Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS KESTABILAN LERENG BERDASARKAN

ORIENTASI STRUKTUR GEOLOGI DI SINGKAPAN


BATUPASIR FORMASI BUTAK, DESA MOJOSARI -
TREMBONO, KECAMATAN BAYAT, KABUPATEN
KLATEN, PROVINSI JAWA TENGAH
Utama, P.P.1, Nusantara, Y.P.1 , Aprilia, F.1, Indrawan, I.G.B.1
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Analisis kestabilan lereng yang rentan mengalami longsoran dilakukan dalam penelitian
ini. Lokasi pengamatan terletak di Desa Mojosari-Trembono, Kecamatan Bayat, Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah dengan koordinat UTM 462331-9137218 berupa Singkapan Formasi
Butak tersusun atas litologi berupa batupasir kuarsa, batupasir tufan, dan perselingan
batulanau tufan dan batupasir tufan yang terkekarkan dan telah mengalami proses pelapukan
secara intensif. Pengukuran orientasi dan kedudukan perlapisan batuan dan stuktur geologi
kekar dilakukan di lapangan. Analisis kinematika dilakukan untuk mengetahui tipe longsoran.
Hasil analisis kinematika menunjukkan lereng memiliki potensi keterjadian longsoran tipe
planar (plane failure) berdasarkan arah kekar utama dan longsoran tipe baji (wedge failure)
yang terjadi karena adanya dua bidang lemah yang saling berpotongan. Rekomendasi perlu
diberikan agar resiko bencana longsor dapat diminimalisasikan.

Kata kunci : Analisis kinematika, Formasi Butak, Kekar, Longsor

Pendahuluan
Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia.
Tercatat selama tahun 2011-2014 telah terjadi sekitar 583 bencana longsor di Indonesia
(BNPB, 2014). Indonesia memiliki 918 lokasi rawan longsor yang dapat menyebabkan
kerugian mencapai Rp 800 miliar dan mengancam sekitar 1 juta jiwa setiap tahunnya (PIBA,
2010). Oleh karena itu, masalah bencana tanah longsor ini harus ditanggapi dengan serius dan
dicegah agar tidak menimbulkan kerugian yang tidak diinginkan.
Longsor adalah gerakan menuruni atau keluar lereng oleh massa tanah atau batuan
penyusun lereng ataupun keduanya sebagai bahan rombakan, akibat terganggunya kestabilan
tanah atau batuan penyusun lereng (Karnawati, 2005). Analisis kinematika merupakan
metode untuk menentukan tipe longsor dan kondisi kestabilan lereng sehingga upaya mitigasi
dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana longsor.
Penelitian ini dilakukan pada singkapan batuan anggota Formasi Butak yang terletak
di Desa Mojosari-Trembono, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dengan
koordinat UTM 462331-9137218 (lihat gambar 1). Pada analisis kinematika ini, semua
bidang lemah diasumsikan mempunyai sudut geser dalam 30o dan kohesi 0. Kehadiran
struktur geologi, kemiringan lereng yang curam, dan curah hujan tinggi menjadi salah satu
faktor yang dapat memicu terjadinya longsor di lokasi ini menarik untuk diteliti lebih lanjut
sehingga dapat menghasilkan suatu saran dan rekomendasi yang berguna untuk tahap
mitigasi selanjutnya.

Geologi Regional
Daerah Bayat, Kabupaten Klaten, termasuk ke dalam zona fisiografi Pegunungan
Selatan. Pegunungan Selatan merupakan pegunungan struktural yang memanjang dari barat
ke timur dan terbagi menjadi dua yaitu Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Pegunungan
Selatan Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949). Pada umumnya, pegunungan ini tersusun atas
batuan sedimen klastik, karbonat dan batuan produk vulkanisme. Stratigrafi regional Bayat
dari paling tua ke umur yang paling muda menurut Surono,2008 (lihat gambar 2) adalah
Batuan Malihan, Formasi Wungkal Gamping, Formasi Kebo,Formasi Butak, Formasi
Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu, dan Formasi Oyo-Wonosari, dan Formasi
Kepek. Di daerah penelitian, tersingkap formasi Butak dengan litologi berupa batupasir
kuarsa dan batulanau yang dijadikan objek penelitian. Struktur geologi di daerah Bayat terdiri
dari foliasi, sesar, lipatan dan kekar. Menurut Sudarno (1997), arah umum sesar yang terdapat
di daerah Bayat dikelompokkan menjadi empat arah yaitu arah timur laut-barat daya, utara-
selatan, barat laut- tenggara, dan timur laut-barat daya. Kekar-kekar yang ditemukan di
daerah ini merupakan kekar gerus yang mempunyai arah sejajar dengan sesar. Pada
singkapan objek penelitian, terdapat struktur geologi berupa kekar yang dominan berarah
timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara.

Metode Penelitian
Proses analisis kestabilan lereng mengacu pada analisis kinematika batuan. Analisis
kinematika menggunakan parameter orientasi struktur geologi, orientasi lereng, dan sudut
geser batuan yang diproyeksikan dalam analisis stereografis, sehingga dapat diketahui tipe
dan arah longsoran. Proyeksi stereografis menyajikan orientasi data 3 dimensi menjadi data 2
dimensi yang kemudian dianalisis (Hoek dan Brown, 1989). Data yang diplotkan pada
proyeksi stereografis merupakan data pengukuran orientasi lereng yang diproyeksikan
menjadi garis lengkung dan data pengukuran struktur geologi yang diproyeksikan menjadi
garis lengkung atau titik (lihat gambar 3).
Tahap pengambilan data lapangan mencakup :
a. Azimut lereng diukur menggunakan kompas geologi.
b. Jarak struktur geologi dari titik awal pengukuran menggunakan mistar.
c. Orientasi dip dan dip direction dari struktur geologi, maupun kontak antar jenis
batuan dan urat.
d. Jenis struktur geologi, dapat berupa bidang sesar, kekar, zona hancuran (shear
zone).
e. Panjang struktur geologi dalam satu penampang singkapan.
f. Kemenerusan struktur geologi (lihat tabel 1).
g. Tingkat kerapatan struktur geologi (lihat tabel 2).
h. Tingkat kekasaran permukaan struktur geologi, diklasifikasikan menjadi
slickenside, polish, rough, smooth, dan very smooth.
i. Material pengisi struktur geologi dan ketebalan pengisi struktur geologi.
j. Nama batuan.
k. Tingkat kekuatan batuan, digunakan klasifikasi ISRM 1981b (lihat tabel 3).
Pengukuran orientasi kelerengan dan struktur geologi khususnya data kekar,
diperlukan metode contouring untuk mengetahui data orientasi utama dalam analisis
kinematika. Metode contouring dilakukan dengan memperoyeksikan semua data sebagai
titik, berdasarkan kerapatan titik titik tersebut dibuat kontur menggunakan Kalsbeek Net.
Pada analisis kestabilan lereng ini, kami menggunakan software Dips untuk melakukan
metode contouring ini, untuk menentukan tipe longsoran yang mungkin dapat terjadi (lihat
gambar 3).

Data dan Pembahasan


Struktur geologi yang berkembang pada lokasi penelitian berupa kekar tarik dan kekar
gerus dengan data hasil pengukuran sebagai berikut :

No Discontinuity Size Spacing Roughness Infill Lithology Strength

Dis.(m) Type Dip Strikee Dip Length End


Dir.

1 0 J 65 10 100 2m 0 A Rough Batupasir R3


Kuarsa

2 0,2 J 75 355 85 4m 1 A Rough Batupasir R3


Kuarsa

3 0,7 J 65 335 65 3,5 m 1 B Rough Batupasir R3


Kuarsa

4 1,3 J 70 340 70 4m 2 B Rough Batupasir R3


Kuarsa

5 1,4 J 68 355 85 4,5 m 2 A Rough Batupasir R3


Kuarsa

6 1,6 J 65 10 100 1,5 m 0 A Rough Batupasir R3


Kuarsa

7 1,65 J 62 340 70 5m 2 A Rough Batupasir R3


Kuarsa

8 1,67 J 75 0 90 1m 0 A Rough Batupasir R3


Kuarsa

9 1,7 J 85 340 70 1,7 m 0 A Rough Batupasir R3


Kuarsa

10 2 J 86 310 40 3,1 m 0 A Rough Batupasir R4


Kuarsa

11 2 J 85 115 205 2,5 m 0 A Rough Batupasir R4


Kuarsa

12 2 J 70 20 110 1m 0 A Rough Batupasir R4


Kuarsa

13 2 J 80 285 15 2m 0 A Rough Batupasir R4


Kuarsa

14 2,1 J,SZ 86 270 0 4m 1 A Rough Batupasir R4


Kuarsa

15 2,1 J,SZ 78 285 15 1m 0 A Rough Batupasir R4

16 2,3 J,SZ 70 315 45 1,5 m 0 A Rough Batupasir R4

17 2,4 J 80 285 15 1m 0 A Rough Batupasir R4

18 2,4 J 80 325 55 1m 1 A Rough Batupasir R4

19 2,4 J,SZ 78 330 60 1m 2 A Rough Batupasir R4

20 2,5 J,SZ 62 330 60 1m 1 A Rough Batupasir R4

21 2,5 J,SZ 85 340 70 1m 0 A Rough Batupasir R4

22 2,5 J 73 313 43 1,8 m 1 A Rough Batupasir R4

23 2,6 J 82 330 60 1m 0 A Rough Batupasir R4

24 2,7 J,SZ 60 335 65 2,5 m 2 A Rough Batupasir R4

25 3 J,SZ 83 310 40 2m 2 A Rough Batupasir R4

26 3,2 J 75 345 75 2m 2 A Rough Batupasir R4

27 3,4 SZ 90 270 0 1,5 m 1 A Rough Batupasir R4

28 3,5 J,SZ 68 310 40 0,8 m 0 A Rough Batupasir R4

29 3,6 J,SZ 65 280 10 1m 0 A Rough Batupasir R4

30 3,6 J 78 333 63 1,8 m 1 A Rough Batupasir R4

31 3,7 J,SZ 75 93 183 2,5 m 2 A Rough Batupasir R4

32 3,8 J 85 355 85 2,2 m 1 A Rough Batupasir R4

33 3,8 J 80 338 68 0,8 m 1 A Rough Batupasir R4

34 3,9 J 80 210 300 2m 1 A Rough Batupasir R4

35 4 J 78 270 0 2m 1 A Rough Batupasir R4

36 4,5 J 70 300 30 1,5 m 1 A Rough Batupasir R4

37 4,6 J 70 305 35 1,5 m 1 A Rough Batupasir R4

38 4,7 J 80 320 50 4m 1 A Rough Batupasir R4

39 4,7 J 85 290 20 4m 1 A Rough Batupasir R4


40 4,8 J 75 358 88 2m 0 A Rough Batupasir R4

41 4,8 J 80 295 25 2,5 m 1 A Rough Batupasir R4

42 4,8 J 80 288 18 2m 1 A Rough Batupasir R4

43 4,8 J 79 300 30 1,5 m 1 A Rough Batupasir R4

44 5 J 85 300 30 4,5 m 1 A Rough Batupasir R4

45 5 J 80 340 70 4m 1 A Rough Batupasir R4

46 5,2 J 83 330 60 4m 1 A Rough Batupasir R4

47 5,2 J 83 290 20 4,3 m 1 A Rough Batupasir R4

48 5,3 J 90 295 25 4,1 m 1 A Rough Batupasir R4

49 5,4 J 80 300 30 4,3 m 1 A Rough Batupasir R4

50 5,4 J 83 330 60 4,3 m 1 A Rough Batupasir R4

51 5,4 J 85 255 345 2m 1 A Rough Batupasir R4

52 5,4 J 80 230 320 2,5 m 1 A Rough Batupasir R4

53 5,5 J 84 310 40 4m 1 A Rough Batupasir R4

54 5,5 J 85 280 10 4,5 m 1 A Rough Batupasir R4

55 5,5 J 80 300 30 6m 2 A Rough Batupasir R4

56 5,6 J 83 270 0 6,3 m 2 A Rough Batupasir R4

57 5,6 J 83 295 25 6,2 m 2 A Rough Batupasir R4

58 5,6 J 90 310 40 6m 2 A Rough Batupasir R4

59 5,7 J 82 288 18 7m 2 A Rough Batupasir R4

60 5,7 J 78 320 50 5,5 m 2 A Rough Batupasir R4

61 5,7 J 85 344 74 6m 2 A Rough Batupasir R4

62 5,8 J 86 350 80 6,3 m 2 A Rough Batupasir R4

63 5,8 J 85 280 10 6,4 m 2 A Rough Batupasir R4

64 5,9 J 83 300 30 7m 2 A Rough Batupasir R4

65 5,9 J 80 310 40 6,6 m 2 A Rough Batupasir R4

66 6,0 J 80 255 345 6,8 m 2 A Rough Batupasir R4

67 6,0 J 80 285 15 5,5 m 2 A Rough Batupasir R4

68 6,0 J 85 330 60 5m 2 A Rough Batupasir R4


69 6,1 J 82 325 55 6m 2 B Rough Batupasir R4

70 6,2 J 90 310 40 6,5 m 2 B Rough Batupasir R4

71 6,2 J 86 255 345 6m 2 B Rough Batupasir R4

72 6,2 J 82 310 40 4m 1 B Rough Batupasir R4

73 6,2 J 78 330 60 4,5 m 1 B Rough Batupasir R4

74 6,3 J 83 280 10 3,5 m 1 B Rough Batupasir R4

75 6,3 J 76 275 5 4m 1 B Rough Batupasir R4

76 6,4 J 68 290 20 4,5 m 1 B Rough Batupasir R4

77 6,4 J 74 225 315 4,7 m 1 B Rough Batupasir R4

78 6,5 J 76 230 320 5m 1 B Rough Batupasir R4

79 6,5 J 80 220 310 5m 1 B Rough Batupasir R4

80 3,7 B 10 90 180 A

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa orientasi kekar –


kekar tersebut sistematis, berarah arah barat laut-tenggara dan barat daya-timur laut pada
litologi batupasir kuarsa dan batulanau. Spacing antara kekar berkisar kurang dari 0,25 m
hingga mencapai 0,25-5 m (skala A dan B). Kekar cenderung tertutup sehingga tidak terdapat
material pengisi kekar. Tidak ditemukan adanya rembesan air tanah di singkapan.
Berdasarkan klasikasi ISRM 1981b, tingkat kekuatan batuan tergolong medium strong rock
hingga strong rock (skala R3 – R4). Selain kekar, terdapat shear zone atau zona hancuran,
dengan material hancuran berukuran pasir kasar sampai pasir halus, tidak ditemukan adanya
cermin sesar.
Singkapan batuan setinggi 10 meter dengan lebar singkapan 8 meter. Pengukuran
kelerengan singkapan menunjukkan nilai dip 60o dengan nilai relatif dip direction N60oE.
Berdasarkan hasil analisis kinematika diatas, tipe longsoran yang mungkin terjadi pada
daerah ini dapat berupa tipe longsoran planar (plane failure) maupun tipe longsoran baji
(wedge failure). Interpretasi adanya potensi longsoran tipe planar didasarkan pada beberapa
data kekar pada zona non-daylight envelope yaitu berarah N333oE/81o (lihat gambar 5).
Interpretasi adanya potensi longsoran tipe baji dapat didasarkan pada keberadaan
perpotongan arah orientasi utama bidang lemah minor (joint set), yaitu pada set-1 dan set-2
pada zona non-daylight, dengan orientasi garis perpotongan plunge/trend yaitu 79o/N44oE
(lihat gambar 6). Kedua tipe longsoran ini dapat terjadi, namun dilihat dari analisis
kinematika yang sudah dilakukan, potensi keterjadian kedua tipe longsoran ini tidak memiliki
kerawanan yang tinggi karena keduanya terletak pada zona non-daylight.
Faktor eksternal berpengaruh terhadap tingkat kestabilan lereng batuan. Pada lokasi
pengamatan, faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kestabilan lereng adalah kegiatan
penambangan tradisional oleh warga. Kegiatan penambangan yang dilakukan secara intensif
dapat mempertajam kemiringan lereng (nilai dip bertambah). Nilai dip yang semakin besar
menambah nilai probabilitas keterjadian longsor. Berikut penjelasan analisis kestabilan lereng
apabila nilai dip pada lereng batuan semakin besar.
Analisis kinematika model kedua ini (lihat gambar 7 dan gambar 8), orientasi lereng
diasumsikan mempunyai nilai dip 70o dengan nilai dip direction N60oE. Analisis kinematika
model ketiga (lihat gambar 9 dan 10), orientasi lereng diasumsikan mempunyai nilai dip 75o
dengan nilai dip direction N60oE. Analisis kinematika model kedua dan model ketiga ini
menunjukkan penambahan nilai dip pada lereng batuan akan menambah potensi keterjadian
longsor, baik longsoran tipe planar (plane failure) dan longsoran tipe wedge (wedge failure).
Hal ini dapat dilihat pada gambar 7 – gambar 10, bahwa semakin besar kemiringan lereng,
maka semakin banyak data kekar yang masuk pada zona daylight envelope untuk plane
failure. Semakin besar kemiringan lereng, perpotongan bidang lemah minor (joint set)
semakin mendekati zona daylight envelope untuk wedge failure.
Berdasarkan dua model analisis kinematika probabilitas diatas, maka perlu dilakukan
suatu langkah nyata untuk mengurangi potensi keterjadian longsor yang semakin besar pada
singkapan tersebut, akibat penambangan yang dilakukan. Rekomendasi utama yang dapat
diajukan adalah dengan menghentikan kegiatan penambangan pada singkapan tersebut.
Apabila tetap dilakukan proses penambangan, maka perlu diperhatikan untuk tetap menjaga
proporsionalitas nilai dip lereng tersebut agar masih memiliki nilai kurang dari 60o.
Penambangan secara lateral juga perlu diperhatikan agar nilai dip direction lereng berkisar
antara kurang dari N30oE dan/atau lebih besar dari N90oE. Rekomendasi ini perlu
diperhatikan dan dilakukan untuk meminimalkan potensi keterjadian longsor tipe planar dan
longsor tipe baji.

