HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Disusun Oleh :
Sari Putrikadevi
N 111 18 018
Pembimbing Klinik :
dr. Daniel Saranga Sp.OG. (K)
2.2 Etiopatogenesis
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang
isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus.
Muntah merupakan refleks terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga
komponen utama yaitu detektor muntah, mekanisme integratif dan efektor yang
bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran cerna dihantarkan melalui
saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah.[4]
Pusat muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih
tinggi pada sereberal, dari Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada area
postrema dan dari aparatus vestibular via serebelum. Beberapa signal perifer
mem-bypass trigger zone mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus
solitarius. Pusat muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi
retikularis dari medula oblongata.[4]
Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat
vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf
kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke
diapragma, otot iga dan otot abdomen. Ketika pusat muntah sudah cukup
terangsang akan timbul efek: (1) bernafas dalam, (2) terangkatnya tulang hioid
dan laring untuk mendorong sfingter krikoesofagus terbuka, (3) tertutupnya
glotis, (4) terangkatnya palatum mole untuk menutup nares posterior.
Berikutnya timbul kontraksi yang kuat dari otot abdomen yang dapat
menimbulkan tekan intragastrik yang meninggi. Akhirnya sfingter esofagus
mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan pengeluaran isi lambung.[4]
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini masih
kontroversial. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi
lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis dengan tertimbunya asam
aseton asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah.[4]
Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan akibat muntah
akan menyababkan dehidrasi, sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan
berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan klorida
urine. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehigga aliran darah
ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke
jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik.[4]
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya
ekskresi lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak,
merusak hati, sehigga memperberat keadaan penderita. Disamping dehidrasi
dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput
lendir esofagus dan lambung (Mallory-Weiss Syndrom), dengan akibat
perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan
dapat berhenti sendiri.[4]
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara
faktor biologis, psikologi dan sosiokultural.[4]
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya keluhan
hiperemesis gravidarum diantaranya.[4]
1. Perubahan hormonal.
Wanita dengan hiperemesis gravidarum biasanya memiliki kadar
Human Chorionic Gonadotrophine (HCG) yang tinggi. Secara fisiologis
HCG dapat merangsang reseptor Thyroid Stimulating Hormones (TSH)
sehingga menyebabkan terjadinya transient hyperthyroidism. Pada 50-70%
kasus terdapat penurunan kadar TSH dan pada 40-73% kasus terjadi
peningkatan kadar FT4, namun perubahan kadar ini tidak selalu diikuti
dengan gejala klinis hipertiroid ataupun pembesaran kelenjar tiroid.
Semakin besar peningkatan konsentrasi HCG maka akan diikuti oleh
peningkatan kadar FT4 yang semakin tinggi dan penurunan kadar TSH.[4]
Pada beberapa kasus hiperemesis, peneliti menemukan korelasi
positif antara beratnya keluhan mual dan muntah dengan tingkat stimulasi
tiroid.2,7 Namun demikian teori ini masih kontroversial karena belum
banyak didukung oleh hasil penelitian yang lain.[4]
Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap
beratnya mual dan muntah pada wanita hamil, sementara yang lain
menemukan tidak adanya korelasi antara kadar estrogen dengan beratnya
mual dan muntah pada wanita hamil. Intoleransi terhadap kontrasepsi oral
terkait dengan mual dan muntah dalam kehamilan. Progesteron juga
mencapai puncaknya pada trimester pertama dan menurunkan aktivitas
otot polos, tetapi penelitian gagal untuk menunjukkan keterkaitan antara
kadar progesteron dan gejala mual muntah pada wanita hamil. Namun
demikian dipercaya bahwa peningkatan kadar hormon estrogen dapat
meningkatkan pengeluaran asam lambung. Sementara itu peningkatan
kadar hormon progesteron akan menurunkan motilitas usus sehingga
memicu mual dan muntah.[4]
2. Kelainan gastrointestinal.
Pada hiperemesis gravidarum terjadi peningkatan kadar hormon
estrogen dan progesteron, gangguan fungsi tiroid, abnormalitas saraf
simpatik, dan gangguan sekresi vasopressin sebagai respon terhadap
perubahan volume intravaskular. Semua ini pada akhirnya mempengaruhi
peristaltik lambung sehingga menimbulkan gangguan motilitas lambung.
Pada penderita hiperemesis gravidarum biasanya saluran gastrointestinal
lebih sensitif terhadap perubahan saraf / humoral.[4]
3. Infeksi.
Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut
yang dapat memperburuk mual dan muntah dalam kehamilan. Penelitian
telah menemukan bukti yang bertentangan dengan peranan H.pylori
dalam hiperemesis gravidarum. Penelitian terbaru di Amerika Serikat
belum menunjukkan asosiasi dengan hiperemesis gravidarum. Namun,
mual dan muntah yang menetap di luar trimester kedua mungkin
disebabkan oleh ulkus peptikum aktif yang disebabkan oleh infeksi
H.pylori.[4]
2.3 Klasifikasi
Secara klinis hiperemesis gravidarum di bedakan atas 3 tingkatan, yaitu:[3]
1. Tingkat I : muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap
makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah
pertama keluar makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang
terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai 100x/menit dan tekanan
darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit
berkurang dan urin sedikit tetapi masih normal.[4]
2. Tingkat II : gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum
dimuntahkan, haus hebat, subfebril, nadi cepat dan >100 – 140x/
menit,tekanan darah sistolik <80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor,
kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat
menurun.[4]
3. Tingkat III : terjadi gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah
berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus,
gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria.[4]
2.4 Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum diantaranya:[3]
1. Amenore yang disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu.
2. Tanda vital: nadi meningkat 100 x / menit, tekanan darah menurun pada
keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran.
3. Fisik: dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, pada
vaginal toucher uterus besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensinya
lunak, pada pemeriksaan inspekulo seviks berwarna biru.
4. Pemeriksaan USG: untuk mengetahui kondisi kesehatan kehamilan dan
kemungkinan adanya kehamilan kembar ataupun kehamilan mola
hidatidosa.
5. Laboratorium: kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, keton dan
proteinuria.
7. Antiemesis
Tidak dijumpai adanya teratogenitas dengan menggunakan dopamin
antagonis (metoklopramid, domperidon), fenotiazin (klorpromazin,
proklolperazin), antikolinergik (disiklomin) atau antihistamin H1-reseptor
antagonis (prometazin, siklizin). Namun, bila masih tetap tidak
memberikan respons, dapat juga digunakan kombinasi kortikosteroid
dengan reseptor antagonis 5-Hidroksrriptamin (5-HT3) (ondansetron,
sisaprid).
Tabel 2. Rekomendasi Terapi dan Dosis Antiemetik[5]
2.7 Komplikasi[3]
1. Maternal : akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan teradinya
diplopia, palsi nervus ke-6, ataksia, dan kejang. Jika hal ini tidak segera
ditangani akan terjadi psikosis korsakoff (amnesia, menurunnya
kemampuan untuk beraktivitas), ataupun kematian. Komplikasi yang
perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang timbul
dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata
(oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung
2. Fetal : penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR).
2.7 Pencegahan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksananakan
dengan jalan memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai
suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-
kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan
akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makanan
sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Makanan
yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Defekasi yang
teratur hendaknya dapat teratur.[6]
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. A
Umur : 16 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jln. RE Martadinata
Tanggal Masuk RS : 4 Oktober 2019
F. Riwayat menstruasi
Pertama kali haid saat berusia 12 tahun, siklus teratur tiap bulan,
lama 7 hari, ganti pembalut 3 kali, tidak nyeri. HPHT ? July 2019
G. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali usia pernikahan + 1 tahun
D. Status Generalisata
Kepala :
Bentuk : Normochepal
Mata : Eksoftalmus (-/-), penglihatan kabur (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru paru :
- Inspeksi : Simetris bilateral (+/+)
- Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula
sinistra
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi : bunyi jantung 1 & 2 murni regular, gallop (-),
murmur (-)
Ekstremitas
o Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-), Tremor (-/-)
o Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-), Tremor (-/-)
E. Status Obstetri
Abdomen :
Inspeksi : Tampak perut cembung, simetris, linea nigra (+)
Palpasi :
o Leopold I : belum teraba
o Leopold II : belum teraba
o Leopold III : belum teraba
o Leopold IV : belum teraba
Tapsiran Berat Janin :-
HIS :-
BJF :-
Pemeriksaan dalam vagina :-
F. Hasil Laboratorium
NILAI
HASIL SATUAN
RUJUKAN
Hemoglobin 14,9 12-14 g/dl
Eritrosit 5,46 4-6.20 x106/mm3
Hematokrit 41% 40-45 %
Leukosit 14,0 4.000-11.000 x103/mm3
Trombosit 441 150 rb- 450 rb x103/mm3
G. Diagnosis
G1P0A0 + Gravid 8-9 minggu + HEG
H. Penatalaksanaan
1. IVFD RL : Dextrose 5% : NaCl 0.9%
1:2:1
2. Pregvomide 2x1 tab
3. Asam Folat 1x1 tab
4. Drips Ondancentron + Dextrose 5%
5. Antasida syr 3x1
6. Diet lunak
2.3 FOLLOW UP
1. 05-10-2019
Subject :
Keluhan mual (+), muntah (+) 6 kali, nyeri ulu hati (+), lemas (+), pusing
(-), demam (-), BAK (+) lancar, BAB (+) biasa.
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :100/60 mmHg Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.50C,
CRT : <2 detik.
Pembukaan : - HIS :-
PPV (-)
Edema : Ekstremitas Superior (-/-)
Ekstremitas Inferior (-/-)
Assesment :
G1P0A0 + Gravid 8-9 minggu + HEG
Planing :
1. IVFD RL : Dextrose 5% : NaCl 0.9%
1:2:1
2. Pregvomide 2x1 tab
3. Asam Folat 1x1 tab
4. Drips Ondancentron 1 amp/setiap ganti cairan/24 jam
5. Antasida syr 3x1
6. Sulfas Ferous 1x1 tab
7. Diet lunak
8. USG besok
2. 07-10-2019
Subject :
Keluhan mual (+), muntah (+) 1 kali, nyeri ulu hati (-), lemas (-), pusing
(+), demam (-), BAK (+) lancar, BAB (+) biasa.
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :100/70 mmHg Nadi : 86x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.50C,
CRT : <2 detik.
Pembukaan : - HIS :-
PPV (-)
Edema : Ekstremitas Superior (-/-)
Ekstremitas Inferior (-/-)
Assesment :
G1P0A0 + Gravid 8-9 minggu + HEG
Planing :
1. IVFD RL 20 tpm
2. Pregvomide 3x1 tab
3. Asam Folat 1x1 tab
4. Drips metocloperamid 1 amp/
5. Antasida syr 3x1
6. Boleh pulang besok
4. 04-10-2019
Subject :
Keluhan mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), lemas (-), pusing (-),
demam (-), BAK (+) lancar, BAB (+) biasa.
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :110/80 mmHg Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36,60C
Pembukaan : - HIS :-
PPV (-)
Edema : Ekstremitas Superior (-/-)
Ekstremitas Inferior (-/-)
Assesment :
G1P0A0 + Gravid 8-9 minggu + HEG
Planing :
1. Asam Folat 1x1 tab
2. Pregvomide 3x1 tab
3. Antasida syr 3x1
4. Boleh Pulang
2.5 RESUME
Pasien G1P0A0 usia 16 tahun, gravid 8-9 minggu datang ke IGD
Kebidanan RSUD Undata Palu dengan keluhan muntah >10 kali sejak ±4 hari
yang lalu. Keluhan disertai mual (+), nyeri ulu hati (+), pusing (+), dan lemas
(+).
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, compos
mentis,TD :110/70 mmHg, Nadi : 104x/menit, RR : 20x/menit,
Suhu:36,80C,Axilla.
Pemeriksaan Obstetrik :
Inspeksi : Tampak perut membuncit
Palpasi : Leopold I-IV belum teraba
Hasil laboratorium yang didapatkan bermakna : leukosit 14,0 x103/mm3. Pada
hari pertama, pasien mendapatkan penanganan pemasangan infus IVFD RL : D
extrose 5% : NaCl, 1 : 2 : 1, 20 tpm, injeksi ondancentron 1 amp tiap 8 jam seca
ra intravena, Pregvomide 2x1 tab, Asam Folat 1x1 tab, Drips Ondancentron + D
extrose 5%, Antasida syr 3x1 dan diet lunak. Pada hari kedua keluhan mulai ber
kurang, diberikan IVFD RL : Dextrose 5% : NaCl 0.9% 1:2:1, Pregvomide 2x1
tab, Asam Folat 1x1 tab, Drips Ondancentron 1 amp/setiap ganti cairan/24 jam,
Antasida syr 3x1, Sulfas Ferous 1x1 tab. Pada hari ketiga keluhan semakin ber
kurang dan pasien boleh pulang diberikan, Asam Folat 1x1 tab, Pregvomide 3x
1 tab, Antasida syr 3x1
.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien berusia 16 tahun datang ke IGD Kebidanan RSUD Undata Palu dengan
keluhan muntah lebih dari 10 kali sejak kurang lebih 4 hari yang lalu. Keluhan
disertai mual , nyeri ulu hati, pusing , dan lemas. HPHT ?/7/2019. Usia kehamilan 8-9
minggu
Pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg,
frekuensi nadi 104 x/menit, reguler, kuat , rekuensi napas 20 x/menit, dangkal, suhu
36,6oC . Pemeriksaan abdomen datar, simetris, linea nigra (+), stria (+), massa (-),
nyeri tekan epigastrium (+), TFU belum teraba.
