Oleh :
PROMOSI KESEHATAN
RUMAH SAKIT (PKRS)
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
(………………………..) (……………………….)
Kepala Ruangan
(…………………………….)
SATUAN ACARA PENYULUHAN KARSINOMA
NASOFARING (KNF)
A. Tujuan Umum
C. Sasaran
Sasaran penyuluhan adalah seluruh keluarga pasien dan pasien di ruang 17
D. Metode
a. Ceramah
b. Diskusi dan tanya jawab
E. Media
a. Laptop
b. LCD proyektor
c. Leaflet
d. Power point
F. Materi
(Terlampir)
G. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Wakt Kegiatan Kegiatan Peserta Metode Media
u Penyuluh
Pendahuluan 2 1 Mengucapkan 1. Menjawab Cerama
menit . salam 2. Mendengarkan h dan
Memperkenalka dan Tanya
n memperhatika jawab
2
. diri n
Kontrak waktu 3. Menyetujui
30 menit
3 Menjelaskan
. tujuan
pembelajaran
4
.
Penjelasan 20 1 Menjelaskan Mendengarkan da Cerama Ppt, dan
menit . tentang n memperhatikan h dan Leaflet
pengertian Tanya
penyakit jawab
Karsinoma
Nasofaring
Menjelaskan
tentang
penyebab
2 penyakit
. Karsinoma
Nasofaring
Menjelaskan
tentang tanda
gejala penyakit
Karsinoma
3
.
Nasofaring
4. Menjelaskan
tentang
pencegahan
penyakit
Karsinoma
Nasofaring
5. Menjelaskan
tentang
pengobatan
penyakit
Karsinoma
Nasofaring
MODERATOR PENYAJI
LCD
PESERTA
PESERTA
I. Pengorganisasian
a. Penyaji :
b. Moderator :
c. Fasilitator :
d. Observer :
e. Notulen :
f. Dokumentasi :
J. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Tempat, materi dan media sudah sesuai dengan tujuan penyuluhan
b. Peran dan respon audien sesuai dengan yang diharapkan. Audiens cukup
antusias selama penyuluhan
2. Evaluasi proses
a. Pelaksanaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
b. Peserta penyuluhan hadir 60%
c. Audiens mengikuti penyuluhan dari awal sampai akhir
d. Audiens berperan aktif selama penyuluhan
3. Evaluasi hasil
a. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dan mengetahui pengertian penyakit
Karsinoma Nasofaring
b. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dan mengetahui penyebab penyakit
Karsinoma Nasofaring
c. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dan mengetahui tanda gejala penyakit
Karsinoma Nasofaring
d. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dan mengetahui pencegahan penyakit
Karsinoma Nasofaring
e. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dan mengetahui pengobatan penyakit
Karsinoma Nasofaring
Lampiran Materi
KARSINOMA NASOFARING
1. Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel
yang melapisi nasofaring.Penyakit ini disebutkan kali pertama oleh Regaund dan
Schmincke pada tahun 1921 (Brennan, 2006).Biasanya, patologis KNF bermulai dari sel
epitel yang berada di bagian lateral nasofaring (fossa of Rosenműller) (David et al.,
2008). Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamous yang tumbuh dari
epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring ini dapat tumbuh pada berbagai sisi nasofaring
namun lebih sering terlihat pada fossa Rosenmuller (Hsien et al, 2009).
Deteksi antigen nuklear yang berasosiasi dengan virus EpsteinBarr dan DNA
viral pada KNF tipe 2 dan 3 menunjukkan EBV dapat menginfeksi sel epitel
serta terkait dengan transformasinya. Menurut Lo et. al., DNA EBV dapat
dideteksi pada sampel plasma di antara 96% pasien KNF non-keratinizing.Selain
itu, jumlah DNA EBV berkorelasi dengan respons terhadap tindakan pengobatan
dan dapat digunakan untuk mencegah penyakit, disarankan bahwa ini mungkin
boleh dipakai sebagai indikator prognosis (Brennan, 2006).
c. Faktor Lingkungan
Eksposisi nonviral yang paling konsisten dan terasosiasi yang kuat dengan resiko
KNF adalah konsumsi ikan asin. Membandingkan individu yang mengkonsumi
ikan asin pada mereka yang tidak, resiko relative KNF berkisar di antara 1,7 –
7,5 (Ellen et al., 2006). Pada sumber yang lain juga mengatakan insidensi KNF
meningkat pada populasi yang banyak mengkonsumsi ikan asin. Penelitian
sebelumnya mendapat bahwa di China Selatan, ditunjukkan hubungan
sosioekonomi dengan KNF di mana ikan asin merupakan makanan yang paling
murah untuk dikonsumsi bersama nasi (LiMin et al., 2005). Faktor lingkungan
yang juga berasosiasi dengan KNF adalah paparan terhadap debu kayu, debu
besi dan debu perindustrian; oli dan bahan bakar mobil; bahan cat; asap tertentu;
dan asap rokok (kebiasaan merokok (Armstrong et al., 2000).Resiko terjadinya
KNF meningkat sebanyak 2 – 6 kali dengan kebiasaan merokok. Sebuah
penelitian di Amerika Syarikat mengestimasi 2/3 KNF berasosiasi dengan
kebiasaan merokok (Ellen et al.,2006).
