Anda di halaman 1dari 9

ANTI KORUPSI

DOSEN :

DEBRI A. AMABI, ST.,MT

MARIO I. METAN MBALO


1706090076

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

JURUSAN ARSITEKTUR

2020

1
1. Bagaimana menanggapi UUD dan Pepres No 19 Tahun 2019 ?
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasuS yang terjadi
dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan
semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya Tindak Pidana Korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja
terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan
bernegara pada umumnya.
Tindak Pidana Korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua Tindak
Pidana.Korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi
suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat
dilakukan secara biasa, tetapi dituntut caracara yang luar biasa.
Peraturan- peraturan yang telah dikeluarkan merupakan sesuatu peraturan yang telah sah
dan patut di jalankan oleh seluruh masyarakat indonesia tanpa memandang statusnya. Sebab
peraturan-peraturan tersebut telah dibentuk dan dipertimbangkan dengan baik oleh setiap badan
anggota perwakilan rakyat yakni DPR yang telah mewakili kehendak rakyat di kursi
pemerintahan. Namun terdapat beberapa pasal dan ayat-ayat yang perlu dipertimbangkan baik
sebelum dan sesudahnya di amandemen antara lain sebagai berikut:
Pasal 1 ayat 3
“ Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutny disebut Komisi
Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpuan kekuasaan
eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidan
korupsi sesuai undang-undang ini”
Menanggapi pasal 1 ayat 3 ini saya kurang setuju karena KPK diletakkan
sebagai lembaga negara di rumpun eksekutif yang akan mengurangi independensi
dan pegawai KPK merupakan Aparatur Sipil Negara, sehingga ada resiko tidak

2
independennya pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan
tugasnya. Selain itu, bagian yang mengatur bahwa pimpinan adalah
penanggungjawab tertinggi dihapus; pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan
penuntut umum sehingga akan berisiko pada tindakan-tindakan pro yusticia
dalam pelaksanaan tugas penindakan.

 Pasal 29 e
Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan komisi pemberantasan korupsi harus
memnuhi persyaratan “berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65
tahun pada proses pemilihan”
Menurut saya pasal ini perlu direvisi kembali, karena bagi saya usia bukanlah
sebuah penentu dan tolak ukur untuk menunjukan seseorang sebagai pimpinan
komisi pemberantasan korupsi melainkan kedewasaan mental pengetahuan dan
juga ahlak yang dibuktikan dengan tidak adanya catatan kriminal kolusi korupsi
maupun nepotisme yang pernah dilakukan.

2. Bagaimana sistem bernegara di indonesia yang menyebabkan terjadinya korupsi ?

Korupsi di negara ini sudah termasuk dalam golongan extra-ordinary crime karena telah
masuk tidak hanya keuangan negara, akan tetapi telah meluluhkan pikiran pilar sosio budaya,
moral, politik dan tatanan hukum dan keamanan nasional. Maka dari itu, sistem
pemberantasannya tidak bisa jika dengan instansi tertentu atau dengan pendekatan parsial. Ia
harus mengunakan pendekatan yang secara komprehensif dan bersama-sama oleh penegak
hukum, lembaga masyarakat, dan individu angota-angota masyarakat. Oleh sebab itu harus
diketahui secara persis peta korupsi di indonesia dan apa akar penyebab nya, adapun penyebab
terjadinya korupsi di negeri ini menurut Abdullah Hehamahua yang dikutip oleh Ermansyah
jaya,berdasarkan pengalamannya penyebabnya yaitu1 :

