Anda di halaman 1dari 39

TUGAS GEOMORFOLOGI TERAPAN

Disusun Oleh :
NURSANTI DWI APRIYANI
111.180.024

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020
GEOMORFOLOGI TERAPAN
Verstappen (1983 dan 1985)

1. Geomorfologi untuk penelitian dan pemetaan geomorfologi


Penerapan geomorfologi dalam penelitian dan pemetaan merupakan permasalahan
yang telah berlangsung lama. Alasannya sudah jelas: baik geomorfolog dan pembuat peta
tertarik pada bentuk lahan; yang pertama dari sudut pandang genetik atau lingkungan, dan
yang kedua karena harus menyajikan bentuk lahan yang memadai dalam bentuk peta
(Hoffmann dan Louis, 1968-1975).Namun demikian, arti penting penting pengetahuan
geomorfologikal untuk tujuan pemetaan mempunyai nilai keruangan, karena tidak semua
pembuat peta memiliki pandangan yang jelas tentang kemanfaatannya, ataukah tidak semua
ahli geomorfologi menyadari apa yang dapat disumbangkan kepada pembuat peta tentang hal
yang menarik untuk diperhatikan. Surveyor tanah, fotogrametris atau kartografer, dalam
menyajikan informasi permukaan bumi, dan bentuk lahan dalam peta terlibat dalam pemetaan
planimetrik detail, seperti sungai, garis pantai dan kenampakan relief.

Pengetahuan tentang karakteristik bentuk ·lahan yang rumit akibat efek variasi
musiman, perubahan penting, julat pasang-surut, memungkinkan pembuat peta untuk
menghasilkan peta dengan kualitas yang lebih baik. lni berarti mereka akan memperoleh
pemahaman yang lebih baik dari apa yang sebenarnya dilakukan, mereka memetakan lebih
khusus karena akrab dengan karakteristik kenampakan yang akan dipetakan dan mampu
mengevaluasi arti penting dan sifatnya.Jelas bahwa penggunaan dan interpretasi peta
topografi, meskipun kurang pasti mengungkapkan dibanding dari interpretasi foto udara,
merupakan bagian penting dalam kajian geomorfologi. Oleh karena itu representasi yang
jelas dari bentuk lahan pada peta adalah bagian paling penting bagi geomorfolog. Oleh karena
itu komunikasi yang baik antara pembuat peta dan ahli geomorfologi saling menguntungkan
(Verstappen, 1982).

Bates, R.L dan Jackson, J.A (1987) didalam Glossary of Geology menyebutkan bahwa
geomorfologi adalah ilmu pengetahuan yang menelusuri bentuk umum permukaan bumi,
khususnya mempelajari klasifikasi, penetuan, pembentukan dan perkembangan bentuk-lahan
sekarang serta hubungannya terhadap struktur dan perubahan sejarah yang yang ditunjukkan
oleh kenampakan permukaan bumi tersebut. Istilah khusus diterapkan pada penafsiran genetik
bentuk-lahan, yang ditujukan terhadap bentuk-lahan akibat erosi dan pengendapan. Istilah
yang luas digunakan di Eropa sebelum digunakan di Amerika Serikat adalah fisiografi
(physiography) yang dianggap sebagai cabang dari geologi. Secara tegas, geomorfologi
mempelajari hal yang berhubungan dengan bentuk bumi (termasuk geodesi, struktur dan
geologi dinamik). Pemakaian istilah ini sangat umum digunakan di Eropa, karena istilah ini
digunakan secara luas pada ilmu kebumian. Pernyataan tersebut mencerminkan bahwa peran
geomorfologi untuk analisis dan rekonstruksi geologi menjadi sangat penting untuk dipahami
oleh para ahli geologi.

Geomorfologi merupakan suatu disiplin ilmu yang mencakup banyak aspek terkait dengan
bentuklahan (landforms) dan perkembangannya. Aspek-aspek tersebut tidak selalu dapat
dipresentasikan dalam bentuk kalimat, terutama menyangkut bentuk, ukuran dan posisi.
Untuk alasan tersebut, fenomena geomorfologi dapat digambarkan dengan sangat baik
melalui medium peta. Secara umum, peta geomorfologi dikelompokkan menjadi kategori
‘umum’ dan ‘terapan’. Konsep kajian geomorfologi dewasa ini menyebutkan peta
geomorfologi kategori umum sebagai ‘peta analitis’ yang dihasilkan dari telaah monodisiplin
mendalam, dan peta geomorfologi kategori terapan sebagai ‘peta sintetis’ yang dihasilkan dari
telaah multidisiplin dengan mempertimbangkan aspek ekologis (Van Zuidam, 1983). Meski
berbeda pendekatan antara kedua kategori peta tersebut, kajian geomorfologi sintetis yang
bersifat terapan membutuhkan kemampuan telaah mendalam yang mampu mengupas
berbagai aspek geomorfologi sebagai suatu monodisiplin.

Terdapat empat aspek penting dalam kajian geomorfologi analitis (Van Zuidam, 1983),
yaitu (morfologi atau tampilan relief, mencakup
(a) morfografi atau aspek deskriptif geomorfologi suatu wilayah, dan

(b) morfometri atau aspek kuantitatif suatu wilayah; morfogenesa atau asalmula dan
perkembangan proses yang membentuk suatu bentuklahan, meliputi
(a) morfostruktur pasif atau jenis batuan,

(b) morfostruktur aktif atau jenis struktur geologi akibat tektonik dan volkanisme, dan (c)
morfodinamik atau proses-proses eksogenik yang bekerja di permukaan bumi; (iii)
morfokronologi atau penentuan urutan proses terbentuknya berbagai bentuklahan; dan (iv)
morfoaransemen atau hubungan spasial berbagai bentuklahan dan prosesnya.

Suatu peta geomorfologi yang baik akan memuat semua atau sebanyak mungkin aspek-
aspek tersebut diatas. Perkembangan kajian geomorfologi dewasa ini menunjukkan peta
sistem ITC mampu menampilkan keempat aspek secara utuh, jelas dan mudah dibaca, serta
telah menghimpun informasi geologi dasar berupa litologi dan struktur geologi

Dalam membuat penelitan serta pembuatan pemetaan geomorfologi perlu memerhatikan


beberapa aspek pembakuan yang telah ditetapkan yaitu :
KELAS GENETIK (bentuk / satuan peta)
(1). Asal Struktural
(2). Asal Gunungapi (Vulkanik)
(3). Asal Denudasi
(4). Asal Marin (Laut)
(5). Asal Fluvial (Sungai)
(6). Asal Glasial / Peri – glasial (es)
(7). Asal Aeolian (angin)
(8). Asal Pelarutan (Karst)

Untuk morfografi dan morfometri sejauh ini masih menggunakan simbol topografi, garis
atau huruf dan dicetak dengan warna abu–abu atau coklat sangat cerah (tipis). Simbol untuk
litologi biasanya digunakan simbol pola batuan yang dicetak dengan warna abu–abu atau
cokelat sangat cerah (tipis). Informasi terpenting adalah morfografi, morfometri dan litologi
(jenis dan struktur batuan) harus ditampilkan pada peta, tetapi simbol dan warna tidak terlalu
menonjol. Simbol morfokronologi ditunjukkan oleh simbol huruf atau angka yang dicetak
dengan warna hitam. Simbol garis warna biasanya untuk menunjukkan morfodinamik (proses
aktif), misalnya simbol garis berwarna merah menunjukkan proses erosi dan simbol garis
berwarna biru untuk menunjukkan daeah banjir atau pengendapan sedimen.
KLASIFIKASI CIRI-CIRI LAHAN
Lahan dapat dianalisa dan diklasifikasikan menjadi sistem, satuan dan/ atau sub-
satuan berdasarkan beberapa perbedaan ciri (ciri–ciri lahan, atribut atau kualitas).
Daftar ciri lahan dibawah ini dapat dipelajari, ditentukan dan diselaraskan. Sebagai catatan
daftar ciri–ciri lahan ini bersifat sementara (tentative) dan diperlukan perubahan–
perubahan jika digunakan pada kondisi yang berbeda. Analisis dan pemetaan ciri–ciri
lahan dibawah ini dapat dilakukan oleh ahli geologi, ahli tanah, ahli hidrologi, ahli
pertanian dsb. Berikut di bawah ini adalah ciri–ciri lahan (beberapa ciri lahan tersebut
dapat diukur langsung dari foto udara atau peta topografi) .
Contoh pengaplikasian : peta geomorfologi Daerah Istimewa Yogyakarta

Hasil pemetaan pada skala 1:50.000 dan mengacu pada aspek morfogenesa, dijumpai lima
bentangalam genetik utama yang berkembang di Provinsi D.I. Yogyakarta, yaitu bentukan
asal volkanik, struktural, karst, fluvial, dan eolian.

a. Bentang alam volkanik


Bentangalam volkanik hadir cukup dominan di Provinsi D.I. Yogyakarta. Hal tersebut dapat
dipahami karena aktivitas volkanisme telah bekerja semenjak Tersier hingga saat ini. Pada
akhir Paleogen, volkanisme telah menghasilkan andesit tua Formasi Bemmelen di
Pegunungan Kulon Progo dan Formasi Kebobutak di Pegunungan Selatan. Pada Zaman
Kwarter, volkanisme modern hadir di sebelah utara melalui aktivitas G. Merapi. Dengan
demikian, bentukan morfologi volkanik muncul dari bentuknya yang masih aktif hingga
bentukan sisa pada bekas-bekas volkanisme Tersier. Secara umum, pelamparan unit-unitnya
berubah secara teratur dari yang terbesar dimiliki oleh tubuh volkanik aktif hingga yang
terkecil dimiliki oleh leher volkanik sisa dari volkanisme Tersier.
Bentangalam volkanik terdiri dari 6 unit morfologi, yaitu morfologi kerucut gunungapi
terbiku sedang, kerucut gunungapi terbiku kuat, lereng gunungapi terbiku sedang, kaki
gunungapi terbiku sedang, sisa gunungapi, dan leher gunungapi.
b. Bentang alam struktural
Bentang alam struktural dapat dikenali dalam 10 unit berbeda, mendominasi bagian
utara Pegunungan Selatan, bagian barat Pegunungan Kulon Progo, serta Perbukitan Sentolo.
Pelamparan yang luas dan kompleksitas bentukan mengindikasikan pengaruh tektonik yang
dominan terhadap Provinsi D.I. Yogyakarta. Hal tersebut dapat dipahami bahwa letak
Provinsi D.I. Yogyakarta yang berada di depan busur volkanik (fore-arc) pada saat ini dan
senantiasa berhadapan dengan jalur penunjaman Lempeng Samudera Hindia dengan
Lempeng Benua Eurasia semenjak terbentuknya cekungan pengendapan, membuat daerah ini
mengalami sejarah tektonik yang berulang (multi-fase) dan kompleks.

Sebagian bentang alam struktural tersusun oleh litologi batuan gunungapi piroklastik
dan epiklastik yang tersesarkan secara kuat, kedua hal inilah yang membedakannya dengan
bentangalam volkanik. Di Pegunungan Selatan, bentangalam struktural hadir secara khas di
bagian utara, dimana lajur-lajur sesar yang bersifat memanjang dan dikontrol oleh kehadiran
tubuh volkanik modern menghasilkan rangkaian pegunungan Kambengan, Plopoh dan
Baturagung, yang bersifat memanjang relatif berarah timur-barat. Pola serupa juga dapat
diamati di bagian barat pada Lajur Baturagung yang dikontrol oleh kehadiran sistem Sesar
Opak yang berarah relatif timurlaut-baratdaya dan membatasinya dengan Dataran Rendah
Yogyakarta. Di Pegunungan Kulon Progo, bentangalam struktural hadir di bagian tepi
(periperal) dengan pola sesar yang cenderung bersifat radial. Batas utara Pegunungan Kulon
Progo merupakan suatu sesar melengkung (arcuate) berarah relatif Timur-Tenggara – Barat-
Baratlaut, menyerupai sesar-sesar batas utara Pegunungan Selatan.

Bentang alam struktural terdiri dari 10 unit morfologi, yaitu morfologi perbukitan
struktural terbiku kuat, perbukitan struktural terbiku sedang, pegunungan struktural terbiku
sedang, pegunungan struktural terbiku kuat, teras struktural terbiku lemah, teras sturuktural
terbiku sedang, teras struktural terbiku kuat, perbukitan terisolasi, kuesta, dan cekungan
denudasional.

c. Bentang alam kars


Bentang alam kars berkembang secara eksklusif di bagian selatan Pegunungan
Selatan, menempati kawasan yang dikenal sebagai Gunung Sewu. Dibatasi di bagian barat
oleh bentangalam struktural yang memisahkannya dengan Dataran Rendah Yogyakarta, dan
bagian utara oleh Depresi Wonosari serta Pegunungan Panggung. Kehadiran bentangalam ini
yang mensyaratkan adanya endapan batugamping yang cukup tebal menandakan sejarah
genang laut daerah tersebut pada Tersier Akhir yang lebih lama dibandingkan bagian utara,
serta adanya periode pengangkatan yang episodik yang memberikan kesempatan tahapan-
tahapan karstifikasi untuk bekerja dengan baik. Secara stratigrafis, bentangalam kars Gunung
Sewu tersusun oleh batugamping terumbu, batugamping berlapis bersifat tufan dan napalan,
yang dikelompokkan kedalam formasi Wonosari (Surono dkk., 1992; Rahardjo dkk., 1995).
Selain di Pegunungan Selatan, bentangalam kars juga berkembang, meski tidak
dominan, pada Pegunungan Kulon Progo. Di daerah Jonggranan, bentangalam ini dibangun
oleh batugamping terumbu dan batugamping napalan dari Formasi Jonggrangan (Rahardjo
dkk., 1995), hadir sebagai kerucut kars membulat yang dikelilingi oleh dataran tepi kars.
Sedangkan di daerah Paingan, kerucut kars membulat hadir pada daerah yang sempit dan
tersusun oleh kalkarenit Formasi Sentolo (Rahardjo dkk., 1995).

Bentang alam kars dikelompokkan menjadi dari 5 unit morfologi, yaitu kars konikal
membulat, kars konikal memanjang, kars konikal trapesoid, dataran tepi kars, dan lembah
kering kars. d. Bentangalam fluvial

Bentang alam fluvial berkembang secara terpisah-pisah diantara bentang alam-


bentangalam lainnya, sehingga secara umum dapat dikatakan sebagai suatu cekungan antar
pegunungan struktural yang aktif saat ini sebagai tempat deposisi sedimen yang berasal dari
tinggian di sekitarnya. Penyusun utama bentangalam ini adalah pasir lempungan dan pasir
kerikilan, di beberapa tempat dijumpai sebagai endapan rawa. Hal tersebut mengindikasikan
adanya perubahan fasies yang cepat dari fluvial menjadi lakustrin akibat adanya pengaruh
tektonik yang mengontrol perkembangan geomorfologi.

Di Pegunungan Selatan, bentanga lam ini diidentifikasi pada dua lokasi, yaitu di
sepanjang kaki utara gawir Lajur Baturagung, serta di daerah Imogiri pada kaki barat gawir
Lajur Baturagung. Di Pegunungan Kulon Progo, bentangalam fluvial hadir secara luas pada
kaki selatan perbukitan Sentolo, dimana batas selatannya disusun oleh bentangalam eolian
yang membentuk pesisir selatan Yogyakarta. Pada batas kedua pegunungan tersebut, yaitu
Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo, terhadap Dataran Rendah Yogyakarta,
berkembang dua sungai besar, yaitu Sungai Opak dan Sungai Progo. Kedua sungai tersebut
memiliki morfologi tubuh sungai yang dapat dikenali pada skala pemetaan ini.

Ada empat unit morfologi bentangalam fluvial yang dapat dikenali, yaitu morfologi
dataran banjir, dataran banjir antar pegunungan, kipas aluvial non aktif, dan tubuh sungai.

e. Bentang alam eolian


Bentangalam eolian hanya berkembang di bagian baratdaya daerah kajian sebagai unit
gumuk pasir, menempati sepanjang pesisir selatan Dataran Rendah Yogyakarta hingga ke
arah barat menerus mencapai perbatasan provinsi. Tersusun oleh sedimen pasir yang dibawa
oleh aliran tiga sungai utama yang mengalir ke Samudera Hindia, yaitu sungai Opak, Progo,
dan Serang, serta diendapkan kembali oleh proses gelombang serta dibentuk oleh proses angin
membentuk morfologi gumuk-gumuk pasir. Jenis gumuk pasir yang dijumpai bervariasi, dari
tipe transversal di tepi pantai diatas morfologi berm, kemudian berkembang menjadi tipe
parabola ke arah darat dan selanjutnya menjadi tipe longitudinal.
Hasil Akhir Peta geomorfologi Propinsi DI Yogyakarta dapat menunjukkan aspek-aspek
geomorfologi di Yogyakarta.

2. Peta Geomorfologi dapat menampilkan perubahan bentuk alam di suatu daerah untuk
merevisi peta
Peta ini menampilkan perubahan medan yang terjadi di Italia, sebelumnya peta ini dibuat
menggunakan foto udara pada tahun 1955 yang ditunjukkan garis kontur putus-putus. Lalu
suatu ketika terjadi bencana longsor yang sangat besar sehingga terjadi perubahan medan
yang sangat bearti. Peta ini dibuat agar peta ini direvisi garis konturnya. Garis kontur direvisi
pada tahun 1972 yang ditunjukkan garis kontur tegas.

3. Peta geomorfologi untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat letusan gunung
berapi

Peta ini merupakan perbandingan perubahan konfigurasi medan akibat erupsi gunung
rinjani, dalam peta ini kita dapat mengetahui dampak apa saja yang disebabkan oleh erupsi
gunung berapi.
4. Peta geomorfologi dalam peta topografI

Foto diatas merupakan contoh daerah pemukiman Pringsewu,Lampung yakni pemukiman


para transmigran yang dipindahkan dari pulau Jawa ke Sumatera memiliki pola kontur yang
sama pada setiap daerahnya. Pemukiman ini sangat penting untuk diketahui karena dapat
memudahkan untuk menginterpretasi peta.