Kesimpulan
1. Lokasi penelitian memiliki potensi longsor dengan tipe longsoran planar (plane
failure) dan tipe longsoran baji (wedge failure).
2. Potensi longsoran tipe baji (wedge failure) didasarkan pada perpotongan bidang
lemah minor (joint set) dengan orientasi garis perpotongan plunge/trend yaitu
79o/N44oE.
3. Potensi longsoran tipe planar (plane failure) didasarkan pada beberapa data kekar
pada zona non-daylight envelope yaitu berarah N333oE/81o.
4. Rekomendasi untuk mengurangi keterjadian longsor adalah menghentikan kegiatan
penambangan. Jika kegiatan penambangan tetap dilakukan, keamanan lereng harus
diperhatikan dengan nilai dip lereng harus kurang dari 60o dan nilai dip direction
lereng berkisar antara kurang dari N30oE dan/atau lebih besar dari N90oE.

Daftar Pustaka

Aprilia, F., 2014. Analisis Tipe Longsor dan Kestabilan Lereng Berdasarkan Orientasi
Struktur di Dinding Utara Tambang Batu Hijau, Sumbawa Barat. Skripsi di
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Bemmelen, Van, R.W., 1949. The Geology of Indonesia. Govt. Printing Office, Nijhoff, The
Hague, 732 h.
Hoek, E. Dan Bray, J. W.,1981, Rock Slope Engineering, 3rd Edition, The Institution of
Mining and Metallurgy, London, 356 h.
Prasetyadi,C., Sudarno, Ign., Indranadi V.B., Surono, 2011. Pola dan Genesa Stuktur Geologi
Pegunungan Selatan, Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta dan Provinsi
Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi, Vol. 20, h. 91-107
Karnawati, D., 2005, Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya,
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Lisle, R. J. Dan Leyshon, P.R., 2004. Stereographic Projection Technique: for Geologist and
Civil Engineers. Cambridge University Press, United Kingdom, 2nded., 112h.
Surono, 2008. Litostratigrafi dan Sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak do
Pegunungan Baturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan. Jurnal Geologi
Indonesia, Vol 3,h. 183-193
Surono, 2009. Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi, Vol 19, h. 31-
43
Sustriani, Y., 2012. Pengaruh Struktur Geologi Terhadap Kestabilan Dinding Tambang
Bagian Baratdaya, Utara, dan Timurlaut Design Phase 6 PT. Newmont Nusa
Tenggara. Laporan Intern Departemen Geoteknik dan Hidrogeologi PT.
Newmont Nusa Tenggara, Sumbawa Barat (Tidak diterbitkan)
Wyllie, D.C. dan Mah, Ch.W., 2004. Rock Slope Engineering: Civil and Mining. Spon Press,
London dan New York, 4th ed., 431 h

“Data Longsor”, dalam http://geospasial.bnpb.go.id/pantauanbencana/data/datalongsorall.php


(diakses tanggal 12 Oktober 2014)
“Pengenalan Gerakan Tanah”, dalam http://www.esdm.go.id/batubara/doc_download/489-
pengenalan-gerakan-tanah.html (diakses tanggal 12 Oktober 2014)
Lampiran

Gambar 3. Ilustrasi proyeksi stereografis dari garis dan bidang.

