatan
yaitu rumah sakit. Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2010) rumah sakit adalah
suatu badan usaha yang menyediakan pemondokan dan yang memberikan jasa
pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan
observasi, diagnostik, terapetik, dan rehabilitatif untuk orang-orang yang
menderita sakit, terluka, dan untuk mereka yang melahirkan (Selin Debora, 2011).
Pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya pelayanan kesehatan di
rumah sakit saat ini sedang mendapat perhatian dari masyarakat. Berbagai keluhan
dari masyarakat yang menyangkut kualitas pelayanan di rumah sakit haruslah
mendapat kepedulian dari pihak pengelola dan penyelenggara layanan rumah
sakit. Kendala manajemen dan pelaksanaannya perlu untuk segera diatas atau
diminimalkan (Surbanegara dalam Mandagi M Fergie dkk ,2015).
Tenaga kesehatan sebagai sumber daya manusia dalam menjalankan
pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan sumber daya yang penting dan
sangat di butuhkan untuk mencapai kinerja yang optimal. Berhasil tidaknya suatu
perusahaan termasuk perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit tergantung pada kemampuan sumber daya manusia
dalam menjalankan aktivitasnya (IIyas Y dalam Mandagi M Fergie dkk ,2015).
Sumber daya manusia terbanyak yang berinteraksi secara langsung dengan
pasien adalah perawat, sehingga kualitas pelayanan yang dilaksanakan oleh
perawat dapat dinilai sebagai salah satu indikator baik atau buruknya kualitas
pelayanan di rumah sakit (Aditama, 2000). Saat ini rumah sakit justru mengalami
berbagai masalah yang berhubungan dengan sumber daya keparawatan, baik
masalah dalam organisasi, masalah dari individu perawat, atau masalah dari
keduanya. Salah satu dari berbagai macam masalah tersebut yakni berhubungan
dengan motivasi dan kepuasan kerja para perawat (Noor Bahry,2013 ; Reza
Septian R, 2015).
Karakteristik perawat yang selalu menjadi penentu arah dan kekuatan
bekerja adalah motivasi dan lain-lain seperti: tingkat pengetahuan, keterampilan
kerja, kewenangan yang diberikan, nilai inovatif, dedikasi dan pengabdian
masing-masing pada profesi. Menurut Herzberg dalam Ilyas (2001), yang
dimaksud dengan faktor motivasi adalah hal- hal yang mendorong berprestasi
yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang,
sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemeliharaan adalah faktor-
faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang,
misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupannya dalam melaksananakan pekerjaan (Makta Lak ode, Noor Bahry &
Kapalawi Irwandy, 2013).
Di dunia menunjukkan bahwa tingkat kepuasan kerja perawat masih
termasuk dalam kategori yang cukup rendah. Pada bulan Maret 2007 telah
dilakukan penelitian pada 1.783 perawat di Amerika Serikat dan Kanada yang
rata-rata adalah perawat yang sudah bekerja di rumah sakit selama lebih dari 15
tahun hasilnya menyatakan bahwa 23% cukup tidak puas, dan 9% sangat tidak
puas. Rendahnya tingkat motivasi kerja merupakan hal yang umum terjadi di
negara berkembang,namun baru- baru ini dari hasil penelitian internasional pada
43.000 perawat dari 700 rumah sakit di Amerika Serikat, Kanada, Inggris,
Skotlandia dan Jerman menunjukkan bahwa jumlah ketidak puasan para perawat
dengan pekerjaan mereka berkisar antara 17 % di Jerman sampai 41 % di Amerika
Serikat menurut Aiken et al. (2001). Adanya persentase keinginan para perawat
untuk meninggalkan kehadiran kerja mereka bervariasi dari 17 % di Jerman
sampai 39 % di Inggris. Berdasarkan penelitian di Thailand tentang kepuasan
kerja perawat dan persepsi mereka terhadap kepemimpinan kepala ruang di
Rumah Sakit Provinsi Sakaeo,ditemukan bahwa kepuasan kerja perawat 13,79%
yang masih rendah menurut shui hui wang et al.(2005) dalam Fitria Jimy, 2017.
Indonesia merupakan Negara berkembang dengan isu motivasi dan
kepuasan kerja perawat yang tidak jauh berbeda. Sangat minimnya data statistik
yang terkait menyebabkan sulitnya pantauan dan program pengembangan bagi
sumberdaya manusia pada bidang keperawatan secara nasional. Hasil analisis
lingkungan kerja perawat oleh WHO (2013) di beberapa negara Asia,termasuk
Indonesia menemukan bahwa lingkungan kerja perawat belum optimal seperti
pendapatan perawatan yang rendah, fasilitas kesehatan yang buruk dan tidak aman
bagi staf perawat, rasio perawat pasien yang tidak optimal, hubungan tim kerja
yang perlu penguatan, beberapa perawat mengalami kekerasan fisik, kurang
perlindungan dalam pekerjaan dan beberapa fasilitas yang tidak memuaskan.
Penelitian lain di Indonesia yang mendukung adalah Rochyatun (2011) yang
menyatakan bahwa di sebuah rumah sakit di Jawa Tengah menunjukkan
rendahnya tingkat kepuasan kerja perawat karena kurangnya penghargaan yang
diberikan pada perawat, penghargaan tersebut tidak hanya dalam bentuk gaji atau
upah yang diterima saja melainkan bentuk pujian dari kepala ruang, sehingga
perawat memiliki motivasi kerja yang cukup rendah (Fitria Jimy, 2017).
