Anda di halaman 1dari 20

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam
ventrikelserebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan
Yuliani, 2001).
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah
dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran
ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah,2007).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan
dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi
gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF
berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid.
Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan
intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat
mengalirnya liquor (Mualim, 2010)
Jenis Hidrosefalus dapat diklasifikasikan menurut:
1. Waktu Pembentukan
a. Hidrosefalus Congenital, yaitu Hidrosefalus yang dialami sejak
dalam kandungan dan berlanjut setelah dilahirkan
b. Hidrosefalus Akuisita, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah bayi
dilahirkan atau terjadi karena faktor lain setelah bayi dilahirkan
(Harsono,2006).
2. Proses Terbentuknya Hidrosefalus
a. Hidrosefalus Akut, yaitu Hidrosefalus yang tejadi secara mendadak
yang diakibatkan oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan
Serebrospinal)
b. Hidrosefalus Kronik, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah
cairanCSS mengalami obstruksi beberapa minggu (Anonim,2007)
3. Sirkulasi Cairan Serebrospinal
a. Communicating, yaitu kondisi hidrosefalus dimana CSS masih bisa
keluar dari ventrikel namun alirannya tersumbat setelah itu.
b. Non Communicating, yaitu kondis hidrosefalus dimana sumbatan
aliran CSS yang terjadi disalah satu atau lebih jalur sempit yang
menghubungkan ventrikel-ventrikel otak (Anonim, 2003).
4. Proses Penyakit
a. Acquired, yaitu hidrosefalus yang disebabkan oleh infeksi yang
mengenai otak dan jaringan sekitarnya termasuk selaput
pembungkus otak (meninges).
b. Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau
cedera traumatis yang mungkin menyebabkan penyempitan
jaringan otak atau athrophy (Anonim, 2003).

B. ETIOLOGI
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel
dan tempat absorbsi dalam ruang subarackhnoid. Akibat penyumbatan,
terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering
terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim,
atau infeksi intrauterine meliputi :
Stenosis aquaductus sylvi
 Spina bifida dan kranium bifida
 Syndrom Dandy-Walker
 Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah
2. Didapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan
 Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis
terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna
basalis dan daerah lain. penyebab lain infeksi adalah
toksoplasmosis.
 Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. pada anak yang terbanyak menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
 Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal
otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah
itu sendiri.

C. FISIOLOGI CAIRAN CEREBRO SPINALIS


a. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan
demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan
hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di
bentuk oleh PPA;
1. Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar)
2. Parenchym otak
3. Arachnoid
b. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat
pembentuknya ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel
lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari
sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu
pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna
prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna
magna. Dari sini mengalir ke superior dalam rongga subarachnoid
spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial. Melalui cisterna
di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir
di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala hidrosefalus pada orang dewasa berupa trias gejala gangguan
mental
(dementia), gangguan koordinasi (ataksia), gangguan kencing
(inkontinentia urin). Selain itu gejala yang dapat terjadi yaitu sakit kepala,
kesadaran menurun, gelisah, mual, muntah, hiperfleksi seperti kenaikan
tonus anggota gerak, gangguan perkembangan fisik dan mental, papil
edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.6 Meskipun tidak
didapatkan terdapat hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak.

E. PATOFISIOLOGI
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan
ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater
dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis.
Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak
mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba
– tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan
penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan
anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi
peningkatan massa cranial. Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah
menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya
menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi
sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada
hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim
ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan
menyebabkankematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma
normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika
route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut
maka akan terjadi keadaan kompensasi.

Pathway HIDROSEFALUS
Produksi CSS Absrobsi
-Post infeksi : Meningitis
-Tumor space occupying
Penumpukan cairan (CSS) dalam ventrikel otak secara aktif (hidrosefalus)

Penatalaksanaan Obstruksi aliran pada shunt diventrikel otak

Pemasangan VP Shunt Peningkatan Volume


CSS

Immobilisasi Resiko Infeksi TIK

Defisit Perawatan
Diri Kerusakan fungsi Penekanan pada saraf
kognitif dan psikomotor optikus

Mual muntah Papil edema

Risiko Defisit Nutrisi Disfungsi persepsi


visual parsial

Gangguan Persepsi
Sensori
F. KOMPLIKASI
 Peningkatan tekanan intrakranial
 Kerusakan otak
 Infeksi : septikemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak.
 Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
 Hematomi subdural, peritonitis, abses abdomen, perporasi organ
dalam rongga abdomen, fistula, hernia, dan ileus.
 Kematian

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan fisik:
a. Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini
penting untuk melihat pembesaran kepala yang progresif atau
lebih dari normal
b. Transiluminasi
 Pemeriksaan darah:
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
 Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan
atau meningitis untuk mengetahui kadar protein dan
menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
 Pemeriksaan radiologi:
a. X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang
melebar.
b. USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
c. CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan
sekaligus mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya.
H. PENTALAKSANAAN MEDIS
1. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan
penyuluhan genetic, penerangan keluarga berencana serta menghindari
perkawinan antar keluarga dekat. Proses persalinan/kelahiran
diusahakan dalam batas-batas fisiologik untuk menghindari trauma
kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar suatu saat lebih dipilih dari
pada menanggung resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir.
2. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada
umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi
asetazolamid dengan dosis 25 – 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut
dapat diberikan menitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan
meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian diamox atau
furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan “pada kasus
didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.
3. Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat
absorbsi. Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan
pembedahan juga dapat mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial
yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalajh memberikan
pengertian pada keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang
harus disiapkan (misalnya : kateter “shunt” obat-obatan darah)
yang biasanya membutuhkan biaya besar.
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan
serebrospinal dari ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga
peritoneum yaitu pintasan ventrikuloatrial atau
ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon khusus, yang tidak
menimbulkan raksi radang atau penolakan, sehingga dapat
ditinggalkan di dalam yubuh untuk selamanya. Penyulit terjadi
pada 40-50%, terutama berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a. Mengurangi produksi CSS
b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan
tempat absorbsi
c. Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi
evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari
pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin
A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau
perbaikan suatu malformasi. saat ini cara terbaik untuk malakukan
perforasi dasar ventrikel dasar ventrikel III adalah dengan teknik
bedah endoskopik.
3. Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor
dengan kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang
terpilih adalah rongga peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis
didrainase dari ventrikel, namun kadang ada hidrosefalus
komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid lumbar. Ada 2
hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan
pemantauan. kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang.
infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual,
lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber
informasi, diagnosa masuk.
PENANGGUNG
Nama penanggung jawab, hubungan dgn pasien

2. RIWAYAT KELUARGA
 Genogram (kalau perlu)
Dibuat 3 genersi keatas
 Keterangan genogram

: laki – laki
: perempuan
: memiliki penyakit yang sama
: tinggal serumah
: klien

3. STATUS KESEHATAN
a. Status Kesehatan Saat Ini
 Keluhan utama (saat MRS dan Saat in)
Klien dengan biasanya mengeluh muntah, gelisah, nyeri kepala,
lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi
penglihatan perifer.
 Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini
Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat,
pembesaran kepala, perubahan pupil.
 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Mengkaji mengenai pengobatan yang dilakukan klien sebelum
masuk rumah sakit.
b. Status Kesehatan Masa Lalu
 Penyakit yang pernah dialami
Mengkaji mengenai penyakit yang pernah diderita klien yang
berhubungan dengan penyakit sekarang.
 Pernah dirawat
Mengkaji mengenai apakah klien pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya.
 Alergi
Mengkaji mengenai apakah klien memiliki alergi terhadap
makanan dan obat-obatan.
 Kebiasaan : (merokok/kopi/ alkohol/lain-lain yang merugikan
kesehatan)
Mengkaji mengenai apakah klien memiliki kebiasaan yang tidak
baik bagi kesehatan.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Mengkaji mengenai adakah penyakit keturunan.

4. POLA FUNGSI KESEHATAN (11 Pola Fungsional Gordon)


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Mengkaji mengenai bagaimana persepsi klien terhadap cara menjaga
kesehatannya, bagaimana cara memelihara kesehatannya.
b. Pola Nutrisi/metabolic
Klien dengan hidrosefalus biasanya mengalami mual, muntah dan
tidak nafsu makan.
c. Pola eliminasi
Klien dengan hidosefalus biasanya mengalami sulit kencing.
d. Pola aktivitas dan latihan
Mengkaji mengenai kemampuan klien dalam melakukan aktivitas,
apakah mampu secara mandiri, dengan bantuan atau dibantu total.
Klien dengan hidrosefalus biasanya mengalami kelemahan dan ADL
nya dibantu orang lain.
e. Pola tidur dan istirahat
Klien dengan hidrosefalus mungkin mengalami gangguan saat istirahat
karen sering mengalami sakit kepala dan rasa tidak nyaman karena
pemasangan shunt.
f. Pola kognitif-perseptual
Klien dengan hidrosefalus akan mengalami penurunan ketajaman
pengelihatan yang lebih lanjut bisa mengalami kebutaan apabila terjadi
atrofi pada N.II.
g. Pola persepsi diri/konsep diri
Klien dengan hidrosefalus akan mengalami pembesaran kepala
sehingga klien bisa merasa malu dengan keadaan yang dialaminya dan
juga berpengaruh pada peran klien yang tidak mampu dilaksanakan
lagi seperti sebelumnya.
h. Pola seksual dan reproduksi
Klien dengan hidrosefalus tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena kondisinya.
i. Pola peran-hubungan
Mengkaji mengenai hubungan klien dengan lingkungan di sekitarnya
apakah mengalami perubahan atau terganggu akibat dari penyakitnya.
j. Pola manajemen koping stress
Mengkaji mengenai bagaiamana koping yang dilakukan oleh klien dan
keluarga. Klien dengan hidrosefalus biasanya akan mengalami
kesulitan dalam berkonsentrasi sehingga memerlukan bantuan keluarga
untuk memutuskan tindakan pengobatan yang dipilih.
k. Pola keyakinan-nilai
Mengkaji mengenai agama dan keyakinan klien.
5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Klien dengan hidrosefalus akan mengalami penurunan kesadaran,
tekanan darah bisa meningkat.
b. Keadaan fisik (IPPA)
1) Kepala dan leher
Kepala : Mengkaji mengenai bentuk kepala, klien dengan
hidrosefalus memiliki ciri khas yaitu dengankepala
yang membesar dari ukuran normal atau ukuran
sebelumnya, perlu dikaji juga adakah lesi pada
kepala, dan distribusi rambut.
Muka : Mengkaji mengenai adanya edema pada wajah,
mengalami pucat atau tidak.
Mata : Mengkaji mengenai posisi mata, klien dengan
hidrosefalus biasanya mengalami perubahan pada
posisi mata, klien bisa mengalami strabismus atau
mata hanya melihat ke bawah karena tertarik akibat
pembesaran kepala, adanya papil edema perlu dikaji
juga refkek pupil, warna sklera dan konjungtiva.
Hidung : Mengkaji mengenai kesimetrisan hidung, adanya
pembengkakan dan adakah nyeri tekan.
Mulut : Mengkaji mengenai kelembaban mukosa, kebersian,
adanya lesi.
Telinga : Mengkaji menganai kebersihan, adakah massa dan
perdarahan, dan kemampuan klien untuk mendengar.
Leher : Mengkaji mengenai adanya lesi pada kulit, adakah
pembengkakan kelenjar limfe, tiroid dan vena
jugularis.
2) Dada
- Paru : Mengkaji mengenai bentuk dada, kesimetrisan
ekspansi paru, taktil fremitus, suara napas, adakah penumpukan
sputum
- Jantung : Mengkaji mengenai posisi jantung, adakah
pembesaran jantung, adakah suara jantung tambahan.
- Payudara dan ketiak : Mengkaji menganenai adanya massa,
pembengkakan kelenjar limfe.
3) Abdomen
Mengkaji mengenai bentuk, adakah distensi, adakah pembesaran
limfe dan hati, mengkaji bising usus, dan adakah nyeri tekan.
4) Genetalia dan anus
Mengkaji mengenai kebersihan.
5) Integumen
Mengkaji CRT normalnya ≤ 3 detik, apakah ada edema, adakah
ptechie, adakah lesi.
6) Ekremitas
 Atas
Mengkaji mengenai adakah edema, sianosis, kekuatan otot.
 Bawah
Mengkaji mengenai adakah edema, sianosis, kekuatan otot.
7) Pemeriksaan neurologis
 Status mental dan emosi
Klien dengan hidrosefalus biasanya mengalami kesulitan
berkonsentrasi dan mengalami penurunan status mental.
 Pengkajian saraf kranial
N.I : Mengkaji kemampuan penciuman
N.II : Mengkaji kemampuan klien menggerakkan bola mata ke
kanan dan ke kiri, ke atas dan ke bawah dan ketajaman
pengelihatan. Klien bisa mengalami penurunan
ketajaman mata.
N.III, IV, VI : Mengkaji kedudukan bola mata baik, pergerakan
bola mata, reflek pupil
N. V : Mengkaji reflek kornea saat diusap dengan kapas,
kemampuan menyatukan gigi saat mempalpasi otot-
otot rahang
N. VII : Mengkaji kemampuan klien tersenyum,
mengembangkan pipi dan mengangkat alis
N. VIII : Mengkaji kemampuan klien mendengar
N. IX, X, XI, XII : Mengkaji kemampuan klien menelan, gerakan
lidah, melawan tahanan ringan.
 Pemeriksaan Reflek
Pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis. Klien dengan
hidrosefalus biasanya tidak mengalami gangguan.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Data laboratorium yang berhubungan
CT atau MRI dapat memperlihatkan suatu hidrosefalus, ada
beberapa kriteria pada CT atau MRI yang menunjukkan adanya
gambaran hidrosefalus. Yang pertama ukuran dari setiap temporal horn
dari ujung ke ujung (TH) ≥ 2 mm (jika tidak ada hidrosefalus maka
temporal horn sulit terlihat). Atau TH ≥ 2 mm, dan ratio dari (FH/ID)
> 0,5 (FH adalah jarak antara pinggiran terlebar dari frontal horn dan
ID adalah jarak antara tabula interna pada level FH). Dapat juga
dijumpai frontal horn dari ventrikel lateral balooning, disebut dengan
‘Mickey Mouse Ventrikel’. Gambaran periventrikular yang hiperintens
yang tampak pada T2 menandakan transependymal absorption dari
cairan serebrospinal. Evans ratio juga dapat menentukan gambaran
hidrosefalus.
Evans Ratio adalah perbandingan dari FH dengan jarak maksimal
dari diameter biparietal. Dikatakan hidosefalus jika evans ratio > 30%.
perbandingan (FH/ID) saja juga dapat menentukan gambaran
hidrosefus. Ada beberapa kriteria, yaitu jika (FH/ID) < 40 % maka
disebut normal, jika 40-50% disebut borderline, dan jika > 50%
disangkakan hidrosefalus.

B. ANALISA DATA

No Data fokus Etiologi Masalah


1 Data Subjektif : Infeksi Defisit perawatan diri
- Klien mengeluh tidak
bisa melakukan Radang jaringan
aktivitas sehari-hari
secara mandiri Hydrosefalus
Data Objektif :
- ADL klien tampak Obstruksi tempat
dibantu pembentukan/penyerapan
LCS

Peningkatan jumlah
cairan serebrospinal

Peningkatan TIK

Kerusakan fungsi
kognitif dan psikomotor

Defisit perawatan diri


2 Data Subjektif : Infeksi Risiko defisit nutrisi
- Klien mengeluh mual
- Mengeluh tidak Radang jaringan
nafsu makan
Data Objektif : Hydrosefalus
- Klien hanya makan
sedikit Obstruksi tempat
pembentukan/penyerapan
LCS

Peningkatan jumlah
cairan serebrospinal

Peningkatan TIK

Kerusakan fungsi
kognitif dan psikomotor

Mual muntah

Risiko defisit nutrisi


3 Data Subjektif : Infeksi Gangguan persepsi
- Mengeluh ketajaman sensori
pengelihatan Radang jaringan
menurun
Data Objektif : Hydrosefalus
- Papiledema
Obstruksi tempat
pembentukan/penyerapan
LCS

Peningkatan jumlah
cairan serebrospinal

Peningkatan TIK

Penekanan pada saraf


optikus

Papiledema

Disfungsi persepsi visual


parsial

Gangguan persepsi
sensori
4 Data Subjektif : Infeksi Risiko infeksi
-
Data Objektif : Radang jaringan
- Pemasangan shunt
Hydrosefalus

Penatalaksanaan

Pemasanagan shunt

Port de entry

Risiko infeksi

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan


klien mengeluh tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri,
ADL klien tampak dibantu.
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan persepsi
pengelihatan ditandai dengan mengeluh ketajaman pengelihatan menurun,
papilledema.
3. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive.
DAFTAR PUSTAKA

Mc Closky & Bulechek. (2005). Nursing Intervention Classification (NIC).


United States of America:Mosby.
Meidian, JM. (2006). “Nursing Outcomes Classification (NOC).United States of
America:Mosby.
Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2012
http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/askep-hydrocephalus.html
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan).
Jakarta: Salemba Medika.
Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses
penyakit,Jakarta;EGC.
Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu
Saharso. 2008. Hydrocephalus. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2012
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&fi
lepdf=0&pdf=&html=061214-sykj201.htm
Vanneste JA. Diagnosis and management of normal-pressure hydrocephalus. J.
Neurol, 2005 ; 247 : 5-14.

Anda mungkin juga menyukai