Anda di halaman 1dari 28

 

  BAB II
  LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
 

 
2.1 Handle Wheel
 
Dalam dunia permesinan penggunaaan eretan mesin ketika proses pembuatan
 
produk pastinya sudah tidak asing lagi dengan handle wheel. Alat bantu yang sering
 
dipasangkan pada eretan ini bertujuan untuk memudahkan operator dalam
  penggunaan mesin ketika sedang mengarahkan pemakanan pada mesin bubut,
menempatkan posisi cutter pada mesin milling, mengencangkan katup pada sistem
perpipaan, dan lainnya. Fungsi utama dari handle wheel ini adalah sebagai alat
bantu yang digunakan untuk mentransfer gerakan rotasi manual tangan kita
terhadap sistem kerja. Bentuk dasar dari handle wheel ini adalah bentuk roda
dengan tulang-tulang jari dengan jumlah sesuai kebutuhan. Dalam kebutuhannya
ukuran dari handle wheel ini berbagai macam, selain itu bentuk biasanya
dimodifikasi untuk meningkatkan keamanan dan meingkatkan efisiensi tenaga yang
dikeluarkan oleh tangan kita. Tambahan tuas pada salah satu tulang handle wheel
merupakan salah satu contoh dari variasi yang dilakukan pada produk ini dengan
tujuan untuk lebih memudahkan penggunaannya.

Gambar II. 1 Handle Wheel (Sumber : www.directindustry.com)

II-1
 
  II-2

 
2.2 Pengecoran Logam
 
Pengecoran logam adalah proses pembuatan produk dengan cara
  menuangkan logam cair ke dalam cetakan, sehingga ketika logam cair tersebut
membeku
  akan menghasilkan logam dengan bentuk sama seperti cetakan yang
digunakan
  [1]. Pengecoran logam dilakukan dengan beberapa tahapan, dimulai
dari pembuatan pola, mempersiapkan cetakan, proses peleburan logam, proses
 
penuangan logam cair, dan proses pembongkaran cetakan.
 
2.3 Klasifikasi Pengecoran
 
Metode pembentukan dengan teknik penuangan ini terjadi pengembangan
 
teknologi termasuk pengembangan peralatan dan mesin-mesin yang
  digunakannya [2].
Berikut metode-metode dari perkembangan teknologi penuangan dalam
proses pengecoran logam :
1. Sand Casting (Cetakan Pasir)
2. Die Casting (Cetakan Matres)
3. Sentrifugal Casting (Cetakan Putar)
4. Continous Casting (Cetakan Berlanjut)
5. Shell Moulding
6. Investment Casting

2.3.1 Sand Casting


Pengecoran jenis ini dibantu dengan pasir sebagai media pembentukan
cetakannya, cetakan tersebut sebagai rongga hasil cetak pola yang akan diisi oleh
logam cair ketika proses penuangan [2].
Berdasarkan kadar air yang dikandung oleh cetakan, cetakan pasir dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Cetakan Pasir Basah
Cetakan pasir basah adalah cetakan yang menggunakan pasir dengan
kandungan air didalamnya. Berikut kelebihan dan kekurangan jenis cetakan
pasir basah :
a. Kelebihan
 Dapat digunakan berulang

 
  II-3

 
 Permeabilitas
 
 Harga terjangkau
 
b. Kekurangan
   Adanya unsur hidrogen yang terkandung pada pasir dapat
  menyebabkan cacat coran
Cetakan pasir basah memiliki komposisi sebagai berikut :
 
 Bentonit (10-15)%
 
 Pasir (80-90)%
 
 Air (4-5)%
   Bahan penolong atau grafit (2-3)%
  2. Cetakan Pasir Kering
Cetakan pasir kering merupakan cetakan pasir dengan bahan pengikat
organik. Penggunaan cetakan ini dilakukan pembakaran didalam oven
o
dengan temperature 200-300 C dengan tujuan untuk meningkatkan
kekuatan dari cetakan. Berikut merupakan kelebihan dan kelemahan dari
pasir cetak kering :
a. Kelebihan
 Ukuran produk yang dihasilkan lebih baik
b. Kelemahan
 Harga lebih mahal dibandingkan dengan cetakan pasir basah
 Adanya waktu pengeringan menyebabkan laju produksi rendah
 Penggunaan terbatas pada produk dengan ukuran medium dan
besar
Berikut komposisi yang terkandung pasir cetak kering :
 Tanah Liat (10-15) %
 Pasir (80-90) %
 Gula Tetes (1-2) %
 Pitch (1-1,5) %
 Milase (0,5-1) %
 Air (< 4)%

 
  II-4

 
3. Cetakan Kulit Kering
 
Pembuatan cetakan jenis ini dapat menggunakan cara mengeringkan
  permukaan pasir basah dengan kedalaman 1,2-2,5 cm pada rongga cetakan.
  Pembuatan yang tidak menggunakan pembakaran menguntungkan terhadap

  hasil yang diperoleh dalam laju produksi yang tinggi.

 
Pembuatan produk dengan media cetak pasir ini harus menggunakan
 
cetakan yang dibuat dengan sedemikian rupa dengan tujuan agar pada proses
 
penuangan, logam cair dapat mengisi seluruh rongga cetakan dan menghasilkan
produk
  dengan bentuk sesuai yang diharapkan. Bagian-bagian dari cetakan pasir
dapat dilihat pada Gambar II.2.
 

Gambar II. 2 Cetakan Pasir [2]


1. Pola (pattern) adalah sebuah prototipe produk asli dengan ukuran yang telah
diperhitungkan. Pola berbahan plastik atau kayu ini selanjutnya akan dicetak
pada cetakan pasir dalam bentuk rongga atau yang disebut dengan mold.
Dalam pembuatan pola atau model tersebut harus memperhatikan beberapa
hal yaitu faktor penyusutan benda tuang, benda tuang harus mudah
dibongkar, model harus mudah dan murah, dan lainnya.

 
  II-5

 
2. Inti (core) adalah bagian pada pola yang berfungsi sebagai rangka untuk
 
melindungi struktur model yang akan dibentuk. Penggunaan inti bertujuan
  agar keadaan ketebalan dinding, lubang, dan bentuk-bentuk khusus dari
  benda tuangan (casting) tidak akan terjadi perubahan. Pembuatan inti harus

  memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah dapat dialiri gas, tahan


gesek, mudah dirusak setelah penuangan, dan lainnya.
 
3. Cope adalah cetakan pasir bagian atas.
 
4. Drag adalah cetakan pasir bagian bawah.
 5. Pasir Cetak adalah media cetak yang digunakan pada proses pembuatan

  rongga atau cavity yang akan diisi oleh logam cair ketika proses pengecoran.
6. Sistem Saluran, yaitu jalan masuk logam cair ke dalam rongga cetakan.
 
Bagian-bagian dari sistem saluran dapat dilihat pada Gambar II.3.

Top Riser
Pouring Cup Side
Riser

Casting
Gate
Sprue Runner

Gambar II. 3 Sistem Saluran [3]


Fungsi dari masing-masing saluran tuang adalah sebagai berikut :
a. Mangkok Tuang (Pouring Cup)
Mangkok tuang merupakan wadah penerima pertama logam cair yang
berasal dari ladel. Mangkok tuang harus dibuat sedemikian rupa,
sehingga kotoran-kotoran pada logam cair tidak masuk ke dalam
rongga cetakan.
b. Saluran Turun (Sprue)
Saluran turun dibuat kerucut terbalik.
c. Pengalir (Runner)

 
  II-6

 
Saluran pengalir berfungsi untuk distributor logam cair, selain itu juga
 
berfungsi sebagai pemecah kotoran yang masih terbawa oleh logam
  cair agar tidak ikut masuk kedalam cetakan.
  d. Saluran Masuk (Gate)

  Saluran masuk dibuat lebih kecil dari pengalir juga mengecil ke arah
cetakan.
 
e. Saluran Penambah (Riser)
 
Saluran penambah berfungsi sebagai pencegah kerusakan benda tuang
  akibat dari penyusutan.

  Die Casting
2.3.2
  Die casting adalah proses proses pengecoran dengan menggunakan cetakan
logam atau cetakan tetap. Die casting terdiri dari beberapa bagian atau belahan
terbuat dari baja (hot working steel). Sifat dasar dari material die casting yang
perlu diperhatikan adalah koefisien muai panas thermal expansion coeffitient),
konduktivitas panas (thermal conductivity), mampu tarik panas (hot yield
strength), ketahanan terhadap proses tempering (temper resistant), dan keuletan
(ductility).
Penerapan metode die casting sangat cocok pada pembuatan benda
berdinding tipis, berukuran presisi dan benda dengan kualitas permukaan yang
baik. Keunggulan lain metode die casting yaitu ukuran yang berlebihan dapat
dihindari. Die casting memberikan beberapa keuntungan dari segi teknis dan
ekonomis, tidak hanya karena daya manufaktur tinggi, tetapi juga waktu proses
yang sangat singkat antara bahan baku dan produk [4].
Berikut merupakan keuntungan dari penggunaan metode die casting ini :
a. Dapat membuat benda berdinding tipis dan berukuran presisi
b. Kualitas permukaan yang baik
c. Ukuran yang berlebihan dapat dihindarkan
d. Waktu proses yang sangat singkat
e. Menghasilkan kecepatan alir yang tinggi

Berikut merupakan kerugian dari penggunaan metode die casting ini :


a. Biaya operasional lebih tinggi
b. Harga mesin lebih mahal

 
  II-7

 
Berdasarkan cara pengisian metode pemberian tekanan untuk pembuatan
 
produk, metode ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok utama yaitu Gravity
  Die Casting dan Pressure Die Casting. Selain itu didapatkan pula variasi lain dari
kedua
  metode tersebut, misalnya Vacuum Die Casting.

 a. High Pressure Die Casting

  High pressure die casting ini menggunakan mesin cold chamber yang
dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang sebanding dengan produk
 
hasil proses pemesinan. Secara prinsip, metode jenis ini dilakukan dengan
 
memberikan tekanan pada logam cair yang memasuki rongga cetakan.
  Tekanan injeksi pada sistem berkisar antara 14-140 MPa. Ilustrasi high
  pressure die casting dapat dilihat pada Gambar II.4.
Molding Powder

Molding Pieces

Guide Pin Feed Hope

Gate
Ejector Plat
Runner
Sprue Lock Pin Sprue

Ejector Rod

Colc-slug well

Plunger
Orifice Torpedo
Ejector Pin
Cooling Chanel

Gambar II. 4 High Pressure Die Casting [2]


b. Low Pressure Die Casting
Metode ini diperlukan beberapa bagian mesin yan secara kasar dibagi
dalam tiga. Bagian pertama adalah tungku penahan panas yang kedap udara
untuk menampung material cair. Bagian kedua adalah unit penggerak dies
yang umumnya digerakan secara hindrolik. Bagian ketiga adalah unit
pemberi tekanan udara dan pengontrol proses. Sebuah pipa (riser)
menghubungkan cairan di dalam tungku cetakan. Proses pengisian
dilakukan dengan pemberian tekanan rendah terhadap permukaan cairan di
dalam tungku hingga masuk ke dalam rongga cetak. Tekanan yang terjadi

 
  II-8

 
pada proses ini berkisar pada 7-35 MPa. Ilustrasi low pressure die casting
 
dapat dilihat pada Gambar II.5.
 
Upper
  Plaster Mold Die
  Product

  Air
Stroke
  Flow of Hot
Water
 

  Gambar II. 5 Low Pressure Die Casting [2]


c. Gravity Die Casting
Metode ini dilakukan dengan menuangkan logam cair ke dalam cetkan
seperti pada pengcoran pasir. Prinsip yang digunakan pada metode ini
adalah tekanan yang digunakan berasal dari ketinggin dari jatuhnya logam
cair ke dalam cetakan. Pendinginan yang cepat pada metode ini memerlukan
pengontrolan yang baik pada parameter pengecorannya seperti temperature
tuang, bahan tambah, ketebalan rongga cetakan, tinggi bahan pelapis dan
temperatur cetakan.
Beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh metode gravity die casting
antara lain :
a. Tidak semua bahan paduan cocok untuk pengecoran cetakan
permanen
b. Biaya cetakan yang tinggi, sehingga tidak cocok untuk produksi
dalam jumlah rendah
c. Beberapa bentuk tidak dapat dibuat dengan menggunakan metode ini
karena lokasi parting line, undercuts, atau kesulitan dalam
pengeluaran produk dari cetakan
d. Coating diperlukan untuk melindungi cetakan dari serangan logam
cair.

 
  II-9

 
2.3.3 Centrifugal Casting
 
Centrifugal casting atau roto casting adlaah teknik pengecoran yang
  biasanya digunakan untuk membuat silinder berdinding tipis. Perlu
  pengontrolan yang tepat dari metalurgi dan struktur kristal untuk

  menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi. Dalam casting


centrifugal sebuah cetakan tetap diputar terus-menerus terhadap sumbunya
 
dengan kecepatan tinggi (300-3000) rpm ketika logam cair dituang. Cairan
 
logam dilemparkan ke arah dinding cetakan dalam, dimana ia membeku
  setelah pendinginan. Mesin tuang dapat berupa vertical ataupun horizontal.

  Ilustrasi centrifugal die casting dapat dilihat pada Gambar II.6.


Berikut kelebihan dari metode centrifugal casting ini :
 
a. Tidak memerlukan saluran pengalir
b. Produk dengan detail lekukan tinggi dapat dihasilkan dengan
permukaan yang baik
c. Menghasilkan lebih baik untuk jenis produk yang seragam
Berikut kekurangan dari metode centrifugal casting ini :
a. Harga peralatan cukup mahal
b. Biaya maintenance mahal
c. Laju produksi rendah
d. Satu cetakan hanya digunakan untuk satu produk
e. Gaya putar relatif besar

Rumah
Ladel

Transmisi
Saluran
Motor
Penggerak
Dies

Gambar II. 6 Centrifugal Die Casting [2]

 
  II-10

 
2.3.4 Continuous Casting
 
Continuous casting adalah proses pengecoran yang didinginkan dengan
  cepat, kemudian logam yang telah membeku ditarik sehingga membentuk produk
berbentuk
  slab. Produk yang dihasilkan akan mempunyai hasil yang lebih baik
dibandingkan
  dengan produk yang dibuat dengan cara konvensional.

  Logam Cair

 
Bejana
 

 
Cetakan (Mold)
 

Air Pendingin

Rol Penarik

Casting

Pemotongan

Gambar II. 7 Continous Casting [2]


Continuous casting menghasilkan produk dengan bentuk panjang yang
selanjutnya dipotong-potong dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan. Prinsip
dari metode ini adalah menuangkan logam cair pada cetakan yang berbentuk pipa,
selanjutnya keluaran dari cetakan tersebut akan didinginkan oleh air pendingin
dan kemudian diarahkan oleh rol-rol yang ada untuk memasuki tahap pemotongan
(Gambar II.7).

 
  II-11

 
2.3.5 Investment Casting
 
Investment casting adalah pengecoran dengan menggunakan pola berbahan
  lilin yang dilapisi bahan tahan api untuk membuat cetakan, selanjutnya lilin
tersebut
  dicairkan dan dikeluarkan dari rongga cetakan. Pola lilin tersebut dibuat
dengan
  menggunakan cetakan induk (master die) yang diinjeksikan lilin cair ke
dalam cetakan tersebut. Lost foam casting merupakan salah satu metode yang
 
dikembangkan dari metode investment ini hanya saja lost foam casting
 
menggunakan pola berbahan styrofoam bukan berbahan lilin. Ilustrasi investment
 
casting dapat dilihat pada Gambar II.8.

  The Basic Steps in the Investment Casting Process

Wax Injection
Assembly Dewax/Burnout
Shel Building

Cut off Finished Casting


Gravity Pouring Knockout

Gambar II. 8 Investment Casting (Sumber: www.castingquality.com)


Berikut merupakan keuntungan dari penggunaan metode ini :
a. Dapat membuat cetakan dalam bentuk yang rumit
b. Ketelitian dimensi sangat baik
c. Permukaan cor baik
d. Lilin dapat digunakan kembali
e. Tidak memerlukan permesinan lanjutan
Berikut merupakan kerugian dari penggunaan metode ini :
a. Biaya produksi tinggi
b. Banyak tahapan proses
c. Terbatas untuk benda cor ukuran kecil

 
  II-12

 
d. Sulit apabila benda cor menggunakan inti
 
2.3.5 Shell Moulding
 
Shell moulding adalah metode pengecoran dimana pembuatan cetakan
 
terbagi dua yang terbuat dari media pasir dengan pengikat resin. Cetakan tipis
 
terbentuk melalui proses pemanasan cetakan hasil dari proses kimiawi bahan resin
  yang terkandung pada pasir. Ukuran yang dihasilkan pada proses ini memiliki
tingkat keakuratan yang tinggi.
 
Half Pattern
  Resin Bonded
Sand
 

Mould

Assembled Mold

Supporting Sand

Gambar II. 9 Shell Moulding [2]


2.4 Lost Foam Casting
Lost foam casting atau juga dapat disebut dnegan pengecoran evaporative
foam adalah metode pengecoran logam dimana pola yang digunakan berbahan
styrofoam. Shyroer menemukan dan mematenkan metode ini pada tahun 1958,

 
  II-13

 
setelah itu pada tahun 1964, Smith mengembangkan dan mematenkan konsep
 
penggunaan pasir kering tanpa pengikat [5]. Lost foam casting merupakan bentuk
  modern dari investment casting, selain itu LFC juga merupakan metode
pengecoran
  dengan full mold yang berarti pola akan ditimbun secara utuh di
dalam
  pasir ketika proses pengecoran. Perbedaan mendasar antara investment
casting dengan lost foam casting ialah pada bahan yang digunakan pada pola
 
selain itu LFC juga merupakan investment casting yang menghilangkan langkah-
 
langkah tertentu dalam prosesnya maka disebut dengan metode rapid prototyping.
  foam casting dilakukan dalam beberapa tahapan (Gambar II.10), langkah
Lost
pertama
  yaitu proses pembuatan pola berbahan styrofoam. Pola dapat terdiri dari
beberapa bagian atau komponen yang selanjutnya akan dilem untuk menjadi satu
 
kesatuan pola sehingga untuk bentuk yang lebih kompleks lebih diuntungkan.
Pola dan sistem saluran dirangkai dengan menggunakan lem khsus styrofoam.
Kesatuan antara rangkaian pola dan rangkaian sistem saluran disebut dengan
cluster.

Step 2 – Clustering
Step 3 – Coating

Step 1 – Foam pattern

Step 4 – Drying

Step 7 – Completed Casting


Step 5 – Compaction
Step 6 – Casting

Gambar II. 10 Tahap-tahap Lost Foam Casting [7]


Benda hasil pengecoran sangat dipengarhi oleh sistem saluran yang
digunakan, baik dari segi cetakan yang terisi penuh ke semua bagian hingga
adanya cacat pada benda cor. Cluster selanjutnya dilakukan proses coating.
Coating merupakan proses pelapisan cluster menggunakan bahan tahan panas
(refractory), bahan tahan panas yang biasa digunakan diantaranya tepung zircon,
kaolin dan talk [5]. Cluster kemudian dikeringkan dan setelah itu ditimbun di

 
  II-14

 
dalam pasir. Pasir yang menimbun pola kemudian dipadatkan, salah satu cara
 
yang efektif dalam pemadatan pasir adalah dengan cara memberikan getaran
  dengan frekuensi tertentu pada pasir [5]. Besar butir pasir dengan ukuran AFS
(average
  fineness number) tertentu akan mengisi ruang-ruang yang kosong dari
cluster
  dan ketika pengisian logam cair akan menahan cluster tersebut.
Proses penuangan logam cair dimulai dengan menuangkan logam cair ke
 
dalam saluran tuang dan pola akan terurai menjadi cair dan gas karena panas
 
logam cair saat masuk ke pola. Styrofoam akan terdekomposisi menjadi hidrogen
  karbon. Melalui lapisan coating selanjutnya gas hasil penguraian akan
dan
berdifusi.
  Cairan yang tersisa akan diserap oleh lapisan coating dan diuapkan
menjadi gelembung-gelembung gas kecil. Gelembung gas dari seluruh cetakan
 
akan berkumpul pada sisi yang lebih tinggi, selain itu gelembung gas hasil
dekomposisi polystyrene foam akan menembus pori-pori lapisan coating. Tetapi
laju eliminasi gas oleh lapisan coating ini tergantung dari beberapa faktor
diantaranya jumlah produksi gas, permeabilitas pada coating dan pasir, sifat
termal pada coating dan pasir serta temperatur cair. Menguapnya styrofoam
menghasilkan gap yang lebih besar antara logam dan styrofoam menyebabkan
perpindahan panas dari logam ke styrofoam pun berkurang sehingga styrofoam
akan menguap secara mencair dibandingkan dengan terbakar. Daerah yang terjadi
gap akan terjadi proses dekomposisi styrofoam yang akan menghasilkan tekanan
balik yang berlawanan dengan aliran dari logam cair [5]. Akibatnya hal tersebut
mnenghasilkan gaya terhadap cetakan sehingga cetakan tetap pada bentuknya.

 
  II-15

 
Gambar II. 11 Ilustrasi Styrofoam Pada Lost Foam Casting [5]
 
Setelah semua cetakan terisi oleh logam cair langkah selanjutnya adalah
proses pendinginan, setelah benda cor cukup dingin kemudian dilakukan
pembongkaran cetakan.

2.5 Pasir Cetak


Pasir cetak adalah media cetak yang digunakan dalam metode pengecoran
sand casting. Pasir cetak yang digunakan dalam proses pengecoran logam
diharuskan memenuhi syarat-syarat diantaranya :
1. Mampu bentuk baik. Pasir cetak yang mempunyai kemampuan bentuk yang
baik akan mempermudah ketika proses pembuatan rongga cetakan dengan
bentuk yang kompleks.
2. Permeabilitas pasir baik. Permeabilitas yang baik akan memudahkan gas-
gas yang terdapat di dalam cetakan untuk keluar ketika proses penuangan
sehingga kemungkinan terjadinya cacat coran akan berkurang.
3. Tahan terhadap temperatur logam cair selama penuangan. Hal ini sangat
penting untuk mengindari adanya erosi pasir ketika proses penuangan logam
cair.
4. Komposisi pasir yang baik. Perbandingan antara pasir dan bahan tambah
yang sesuai akan menghasilkan cetakan baik.
5. Reusable yang baik. Pasir cetak yang dapat digunakan kembali akan
menurunkan biaya produksi.

 
  II-16

 
Berikut merupakan pasir-pasir yang umum digunakan di dunia pengecoran
 
logam antara lain :
  1. Pasir Silika
  Pasir jenis ini diperoleh dengan menghancurkan batu silika menjadi butiran-

  butiran pasir.
2. Pasir Zircon
 
Pasir jenis ini merupakan pasir dengan ketahanan api yang baik dapat
 
mencegah terjadinya sinter.
 3. Pasir Olivin

  Pasir jenis ini diperoleh dengan menghancurkan batuan yang membentuk


2MgO, SiO2 dan 2FeO2. Daya hantar panas jenis ini lebih baik dibandingkan
 
dengan jenis pasir silika.

2.6 Pola
Pola (pattern) merupakan sebuah master yang digunakan ketika proses
pembuatan cetakan pengecoran logam. Bahan yang digunakan dalam pembuatan
pola terdapat berbagai jenis sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan pola dapat
menggunakan bahan-bahan sebagai berikut:
1. Logam
Keuntungan pola berbahan loham salah satunya adalah umur pola lebih
lama dibandingkan dengan bahan lainnya sehingga sangat cocok untuk
pembuatan produk dengan kuantitas yang besar. Jenis logam yang
digunakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Kayu
Pola berbahan kayu memiliki kekurangan yaitu kurang tahannya terhadao
gesekan sehingga kurang tepat untuk pembuatan produk dalam kuantitas
besar. Keuntungan penggunaan pola jenis ini terletak pada biaya pembuatan
pola lebih murah, waktu pemnbuatan pola lebih cepat, dan proses
pembuatan pola yang lebih mudah.
3. Plastik
Pola jenis ini memiliki keuntungan dalam segi biaya pembuatan pola dan
kemudahan pembuatan pola.
4. Sintetik

 
  II-17

 
Pembuatan pola jenis ini menggunakan bahan kimia berupa resin dan sangat
 
cocok untuk membuat produk dengan ukuran kecil atau pada pencetakan
  mesin. Selain itu polajenis ini memiliki sifat tahan aus dan penyusutan kecil.
 5. Styrofoam

  Pola jenis ini merupakan pola yang sekali pakai dikarenkan ketika proses
penuangan logam cair pola akan ikut larut bersama cairan logam. Oleh
 
karena itu pola berbahan styrofoam ini kurang cocok untuk pembuatan
 
produk dengan kuantitas banyak.
 
2.7 Sistem Saluran
  Sisten saluran adalah jalur-jalur yang digunakan agar logam cair dapat
  mengalir memasuki rongga cetakan. Sistem saluran umunya terdiri dari cawan
tuang, saluran turun, saluran pengalir, saluran masuk dan penambah (Gambar
II.12) [6].
1. Cawan tuang adalah wadah atau corong yang menerima langsung logam cair
dari ladel untuk diteruskan ke saluran turun.
2. Saluran turun adalah penghubung antara cawan tuang dengan saluran
pengalir.
3. Saluran pengalir adalah saluran yang berfungsi untuk meneruskan logam
cair dari saluran turun menuju rongga cetakan. Jumlah saluran pengalir
biasanya sebanding dengan jumlah produk yang dicor.
4. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan
pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk ke dalam rongga cetakan
(Surdia dan Chijiwa, 1986).
5. Penambah berfungsi untuk meminimalisir penyusutan produk cor yang
disebabkan oleh pembekuan.

 
  II-18

 
Cawan Tuang
 
Cawan Tuang

  Saluran Masuk
Pengalir

  Saluran Turun
Saringan Pengalir
  Saluran
Turun

  Coran
Dam
  Coran Saluran Masuk

 
Gambar II. 12 Sistem Saluran [4]
 
Fungsi lain dari sistem saluran adalah untuk mengatur kecepatan aliran
  logam cair yang menuju rongga cetakan dan untuk meminimalisir kotoran-kotoran
yang terbawa logam cair untuk tidak masuk ke dalam rongga cetakan.

2.7.1 Perhitungan Sistem Saluran


Sistem saluran pada proses pengecoran lost foam dibuat dengan bahan yang
sama dengan pola yaitu styrofoam. Parameter pengecoran dapat ditentukan
sebagai berikut :
1. Pouring Weight (Wp)
Formula yang digunakan untuk menghitung pouring weight adalah
sebagai berikut :
𝑊0
𝑊𝑝 = …………………………………………...............(1)
𝑌

Keterangan :
Wp : Pouring weight [kg]
Y : Yield ratio
W0 : Massa benda cor [kg]

2. Pouring Volume (Qp)


Formula yang digunakan untuk menghitung pouring volume adalah
sebagai berikut :
𝑊𝑝
𝑄𝑝 = …………………………………………………(2)
𝜌

Keterangan :
Qp : Pouring volume [m3]

 
  II-19

 
Wp : Pouring weight [kg]
 
ρ : Massa jenis logam [kg/m3]
 

 3. Hidrostatis Praktis (Hp)

  Formula yang digunakan untuk menghitung tinggi hidrostatis praktis


sebagai berikut :
 

 
Hc
  P C
 

 
Gambar II. 13 Hidrostatis Praktis [8]
2𝐻𝑐 𝑥 𝐶− 𝑃2
𝐻𝑃 = 2𝐶
………………………………………..(3)

Keterangan :
Hp : Tinggi hidrostatis praktis [mm]
Hc : Jarak kedudukan saluran masuk terhadap permukaan logam cair
pada cawan tuang [mm]
C : Tinggi rongga cetakan [mm]
P : Jarak saluran masuk paling atas rongga cetakan [mm]

4. Pouring Time (t)


Waktu tuang adalah waktu yang dibutuhkan logam cair untuk mengisi
penuh rongga cetakan dan dimulali pada saat logam cair menyentuh cawan
tuang.
Besarnya waktu tuang (t) diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
𝑡 = 𝑠 𝑥 √𝑀𝑐 ……………………………………………….(4)
Keterangan :
t : Waktu tuang [detik]
s : Besaran spesifik
Mc : Massa benda cor [kg]
Nilai s bergantung pada tebal dinding dari benda cor dan dapat dilihat
pada Tabel II.1.

 
  II-20

 
Tabel II. 1 Konstanta (s) untuk Pouring Time [8]
 
Tebal Dinding Benda Cor (mm) Nilai (s)
 
3-3,5 1,63
  3,5-8 1,86
  8-15 2,2

 
5. Pouring Speed (Vm)
 
Kecepatan tuang adalah laju aliran logam cair untuk mengisi rongga
 
cetakan per satuan waktu tuang.
  Formula yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan tuang
  adalah sebagai berikut :
𝑀𝑐
𝑉𝑚 = 𝑡
…………………..……………………………….(5)

Keterangan :
Vm : Kecepatan tuang [kg/detik]
Mc : Berat benda cor [kg]
t : Waktu tuang [detik]

Gating ratio didefinisikan sebagai perbandingan luas penampang melintang


sprue (As) : total penampang luas runner (Ar) : total luas penampang gate (Ag).
Perbandingan sistem saluran (gating ratio) dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II. 2 Gating Ratio [8]

Waktu Tuang As : Ar: Ag


Penuangan Cepat 1:2:4
Penuangan Biasa 1 : 0,9 : 0,8
Penuangan Lambat 1 : 0,7 : 0,5

1. Saluran Turun (Sprue)


a. Luas Saluran Turun (As)
Langkah awal untuk menentukan luas penampang saluran turun
adalah dengan menentukan luas penampang choke. Luas penampang
choke adalah bagian bawah dari saluran turun atau sprue.

 
  II-21

 
Formula untuk mendapatkan luas potongan melintang choke
 
adalah dapat menggunakan Persamaan (6)
  𝑀𝑐
𝐴𝑐 = ………………………………..(6)
𝑡 𝑥 𝜇 𝑥 𝜌 𝑥 √2𝑔 𝑥 𝐻𝑝
 
Keterangan :
 
Ac : Luas potongan melintang choke [mm2]
  Mc : Berat benda cor [kg]
  ρ : Massa jenis logam [kg/mm3]

  μ : Tahanan hidrostatis seluruh sistem saluran


g : Percepatan gravitasi [mm/s2]
 
Hp : Tinggi hidrostatis praktis [mm]
 

Formula yang menghubungkan luas potongan melintang bagian


atas sprue dan luas potongan melintang choke ditunjukkan oleh
Persamaan (7)

𝐻
𝐴𝑠 = 𝐴𝑐 𝑥 √ ℎ ………………………………………..(7)

Keterangan :
As : Luas bagian atas sprue [mm2]
Ac : Luas bagian choke sprue [mm2]
H : Tinggi efektif logam cair atau Hc [mm]
h : Tinggi dari logam cair di dalam cawan tuang [mm]

b. Volume Saluran Turun (Vs)


Volume dari saluran turun (sprue) dapat dihitung menggunakan
Persamaan (8).
𝑉𝑠 = 𝐴𝑠 𝑥 𝑇𝑠 …………………………………….(8)
Keterangan :
Vs : Volume sprue [mm3]
As : Luas sprue [mm2]
Ts : Tinggi sprue [mm]

 
  II-22

 
c. Massa Saluran Turun (Ms)
 
Massa saluran turun (sprue) dapat dihitung menggunakan
  Persamaan (9).
  𝑀𝑠 = 𝑉𝑠 𝑥 𝜌 ………………………………………(9)

  Keterangan :
Ms : Massa sprue [kg]
 
Vs : Volume sprue [mm3]
 
ρ : Massa jenis logam [kg/mm3]
 

  d. Dimensi Saluran Masuk


Dimensi dari saluran masuk dapat disesuaikan dengan
 
kebutuhan, umumnya menggunakan bentuk trapesium, persegi,
lingkaran dan setengah lingkaran.
Hal yang paling penting adalah dimensi yang telah dipilih
aktualnya memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan
harga As atau dengan kata lain luas As merupakan luas permukaan
minimum dari saluran turun yang direkomendasikan.

2. Saluran Pengalir (Runner)


a. Luas Saluran Pengalir (Ar)
Luas saluran pengalir didapatkan berdasarkan gating ratio yang
telah ditentukan sebelumnya, setelah itu nilai Ar dapat dihitung
menggunakan Persamaan (10).
𝐴𝑟 = 𝑘 𝑥 𝐴𝑠 …………………………………………..(10)
Keterangan :
Ar : Luas runner [mm2]
k : Konstanta gating ratio
As : Luas sprue [mm2]

b. Volume Saluran Pengalir (Vr)


Volume saluran penglir (runner) dapat dihitung menggunakan
Persamaan (11).

 
  II-23

 
𝑉𝑟 = 𝐴𝑟 𝑥 𝐿𝑟 ……………………………………(11)
 
Keterangan :
  Vr : Volume saluran pengalir [mm3]
  Ar : Luas saluran pengalir [mm2]

  Lr : Panjang saluran pengalir [mm]

 
c. Massa Saluran Pengalir (Mr)
 
Massa saluran pengalir (runner) dapat dihitung menggunakan
  Persamaan (12).
  𝑀𝑟 = 𝑉𝑟 𝑥 𝜌 ………………………………………(12)
Keterangan :
 
Mr : Massa runner [kg]
Vr : Volume runner [mm3]
ρ : Massa jenis logam [kg/mm3]

3. Saluran Masuk (Ingate)


a. Luas Saluran Masuk (Ag)
Luas saluran masuk didapatkan berdasarkan perbandingan
saluran (gating ratio) yang sudah ditentukan sebelumnay. Luas
saluran masuk (ingate) dapat dihitung menggunakan Persamaan (13).
𝐴𝑔 = 𝑘 𝑥 𝐴𝑠 ………………………………………….(13)
Keterangan :
Ag : Luas ingate [mm2]
k : Konstanta gating ratio
As : Luas sprue [mm2]

b. Volume Saluran Masuk (Vg)


Volume saluran masuk (ingate) dapat dihitung menggunakan
Persamaan (14).
𝑉𝑔 = 𝐴𝑔 𝑥 𝐿𝑔 ………………………………………(14)
Keterangan :
Vg : Vloume ingate [mm3]

 
  II-24

 
Ag : Luas ingate [mm2]
 
Lg : Panjang ingate [mm]
 
c. Massa Saluran Masuk (Mg)
 
Massa saluran masuk (ingate) dapat dihitung menggunakan
 
Persamaan (15).
  𝑀𝑔 = 𝑉𝑔 𝑥 𝜌 ……………………………………….(15)
  Keterangan :

  Mg : Volume ingate [kg]


Vg : Volume ingate [mm3]
 
ρ : Massa jenis logam [kg/mm3]
 

d. Dimensi Saluran Masuk


Dimensi dari saluran masuk ditentukan berdasarkan bentuk dari
saluran masuk yang dipilih. Syarat yang harus dipenuhi adalah total
luas dari dimensi yang dipilih harus lebih besar dibandingkan dengan
luas saluran masuk hasil perhitungan (Ag).

4. Cawan Tuang (Ct)


Cawan tuang (Ct) adalah suatu penampung logam cair yang dituang
dari ladel untuk diteruskan ke saluran turun (sprue). Dimensi dari cawan
tuang dapat berbagai macam sesuai dengan kebutuhan, umumnya berbentuk
kerucut terpancung dimana untuk menghitung diameter atasnya
menggunakan formula sebagai berikut :

Gambar II. 14 Contoh Bentuk Cawan Tuang [8]

𝐷 = 𝑑 + (2(𝑡𝑔 30𝑜 𝑥 𝐻 ))………………………………(16)

 
  II-25

 
Keterangan :
 
D : Diameter atas [mm]
  d : Diameter bawah [mm]
  H : Tinggi cawan tuang [mm]

2.8  Styrofoam
  Styrofoam atau polystyrene foam merupakan salah satu polimer turunan dari
plastik. Polystyrene yang berarti terbuat dari monomer-monomer stirena yang
 
dilakukan proses polimerisasi suspense pada suhu dan tekanan tertentu.
 
Polystyrene foam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas
 
seperti n-butana atau n-pentana. Proses pembuatannya yaitu dengan cara
  polimerisasi monomer stirena yang kemudian diberikan CFC atau Cloro Fluro
Carbon dengan cara dihembuskan. Polystyrene tidak baik apabila dijadikan
sebagai tempat makanan dikarenakan stiren sendiri memiliki sifat yang dapat larut
dalam panas, alkohol, lemak, toluene dan susu. Apabila masuk ke dalam tubuh
manusia, stirena tersebut akan bersifat racun yang akan menyerang syaraf dan
mengkontaminasi tubuh.

2.9 Hot Wire Cutting


Hot wire cutting adalah proses pemotongan model styrofoam, pada saat
pemotongan struktur grid styrofoam akan menutup karena panas yang dihasilkan
oleh konsleting adaptor. Styrofoam dibentuk menjadipola yang akan dibuat.
Perangkat ini teridiri dari kawat logam tipis yang sering dibuat dari nichrome atau
stainless steel, atau kawat tebal yang telah dibentuk sebelumnya menjadi bentuk
yang diinginkan, kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 200oC. Kedalaman
potong dibatasi oleh panjang dari kawat itu sendiri dan lebar potongan dibatasi
oleh diameter kawat.

2.10 Aluminium
Aluminium merupakan logam goloangan IIIA pada sistem periodic dengan
nomor atom 13 dan berat atom 26,98 per mol (sma). Aluminium merupakan salah
satu jenis logam non ferro dengan massa jenis 2,7 gram/cm 3. Aluminium juga
termasuk kedalam jenis logam ringan dengan ketahanan korosi yang baik dan
memiliki sifat konduktifitas listrik 60% lebih baik dari tembaga [9].

 
  II-26

 
Aluminium mudah teroksidasi dengan membentuk lapisan aluminium
 
oksida (Al2O3) dimana lapisan tersebutlah yang membuat aluminium menjadi
  tahan terhadap korosi. Struktur kristal FCC atau Face Centered Cubic
menyebabkan
  aluminium mempunyai sifat yang ulet meskipun pada temperatur
yang
  rendah sehingga mendapatkan keuntungan dalam kemampuan bentuknya.

  Tabel II. 3 Sifat-sifat Aluminium

  Sifat-sifat Alumunium Murni Tinggi


Struktur kristal FCC
  Densitas pada 20oC (sat. 103kg/m3) 2,698
Titik cair (oC) 660,1
 
Koefisien mulur panas kawat 20o-100oC (10-6/K) 23,9
Konduktifitas panas 20o-400oC (W/(m K)) 238
 
Tahan listrik 20oC (10-8KΩ m) 2,69
Modulus elastisitas (GPa) 70,5
Modulus kekakuan (GPa) 26,0

Sifat-sifat aluminium yang lebih unggul bila dibandingkan dengan logam


lain adalah sebagai berikut :
a. Ringan. Massa jenis aluminium sebesar 2,7 gram/cm 3 atau sepertiga dari
massa jenis besi.
b. Tahan korosi. Aluminium oksida tipis yang ada pada permukaan aluminium
melindungi bagian inti aluminium untuk tidak teroksidasi.
c. Hantar listrik baik. Aluminium mempunyai 65% daya hantar listrik yang
lbeih baik dibandingkan dengan tembaga walaupun massa jenisnya hanya
sepertiganya sehingga sangat memungkinkan untuk memperluas
penampangnya.
d. Anti magnetis. Aluminium merupakan logam yang bersifat non magnetis
karena sedikitnya unsur Fe didalamnya.
e. Toksifitas. Aluminium termasuk ke dalam jenis logam tidak berbau dan
tidak beracun.
f. Mampu bentuk baik. Aluminium yang memiliki struktur kristal FCC
menyebabkan sifat ulet sehingga dalam pembentukannya tidak sukar.
g. Reusable. Titik lebur yang rendah memberikan keuntungan terhadap
pembentukan kembali dari aluminium sehingga tidak memerlukan energi
yang lebih banyak dibandingkan dengan peleburan besi.

 
  II-27

 
2.10.1 Aluminium Paduan Seri 6082
 
Paduan merupakan mengkombinasikan dua atau lebih jenis logam dan dapat
  disebut juga sebagai larutan padat dalam logam. Aluminium biasanya dipadukan
dengan
  penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni dan sebagainya dengan tujuan untuk
memperbaiki
  sifat aluminium itu sendiri. Elemen paduan untuk aluminium
paduan seri 6xxx adalah unsur mangan, magnesium dan silikon.
 
Paduan seri 6xxx merupakan paduan yang termasuk ke dalam jenis paduan
 
aluminium yang dapat diperlaku-panaskan dan mempunyai sifat tahan korosi yang
 
cukup baik dan sifat mampu potong yang baik. Kekurangan aluminium paduan
seri
  6xxx ini adalah pada daerah las yang mendapatkan panas dari proses las akan
mengalami pelunakan.
 
1. Komposisi kimia aluminium paduan 6082

Tabel II. 4 Komposisi Unsur Aluminium Paduan 6082 [11]

Unsur Persentase (%)


Si 0,7 – 1,3
Mg 0,6 – 1,2
Mn 0,4 – 1,0
Fe 0,0 – 0,5
Zn 0,0 – 0,2
Cu 0,0 – 0,1
Ti 0,0 – 0,1
Cr 0,0 – 0,25
Al Balance

2. Sifat fisik aluminium paduan 6082

Tabel II. 5 Sifat Fisik Aluminium Paduan 6082 [11]

Sifat Fisik Nilai


Massa Jenis 2700 kg/m3
Titik Cair 555 oC
Modulus Elastisitas 70 GPa

 
  II-28

 
Ketahanan Listrik 0,038 x 10-6 Ωm
 
Konduktivitas Suhu 180 W/mk
 
Pemuaian Panas 24 x 106/K
 

Anda mungkin juga menyukai