Anda di halaman 1dari 4

PENGAMATAN LAPANGAN KONDISI HIDROLOGI PADA KAWASAN KARST DI

KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


(Studi Kasus : Luweng Anyar, Goa Seropan, Goa Gremeng, Goa Kalisuci)

Herjuna Wiratama
Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Email : herjunawiratama97@gmail.com

INTISARI

Kabupaten Gunungkidul memiliki karakteristik hidrologi yang berbeda dibandingkan dengan kabupaten
lainnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Karakteristik tersebut dipengaruhi oleh bentuklahan Kabupaen
Gunungkidul yang mayoritas merupakan kawasan dengan bentuklahan asal proses pelarutan. Salah satu dari
bentuklahan asal proses pelarutan adalah kawasan karst. Kegiatan lapangan yang berupa pengamatan dan observasi
lapangan bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses hidrologi kawasan karst terjadi dan bentuklahan yang
mendukung terhadap proses hidrologi tersebut. Titik observasi pengamatan hidrologi yang dilaksanakan terdapat pada
empat lokasi yaitu Luweng Anyar, Goa Seropan, Goa Gremeng, dan Goa Kalisuci. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul mengalirkan air masuk menuju bentuklahan asal proses pelarutan yang
merupakan luweng dan goa. Aliran air tersebut menjadi aliran air sungai bawah tanah yang mengalir menuju Pantai
Selatan Pulau Jawa.

Kata Kunci : Bentuklahan, Karst, Goa

PENDAHULUAN

Karst adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu bentuklahan yang terbentuk oleh proses
pelarutan atau solusional (Cahyadi, 2017). Material yang terdapat pada kawasan karst sebagian besar berasal dari batuan
karbonat (gamping) yang memiliki tingkat porositas tinggi terhadap proses pelarutan. Karst yang banyak dijumpai adalah
karst yang berkembang di batuan karbonat. Hal ini karena batuan karbonat memiliki sebaran yang luas. Akan tetapi karst
tidak hanya terjadi di daerah batuan karbonat namun juga di batuan lain yang mudah larut dan mempunyai porositas
sekunder seperti gipsum dan batugaram.

Anggapan bahwa pengertian karst sama dengan batugamping tidaklah tepat dikarenakan batugamping hanya
salah satu dari berbagai jenis batuan yang mudah larut dan mampu menghasilkan kenampakan karst (Pramono dan Ashari,
2014). Oleh karena sebaran batugamping yang paling luas sehingga banyak yang salah mengartikan bahwa karst adalah
batugamping. Air adalah salah satu dari kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.
Sumberdaya air memiliki variasi terhadap kualitas, kuantitas dan keberadaanya di permukaan bumi. Hal ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti iklim, topografi, morfologi, tanah, vegetasi dan aspek dari tindakan manusia.

Keberadaan air pada kawasan karst Kabupaten Gunungkidul memiliki keunikan karena sebagian besar aliran air
masuk kebawah permukaan tanah dan menjadi sebuah sistem hidrologi bawah tanah. Oleh karena itu terdapat suatu
perbedaan karakteristik debit, kualitas, pemanfaatan, pelestarian air pada kawasan karst dibandingkan dengan aliran air
pada permukaan atau air sungai. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi hidrologi yang
terdapat pada Kabupaten Gunungkidul dan pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar dalam aspek pemanfaatan,
pelestarian dan risiko dari sumberdaya air kawasan karst. Pengamatan dilakukan pada beberapa lokasi terdapatnya aliran
air kaawsan karst dan dibatasi menjadi empat lokasi pengamatan dikarenakan keterbatasan waktu dalam kegiatan.

ISI

Pengamatan kondisi hidrologi kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul dilakukan pada kegiatan praktikum
lapangan geohidrologi Fakultas Geografi UGM. Lokasi pengamatan ada empat antara lain Luweng Anyar, Goa Seropan,
Goa Gremeng dan Goa Kalisuci. Luweng Anyar merupakan salah satu bentuklahan karst yang berlokasi pada Dusun
Serpeng Wetan, Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul. Lokasi absolut Luweng Anyar terdapat pada
posisi koordinat -8.026281, 110.603643/ 8˚01’34.6” S, 110˚36’13.1” E.
Luweng merupakan wadah tangkapan air yang merupakan salah satu jenis sinkhole (Widyaningtyas dan Putra,
2014). Sinkhole adalah salah satu istilah dalam literatur-literatur Amerika Utara untuk menyebutkan doline (Pramono dan
Ashari, 2014). Doline merupakan cekungan berbentuk lonjong atau bulat dengan ukuran beberapa meter hingga lebih
kurang satu kilometer. Doline terbentuk dari berbagai macam proses termasuk diantaranya adalah pelarutan, runtuhan dan
amblesan (Ford dan Williams, 2007 dalam Pramono dan Ashari, 2014).