1
Izziyana Wafda , Http://Eprints.Umpo.Ac.Id/2952/2/Jurnal%20wafda%20UPH%20medan%281%29.Pdf, diakses 19 Februari 2020

3
a. Struktur Hukum (legal Structure) adalah pola yang memperlihatkan bagaimana
hukum itu dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya oleh para penegak
hukum, dalam struktur hukum ini yang mana Sistem penyelenggaraan negara
yang keliru, Sebagai negara yang sedang berkembang, seharusnya prioritas
pembangunan di bidang pendidikan. Akan tetapi selama berpuluh-puluh tahun
pembangunan di fokuskan pada bidang ekonomi. Padahal negara yang baru
merdeka terbatas dalam memiliki SDM, uang, Manajemen, dan teknologi.
Konsekuensinya semua di datangkan dari luar negeri yang pada akhirnya
menghasilkan penyebab korupsi. Selain dari pada itu tidak ada keteladanan dalam
pemimpin etika resasi ekonomi (1997) keadaan ekonomi indonesia jauh lebih baik
dari pada Thailand. Namun pemimpin di Thailand memberi contoh kepada
rakyatnya dalam pola hidup sederhana dan mencontohkan dengan
sikap/perbuatan, sehingga lahir dukungan moral dan material dari anggota
masyarakat dan pengusaha. Dalam waktu yang relatif singkat.
b. Subsantsi hukum ( Legal subtance) Subtansi hukum Adalah peraturan-peraturan
yang dipakai oleh para pakar pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan
serta hubungan-hubungan hukum. Sebagai mana contohnya aturan tentang
kompensasi pegawai negeri yang rendah sangat memungkinkan negara yang baru
merdeka tidak bisa memberikan kompensasi yang besar, tetapi disebabkan oleh
prioritas pembangunan di bidng ekonomi sehingga secara fisik dan cultural
menghasilkan pola yang konsumerisme, sehingga pegawai negeri 90 %
melakukan Korupsi. Baik itu korupsi waktu, atau korupsi dengan cara melakukan
aturan pungli demi menstabilkan pemasukan dan pengeluaran pribadi. Selain itu
pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh sistem pembangunan diatas
mendorong pejabat menjadi kaya secara instant. Munculnya sikap serakah dimana
pejabat menyalahgunakan wewenangnya dan jabatannya dengan sistem aturan-
aturan yang mana condong pada kesejahteraan mereka, Melakukan mark up
proyek-proyek pembangunan, bahkan berbisnis dengan pengusaha, baik itu
menjadi komisaris maupun menjadi share holder dari perusahaan tersebut. Law
Enferoncment tidak berjalan di sebabkan para para pejabat serakah karena gaji
yang tidak cukup, maka bisa dikatakan penegakan hukum tidak berjalan hampir di

4
seluruh lini kehidupan, baik di instansi pemerintah maupun di lembaga
kemasyarakatan karena segala sesuatu itu di ukur dengan uang.
c. Budaya Hukum ( Legal Culture) adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan
sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, di hindari atau
disalahgunakan. Budaya masyarakat yang kondusif KKN dalam negeri agraris
seperti indonesia masyarakat cenderung paternalistic. Dengan demikian, mereka
sengaja melakukan KKN dalam urusan sehari-hari seperti mengurus KTP, SIM,
STNK, PBB, SPP , Melamar kerja, memasukkan anak dalam sekolah yang elite,
dan lain-lain, yang mana hal tersebut meniru apa yang dilakukan oleh pejabat,
elite politik, tokoh masyarakat, pemuka agama, yang mana oleh masyarakat
diyakini sebagai perbuatan yang tidak salah.

3. Apa saja jenis-jenis korupsi dan defenisi korupsi?

Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja corrumpere berarti busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut Transparency International adalah
perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar
dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalah gunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Adapun beberapa pengertian korupsi menurut para ahli antara lain sebagai 2:
a. Syed Husein Alatas
Menurut pemakaian umum, istilah “korupsi‟ pejabat, kita menyebut korup apabila
seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang swasta
dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada
kepentingan-kepentingansi pemberi.Terkadang perbuatan menawarkan pemberian
seperti itu atau hadiah lain yang menggoda juga tercakup dalam konsep itu.
Pemerasan, yakni permintaan pemberian-pemberian atau hadiah seperti itu dalam
pelaksanaan tugas-tugas publik, juga bisa dipandang sebagai ‘korupsi’.
Sesungguhnyalah, istilah itu terkadang juga dikenakan pada pejabat-pejabat yang

2
Milftah A, http://eprints.walisongo.ac.id/3925/3/104211009_Bab2.pdf,diakses 19 Februari 2020

5
menggunakan dana publik yang mereka urus bagi keuntungan mereka sendiri; dengan
kata lain, mereka yang bersalah melakukan penggelapan di atas harga yang harus
dibayar publik.
b. Sudomo
Sebenarnya pengertian korupsi ada tiga, pertama menguasai atau mendapatkan
uang dari negara dengan berbagai cara secara tidak sah dan dipakai untuk
kepentingan sendiri, kedua, menyalahgunakan wewenang, abuse of power.
Wewenang itu disalah gunakan untuk memberikan fasilitas dan keuntungan yang
lain. Yang ketiga adalah pungutan liar. Pungli ini interaksi antara dua orang,
biasanya pejabat dengan warga setempat, yang maksudnya si-oknum pejabat
memberikan suatu fasilitas dan sebagainya, dan oknum warga masyarakat tertentu
memberi imbalan atas apa yang dilakukan oleh oknum pejabat yang bersangkutan.
c. David H. Bayley
Korupsi sebagai “perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan itikad
buruk (seperti misalnya, suapan) agar ia melakukan pelanggaran kewajibannya”.
Lalu suapan (sogokan) diberi definisi sebagai “hadiah” penghargaan, pemberian atau
keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan, dengan tujuan merusak
pertimbangan atau tingkah laku, terutama seorang dari dalam kedudukan terpercaya
(sebagai pejabat pemerintah). Jadi korupsi sekalipun khusus terkait dengan
penyuapan atau penyogokan, adalah istilah umum yang mencakup penyalahgunaan
wewenang sebagai hasil pertimbangan demi mengejar keuntungan pribadi. Dan tidak
usah hanya dalam bentuk uang. Hal ini secara baik sekali dikemukakan oleh sebuah
laporan pemerintah India tentang korupsi: dalam arti yang seluas-luasnya, korupsi
mencakup penyalahgunaan kekuasaan serta pengaruh jabatan atau kedudukan
istimewa dalam masyarakat untuk maksud-maksud pribadi.

Terdapat beberapa jenis-jenis korupsi. Menurut Alatas (1987) dari segi tipologi,
membagi korupsi ke dalam tujuh jenis yang berlainan, yaitu3:

3
Milftah A, http://eprints.walisongo.ac.id/3925/3/104211009_Bab2.pdf,diakses 19 Februari 2020

6
1. Korupsi transaktif (transactive corruption), menunjuk kepada adanya kesepakatan
timbal balik antara pemberi dan penerima, demi keuntungan kedua belah pihak.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption), menunjuk adanya pemaksaan
kepada pihak pemberi untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang
mengancam dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang dihargainya.
3. Korupsi investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa tanpa
ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang di
bayangkan akan diperoleh dimasa yang akan datang.
4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption), adalah penunjukan yang tidak sah
terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan,
atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa secara bertentangan dengan
norma dan peraturan yang berlaku.
5. Korupsi defensive (defensive corruption), adalah korban korupsi dengan
pemerasan. Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption), adalah korupsi yang dilakukan oleh
seseorang seorang diri.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption), adalah korupsi yang dilakukan untuk
memperkuat korupsi yang sudah ada.

Korupsi dilihat dari proses terjadinya perilaku korupsi dapat dibedakan dalam tiga
bentuk4:.

1. Graft, yaitu korupsi yang bersifat internal. Korupsi ini terjadi karena mereka
mempunyai kedudukan dan jabatan di kantor tersebut. Dengan wewenangnya
para bawahan tidak dapat menolak permintaan atasannya.
2. Bribery (penyogokan, penyuapan), yaitu tindakan korupsi yang melibatkan orang
lain di luar dirinya (instansinya). Tindakan ini dilakukan dengan maksud agar
dapat mempengaruhi objektivitas dalam membuat keputusan atau membuat
keputusan yang dibuat akan menguntungkan pemberi, penyuap atau penyogok.

4
Milftah A, http://eprints.walisongo.ac.id/3925/3/104211009_Bab2.pdf,diakses 19 Februari 2020

7
3. Nepotism, yaitu tindakan korupsi berupa kecenderungan pengambilan keputusan
yang tidak berdasar pada pertimbangan objektif, rasional, tapi didasarkan atas
pertimbangan “nepotis” dan “kekerabatan”.

Sedangkan korupsi bila dilihat dari sifat korupsinya dibedakan menjadi dua
yaitu5:

1. Korupsi individualis, yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh salah satu atau
beberapa orang dalam suatu organisasi dan berkembang suatu mekanisme
muncul, hilang dan jika ketahuan pelaku korupsi akan terkena hukuman yang
bisa disudutkan, dijauhi, dicela, dan bahkan diakhiri nasib karirnya.
2. Korupsi sistemik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh sebagian besar (kebanyakan)
orang dalam suatu organisasi (melibatkan banyak orang).

5
Milftah A, http://eprints.walisongo.ac.id/3925/3/104211009_Bab2.pdf,diakses 19 Februari 2020

8
DAFTAR PUSTAKA

IziyanaWafda,Http://Eprints.Umpo.Ac.Id/2952/2/Jurnal%20wafda%20UPH%20medan%281%2
9.Pdf, diakses 19 Februari 2020

Milftah A, http://eprints.walisongo.ac.id/3925/3/104211009_Bab2.pdf,diakses 19 Februari 2020

Anda mungkin juga menyukai