(Lisle dan Leyshon, 2004 dengan modifikasi).


Gambar 4. Hubungan hasil proyeksi orientasi struktur dan lereng terhadap tipe longsoran

(Hoek dan Bray, 1981 dengan modifikasi).

Kode Deskripsi
klasifikasi
0 Kedua batas struktur geologi pada singkapan terlihat tidak
menerus
1 Agak menerus, salah satu batas struktur geologi terlihat pada
singkapan
2 Menerus, tidak tampak batas struktur geologi singkapan

Tabel 1. Klasifikasi kemenerusan struktur geologi

(dalam Dept. Geoteknik dan Hidrogeologi PT. NNT, 2014 dengan modifikasi).
Kode Spacing Kode Spacing Kode Spacing
klasifikasi (m) klasifikasi (m) klasifikasi (m)
A < 0,25 F 1,5-2 K 20-30
B 0,25 – 0,5 G 2-5 L 30-50
C 0,5 – 0,75 H 5-10 M >50
D 0,75 - 1 I 10-15
E 1-1,5 J 15-20

Tabel 2. Klasifikasi spacing (dalam Dept. Geotek PT. NNT, 2014 dengan modifikasi).

Approx. Range
of uniaxial
Grade Description Field identification
compressive
strength (Mpa)
Extremely Specimen can only be chipped with
R6 >250
strong rock geological hammer.
Very strong Specimen requires many blows of
R5 100-250
rock geological hammer to fracture it.
Specimen requires more than one
R4 strongth rock blow of geological hammer to fracture 50-100
it.
Cannot be scraped or peeled with a
Medium strong pocket knife, specimen can be
R3 25-50
rock fractured with single firm blow of
geological hammer.
Can be peeled by a pocket knife with
difficulty, shallow indentation made
R2 Weak rock 5.0-25
by firm blow with point of geological
hammer.
Crumbles under firm blows with point
Very weak
R1 of geological hammer and can be 1.0-5.0
rock
peeled by a pocket knife.
Extremely
R0 Indented by thumbnail. 0.25-1.0
weak rock
S6 Hard clay Indented with difficulty by thumbnail. >0.5
S5 Very stiff clay Readily indented by thumbnail. 0.25-0.5
Readily indented by thumb but
S4 Stiff clay 0.1-0.25
penetrated only with great difficulty.
Can be penetrated several inches by
S3 Firm clay 0.05-0.1
thumb with moderate effort.
S2 Soft clay Easily penetrated several inches by 0.025-0.05
thumb.
Easily penetrated several inches by
S1 Very soft clay <0.025
first.
Notes
Discontinuity wall strength will generally be characterized by grades R0-R6 (rock).
Some rounding of strength values has been made when converting to SI units
(ISRM, 1981b)

Tabel 3. Klasifikasi kekuatan batuan berdasarkan kondisi hasil uji langsung di lapangan

(ISRM, 1981b dalam Wyllie dan Mah, 2004 dengan modifikasi).

Gambar 5. Analisis kinematika model 1 untuk tipe plane failure.

(Sumber via software Dips, dengan modifikasi).


Gambar 6. Analisis kinematika model 1 untuk tipe wedge failure.

(Sumber via software Dips, dengan modifikasi).

Gambar 7. Analisis kinematika model 2 untuk tipe plane failure.

(Sumber via software Dips, dengan modifikasi).


Gambar 8. Analisis kinematika model 2 untuk tipe wedge failure.

(Sumber via software Dips, dengan modifikasi).

Gambar 9. Analisis kinematika model 3 untuk tipe plane failure.

(Sumber via software Dips, dengan modifikasi).


Gambar 10. Analisis kinematika model 3 untuk tipe wedge failure.

(Sumber via software Dips, dengan modifikasi).

Anda mungkin juga menyukai