Doline di daerah beriklim sedang memiliki bentuk yang membulat dan lebih teratur sedangkan di daerah iklim
tropis doline berbentuk tidak teratur dan cenderung banyak yang berbentuk bintang atau cockpits (Haryono, 2004 dalam
Pramono dan Ashari, 2014). Luweng Anyar memiliki bentuk yang tidak teratur dengan proses pembentukannya yang
berasal dari amblesan tanah. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa material pada luweng anyar didominasi
oleh batu gamping dengan perlapisan tanah di atasnya yang tidak tebal. Volume air pada luweng anyar mengalami
kenaikan pasca hujan deras dan mampu mengisi luweng.

Hasil wawancara penduduk menunjukkan bahwa tinggi air mampu memenuhi luweng membentuk badan air
seperti danau. Hal ini dapat ditunjukkan dengan pepohonan dipinggir luweng yang tidak lagi terdapat daun dimana
dedaunan pada pohon – pohon tersebut rontok dan hanyut oleh air luweng. Badan air ini terbentuk oleh kejadian hujan
deras dengan intensitas yang tinggi pada Siklus Cempaka yang terjadi di Bulan Desember lalu. Badan air tersebut surut
secara perlahan melalui pori-pori yang terdapat pada naterial batugamping.

Lapisan tanah ambles terjadi karena tanah menjadi jenuh air oleh hujan deras sehingga runtuh dan terlarut
bersama material batu gamping. Pinggir atas bagian luweng masih memiliki potensi untuk ambles sehingga dipasang
spanduk untuk hati-hati terhadap tanah yang rawan ambles. Jalur aliran air yang masuk menuju luweng sebelun terjadinya
amblesan menjadi tidak terlihat lagi karena setelah amblesan luweng terbentuk menjadi cekungan besar.

Gambar 1. Luweng Anyar di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul.

Observasi lapangan selanjutnya dilakukan pada Goa Seropan, Goa Gremeng, dan Goa Kalisuci. Ketiga goa
tersebut dimanfaakan sebagai lokasi wisata. Goa adalah suatu lorong yang terbentuk secara alami dalam suatu batuan
yang berperan sebagai saluran air yang menghubungkan antara titik masuk air (aliran yang masuk ke dalam bawah
permukaan) dan titik keluar (Gillieson, 1996 dalam Pramono dan Ashari, 2014). Ketiga goa tersebut merupakan goa yang
terbentuk pada formasi batugamping yang memiliki batuan karbonat.
Oleh karena itu goa di bentuklahan asal proses pelarutan merupakan goa karst yang terbentuk dari proses
pelarutan baugamping yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Pembentukan goa sangat intensif di kawasan
karst yang batuannya didominasi batu gamping. Hal ini sangat terkait dengan sifat batu gamping yang unsur utamanya
adalah karbonat CaCO3 yang sangat reaktif terhadap larutan asam, khususnya larutan senyawa asam yang mengandung
CO2 (Satrio, dkk, 2012). Goa Seropan merupakan goa yang berlokasi di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul.
Lokasi absolut pada Goa Seropan terdapat pada koordinat -8.015452, 110.682360/ 8˚00’55.6” S, 110˚40’56.5” E.
Hasil pengamatan Goa Seropan menunjukkan bahwa goa tersebut memiliki struktur stalaktit yang besar menuju
ke bawah lorong goa. Stalaktit terbentuk dari pengendapan kalsium karbonat dan mineral lainnya yang terendapkan pada
larutan air mineral (Satrio, dkk, 2012). Goa Seropan memiliki aliran air dengan debit yang tinggi membentuk sebuah air
terjun kecil. Air terjun kecil tersebut merupakan batas akhir dari observasi lapangan yang dapat dilakukan karena untuk
pengamatan lebih lanjut membutuhkan peralatan selam untuk melewati aliran air.
Gambar 2. Aliran air di dalam Goa Seropan Gambar 3. Air terjun kecil di dalam Goa Seropan

Goa Gremeng merupakan goa yang terdapat di Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul.
Hasil pengamatan menunjukkan Goa gremeng merupakan goa yang menjadi jalur masuknya aliran sungai. Sungai yang
masuk ke dalam Goa Gremeng merupakan sungai dengan lebar yang besar. Goa gremeng memiliki mata air yang
digunakan untuk keperluan irigasi. Debit mata air di Goa Gremeng adalah sebesar 1.870 liter per detik (Haryono, dkk,
2017). Selain melakukan kegiatan observasi lapangan juga dilakukan penjelasan mengenai alat tracer untuk mengukur
debit mata air dalam goa.