Karakteristik perawat yang selalu menjadi penentu arah dan kekuatan
bekerja adalah motivasi dan lain-lain seperti: tingkat pengetahuan, keterampilan
kerja, kewenangan yang diberikan, nilai inovatif, dedikasi dan pengabdian
masing-masing pada profesi. Menurut Herzberg dalam Ilyas (2001), yang
dimaksud dengan faktor motivasi adalah hal- hal yang mendorong berprestasi
yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang,
sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemeliharaan adalah faktor-
faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang,
misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupannya dalam melaksananakan pekerjaan (Makta Lak ode, Noor Bahry &
Kapalawi Irwandy, 2013).
Motivasi kerja perawat yang kurang akan memberikan dampak negatif
pada kualitas pelayanan yang diberikan. Motivasi kerja perawat yang rendah akan
tampak dalam berbagai hal, yaitu: kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam
mengerjakan suatu pekerjaan atau kegiatan, memiliki pekerjaan namun tidak
sesuai dengan rencana dan tujuan, bersikap apatis, tidak percaya diri, ragu dalam
mengambil keputusan, dan tidak mempunyai semangat dalam bekerja (Reza
Septian R, 2015)
Perawat dapat mempunyai motivasi yang tinggi apabila berada dalam tiga
keadaan: pertama, pekerjaan yang akan dilakukan mampu dilaksanakan dengan
baik; kedua, usaha yang dilakukannya membuahkan hasil yang diharapkan; dan
ketiga, ada hasil yang menarik untuk dirinya.Motivasi yang tinggi juga akan
menciptakan suatu kepuasan didalam pekerjaannya. Brayfield, Artur, dan Rothe
mengatakan bahwa suatu kepuasan juga didapatkan dari sebuah pekerjaan. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan seseorang dalam pekerjaannya,
diantaranya adalah gaji yang didapat, budaya organisasi, hubungan dengan rekan
kerja, supervisi, dan pengembangan karir (Reza Septian R, 2015).
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan disalah satu ruangan RSMY
terakreditasi pada tanggal Januari 2020, terlihat perbedaan dalam pelayanan yang
diberikan kepada pasien dan juga didapatkan hasil wawancara dengan 3 perawat
di ruangan tersebut mengenai motivasi kerja perawat. Dari tiga perawat
mengungkapkan bahwa mereka belum ada peningkatan yang signifikan mengenai
motivasi kerja setelah intensi tidak keluar, mengenai pekerjaan menurut 3
perawat, pekerjaan menjadi lebih banyak, dan juga mereka mengungkapkan
bahwa mereka merasa kejenuhan dalam pekerjaan yang tidak dapat mendapatkan
intensif.
Dari hasil data di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Hubungan Pengetahuan dan intensif dengan Motivasi Kerja Perawat diruangan
Flamboyan RSUD Dr. M.Yunus Kota Bengkulu”
B. Rumusan Maslah
Penentu arah dan kekuatan bekerja pada perawat adalah motivasi, tingkat
pengetahuan, keterampilan kerja, kewenangan yang diberikan, nilai inovatif,
dedikasi dan pengabdian masing-masing pada profesi. Apabila perawat
termotivasi dan puas terhadap pekerjaannya, maka perawat akan memberikan
pelayanan yang baik bagi klien dan juga menimbulkan dedikasi yang tinggi
terhadap rumah sakit. Maka rumusan masalah pada penelitian ini adakah
Hubungan Pengetahuan Dam Insentif Dengan Motivasi Kerja Perawat Di Ruang
Flamboyan RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dam insentif
dengan motivasi kerja perawat di ruang flamboyan RSUD Dr. M. YUNUS
Bengkulu.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian, yaitu agar peneliti mampu :
a. Teridentifikasi karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan dan lama RSUD Dr. M. YUNUS Bengkulu
b. Diketahui gambaran pengetahuan pada perawat RSUD Dr. M.
YUNUS Bengkulu
c. Diketahui gambaran Intensif perawat RSUD Dr. M. YUNUS
Bengkulu
d. Diketahui hubungan hubungan pengetahuan dam insentif dengan
motivasi kerja perawat di ruang flamboyan RSUD Dr. M. YUNUS
Bengkulu.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi pimpinan dan
manajemen RSUD Dr. M. YUNUS Bengkulu untuk lebih memperhatikan
hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan dan insentif perawat.
Sehingga diharapkan akan berpengaruh pada motivasi kerja para perawat.
2. Perkembangan Ilmu Keperawatan
a. Penelitian ini dapat menjadi bahan kajian yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang berkaitan dengan motivasi kerja
perawat.
b. Hasil dari penelitian ini juga dapat sebagai informasi untuk perawat
tentang memotivasi diri.
3. BagiPenelitian Selanjutnya
a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dan pembanding
untuk penelitian lanjutan
b. Sebagai acuan untuk menggunakan jenis penelitian kualitatif, agar
hasilnya lebih bermakna dan mendalam terkait pengetahuan,
Insentif dan motivasi kerja perawat.

Anda mungkin juga menyukai