2. Geomorfologi untuk survey Geologi

. Hubungan antara geomorfologi, geologi dan ilmu lainnya didiskusikan secara total
Ahli geologi dan ahli tanah kedua-duanya mempunyai tambahan yang banyak dari
informasi geomorfologikal, meskipun setiap grup penyelidik tersebut, dan terutama terkait
dengan pemetaan tematik (geologi dan tanah), mempunyai kepentingan khusus dan
kebutuhan sendiri-sendiri yang terkait dengan geomorfologi. Namun demikian kepentingan
yang bertampalan secara terbatas seharusnya dihindari. Dalam hal ini, baik survei geologi
ataupun survei tanah akan memperoleh dari sumbangan potensial dari geomorfologi untuk
pemecahan masalah ilmiah dan survei.
Menurut kenyataan, baik geologist maupun ahli tanah cenderung memandang
geomorfologi dari sudut pandang berbeda bahkan agak bertentangan. Secara garis besar,
situasi geologi yang ada, termasuk litologi dan strukturnya, bersama dengan perkembangan
geologi masa lalu, kurang lebih memiliki posisi yang mirip dengan evolusi geomorfologikal
di bawah pengaruh berbagai faktor proses eksogen. Situasi geomorfologikal dan
perkembangannya adalah kondisi lingkungan tempat berlangsungnya proses pembentukan
tanah (Veen, 1970).
Evolusi bentuk lahan yang berlaku di suatu daerah, dalam kadar tertentu menentukan
pola distribusi dari material belum memadat seperti yang dihasilkan oleh proses pelapukan
dan proses transportasi. Hal tersebut juga akan mempengaruhi tingkat perkembangan dari
tanah yang dihasilkan.
Sudah barang tentu yang sebaliknya, penyelidikan geomorfologikal hanya dapat
dilaksanakan secara optimal jika terdukung oleh informasi geologi dan data
perkembangan dan profil tanah yang cukup. Ketiga ilmu pengetahuan tersebut saling
terkait meskipun masing-masing mempunyai objek yang berbeda. Meskipun
demikian, kebingungan masih sering terjadi dalam siklus tertentu dan kadang-kadang
terjadi pendakuan bahwa geomorfologi adalah cabang dari geologi dan bahkan ilmu
tanah adalah bagian dari geomorfologi. Dilihat dari salah satu kerangka ilmiah dari
ketiga disiplin ilmu tersebut mugkin betul; oleh sebab itu
Sidorenko (1971) mempertimbangkan litogenesis, tektogenesis dan geomorfologi
genesis merupakan tiga bagian utama dari geologi. Harus diresapkan dalam pemikiran,
bahwa geomorfologi mempunyai cakupan yang lebih luas dan mempunyai sumbangan
informasi kepada banyak disiplin ilmu, seperti ilmu tanah dan hidrologi, dan
memberikan banyak pemecahan permasalahan yang mungkin tidak dimiliki oleh
geologi.
Hubungan erat antara geomorfologi dan geologi telah menjadi pertimbangan dalam
kajian bentuk lahan dan perkembangannya, karena hanya sebagian dari geologi,
keunggulannya perlu dielaborasi lebih lanjut. Hal yang menarik adalah aspek geomorfologi
apakah yang paling relevan dalam kajian geologikal. Berbagai proses pengelupasan tipe
batuan dan struktur geologi, menghasilkan bentuk khusus, dengan pegangan tersebut batuan
dan struktur dapat dikenali dan diidentifikasi. Bentuk lahan merupakan aspek penting dari
geomorfologi untuk tujuan geologikal. Pada umumnya bentuk lahan mempunyai banyak
manfaat dalam banyak kajian fenomena geologi terkait dengan observasi yang dilaksanakan
pada singkapan batuan terhadap bentuk lahan yang berasosiasi dengan fenomena tersebut
(Semmel, 1980).
Efektivitas dari prosedur ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Di daerah yang
terdegradasi, erosi selektif akibat perbedaan litologi berperan sangat penting. Hal tersebut
menjadi kurang dapat mengungkap di daerah yang mempunyai singkapan batuan yang
mirip resistensinya, atau di daerah yang efek erosi selektifnya diabaikan. Sebagai contoh,
situasi yang terakhir terjadi di daerah pegunungan dimana pola drainasenya dipengaruhi
oleh gravitasi, tanpa mengindahkan kondisi geologinya dan di daerah yang reliefnya
terbentuk oleh erosi glasial dan tidak terkait dengan strike dari lapisan batuannya.
3. Geomorfologi dan Studi daerah rawan gempa bumi dan tsunami
Dalam mempelajari daerah rawan gempa bumi dan tsunami geomorfologi dapat
berperan penting karena geomorfologi dapat memberikan gambaran apa saja dampak
yang ditimbulkan dari bencana alam tersebut serta memberikan pencegahan agar tidak
terjadi banyak kerugian. Geomorfologi juga berperan memberikan zona rawan bencana
dengan penginderaan jarak jauh.

A. Tsunami
Tsunami adalah gelombang laut dahsyat (gelombang pasang) yang terjadi karena
gempa bumi atau letusan gunung api di dasar laut.
Contohnya yaitu pemetaan bahaya Tsunami pada kota Manokwari yang akan
dibahas dibawah ini.

Gambar diatas merupakan peta bentuk lahan Daerah penelitiann yaitu Kota

Manokwari Papua Barat dan juga Tabel 5 menjelaskan bentuk lahan yang terdapat
pada peta.
Morfogenesis mencerminkan proses-prosesgeomorfik masa lalu yang
membentuk bentuk lahan. Proses-proses yang sama dapat terulang pada bentuk lahan
yang sarna atau tidak terulang lagi tergantung pada tahap perkembangan bentuk
lahan (morfokronologi). Melalui analisa ini Bentuk lahan yang rentan terhadap
tsunami akan mudah diklasifikasikan dan dibuat peta rawan bencana pada daerah
Manokwari, Papua Barat. Sehingga pemerintah dapat membuat mitigasi bencana
apabila bencana tsunami datang.

Warna merah merupakan daerah rawan bencana tsunami yang tinggi sehingga
pemerintah dapat fokus pada wilayah yang bertanda merah pada peta tersebut dan
pemerintah membuat rencana dan mitigasi kesiapsiagaan pada daerah tersebut.
B. Gempa Bumi
Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada bumi yang bersifat alami yang terjadi
pada lokasi tertentu dan sifatnya tidak berkelanjutan. Getaran pada bumi dapat terjadi akibat
adanya proses pergeseran secara tiba‐tiba pada kerak bumi. Pergeseran secara tiba‐tiba
terjadi karena adanya sumber gaya sebagai penyebabnya, baik bersumber dari alam maupun
dari bantuan manusia (artificial earthquakes). Selain disebabkan oleh pergeseran secara tiba‐
tiba, getaran pada bumi juga bisa disebabkan oleh penyebab lain yang sifatnya lebih halus
atau berupa getaran kecil yang sulit dirasakan manusia. Gempa bumi merupakan bencana
alam yang memiliki dampak yang sangat kompleks diantaranya adalah menimbulkan
sejumlah kerusakan terhadap prasarana dan sarana umum termasuk dalam hal ini sistem
pendukung kehidupan sehari‐hari masyarakat seperti air, gas, listrik, jalan, serta jaringan
pelayanan umum lainnya. Dampak yang sangat dirasakan adalah kerusakan infrastruktur
publik seperti perumahan/permukiman, jalan, hingga berbagai fasilitas sanitasi dan air
minum. Dalam penjalarannya gelombang seismik dari gempa bumi ini akan mengakibatkan
goncangan yang dahsyat pada kulit bumi (ground shaking) dan terjadinya pergeseran pada
kulit bumi (ground faulting/failure). Di samping itu, adanya gempa ini juga menimbulkan
potensi bencana lainnya yang dipicu oleh gempa bumi ini diantaranya yakni longsor
(landslide), liquefaction, kebakaran dan tsunami
Geomorfologi berperan dalam pembuatan peta rawan bencana gempa serta memberikan
mitigasi bencana yang tepat.