Goa Kalisuci adalah goa yang berada di Desa Pacarejo, Kecamaan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, Goa Kalisuci memiliki fasilitas untuk kegiatan wisata yang paling lengkap
dibandingkan dengan dua goa sebelumnya. Goa Seropan dan Goa Gremeng menyediakan fasilitas wisata berupa caving
atau susur goa. Kegiatan yang ditawarkan oleh pihak pengelola Goa Kalisuci ialah susur goa yang dikombinasikan dengan
susur sungai sehingga disebut Cave Tubing.

Cave Tubing adalah salah satu jenis kegiatan alam bebas dimana seseorang akan menyusuri sungai yang
mengalir melewati goa-goa bawah tanah. Kegiatan Cave Tubing di Kabupaten Gunungkidul terdapat pada Goa Pindul dan
Goa Kalisuci. (Kusumaningsih, 2012). Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa aliran air di Goa Kalisuci memiliki debit
yang tinggi dan alur sungai yang curam sehingga cocok untuk wisata susur sungai dan goa tersebut. Oleh karena itu dalam
melakukan cave tubing memerlukan peralatan keamanan tubuh yang lengkap agar terhindar dari kecelakaan dalam
kegiatan wisata.

KESIMPULAN

Kawasan Karst di Kabupaten Gunungkidul merupakan bentuklahan asal proses pelarutan yang didominasi oleh
material formasi batugamping. Aliran air di kawasan karst masuk kedalam sistem hidrologi karst yaitu aliran air yang masuk
kedalam bentuklahan karst menuju bawah permukaan tanah melalui pori dan rongga pada hail pelarutan material
batugamping dan material lainnya yang mampu terlarut oleh air terutama air hujan. Pemanfaatan aliran air dan goa pada
kawasan karst oleh masyarakat sekitar digunakan sebagai kawasan wisata karena kawasan karst memiliki bentuklahan
yang unik dengan berbagai ukiran salaktit dan stalakmit dalam goa. Aliran air yang deras dan debitnya yang tinggi pada goa
karst dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan wisata seperti susur sungai dalam goa.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih saya ucapkan kepada dosen, asisten praktikum dan rekan- rekan seluruhnya yang telah memberikan
ilmu dan bimbingan selama menjalankan kegiatan observasi lapangan sehingga membantu dalam melengkapi data dan
bahan untuk menyusun laporan praktikum lapangan Geohidrologi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, A. 2017. Pengelolaan Kawasan Karst dan Perannya dalam Siklus Karbon di Indonesia. Dipresentasikan dalam
Seminar Nasional Perubahan Iklim di Indonesia, 13 Oktober 2010 diunggah di INA-Rxiv Papers, 30
Agustus 2017. Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Haryono, E., Barianto D. H., dan Cahyadi, A. 2017. Petunjuk Kegiatan Lapangan Hidrogeologi Kawasan Karst Gunungsewu.
Pekan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PIT PAAI), 15 September 2017
diunggah di INA-Rxiv Papers, 14 September 2017 Yogyakarta: Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia,
Groundwater Working Group, Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Kusumaningsih , F. E. 2012. Strategi Pemasaran Jasa Rekreasi Cave Tubing Kalisuci. Laporan Penelitian. Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

Pramono, H., dan Ashari, A. 2014. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta Press.

Satrio, Sidauruk, P., dan Pratikno, B. Studi Iklim dan Vegetasi Menggunakan Pengukuran Isotop Alam Stalaktit Goa Seropan
Gunungkidul Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, Vol. 8 No. 1 Halaman 43 – 52.

Widyaningtyas, C. P., dan Putra, D. P. E. 2014. Pemetaan Bahaya Amblesan di Daerah Karst Kecamatan Semanu,
Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding, Seminar Nasional
Kebumian ke-7, 30-31 Oktober 2014. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai