Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOSISTEMATIKA TUMBUHAN TINGKAT RENDAH

MODUL II
DIVISI BRYOPHYTA (Tumbuhan Lumut)

DISUSUN OLEH :
NAMA : ADINDA AMALIA
NIM : G401 18 018
KELOMPOK : VI (ENAM)
ASISTEN : FANY ANDARI

LABORATORIUM BIODIVERSITY
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO

DESEMBER, 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuhan yang tumbuh di dua macam habitat (lingkungan) yang berbeda
sering menunjukkan struktur yang berbeda pula. Para ahli menganggap bahwa
dalam evolusinya, struktur yang berbeda merupakan adaptasi terhadap
lingkungan. Namun, tumbuhan dengan struktur berbeda-beda, namun tampak
menghuni habitat yang sama mungkin memiliki cara berbeda dalam
menanggulangi kondisi yang mungkin tak menguntungkan dari
lingkungannya itu. Dalam habitat yang kekurangan air, ada tumbuhan yang
membentuk sifat khusus untuk melindunginya terhadap hilangnya air, yang
lain membentuk alat di bawah tanah untuk memperoleh air, atau memiliki
akar yang mampu tumbuh amat dalam ke tanah untuk menyimpan air dan
yang lain lagi mengatur daur hidupnya sehingga hanya tumbuh pada kurun
masa selama air tersedia. Akibat cara yang berbeda-beda dalam
menanggulangi kekurangan air itu tumbuhan dapat mencapai taraf adaptasi
yang sama dengan kombinasi sifat yang berbeda-beda (Rosanti, 2011).

Pada dasarnya tumbuhan digolongkan menjadi dua kelompok yaitu, tumbuhan


tidak berpembuluh dan tumbuhan berpembuluh. Tumbuhan tidak
berpembuluh ada juga yang menyebutnya tumbuhan tingkat rendah. Pada
tumbuhan tingkat rendah belum memiliki akar, batang dan daun sejati (Tim
biologi, 2004).

Lumut merupakan salah satu bagian kecil dari flora yang belum banyak
tergali juga merupakan salah satu bagian penyokong keanekaragaman
flora. Secara ekologis lumut (Bryophyta) berperan penting di dalam
fungsi ekosistem. Seperti lahan gambut sangat tergantung pada lapisan
atau tutupan lumut. Sehingga keberadaan lumut sebagai penutup
permukaan tanah juga memepengaruhi produktivitas, decomposisi serta
pertumbuhan komunitas di hutan (Saw dan Goffinet, 2000).

Berdasarkan uraian diatas maka yang melatarbelakangi praktikum ini yaitu


karena kurangnya pengetahuan mengenai ciri-ciri tumbuhan yang tergolong
tumbuhan lumut, mengetahui ciri yang membedakan antara kelas bryopsida,
antheceropsida, kelas hepaticopsida dan mengetahui contoh tumbuhan lumut
yang mewakili kelas bryopsida, antheceropsida dan kelas hepaticopsida.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui
ciri-ciri tumbuhan tumbuhan lumut, mengetahui ciri yang membedakan antara
kelas bryopsida, antheceropsida, kelas hepaticopsida dan mengetahui contoh
tumbuhan lumut yang mewakili kelas bryopsida, antheceropsida dan kelas
hepaticopsida.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Lumut merupakan tumbuhan darat pertama dengan susunan tubuh yang


masih sederhana. Secara khusus, lumut dikenal sebagai tumbuhan tidak
berpembuluh. Mereka tidak memiliki organ tubuh sebenarnya. Tumbuhan
tersebuh hanya memiliki organ yang menyerupai akar, batang dan daun.
Misalnya, rizoid merupakan organ pengganti akar pada lumut. Organ tersebut
memungkinkan lumut dapat menempel pada substrat dan menyerap air
(mineral) dari dalam tanah. (Arif Priadi, 2007)

Menurut Gembong (1989), berdasarkan habitat lumut ada dua yaitu:


1. Lumut daun (bryopsida); bentuk thallusnya seperti tumbuhan kecil yang
mempunyai batang semu tegak dan lembaran daun yang tersusun spiral.
Baik batang maupun daun belum memiliki jaringan pengangkut. Pada
bagian dasar batang semu terdapat rhizoid yang berupa benang halus dan
berfungsi sebagai akar. Pada bagian pucuk terdapat alat pembiakan
seksual berupa anteredium dan arkegonium. Contohnya : Spaghnum yang
hidup di rawa dan merupakan komponen pembentuk tanah gambut.

2. Lumut hati (Hepaticopsida); bentuk thallusnya pipih seperti lembaran


daun. Pada permukaan ventral terdapat rhizoid dan pada permukaan dorsal
terdapat kuncup. Anteredium memiliki tangkai yang disebut anteridiofor
dan tangkai arkegonium disebut arkegoniofor. Lumut hati dapat dipakai
sebagai indikator daerah lembab dan basah.

3. Lumut tanduk (Antheceropsida)


Bentuk tubuhnya mirip lumut hati, tetapi sporofitnya membentuk kapsul
memanjang yang tumbuh seperti tanduk. Anthocerotophyta hanya
memiliki satu kloroplas di dalam tiap selnya. Oleh karena itu,
Anthocerotophyta dianggap sebagai lumut primitif. Lumut ini memiliki
struktur tubuh seperti lumut hati, perbedaannya terletak pada sporofitnya.
Sporofit pada lumut tanduk bentuknya seperti kapsul memanjang yang
tumbuh menyerupai tanduk. Di antara semua lumut, lumut tanduk adalah
yang paling dekat hubungan kekerabatannya dengan tumbuhan vaskuler.
Bentuk tubuhnya mirip lumut hati, tetapi sporofitnya membentuk kapsul
memanjang yang tumbuh seperti tanduk. Sampai saat ini ketiga divisi
lumut itu masih bertahan sebagai tumbuhan darat. Adanya hamparan
lumut pada permukaan tanah dapat mencegah erosi. Selain itu, rizoid
lumut dapat menembus permukaan batuan.

Berdasarkan letak alat kelaminnya, lumut dibagi menjadi dua lumut


berumah satu (jika pada satu individu terdapat anteredium dan
arkegonium) dan lumut beruma dua (jika satu individu hanya terdapat
anteredium saja atau arkegonium saja, sehingga ada lumut jantan dan
lumut betina) (Yulianto, 1992).

Sporofit lumut daun terdiri dari kapsul, seta dan kaki. Kapsul merupakan
kotak spora yang terdiri atas beberapa bagian yaitu leher dan operculum
(lid). kapsul dilindungi oleh jaringan yang disebut kaliptra. Ada beberapa
tipe kaliptra; culcullate, mitrate dan campanulate. Orientasi kapsul dapat
tegak, miring, horisontal, atau ovoid. Letak spora ada yang terbenam di
antara daun perichaetial atau exserted di atas batang (Gradstein dkk,
2009).

Lumut umumnya berkembang pada daerah pegunungan yang memiliki


kelembaban tinggi, suhu rendah dan cukup sinar matahari. Kehadiran
lumut di daerah dataran rendah umumnya terbatas pada tempat-tempat
lembab seperti pinggir sungai dan daaerah sekitar sumber air. Oleh karena
itu, perubahan terhadap lingkungan mikro dari suatu tempat akan
berdampak cukup besar terhadap keberadaan lumut di lingkungan
sekitarnya (Windadri, 2010).

Bryophyte dari segi ekologi memiliki peran yang sangat penting,


merupakan tumbuhan perintis dalam menciptakan habitat primer dan
sekunder setelah adanya perusakan lingkungan. Bryophyte juga memiliki
peran yang penting dalam menjaga porositas tanah dan mengatur tingkat
kelembaban ekosistem (Damayanti, 2006).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu 11 Desember 2019 pukul 13.30
WITA sampai selesai. bertempat di Labolatorium Biodiversity Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Tadulako.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mikroskop, objek glass dan
alat tulis menulis. Bahan yang digunakan adalah lumut (Bryophyta), kamera
dan tissue.

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu diambil sampel yang
sudah didapatkan dari lapangan, kemudian dibersihkan menggunakan air,
ambil bagian kecil dari sampel dan diletakkan diatas kaca preparat lalu amati
dibawah mikroskop. Ambil gambar dari hasil pengamatan dan deskripsikan
bagian morfologi, mengamati bentuk spora serta susun urutan klasifikasinya.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

No. Gambar Keterangan


1. Lumu Hati (Hepaticopsida) 1. Rhizoid
2. Batang
1 3. Daun

3
2. Lumut Daun (Bryopsida) 1. Rhizoid
2. Batang
3. Daun

1
3. Lumut Daun (Bryopsida) 1. Rhizoid
2. Batang
1
3. Daun
2

3
4. Lumut Hati (Hepaticopsida) 1. Rhizoid
2. Batang
1 3. Daun
2

3
4.2 Pembahasan

Bryophyta adalah tumbuhan darat berklorofil yang tumbuh di tempat-tempat


lembab. Tumbuhan lumut mempunyai pergiliran generasi dari sporofit diploid
dengan gametofit yang haploid. Meskipun sporofit secara morfologi dapat
dibedakan dari gametofit (heteromorf), tetapi sporofit ini tidak pernah
merupakan tumbuhan mandiri yang hidup bebas. Sporofit tumbuhnya selalu
dalam ikatan dengan gametofit, yang berupa tumbuhan mandiri, menyediakan
nutrisi bagi sporofit. Pada lumut, gametofit yang dominan. Beberapa tumbuhan
lumut masih mempunyai talus, tidak mempunyai akar, batang, dan daun.
Bryophyta yang dapat dibedakan batang, dan daunnya, belum mempunyai akar
sejati, hanya ada rhizoid (Birsyam, 2004).