3. Epidemiologi
Di Indonesia,KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang terdapat
di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang Telinga , Hidung dan Tenggorok
(THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF (Nasir, 2009). Dari
data Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukan prevalensi 4,7 per 100.000 atau
diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun (Punagi,2007). Dari data laporan profil KNF
di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
,periode Januari 2000 sampai Juni 2001 didapatkan 33% dari keganasan di bidang THT
adalah KNF. Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2002 -2007 ditemukan 684
penderita KNF.
4. Manifestasi Klinis
Penderita KNF sering mengalami satu atau lebih dari 4 kelompok gejala yaitu gejala
hidung, telinga, pembesaran kelenjar limfe, dan keterlibatan saraf kranial . Tanda dan
gejala KNF tidak spesifik dan tidak khas, dan nasofaring merupakan area yang sulit
diperiksa, sehingga KNF sering didiagnosis saat stadium lanjut (Ferrari et al, 2012).
a. Gejala Hidung
1. Epistaksis
Keadaan dinding tumor yang rapuh sehingga dengan rangsangan dan
sentuhan dapat terjadi perdarahan. Keluarnya darah biasanya bercampur
dengan ingus, jumlahnya sedikit, dan berulang-ulang (H,Benny, 2009).
2. Sumbatan Hidung
1. Sindroma Petrosfenoidal
Akibat penjalaran tumor primer ke atas melalui foramen laserum dan ovale
sepanjang fosa kranii medial sehingga mengenai saraf kranial anterior yaitu
saraf VI,III,IV, sedangkan saraf II akhir mengalami gangguan. Dapat juga
menyebabkan parese saraf V. Parese saraf II menimbulkan gangguan visus,
parese saraf III menyebabkan gangguan ptosis, dan parese saraf III,IV,dan VI
menyebabkan keluhan diplopia, dan saraf V dengan keluhan rasa kebas di
pipi dan wajah yang biasanya unilateral. Apabila semua grup anterior
terkena, maka akan timbul gejala : neuralgia trigeminal unilateral,
oftalmoplegi serta gejala nyeri kepala hebat (H,Benny, 2009).
2. Sindroma Parafaring
Terjadi akibat gangguan saraf kranial grup posterior (N.IX,X,XI dan XII)
karena penjalaran retroparotidean dimana tumor tumbuh kebelakang masuk
ke dalam foramen jugularis dan kanalis nervus hipoglosus. Kelumpuhan pada
nervus IX menyebabkan sulit menelan karena hemiparese m.konstriktor
faringeus superior. Nervus X adanya gangguan motorik berupa afoni ,disfoni,
disfagia dan spasme Universitas Sumatera Utara esofagus. Gangguan
sensorik berupa nyeri daerah laring dan faring,dan sesak. Nervus XI terdapat
kelumpuhan m.trapezius, sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum
molle, nervus XII terjadi hemiparese dan atrofi sebelah lidah, nervus VII dan
nervus VIII letaknya agak tinggi jadi jarang terkena KNF (H,Benny, 2009).
d. Limfadenopati Servikal
Sebagian besar penderita datang dengan pembesaran kelenjar baik
unilateral atau bilateral. Pembesaran kelenjar leher merupakan penyebaran
terdekat secara limfogen dari KNF. Pembesaran yang agak khas akibat metastasis
adalah lokasi pada ujung prosesus mastoideus di belakang angulus mandibula
yaitu kelenjar jugulodigastrik dan kelenjar servikal posterior serta kelenjar
servikal tengah (H,Benny,2009). e. Gejala metastasis jauh Gejala akibat
metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau
darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, yang sering
adalah pada tulang,hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium
dengan prognosis sangat buruk (Zhou et al, 2007)
5. Penatalaksanaan
a. Radioterapi
Radioterapi telah menjadi modalitas terapi primer untuk KNF selama bertahun-
tahun. Ini disebabkan karena nasofaring berdekatan dengan struktur penting dan
sifat infiltrasi KNF, sehingga pembedahan terhadap tumor primer sulit dilakukan.
KNF umumnya tidak dapat dioperasi, lebih responsif terhadap radioterapi dan
kemoterapi dibandingkan tumor ganas kepala leher lainnya (Guigay et al. 2006;
Wei, 2006). Pemberian radioterapi telah berhasil mengontrol tumor T1 dan T2
pada 75-90% kasus dan tumor T3 dan T4 pada 50-75% kasus. Kontrol kelenjar
leher mencapai 90% pada pasien dengan N0 dan N1, tapi tingkat kontrol regional
berkurang menjadi 70% pada kasus N2 dan N3 (Wei, 2006).
b. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai komponen terapi kuratif utama pada KNF pertama kali
dipergunakan pada tahun 1970-an. Indikasi pemberian kemoterapi adalah untuk
KNF dengan penyebaran ke kelenjar getah bening leher, metastase jauh, dan
kasus-kasus residif (Mould & Tai, 2002; Zakifman & Harryanto, 2002).
Penelitian inter grup 1997 pertama kali menunjukkan bahwa pengunaan
kemoterapi bersamaan dengan radioterapi meningkatkan overall survival apabila
dibandingkan dengan penggunaan radioterapi tunggal. Kemoterapi berfungsi
sebagai radiosensitisizer dan membantu dalam mengurangi metastase jauh
(Mould & Tai, 2002; Wei, 2006).
c. Pembedahan