4. Geomorfologi untuk pemetaan guguran (Avalans) dan bencana letusan gunung


api

Guguran adalah bahaya alam besar di banyak daerah pegunungan berpenduduk padat
dan terutama di pegunungan tingggi (alpine) pada lintang tengah dan tinggi. Di beberapa
rangkaian pegunungan yang lebih berpenduduk padat seperti Alpen di Eropa, bahaya
guguran meningkat sangat besar sejak pembabatan hutan intensif selama abad ke-18 dan 19
yang telah menurunkan garis hutan secara substansial. Kontrol dan proteksi terhadap
guguran bertambah sangat besar terkait dengan kepentingan pertumbuhan olahraga ski yang
semakin populer yang mengakibatkan ribuan orang pada lereng tertutup salju yang rawan
guguran pada musim dingin dan awal musim semi. Pembangunan jalan dan rel kereta api
di pegunungan telah menambah kesadaran terhadap bahaya guguran. Dengan hubungannya
terhadap situasi tersebut, kajian guguran menjadi fokus perhatian _di daerah pegunungan
tinggi dan beberapa negara telah mendesak untuk mengorganisasi satu sistem pemantauan
dan peringatan dini dengan tujuan mengurangi jumlah kejadian, kecelakaan dan korban
manusia dan mitigasi kerusakan harta benda secara substansial.
Berdasarkan karakteristiknya, faktor yang dijadikan pertimbangan dalam
mengevaluasi bahaya guguran ada dua tipe, yaitu faktor variabel dan nonvariabel.
Faktor variabel terkait dengan kondisi meteorologikal selama dan setelah periode
pengendapan tutupan salju dan kondisi hidrologikal dari metamorfosis salju yang
mempengaruhi densitas, plastisitas dan kekokohan tutupan salju (Shen dan Roper,
1970; Sommerfeld et al., 1976; Sulka Velidze dan Dolor, 1973). Faktor nonvariabel
terkait dengan konfigurasi medan dan yang terkait dengan arti penting geomorfologikal.
Faktor nonvariabel dari medan hanya vegetasi (nongeomorfologikal) yang besar
kemungkinannya mengalami perubahan menurut waktu pada lereng. Jelas bahwa
observasi yang menerus terhadap variabel faktor yang terkait salju, klimatologi dan
hidrologikal merupakan inti dari peringatan dini dalam pemantauan guguran (Bader et
al., 1954; Bradley, 1973; Calembert, 1968; Curtis dan Smith, 1973; Langmuir, 1970;
Miler dan Miler, 1974; Roch, 1954, 1955).
Beberapa tipe guguran dapat dibedakan berdasarkan kriteria tertentu dan setiap tipe
mempunyai aspek bahaya yang spesifik. Beberapa tujuan penting terutama bagi orang-
orang yang senang ski dan lainnya di bagian atas dari pegunungan alpine pada musim salju,
sedangkan tipe lain terutama penting bagi penduduk desa yang hidup di bawah garis batas
hutan, untuk lalu lintas jalan raya pegunungan, dan sebagaiya, yang akan dijelaskan sebagai
berikut.
Kriteria utama salju adalah sebagai berikut :
(a) Kompaksi dari salju yang terlibat
Guguran salju halus biasanya terlepas dari satu titik tunggal, sedang guguran
lempengan dari salju yang kompak umumnya dimulai dari suatu zona lebar dan
meninggalkan bekas satu dinding salju yang nyata dan terjal pada bagian batas atasnya.
(b) Tipe dari longsor permukaan
Dalam kasusguguran ketebalan penuh atau guguran tanah, tanah bertindaksebagai
bidanggelincirdan sebagai hasilnya bongkah dan hancuran lainnya dapat menjadi satu
tubuh guguran. Satu permukaan guguran bergerak di atas lapisan salju di bawahnya
dan volume total dari salju cenderung lebih kecil daripada moraine yang luasnya
sebanding.
(c) Bentuk atau penampang melintang dari jalur guguran

Bentuk penampang tergantung pada situasi topografinya, salju dari satu guguran akan
melalui saluran dalam jeram atau bergerak tanpa tekanan di atas bagian dari satu lereng.
Kebanyakan guguran besar cukup menambah momentum untuk mencapai bagian
bawah lereng dan di bawah garis hutan sepanjang jalur yang ditetapkan dengan baik.
Guguran yang paling merusak di antaranya adalah guguran tersalurkan karena massa
besar dari salju yang terlibat dapat mencapai daerah permukiman dan dapat
mengakibatkan kerusakan yang serius. Guguran tak tertekan lebih umum pada lereng
yang lebih tinggi, meskipun guguran pada saluran juga umum terjadi pada lereng yang
lebih tinggi.
(d) Kelembaban dari salju

Dalam guguran salju kering tidak ada air bebas yang terlibat, sedang guguran salju
basah di situlah air menjadi pembedanya. Salah satu bentuk menengah yang kadang-
kadang disebut adalah guguran basah. Kandungan air dalam guguran mempunyai efek
besar terhadap berat dan mode gerakan (lihat Bab 5) yang menyebabkan salju mengalir
atau longsor.
(e) Tipe gerakan
Kebanyakan guguran disebabkan oleh faktor tanah (guguran aliran) terutama ketika
salju lembab atau basah. Meskipun demikian dalam kasus salju kering, sebagian salju
dapat disebabkan oleh udara (air- borne), dan kemudian membentuk "guguran bubuk",
yang dicirikan dengan gerakan cepat dari awan salju di atas jalur guguran. Kerusakan
besar (drastis) terhadap lereng sebaliknya menjadi pertanyaan mengapa dapat terjadi,
karena hembusan dari tekanan gelombang yang disebabkan oleh gerakan cepat dari
badai salju.
Sudut lereng merupakan faktor medan utama yang dipertimbangkan dalam
kontel<S ini. Jarang oag1 guguran dimulai dari lereng landai atau pada lereng sangat
curam. Aspek lokasi pertama secara komparatif bebas dari guguran dan stabil karena
tekanan pada tanah melebihi berat dari salju yang hanya memiliki komponen menuruni
lereng yang kecil pada gradien tersebut. Aspek lokasi kedua secara komparatif aman

karena salju tergelincir sebelum menumpuk untuk menjadi besar. Dalam kenyataannya
guguran besar jarang dimulai pada lereng dengan kemiringan kurang dari 22° dan lebih
dari so·. Massa salju yang lebih kecil mungkin mengalami guguran pada lereng yang lebih
curam, dan itu menjadi kenyataan juga, tetapi massa yang lebih kecil jarang merusak.
Lereng yang paling membahayakan jika mempunyai gradien 30-400. Meskipun demikian,
satu hal yang harus disadari bahwa nilai tersebut sebagai indikasi daripada batas yang pasti,
banyak tergantung terhadap faktor cuaca, kondisi salju, konfigurasi medan selain langsung
terhadap gradien lereng. Jelas bahwa massa salju yang kecil (tetesan air beku, dsb.) jatuh
dari lereng terjal dapat memicu guguran lebih besar pada lereng yang kurang terjal (30-
40°) di bawahnya, dan bahwa guguran yang besar tersebut, disebabkan oleh tambahan
momentum, yang dapat menabrak lereng yang gradiennya lebih rendah dari 22· (dalam
kenyataannya, meskipun mengalir dalam jarak pendek), dan bahwa hembusan udara yang
terbentuk oleh guguran salju bedak yang cepat dapat menimbulkan kerusakan juga pada
sisi lembah yang berlawanan.

Survei guguran yang lengkap tidak hanya menunjukkan posisi dari jalur guguran tetapi
juga harus digabungkan dengan berbagai hal:
1. Klasifikasi lereng.
Beberapa kelas gradien seharusnya dibedakan, batasnya penting dalam konteks
guguran (lihat Subbab 15.4). Salah satu kelas lereng adalah <22°, 22-30°, 3D-40°
(risiko tinggi), 40- 500, dan > 50°. Selain gradien lereng, keteraturan dari lereng juga
berpengaruh terhadap friksi dan kerawanan terhadap longsoran, profil lereng secara
umum, konfigurasi permukaan, vegetasi penutup seharusnya dipertimbangkan ketika
mengarah ke evaluasi risiko secara menyeluruh.
2. Jalur guguran.
Jalur ini seharusnya dipetakan secara detail, menunjukkan batas antara tiga bagian utama
dari guguran: daerah jalur tangkapan dari deposisi. Data frekuensi dan umur guguran, tipe
dan kecepatan, volume, dsb., dapat ditambahkan dalam peta atau dalam laporan yang
menyertainya. Detail dari proses dan keganasannya dapat juga dijelaskan.
4. Kenampakan medan special.
Tipe medan tertentu atau situs yang menarik dalam kaitannya terhadap guguran harus
dipetakan secara teliti dan ditonjolkan dengan simbol yangjelas. Kenampakan tersebut dapat
dijumpai di daerah lereng atas tempat guguran berasal, maupun sepanjang jalurnya dan di
daerah lereng bawah umumnya landai tempat materi guguran berhenti (istirahat). Mereka
mencakup:
• zona berisiko tinggi untuk inisiasi guguran, umumnya pada zona gradien 3D-40°.
• kecembungan utama pada profil lereng hilir di mana tarikan dapat menghasilkan
retakan yang mengakibatkan terbentuknya guguran lempeng
• batuan terjal dan tebing terjal (cliff) muncul dari medan salju curam darimana salju
dan es turun dari tebing tinggi atau batu jatuh dapat memicu guguran
• lengkungan tiba-tiba dalam jalur guguran ketika guguran besar mungkin tiba-tiba
menyimpang dari jalur
• proteksi guguran alami yang ditawarkan oleh konfigurasi medan seperti
pemunculan batuan dari lereng yang menjadi sasaran atau igir yang mungkin dapat
mengalihkan guguran, dsb.
5. Vegetasi,
terutama distribusi dari hutan tinggi dan rapat yang_mungkin dapat melindungi terjadinya
guguran awal, meskipun tidak memberikan perlindungan penuh terhadap lerenghilir dari
jatuhan guguran dari atas. Zona yang diperlukan untuk dihutankan kembali juga dapat
ditambahkan.

6. Struktur proteksi salju,


telah ada dan pemilihannya diperlukan. Rumah-rumah yang berbahaya dan struktur lain
dalam posisi bahaya perlu ditunjukkan secara khusus meskipun tidak boleh dilupakan
bahwa guguran yang tidak dapat dipredikasi sedemikian rupa sehingga hasil yang baik
dan lengkap tidak dapat dijamin.
7. Daerah terpengaruh oleh guguran sebelumnya.
lnformasi ini seharusnya didasarkan pada dokumen, wawancara dan indikasi lapangan.
Frekuensi kejadian juga merupakan bagian yang harus dinilai

Berikut ini merupakan contoh peta geomorfologi jalur guguran :


5. Geomorfologi untuk survey hidrologi dan kerawanan banjir

Geomorfologi berperan terhadap hidrologi, yaitu dalam memperkirakan karakteristik


debit dan sedimentasi, memberikan informasi lingkungan DAS berdasarkan proses
geomorfologi, memperkirakan kedalaman air tanah berdasarkan struktur geomorfologi,
studi mengenai banjir, dan mengkaji karakteristik airtanah di daerah berbatuan
gamping. Studi geomorfologi fluvial, morfometri, dan analisis lingkungan secara
geomorfologis pada basin-basin aliran telah menjadi semakin penting. Geomorfologi
mempunyai hubungan erat dengan kondisi air permukaan dan bawah tanah. Geomorfologi
dapat membantu mencitrakan dan menilai lingkungan yang memiliki sirkulasi-sirkulasi
air sehingga dapat membantu kerja ahli hidrologi dalam memahami keadaan dan membuat
keputusan yang tepat.
Tujuan dari peta kerawanan banjir tidak untuk memetakan luasan daerah banjir dan
karakteristik lebih lanjut dari banjir yang telah terjadi masa lalu, tetapi lebih untuk
memprediksi efek banjir akan datang yang bervariasi besaran dan perkiraan kerusakan yang
diakibatkan (Cochrane, 1981). Dalam bentuk sederhana untuk memetakan sejumlah batas
dataran banjir dan luasan dari beberapa banjir besar yang baru terjadi. Pendekatan tersebut
adalah umum, terutama di Amerika Serikat dan Kanada peta ini untuk melayani, salah satu
di antaranya untuk tujuan asuransi (Environment Canada, 1978; Hanke, 1972; Kates, 1965;
Kesik. 1981; Platt, 1976).
Berikut merupakan contoh peta geomorfologi dan klasifikasi banjir :
Peta kerawanan banjir serta prediksi kerugian yang akan dicapai :
Efek dari perbaikan terhadap tanggul perlu dikaji dan mungkin menghasilkan
pengurangan bahaya banjir (kondisi banjir yang berbahaya sebagai konsekuensi setelah
banjir peringatan).
lnformasi yang diberikan dalam tipe survei kerawanan banjir ini sangat bersangkutan
dengan pengambil kebijakan dari berbagai tingkat pemerintahan. Data detail tentang
kerusakan potensial tidak selalu mudah diperoleh, terutama ketika sungai dicirikan oleh
banjir bandang yang sering terjadi topan atau gelombang pasang tsunami yang disebabkan
oleh gempa bumi dari tempat yang jauh. Meskipun demikian pendekatan tersebut lebih
praktis dan berguna sekali dalam banyak kasus.
Dalam memprediksi sebuah kerawanan banjir diperlukan beberapa penekanan :
1. Pola distribusi dari daerah yang menjadi sasaran banjir,
2. Lama dan kedalaman genangan,
3. Arah arus,
4. Kemungkinan perubahan aliran sungai,
5. Erosi dan deposisi akibat banjir
6. Pola distribusi deposisi gravel,batupasir, lempung,fluvial masa lalu
7. Bentuk relief dataran rendah
8. Karakteristik genangan
9. Luasan daerah yang tergenang
10. Akumulasi di depresi

6. Geomorfologi untuk survei stabilitas lereng erosi, dan bencana longsor.

Geomorfologi mempelajari bentuk laban dan proses yang mempengaruhi bentuk lahan,
serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuk lahan dan proses di dalam susunan
keruangan. Proses pelapukan, erosi dan longsoran menjadi sasaran kajian geomorfologi
yang dipandang sebagai proses ekstemal yang berpengaruh pada evolusi bentuk lahan.
Proses tersebut terjadi karena interaksi dari berbagai faktor fisik dan biotik yang secara
keruangan bervariasi meliputi tipe, intensitas dan sebarannya. Oleh sebab itu pendekatan
geomorfologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari bentuk lahan diperlukan dalam
pendugaan kejadian-kejadian yang dapat menyebabkan perubahan bentuk lahan seperti
kejadian erosi.
1) Konsep Erosi
Erosi adalah hasil pengikisan permukaan bumi oleh tenaga yang melibatkan
pengangkatan bendabenda, seperti air mengalir, es, angin, dan gelombang atau arus.
Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama
intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah vegetasi penutup tanah, dan tat~
guna laban. Dua penyebab utama erosi adalah erosi karena sebab alamiah , dan erosi
karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan
tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah
secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang
memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedang erosi
karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah
bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah
konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik
tanah, antara lain pembuatan jalan di daerah kemiringan lereng besar.
Zachar (1982) menjelaskan bahwa deskripsi umum mengenai bentuk erosi
diperlukan aspek skala erosi sebagai pertimbangan. Klasiftkasi yang diusulkan
adalah erosi mikro, erosi meso dan erosi makro. Dengan mempertimbangkan erosi
dipengaruhi oleh faktor permukaan dan bawah permukaan, maka bentukan erosi
yang spesiftk yang disebut erosi permukaan dan erosi bawah permukaan. Menurut
Ayres (Zachar, 1982) bentuk erosi yang disebabkan oleh air dibagi balam bentuk:
1) erosi lembar (sheet washing), 2) eiosi parit (gullying), 3) erosi sungai
(stream erosion). Erosi bawah permukaan (underground erosion) disebabkan oleh
aliran air dalam tanah, yang dapat dibedakan menjadi internal erosion, tunner
erosion dan karst erosion. Oleh Berttrand (Zachar, 1982) erosi dalam tubuh tanah
disamakan dengan erosi geologi.
Erosi yang disebabkan oleh air hujan dapat dibedakan dafam berbagai
bentuk, yaitu:
a. Erosi percik (splash erosion) yang disebabkan oleh energi kinetik air hujan
yang mengenai langsung pada permukaan tanah. Erosi percik terjadi secara alarniah
diawali dengan adanya tetesan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan
menyebabkan penguraian partikel tanah, penghancuran ikatan partikel tanah,
proses penguraian partikel tanah menjadi material lepas, kemudian terlempar dari
letak agregat tanah semula. Erosi percik ini intensif ditemui pada tanah terbuka
tanpa vegetasi penutup.
b. Erosi lembar (sheet erosion) terjadi karena adanya aliran permukaan
(overlandjlow) yang terjadi terus menerus pada waktu hujan dan menumpuk dan
disebut Run Off Proses uu berlangsung pada permukaan lahan yang membentuk
aliran lembar (sheet flow). Terjadinya aliran lembar merupakan kejadian awal
proses erosi lembar. Klasifikasi erosi lembar berdasarkan intensitas kehilangan
tanah menurut Zachar (1982) ditunjukkan pada Tabel 1

c. Erosfpadt (gully erosion) terjadi dari pengembangan erosi lembar.


Konsentrasi aliran yang cepat merupakan energi yang kuat untuk mengerus lapisan
tanah yang diawali dari sobekan tinier (linear broken layer).

2) Pendekatan Geomorfologi Dalam Survei Erosi


Erosi merupakan salah satu proses yang mengakibatkan perubahan bentuk lahan.
Dalam mempelajari suatu kejadian erosi mulai dari awal terjadinya hingga akibat yang
ditimbulkannya dilakukan berdasarkan konsep dasar geomorfologi, oleh sebab itu
pendekatan surve1 geomorfologi
merupakan hal yang penting dalam kaitannya dengan survei erosi. Faktor utama yang
perlu diperhatikan dalam survei erosi adalah lereng (slope). Proses kelerengan dalam
segala bentuk dan intensitasnya adalah suatu bagian integral dari geomorfologi dinamis
dan oleh sebab ito semua informasi yang berhubungan dengan kelerengan harus
ditekankan melalui survei geomorfologi. Proses erosi dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain litologi, tanah, vegetasi, iklim, dan lain-lain. Oleh sebab itu survei analitis
merupakan titik awal survei erosi.

Parameter-Parameter Medan Dalam Survey Erosi Karakteristik Lereng


Salah satu faktor yang mempengaruhi erosi yang diakibatkan oleh air adalah
karakteristik lereng seperti kemiringan lereng, panjang lereng, proftl lereng. Klasifikasi
lereng ditentukan sesuai dengan tujuan pemanfaatan. Data kemiringan lereng dapat
dikurnpulkan melalui peta topografl dengan memperhatikan pola dan tingkat kerapatan
kontur. Kontur yang rapat menunjukkan kalau daerah tersebut mempunyai kemiringan
lereng lebih tetjal dari pada daerah dengan kontur yang jarang. Selain menggunakan peta
topografl, kemiringan lereng dapat diukur langsung di lapangan dengan menggunakan alat
Abney Level atau Clinometer. Pengukuran lereng tersebut dapat secara langsung dilakukan
pada suatu segmen lereng dari bagian bawah hingga bagian atas suatu lereng. Ini dapat
dilakukan apabila lereng agak landai hingga miring. Apabila lereng tetjal, maka dapat
dilakukan pengukuran secara bertahap, dimana satu segmen lereng dibagi lagi kedalam
beberapa segmen.

Summerfield ( 1991) membagi profil lereng dalam dua bentuk yaitu cern bung (convex) dan
cekung (concave) dengan potongan lurus (straight) atau rectilinear. Pada lereng yang curam,
kecepatan aliran permukaan meningkat dan infiltrasi rendah dibanding dengan lereng landai
dengan material yang sama. Hal ini dapat meningkatkan erodibilitas. Panjang lereng
cenderung membentuk aliran permukaan yang besar dan mengakibatkan meningkatnya
erosi, terutama di kaki-kaki lereng. Pada lereng yang berbentuk cembung, tingkat erosi
terbesar berada pada bagian bawah lereng senTng dengan meningkatnya kecuraman,
sedangkan pada lereng cekung, erosi terbesar berada pada bagian atas lereng. Keadaan
kemiringan 1ereng di DAS Limboto didominasi oleh lereng curam dengan kemiringan
berkisar 25-45% dengan persentase luasan 49,3%, kemiringan lereng agak curam (15-25%)
20,7%, lereng landai (8-15%) 16,7% dan lereng datar (0-8%) sebesar 13,2%. Kemiringan
lereng yang besar akan mempercepat laju dan volume aliran permukaan, sehingga dapat
meningkatkan energi kinetik aliran permukaan untuk melepaskan partikel-partikel tanah.
Batuan dan Tipe Tanah Tipe batuan adalah faktor utama yang membentuk distribusi erosi.
Dalam survei geomorfo1ogi, penting diperhatikan pembagian medan ke dalam satuan medan
berdasarkan tipe batuan dan tingkat kepekaan erosi pada masing-masing satuan medan. Tipe
tanah seperti tekstur, unsur organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah menentukan
erodibilitas tanah. Dengan berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap air, maka air
hujan yang jatuh pada tanah dengan ukuran partikel kecil sebagian besar menjadi air larian
sehingga energi kinetik air menjadi besar. Hal ini menyebabkan tanah mudah tererosi oleh
aliran permukaan yang memiliki energt kinetik yang besar

Tipe dan Metode Survei Erosi Tipe survei erosi didasarkan pada tujuan survei, skala serta
konsep penelirian. Verstappen (1983) membedakan riga ripe survei geomorfologi
berdasarkan ukuran skala yaitu: Survey dengan skala detail yang didasarkan pada luas
bidang pengamatan dan penggunaan foto udara dengan skala besar, misalnya skala 1: 1. 000
atau 1 : 5.000. Biasanya berhubungan dengan suatu area yang spesifik dan luas yang sempit.
Contoh: survei untuk jalan raya, jembatan. Survey dengan skala sedang (medium). Survei
ini dilakukan untuk survei erosi dan sedimentasi pada satu unit DAS. Pada umurnnya
menggunakana skala 1 : 20.000 atau 1 : 25.000 sampai dengan skala 1 : 50.000. Survei skala
kecil pada umurnnya berhubungan dengan survey pada suatu daerah yang luas yang
bertujuan untuk menginventarisasi kejadian erosi untuk tujuan perencanaan pemanfaatan
laban, konservasi dan pengembangan hidrologi. Jenis survei erosi berdasarkan tujuan atau
konsep erosi dibagi atas: Survei proses erosi nyata Survei 1ru dilakukan untuk mempelajari
dinamika proses percepatan erosi, tidak hanya terbatas pada pemetaan erosi lembar dan erosi
parit, tetapi meliputi semua proses yang terjadi pada lereng yang· mencakup berbagai hal
yang berkaitan _dengan kejadian erosi, seperti halnya gerakan massa (longsoran). Dalam
survei ini juga dipetakan tentang berbagai faktor yang mempengaruhi erosi seperti lithology,
corak hidrologi, karakteristik lereng, dan berbagai kegiatan konservasi. Survei erosi yang
sedang terjadi Survei ini lebih menekankan pada sejumlah karakter yang · bersifat statis dari
proses erosi . Data dalam survei ini berupa profil tanah, ukuran panjang dan Iebar parit.
Survei untuk memprediksi bahaya erosi Dua pendekatan utama dalam survei bahaya erosi
yaitu memprediksi bahaya erosi berdasarkan kejadian erosi yang berlangsung saat ini dan
proses erosi yang akan terjadi. Interpretasi foto udara sangat penting untuk melihat
kenampakan perkem-bangan erosi lembar, erosi alur dan erosi parit.
Dalam melakukan survei erosi yang efisien maka diperlukan suatu pendekatan
sistematis dengan metode dan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pemetaan corak erosi Pemetaan corak erosi dapat dilakukan melalui interpretasi fotro
udara, dengan menandai parit-parit erosi dalam berbagai dimensi, luas sebaran erosi lembar,
tingkat intensitas corak erosi, termasuk degradasi dan agradasi lahan juga dipetakan.

2. Pemetaan perkembangan erosi Pada tahap tn1 dilakukan pemetaan distribusi keruangan
perkembangan kejadian erosi dengan berbagai intensitasnya.

3. Pembagian medan ke dalam unit-unit erosi yang ditandai oleh intensitas erosi.

4.Survei geomorfologi yang menghasil-kan penggolongan lahan kedalam unit-unit


geomorfologi. Proses erosi dapat terintegrasi langsung dalam survei geomorfologi yang
dilakukan dengan dua cara yaitu pertama menggolongkan lahan ke dalam unit-unit
geomorfologi dan menetapkan lokasi-lokasi yang tererosi pada unit-unit lahan tersebut, dan
altematifuya adalah menguraikan suatu kejadian erosi dan menetapkan unit-unit
geomorfologi yang tererosi. Unit geomorfologi dalam hal ini dipandang sebagai suatu unit
ekologi.
7.Geomorfologi untuk eksplorasi mineral dan riset mineral

Dalam ekplorasi diperlukan metode yang tepat guna agar sasaran eksplorasi tercapai
tepat dan terencana dalam waktu singkat serta kegiatan ekplorasi dapat berjalan dengan
lancar dan tidak memerlukan biaya mahal. Kajian geomorfologi merupakan petunjuk
geologi yang sesuai untuk eksplorasi endapan pasir besi, di dalamnya membahas tentang
proses-proses geomorfologi, bentuklahan, pola pengaliran dan bantuan sumber yang sangat
erat kaitannya dengan keterdapatan dan sebarannya.

Menurut Verstappen (1983) dalam terjemahan oleh Sutikno (2014), kaitan antara
geomorfologi dan endapan mineral bukan merupakan hal yang hanya terbatas dari
konfigurasi medan itu sendiri. Bermacam proses geomorfologi berperan khusus jika terkait
dengan endapan placer. Tipe-tipe endapan pasir besi memberi penekanan pada aspek
morfogenesis dan morfokronologi. Akhirnya upaya membangun model geologi berbasis
petunjuk geomorfologi dapat memberikan keterangan mengenai keterdapatan, sebaran dan
melokalisasi daerah yang mengandung endapan pasir besi. Selanjutnya dapat ditentukan
model eksplorasi yang tepat sebagai antisipasi terhadap model geologi yang telah dibangun.

Proses-proses geomorfologi yang membentuk endapan pasir besi terdiri atas proses
pelapukan, erosi, transportasi, sedimentasi serta proses-proses yang berkaitan dengan angin
yaitu arah bertiupnya angin dan marin yaitu pasang-surut, ombak serta arus air laut.

Berdasarkan petunjuk geomorfologi berupa kriteria pemilihan daerah, membangun model


geologi sampai pada membangun model eksplorasi, maka ekplorasi dapat berjalan dengan
terencana, singkat, cepat, tidak memerlukan biaya mahal dan mencegah timbulnya resiko
yang tidak diharapkan.

8. .
9. Geomorfologi dalam Survei sintetik medan
Ada tiga pendekatan dalam survei geomorfologi, yaitu pendekatan analitik,
sintesik, dan pendekatan parametrik, Pendekatan sintetik atau holistik merupakan
penelitian yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, atau disebut pula sebagai multi
disiplin, yang menyajikan informasi medan dalam konteks lingkungan dan
hubungannya dengan ekologi bentanglahan.
Pendekatan sentetik ini melibatkan berbagai parameter lingkungan, antara
lain: geologi, tanah, hidrologi, sedimen, air permukaan, airtanah, vegetasi alami, dan
budidaya, serta iklim. Dengan pendekatan ini maka diperoleh empat tingkat
klasifikasi medan atas dasar urutannya yaitu: komponen terain, unit terain, sistem
terain, dan provinsi terain

10. Geomorfologi dan penggunaan lahan


bentang lahan merupakan suatu wilayah yang mempunyai karakteristik tertentu, dalam
hal ini: bentuklahan, tanah, vegetasi, dan pengaruh manusia (Vink, 1983). Bentanglahan
mencakup bentukan alami dan non alami, atau budaya. Bentuklahan merupakan bagian dari
permukaan bumi yang mempunyai bentuk khas sebagai akibat dari proses dan struktur
batuan selama periode tertentu. Oleh karena itu keberadaannya ditentukan oleh faktor:
topografi, struktur/batuan dan proses eksogenik, sehingga termasuk bentukan hasil proses
destruktif. Bentuklahan merupakan salah satu sumber data yang dapat digunakan untuk
mengkaji potensi wilayah, khususnya terhadap sumberdaya alami.

11. Peranan geomorfologi dalam survei vegetasi


Hubungan antara geomorfologi dan ilmu tetumbuhan bersifat saling mendukung satu
sama lain dalam pembuatan peta tematik. Vegetasi merupakan parameterbentang lahan utama
yang dapat diamati pada bagian biotic. Sedangkan bentuk lahan sebagai bbentang alam utama
yang dapat diamati pada bagian abiotik.
Studi dan pemetaan zona-zona vegetasi dalam arti lintang maupun ketinggaian tempat
merupakan slah satu perhatian utama ilmu tetumbuhan dan geografi tumbuhan. Bentuk lahan
khususnya komponenvertikalnya, yaitu relief, merupakan faktor penting seperti halnya faktor
klimatik. P[ola-pola vegetasi yang luas sering menunjukkan hubungan yang erat dengan pola
topografi. Bentuk lahan. Khususnya ketinggian tempat mempengaruhi keadaan iklim atau
mikroklimat dan keadaan lingkungan bagi pertumbuhan tanaman. Dengan memeperhatikan
bentuk lahan maka dapat dibentuk deliniasi zona-zona vegetasi pada peta topografi dan foto
udara.

12 Survei geomorfologikal analitikal sebagai alat

pendekatan analitis menyajikan satuan pemetaan dan informasi


geomorfologis yang meliputi aspek utama, yaitu: morfometri, morfografi,
morfogenesa (morfostruktur dan morfodinamik), morfokronologis, dan material di
tempat bentuklahan terbentuk. Di dalam pemetaan geomorfologi perhatian terhadap
sebaran keruangan dan temporan adalah sangat penting, terutama dalam kaitannya
dengan aspek proses yang bersifat statis maupun dinamis.
. Pendekatan pragmatis atau parameter dimaksudkan pendekatan survei
geomorfologi terapan dengan memanfaatkan hasil survei analitik (peta
geomorfologi) dan/atau survei sintetik (peta medan dan lahan). Apabila seseorang
ingin membuat peta lereng suatu daerah cukup hanya menggunakan hasil survei
analitis, yakni pada aspek morfologi. Hal ini kemiringan lereng tidak memerlukan
data bantu lain kecuali morfologi/morfometri suatu daerah. Lain halnya apabila kita
ingin mengadakan survei geomorfologi untuk pemetaan kerentanan banjir, maka
beberapa data sintetik kita perlukanseperti material endapan (sedimen, kelembaban
tanah, fluktuasi muka airtanah, kedalaman muka airtanah, vegetasi penutup (alami
maupun budaya), iklim, topografi dan lainnya. Oleh karena itu penelitian kerentanan
banjir akan tepat kalau menggunakan hasil suevei sintetis karena parameter yang
diperlukan dapat terpenuhi pada peta hasil pendektan sintetis (peta medan/lahan)
tersebut
13 Geomorfologi dan arkeologi serta wisata
Keadaan geomorfologi Indonesia sangat kompleks yang ditandai oleh pengangkatan
yang aktif dengan bentukan lahan yang sangat beragam. Keadaan tersebut disebabkan
oleh proses endogen (pengangkatan dan penurunan) serta proses eksogen. Salah satu
proses eksogen yang berpengaruh adalah iklim tropis basah yang mempercepat
terjadinya proses erosi, pelapukan, gerakan masa batuan maupun denudasi. Dengan
adanya kedua faktor tersebut (proses endogen dan eksogen) yang terjadi di Indonesia
maka geomorfologinya relatif konstan.
Salah satu wilayah yang menjadi kajian dalam geomorfologi Indonesia yang sangat
kompleks ini adalah Irian. Irian adalah salah satu pulau terbesar di indonesia yang
memiliki ciri khas tersendiri. Mulai dari kenampakan yang ada di pulau tersebut
sehingga menghasilkan potensi-potensi daerah yang sangat beragam yang memiliki
potensi wista yang menarik karena adanya perubahan perubahan geomorfologi

14 Geomofologi untuk keteknikan dan rekayasa bangunan kritis.

Dalam aspek keteknikan atau rekayasa, peranan geomorfologi tercermin pada aspek
keruangan dari proyek-proyek bangunan rekayasa. Studi geomorfologi yang meliputi
studi tentang bentuk lahan, material penyusun dan proses geomorfologi dapat
dijadikan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan proyekproyek rekayasa dan
pertimbangan dalam pemanfaatan sumber daya lahan sehingga proyek tersebut dapat
lebih awet, bermanfaat dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Muara sungai
merupakan bagian hilir dari sungai yang langsung berhubungan dengan laut atau dapat
juga dikatakan sebagai daerah pertemuan sungai dan laut. Karena posisinya ini, muara
sungai berfungsi sebagai alur penghubung antara laut dan daerah yang cukup dalam
di daratan, sehingga sering dimanfaatkan sebagai tempat dibangunnya pelabuhan.
Selain itu muara sungai juga berfungsi sebagai pengeluaran atau pembuangan debit
sungai ke laut, terutama pada waktu banjir. Dan karena posisinya ini juga, sering
dijumpai permasalahan sedimentasi di muara sungai yang dapat mengganggu muara
sungai berfungsi secara baik. Sedimentasi di muara sungai terjadi akibat
diendapkannya material sedimen oleh proses geomorfologi yang bekerja di daerah
tersebut. Proses geomorfologi dengan tenaga utamanya berupa aliran air, gelombang,
angin, dan gletser akan menghasilkan distribusi ukuran butir sedimen dan mekanisme
sedimentasi (proses pengangkutan, pengendapan sedimen) yang berbeda.

15 .Geomofologi untuk perencanaan pembangunan dan keteknikan


peranan geomorfologi dalam lingkungan yaitu pemanfaatan ilmu geomorfologi
dalam perencanaan suatu pembangunan perumahan pada suatu wilayah agar seminim
mungkin mengalami resiko geomorfologikal. Dalam hal ini geomorfologi berperan
memilihdan menentukan suatu wilayah yang tepat untuk dijadikan sebagai lahan
permukiman. Haltersebut dapat ditentukan dengan mempelajari terlebih dahulu
bagaimana morfologi suatu wilayah tersebut, termasuk bentukanlahan apa, hasil proses
geomorfologi apa, apa prosesgeomorfologi intensif yang bekerja, dan apa batuan
penyusun bentuklahan tersebut.Dengan mengetahui beberapa unsur tersebut kita dapat
menganalisis dan meyimpulkanapakah suata wilayah sesuai untuk dibangun suatu
permukiman, bahkan kita juga dapatmencari suatu pencegahan atau solusi terhadap
resiko geomorfologi yang mungkin terjadi pada permukiman yang sudah dibangun
pada lokasi yang kurang tepat. Contohnya suatu perencanaan proyek pembangunan
kompleks perumahan kecil pada lokasi datar seluas 3hektar, setelah diteliti ternyata
lokasi tersebut merupakan bentuklahan dataran banjir, yangterbentuk akibat proses
fluvial, dengan material penyusun lahan berupa tanah alluvial akibat pengendapan
material yang terangkut oleh aliran sungai yang sebagian besar tersusun oleh pasir dan
lempung.
setelah dianalisis meskipun lokasi tersebut datar namun lokasi tersebut
kurang tepat apabila direncanakan untuk pembangunan kompleks perumahan, karena
secara geomorfologi lokasi tersebut merupakan dataran banjir yang pada musim hujan
akantergenang oleh luapan air sungai, sehingga apabila lokasi tersebut tetap dibangun
suatukompleks perumahan maka pada saat musim hujan dipastikan kompleks
perumahan akantergenang air, selain itu pembangunan perumahan di sekitar aliran
sungai dapat merusak keseimbangan

17 Peranan geomorfologi untuk survei tanah dan klasifikasi lahan.

Kedua ilmu tersebut mempunyai hubungan sangat erat, sehingga indikasi pada gilirannya
mempunyai kegunaan yang besar untuk analisis situasi geomorfologikal dan pembangunan.
Pelaksanaan survey tanah dan geomorfologikal secara berkelanjutan merupakan suatu pemecahan
yang baik, meskipun mungkin lebih bermanfaat jika survey geomorfologikal dilakukan terlebih
dahulu dari survei tanah, karena dalam hal pekerjaan lebih efisien dimulai dari yang umum menuju
yang lebih spesifik.  Twidale (1961) menyatakan pandangan bahwa terdapat suatu asosiasi yang
erat antara pedagonesis dan evolusi geomorfologikal dari permukaan lahan.  Kegunaan distribusi
geomorfologikal untuk survey tanah dalam pengenalan bahwa bentang lahan tanah. Termasuk
profilnya. Dalam usaha menentukan aktor pembentuk tanah Vink (1964) membuat sejumlah elemen
yang dikelompokan menjadi 6 yaitu : 1. Elemen terkait dengan tanah itu sendiri 2. Elemen terkait
dengan morfologi umum dari medan 3. Elemen terkait dengan aspek khusus dari medan 4. Elemen
terkait dengan tutupan lahan 5. Elemen terkait dengan aspek khusus kemanusiaan 6. Elemen menarik
atau elemen berdasarkan pada kenyataan konvergen

18. Geomorfologi dan sumber daya lingkungan


Pembangunan berkelanjutan adalah kegiatan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup, yang memperhatikan kelestarian fungsi dan kemampuannya, dengan
demikian kegiatan pembangunan tidak justru menjadi pemicu terjadinya bencana, dan lokasi
pembangunan harus berada pada daerah yang aman dari bencana.
• Informasi geologi lingkungan dapat membantu mewujudkan pembangunan
berkelanjutan melalui rekomendasi (lokasi) penggunaan lahan yang sesuai dengan kondisi
(daya dukung) lingkungan geologi dan terhindar dari bencana alam geologi.
KRITERIA GEOLOGI LINGKUNGAN UNTUK PEMBANGUNAN
1.keleluasaan penempatan & pengorganisasian ruang kegiatan
2.kemantapan tanah untuk pondasi
3.ketersediaan air
4.ketersediaan bahan bangunan
5.potensi bencana alam geologi
6.ketersediaan sumberdaya mineral

GEOLOGI LINGKUNGAN DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN RENCANA


PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PEMBANGUNAN

1. Rancangan kegiatan pembangunan atau pengembangan wilayah di Indonesia, menyangkut


banyak bidang dan tersebar di semua pulau di Indonesia, khususnya di lokasi strategis yang
menjadi pusat-pusat pertumbuhan.

2. Pembangunan yang dilaksanakan tanpa perencanaan yang matang, akan menimbulkan


permasalahan, seperti :

(a) .Kegiatan pembangunan tidak sesuai dengan ketersediaan sumber daya (geologi

(b) .Kegiatan pembangunan dengan skala yang tidak sesuai dengan daya dukung
lingkungan (geologi)

(c) .Kegiatan pembangunan yang lokasinya terletak pada daerah rawan bencana alam
(geologi)

(d) .Kegiatan pembangunan yang lokasinya rentan terhadap pencemaran dan degradasi
lingkungan.

19. Geomorfologi dan penggunaan lahan pedesa serta studi kekotaan


kajian geomorfologi dalam menganalisis tata ruang dan lahan adalah bentuk lahan,
proses geomrofik, evaluasi bentuk lahan dan hubungan dengan lingkungan. Keempat objek
kajian geomorfologi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Morfologi (studi tentang bentuk lahan)


1) Morfografi yang berkaitan dengan aspek-aspek yang bersifat pemerian (pendeskripsian)
suatu daerah, seperti teras-teras sungai, beting pantai, delta, perbukitan plato dan lain-lain.
2) Morfometri
Morfometeri yakni aspek-aspek kuantitatif dari suatu daerah seperti kemiringan lereng,
bentuk lereng, ketinggian, kekasaran medan, bentuk lembah suatu sungai, tingkat
pengikisan (erosi) dll.

b. Morfogenesa
Morfogenesa yaitu studi geomorfologi yang menekankan pada proses-proses yang
mengakibatkan perubahan-perubahan bentuk lahan dalam waktu pendek serta proses
terjadinya bentuk lahan yang terciri dari:
1) Morfostruktur pasif, meliputi litologi 9tipe dan struktur batuan) yang berhubungan
dengan pelapukan mekanis, khemis dan biologis.
2) Morfostruktur aktif, berupa tenaga endogen atau tektonisme yang menghasilkan lipatan,
patahan dll.

c. Morfokronologi
Morfokronologi yaitu studi geomorfologi yang menekankan pada evaluasi pertumbuhan
bentuk lahan, menentukan dan memerikan bentuk lahan dan proses yang
mempengaruhinya, terhadap bentang lahan (landscape).
Pendekatan Geomorfologi
Perencanaan tata ruang adalah pengaturan dan pengarahan pemanfaatan ruang beserta
segala sumber daya yang terdapat di dalamnya secara optimal dan merupakan bagian dari
perencanaan pengembangan wilayah.

Peranan geomorfologi dalam perencanaan tata ruang melalui informasi gambaran sifat fisis
secara sistematis dan tepat tentang bentuk lahan, proses yang mempengaruhi, serta gejala-
gejala yang berkaitan dengan proses tersebut. Peranan geomorfologi tersebut menganalisis
melalui tiga pendekatan yaitu:

1. Pendekatan analitik, pendekatan ini dilakukan secara monodisiplin dengan


memperhatikan obyek geomorfologi, seperti:

a. Morfometri,
b. Morfografi,
c. Proses-proses geomorfologi,
d. Morfogenesis,
e. Morfokronologi,
f. Lithologi.

Dari pendekatan ini akan diperoleh inventarisasi geomorfologi detail utama berwujud peta
unit geomorfologi dan simbol-simbol geomorfologi. Pendekatan ini di Indonesia telah
menghasilkan peta geomorfologi sistematik skala 1:250.000.

2. Pendekatan Sinetik atau Holistik


Pendekatan ini dilakukan secara multidisiplin, dimana keseluruhan unsur-unsur sumber
daya lahan dianalisis dalam hubungannya dengan lingkungan sebagai suatu kesatuan
bentang lahan (landscape) seperti batuan, bentuk lahan, tanah, air permukaan, air tanah,
vegetasi, penggunaan lahan, iklim dst.

Dengan demikian sumber daya lahan disini dipelajari melalui hubungan ekologi bentang
lahan, dengan memperhatikan aspek-aspek susunan bentuk lahan (morpho arrangement),
susunan keruangan (spatial arrangement) dan faktor-faktor manusia.

Hasil penelitian dengan pendekatan sintetik (holistik) ini diperoleh hubungan ekologi
bentang lahan, berupa peta-peta tematik sumber daya lahan, beserta pemeriannya
(deskripsinya) yang sifatnya hrisontal atau umum.

Kegunaan penelitian ini, bermanfaat bagi perencanaan penggunaan lahan dan


pengembangan wilayah yang dievaluasi untuk bidang pertnaian maupun non pertanian.

Penelitian sisntetik seperti ini telah dilakukan oleh Bakorsutanal yang sekarang berubah
nama menjadi BIG (Badan Informasi Geospasial) melalui kegiatan Bagian Proyek
Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Daya, dengan membuat "Model Peta Sumber Daya
Tanah Terpadu" yang dibuat sebagai peta sistim lahan (land system) beskala 1:250.000
dengan peta geomorfologi sebagai faktor utama (key factor).

Sumber data yang digunakan adalah:

1. Peta masukan (input maps) parameter utama yaitu:


a) Peta geomorfologi skala 1:250.000
b) Peta Tanah skala 1:250.000.
c) Peta Liputan Lahan skala 1:250.000.

2. Informasi masukan (input information), sebagai parameter penunjang dalam pemerian:


a) Peta Geologi skala 1:210.000.
b) Peta Iklim skala 1:250.000.
c) Peta Topografi skala 1:250.000.

Cara pengintegrasian parameter-parameter dilakukan dengan manual (konvensional).


Kegunaan peta sistem lahan ini, adalah data dasar sumber daya alam terpadu tanpa
memasukkan data sosial ekonomi.

Uraian kawasan lahan dalam kaitannya dengan sumber daya alam tersebut, disebut:
"Resources Mapping Unit" (RMU). RMU dijabarkan dengan mengoverlay (tumpang
susun) data atribut yang dipetakan untuk menghasilkan batas-batas RMU.

3. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan ini melalui penelitian pragmatik yang sasarannya adalah untuk keperluan
tertentu yang sifatnya operasional terapan.

Misalnya berupa pemerian analisis penelitian beserta peta-peta tematik, seperti:


1) Peta kemiringan,
2) Peta kerentanan jalan,
3) Peta penggunaan lahan,
4) Peta bahaya banjir,
5) Peta kesesuaian lahan.

Pendekatan melalui penelitian pragmatik sasarannya adalah operasional terapan dan lebih
berorientasi kepada pemecahan masalah. Penelitian ini telah banyak dilakukan oleh
mahasiswa dalam rangka penulisan skripsi (karya tulis).

Pendekatan analitik, sistematik dan pragmatik dalam geomorfologi adalah saling mengisi
dalam lingkup dan kedalaman masalah yang akan dicapai.

Dengan demikian geomorfologi adalh salah satu studi lingkungan yang diperlukan dalam
menganalisis perencanaan tata ruang dan lahan.

3. Survei Geomorfologi
Survei geomorfologi yang dilakukan oleh Bakosurtanal, mengkaji aspek-aspek tertentu
sebagai salah satu informasi penyusunan tata-tuang Nasional yang meliputi aspek-aspek:

(1) Geomorfologi (bentuk, proses dan genesa)


(2) Geologi (struktur, lithologi, stratigrafi dan kronologi)
(3) Tanah (jenis, kedalaman, tekstur dll)
(4) Liputan lahan (hutan, non-hutan, swah, permukiman dll)

Untuk membuat suatu peta geomorfologi, maka diperlukan adanya suatu landasan (dasar)
satuan perpetaanya. Bakosurtanal memakai satuan geomorfologi (geomorphological unit)
dengan dasar klasifikasi yang digunakan adalah bentuk asal genesa.
DAFTAR PUSTAKA

Sutikno, (1971). Kondisi Geomorfologl dan Hubungannya dengan Kondisi Air tanah darat
DAS Jati dan Milnjon, Trenggalek. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Sutikno, (1986). Dampak Bencana Alam Terhadap Ungkungan Flslk. Yogyakarta: Pusat
Penelltian lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada.

Van Zuidam, RA and Cancelado, F.l. Van Z. 1979. Terrain Analysis and Classification
Using Aerial Photographs. Enschede: lTC. The Netherlands. Verstappen H. Th. and R.A.

Van Zuidamn 1968. lTC System of Geomorphological Survey. Delf: lTC The Netherland.

. Verstappen H. Th. 1983. Applied Geomorphology, Geomorphological Surveys for


Environmental Development. Amsterdam: Elsivler

Anda mungkin juga menyukai