Dari praktikum yang kami lakukan di dapatkan hasil yaitu pada sampel pertama
dan keempat (koleksi 01 dan 06) ditemukan jenis lumut hati (Hepaticopsida).
Memiliki ciri-ciri daun hijau, bentuk tubuh menyerupai lembaran, berlobus, dan
pipih. Lumut koleksi 01 ditemukan diatas permukaan tanah sedangkan lumut
koleksi 06 ditemukan diatas permukaan batu. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Budi (2018), bahwa lumut hati merupakan tumbuhan talus dengan tubuh
berbentuk lembaran, pipih, dan berlobus. Sebagian besar lumut hati banyak
ditemukan hidup di tanah lembab, terutama di wilayah hutan hujan tropis dengan
curah hujan tinggi. Beberapa di antaranya juga ditemukan tumbuh di permukaan
air seperti danau dan sungai. Dalam bertahan hidup, lumut hati tumbuh dengan
mendatar dan melekat pada bebatuan atau tumbuhan lain dengan bantuan rizoid.
Memiliki alat reproduksi yang bentuknya mirip payung.

Sedangkan pada sampel kedua dan ketiga (koleksi 02 dan 03) ditemukan jenis
lumut daun (Bryopsida). Memiliki ciri-ciri mempunyai batang tunggal dan
tumbuh tegak, daun sempit dan menyebar secara spiral serta kapsul tertutup
kaliptra yang berambu dan berbentuk silindris terdapat di ujung tangkai yang
muncul pada ujung batang. Lumut koleksi 02 ditemukan diatas permukaan tanah
sedangkan lumut koleksi 03 ditemukan diatas permukaan kulit pohon. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Budi (2018), bahwa lumut daun mudah ditemukan di
permukaan tanah, tembok, batu-batuan, atau menempel di kulit pohon. Di atas
permukaan tanah yang lembap, lumut daun tumbuh rapat, menyokong satu sama
lain, dan memiliki sifat seperti busa yang memungkinkannya menyerap dan
menahan air. Tubuh lumut daun berbentuk seperti tumbuhan kecil yang tumbuh
tegak. Rizoid tersusun dari banyak sel (multiseluler) dan bercabang. Batang lumut
daun bercabang-cabang, tetapi ada pula yang tidak bercabang. Daun berukuran
kecil dan berkedudukan tersebar di sekeliling batang.

Menurut Dhika (2012), tumbuhan lumut memiliki rhizoid sebagai alat pelekat
bagi tumbuhan lumut yang berfungsi untuk mengangkut zat hara, batang
berfungsi untuk mengangkut zat makanan ke seluruh tubuh tumbuhan, daun
berfungsi sebagai tempat berfotosintetis, seta sebagai penghubung batang menuju
terbentuknya sporangium dan tempat pembentukan spora di sebut sporangium.
Namun dari praktikum yang dilakukan tidak terdapat seta dan hanya satu sampel
saja yang memiliki sporangium.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini yaitu lumut merupakan tumbuhan herbaceus dan
primitive yang tidak memiliki akar sesungguhnya, batang, tangkai tidak
mempunyai bunga atau biji, dan daun-daun yang sederhananya menutupi batang
liat yang tipis. Tumbuh di tempat lembab dan hidup menelpel pada substrat
seperti pada pohon, kayu mati, kayu lapuk, serasah, tanah dan batuan.
Dari hasil pengamatan pada sampel nomor 1 dan 6 didapatkan jenis lumut hati
(Hepaticopsida) dengan ciri-ciri daun hijau, bentuk tubuh menyerupai lembaran,
berlobus, dan pipih. Sedangkan pada sampel nomor 2 dan 3 ditemukan jenis
lumut daun (Bryopsida) dengan ciri-ciri mempunyai batang tunggal dan tumbuh
tegak, daun sempit dan menyebar secara spiral serta kapsul tertutup kaliptra yang
berambu dan berbentuk silindris terdapat di ujung tangkai yang muncul pada
ujung batang.

5.2 Saran

Saran yang dapat saya berikan pada praktikum ini yaitu, pada saat melakukan
pengamatan sebaiknya dilakukan dengan baik dan benar agar jika nanti
mengidentifikasi tidak ada kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Birsyam,Inge. 2004. Botani tumbuhan Rendah. Bandung: Biologi FMIPA ITB.


Saw, J.T and Goffinet, B. 2000. Bryophyte Biology. Cambridge University Press.
Priadi, Arif. 2007. Sains Biologi SMA Kelas X. Jakarta: Yudhistira
Prowel, Sianipa. (2010). Biologi. Yogyakarta: Pustaka Publisher
Tjitrosoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta,
Bryophyta, Pteridophyta). Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Yulianto, Surono Adi. (1992). Pengantar Cryptogamae. Bandung: Tarsito.
Gradstein, S. R & T. Pocs. (1989). Bryophytes, Tropical Rain Forest
Ecosystem. Amsterdam: Elsevier Science Publisher.
Windadri FI. 2010. Keanekaragaman Lumut di Kawasan Cagar Alam Dungus
Iwul, Jasinga, Jawa Barat. Biota 15(3), 400-406
Damayanti. (2006). Koleksi Bryophyta Tanaman Lumut Kebun Raya Cibodas.
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Tim biologi. (2004). SAINS makhluk hidup dan proses kehidupan.Jakarta: Grasindo
Rosanti, Dewi. (2011. Morfologi Tumbuhan. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai