A. PENDAHULUAN
”Kenali musuh, kenali diri sendiri, maka kemenangan tidak akan terancam.
Kenali lapangan, kenali iklim, maka kemenangan akan lengkap (Sun Tzu)”.
Ada keteraturan dalam ketidakteraturan. Begitu kata ahli matematika dan fisika. Ada pola yang
sama pada suatu struktur dalam skalanya yang kecil ataupun besar. Juga masih kata matematikawan
dan fisikawan teori. Pun dalam sejarah. Ada pola dalam ragam peristiwa sepanjang ingatan manusia
yang tampaknya acak itu. Pola itulah yang kemudian membentuk hukum-hukum sejarah. Sejarah
digali agar bisa berulang, dan pula agar tidak lagi pernah terjadi. Dalam kehidupan politik bangsa
kita, segalanya jadi tidak sama lagi sejak Reformasi Mei 1998. Terutama setelah orang-orang bisa
relatif sangat bebas mendirikan partai.
Banyak faktor yang menentukan kemenangan, disamping hasil perolehan suara Partai pada
Pemilu sebelumnya, efektifitas dan daya gerak sumber daya manusia Partai yang diistilahkan dengan
mesin politik partai juga kualitas dan kinerja tim adalah salah satu faktor yang sangat menentukan.
Kemudian yang sangat penting berikutnya adalah citra dan popularitas kandidat di mata pemilih,
strategi marketing, strategi public relation, lama waktu kandidat memperkenalkan dirinya ketengah
masyarakat, kinerja dan track recordnya selama ini, frekuensi dan kualitas penampilan kandidat di
media massa, performance,kompetensi, pesona fisik maupun “aura” yang dipancarkan oleh kandidat
yang mempengaruhi pasar politik yang terdiri atas tiga bagian yaitu : pemilih, kelompok berpen-
garuh (influencer groups) dan media massa
Diluar negeri dalam beberapa tahun terakhir, taktik yang sering digunakan untuk pemenangan
pemilu adalah taktik delibrate priming (farrel, kolodny, Medvic, 2001). Dalam taktik ini, champaign
manager pada intinya melakukan tiga hal utama:
- Pertama, menentukan isu-isu yang dinilai penting oleh segmen calon pemilih (biasanya ber-
dasar jajak pendapat).
- Kedua, membuat analisis penentuan isu yang paling menguntungkan individu kontestan dan
mengabaikan isu-isu persoalan lain (meski itu dalam platform partai merupakan isu sentral
sekalipun).
- Ketiga, merekayasa citra kontestan sesuai isu persoalanyang dipilih, merancang pesan dan sim-
bol yang diperlukan, serta merencanakanpemanfaatan media, semuanya untukmengusahakan
agar calon pemilih terfokus pada isu yang telah dilekatkan pada kontestan.
Strategi kampanye yang diterapkan bisa beragam, namun umumnya diawali dengan analisis
positioning, atau analisis “posisi pasar” partai atau kontestan, yang hasilnya kemudian dipergunakan
untuk menentukan langkah strategis selanjutnya. Kontestan yang menempati posisi pasar sebagai
nicher (unggul di segmen pemilih tertentu), contohnya akan menerapkan langkahlangkah strategis
hingga taktik, serta teknik kampanye yang berbeda dengan kontestan yang menempati posisi se-
bagaimarket leader atauchallenger(Collins dan Butler, 1996). Kampanye pemilu juga bisa mengarah
pada kondisi di mana rekayasa citra individu kontestan yang dihasilkan para champaign manager,
atau pesona kandidat menjadi lebih penting daripada platform dan isu yang diperjuangkan partai.
“Politisi busuk” bisa dipasarkan dalam kemasan seorang pahlawan dari masa lalu yang tidak ber-
hubungan sama sekali dengan masalah masa kini. Semuanya dimungkinkan oleh pener pan strategi,
taktik, dan teknik komunikasi pemasaran yang sistematis dan rasional.
Salah satu bahan utama untuk pemenangan lainnya adalah Riset Politik. Menurut Johnson (2001),
dalam sistem Pemilu yang demokratis, riset politik merupakan alat yang vital. Kandidat akan sulit me-
menangkan persaingan jika tidak mengetahui kekuatan dan kelemahan pesaing, perilaku pemilu pemi-
lih, segmentasi pemilih, peta wilayah dan faktor lainnya. Kampanye dan propaganda menurut kandidat
semata, akan menyebabkan berpalingnya pemilih ke kontestan lain karena, apa yang disampaikan tidak
sesuai dengan aspirasi pemilih. Atau kalaupun kandidat mengetahui apa aspirasi pemilih, namun jika
tidak mengetahui cara-cara yang tepat untuk penempatan substansi yang diinginkan, sangat mungkin
akan menimbulkan mispersepsi atau pengaburan makna dari pesan yang disampaikan. Atau boleh jadi
juga pesaing melakukan pendekatan dengan cara yang berbeda namun lebih efektif, bisa juga dengan cara
yang sama pesaing dapat menggagalkan kemenangan kita karena mereka melakukannya dengan lebih
baik
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kemungkinan itu kontestan perlu melakukan riset untuk
mengetahui kekuatan dan strategi pesaing. Beberapa kegunaan utama dari riset politik antara lain:
- Pertama, untuk menyusun strategi dan taktik. Adman Nursal (2004) mengatakan Strategi kam-
panye politik tanpa riset bagaikan orang buta yang berjalan tanpa tongkat. Sebaliknya riset
tanpa sumber daya strategis seperti desain strategi, orang, dana dan sumber daya lainnya ibarat
orang lumpuh yang memahami jalan dan peta akan tetapi tidak memiliki kendaraan untuk
menuju tempat yang diinginkannya.
- Kedua, riset untuk memonitor hasil penerapan strategi. Implementasi sebuah strategi, akan me-
nimbulkan respon dari pesaing. Reaksi para pemilih perlu diketahui untuk menerapkan strate-
gi.
- Ketiga, Riset monitor politik berorientasi pada tindakan dan reaksi terhadap kondisi saat ini. Jika
hasil riset adalah begini, maka apa tindakan yang akan dilakukan.
Salah satu metode riset yang paling populer adalah dengan poling atau survei. Menurut Kava-
nagh bahwa penyelenggaraan polling memberi input informasi yang relevan untuk membuat strate-
gi marketing politik, diantaranya adalah : membangun citra, menyusun kebijakan, tracking atau
memantau kelemahan dan kekuatannya dari waktu ke waktu dan menetapkan pemilih sasaran yang
berdasarkan karakter tertentu yang menjadi targetnya. Menurut Shea dan Burton (2001), kita perlu
melakukan riset terhadap profil data pesaing. Riset mengenai data pesaing sangat bermanfaat dalam
menyusun strategi marketing politik. Riset yang dilakukan adalah untuk memperkirakan apa yang
ditawarkan pesaing untuk masa depan (evaluasi prospektif) dan bagaimana reputasinya dimasa sil-
am (evaluasi introspektif).
Berdasarkan keterangan diatas, tinggal bagaimana kesiapan dan kemauan kandidat untuk me-
nerapkan hasil riset yang dilakukan. Berdasarkan ini, kandidat telah melakukan cara-cara kampanye
dan pemenangan denganlangkah-langkah yang cerdas, danbukan yang membodohi pemilih dengan
cara-cara yang kurang mendidik seperti menyogok pemilih dengan uang (money politics). Atau
dengan politik yang kotor seperti melakukan fitnah atau pembunuhnan karakter terhadap pesaing-
nya. Akan tetapi mengungkapkan track record negatif/jelek pesaing dalam artian sebenarnya supaya
menjadi bahan pertimbangan publik boleh saja sebagai alat kontrol sosial. Itulah irasionalitas sebuah
rasionalitas. Pemilu mungkin bukan lagi masalah pilihan antara hidup dan mati, namun di sisi lain
mungkin hanya akan menjadi sekadar persoalan memilih minuman ringan: Coca Cola atau Pepsi?
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah akan dikembangkan berdasarkan paradigma baru serta pada prinsip-prinsip
dasar dan aturan prosedural pelaksanaan pemilu yang meliputi : - Skema, Skenario strategi dan tak-
tik pemenangan dibangun diatas sebuah landasan MENANG dalam hal ini bagaimana memenang-
kan Pilkada. (Menang dalam pengertian ini adalah akumulasi suara pemilih sebanyak-banyaknya).
Undang-undang mengisyaratkan proses pemilihan diselenggarakan secara langsung. Kondisi terse-
but menuntut setiap kontestan yang akan ikut berkompetisi untuk memperoleh suara sebanyak-ban-
yaknya agar dapat memenangkan pemilihan. - Proses modernisasi yang terus bergulir ditengah mas-
yarakat, ditandai dengan akses informasi yang semakin mudah, berdampak terhadap proses berpikir
masyarakat yang kian rasional.
Upaya untuk mempertahankan suara yang diyakini telah dimiliki sebelum masa kampanye, mis-
alnya dari keluarga dan orang-orang terdekat lainnya.
Upaya merebut suara yang berasal dari “floating mass” dan suara “competitor”. Biasanya berasal
dari usia muda atau bukan dari kerabat terdekat (keluarga)
RETENTION ACQUISITION
Loyalty Mapping
RATIONAL EMOTIONAL
OUTSIDER HABITUAL
LOYAL LOYALTY
Program campaign yang dikelola secara konvensional minimal mendorong para pemilih be-
ralih kepada tahap Habitual Loyalty . Namun patut diingat bahwa competitor akan melakukan hal
yang sama
Catatan Penting Personal Branding 1. Minimnya differentiation, atribut yang disandang se-
tiap calon mempunyai banyak kesamaan (putra daerah, tokoh terkenal, berpengaruh,berasal dari
rumpun keluarga besar dll), sehingga setiap calon TIDAK mempunyai selling point. Kenyataan ini
membuat masyarakat akan sulit menentukan pilihan. 2. Pemilih semakin rasional, Masyarakat tidak
mudah didorong untuk menentukan pilihan politiknya hanya dengan iming-iming bersifat tangible
dan sementara. Mereka cenderung membuat keputusan dengan memilih seseorang yang mempu-
nyai add value (nilai lebih) 3. Terbatasnya waktu kampanye, rentang waktu yang disediakan oleh
otoritas pemilu sangat terbatas. Diperlukan strategi tepat untuk meraih simpati masyarakat dalam
waktu yang relatif terbatas
PERSONAL BRANDING
Representatif (mewakili populasi) bukan berarti merupakan duplikat atau replika yang
cermat melainkan hanya sebagai “cermin” yang dapat dipandang menggambarkan secara mak-
simal keadaan populasi. Sampel yang tidak mewakili populasi disebut biased sampling dan
pengambilan simpulan dari sampel tersebut disebut biasedconclusion.
2. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metoda probability sampling. Da-
lam hal ini semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk di survey. Teknik pen-
gambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik Multistage Random sampling karena
elemenelemen yang akan diteliti mempunyai nilai-nilai karakteristik yang heterogen. Metode
dan teknik pengambilan sample ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Selanjutnya pengambilan sampel dalam penelitian ini (dalam hal ini sebagian masyarakat da-
lam satuwilayah desa/kelurahan) akan dipilih secara acak sederhana (simple random sampling) den-
gan besar sampel menggunakan rumus sebagai berikut :
f. Anggaran Biaya.
Terlampir *(Lampiran 1)