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum karena
berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala mual dan muntah
yang berat, dimana keluhan tersebut sampai menggangu aktivitas sehari-hari sampai
pekerjaanya. Muntah tersebut juga menimbulkan komplikasi dehidrasi karena
kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah.
Dimana hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal
kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang begitu
hebatnya sehingga segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga
dapat mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat
badan menurun, dehidrasi dan terdapat aseton dalam urin.1-4
Tanda kehamilan yang didapat pada anamnesis penderita ini adalah adanya
riwayat haid terakhir tanggal ?/7/2019, pasien sudah melakukan tes kehamilan dengan
hasil yang positif, sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan striae gravidarum (+),
linea nigra.
Secara klinis hiperemesis gravidarum di bedakan atas 3 tingkatan, yaitu:
Tingkat I : Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan
dan minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar
makanan, lender dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi
meningkat sampai 100x/ menit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan
lidah kering, turgor kulit berkurang dan urin sedikit tetapi masih normal.[3]
Tingkat II : Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum
dimuntahkan, haus hebat, subfebril, nadi cepat dan > 100 – 140x/ menit,tekanan
darah sistolik < 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton,
bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun.[3]
Tingkat III : terjadi gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang
atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung,
bilirubin, dan proteinuria.[3]
Pasien dimasukan dalam hiperemesis gravidarum tingkat II, karena muntah
terus menerus, penderita tampak lemah, frekuensi nadi cepat (104x/menit),
pernafasan (20 x/menit). Namun dalam penegakan diagnosis ini perlu dilakukan
pemeriksaan darah rutin, kimia urin, elektrolit, gula darah dan USG.[3]
Pasien ini diberikan tatalaksana IVFD RL : Dextrose 5% : NaCl, 1 : 2 : 1, 20
tpm, injeksi ondancentron 1 amp tiap 8 jam secara intravena, Pregvomide 2x1 tab,
Asam Folat 1x1 tab, Drips Ondancentron + Dextrose 5%, Antasida syr 3x1 dan diet
lunak
Pemberian terapi cairan RL : dextrose 5% telah sesuai teori menurut Sarwono.
Sedangkan menurut RCOG 2016 terapi cairan yang diberikan tidak sesuai, dimana
menurut RCOG 2016 yaitu cairan yang diberikan berupa NaCl dan kalium,
sedangkan larutan yang mengandung dextrose jika diberikan dapat menyebabkan
Wernicke’s encephalopathy pada pasien-pasien yang dalam kondisi kekurangan
tiamin; karenanya, dextrose diberikan secara intravena setiap harinya, dan tiamin
dosis tinggi (100 mg) diberikan secara parenteral untuk mencegah terjadinya
Wernicke’s encephalophaty.[5]
Pemberian injeksi ondancentron pada pasien ini berfungsi sebagai antiemetik
lini kedua. Hal tersebut telah sesuai dengan teori, dikarenakan antiemetik lini pertama
seperti cyclizine, prochlorperazine, promethazine, dan chlorpromazine tidak tersedia
di rumah sakit. Ondansentron bekerja sebagai antagonis selektif reseptor 5-HT3 pada
kedua nervus vagus terminalis perifer dan terpusat di chemoreceptor trigger zone.[5,7]
Pemberian antasid pada pasien ini bertujuan menetralisir keasaman,
peningkatan pH atau secara reversibel mengurangi atau menghalangi sekresi asam
lambung oleh sel untuk mengurangi keasaaman lambung.[8]
Seharusnya diberikan Vitamin tersebut diberikan bertujuan untuk mencegah
terjadinya Wernicke’s encephalophaty pada pasien dengan hiperemesis gravidarum.
Sedangkan terapi diet pada pasien ini diberikan sesuai dengan advise yang diberikan
oleh ahli gizi.[5]
BAB V
KESIMPULAN
1. Marliana R, Tita RS. Asuhan pada Ibu Hamil Trimester I dengan Hiperemesis
Gravidarum Tingkat I. Midwife Journal. 2016; 2(2): 51-52
2. Magfirah, Anita. Riwayat Hiperemesis Gravidarum terhadap Risiko Kejadian
Bayo Berat Lahir Rendah di Banda Aceh. Idea Nursing Journal. 2013; IV(2): 2
3. Prawirohardjo S,Wiknjosastro H. 2009. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4. Mochtar, R., Sofian, A. 2012. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Sinopsis
Obstetri. Jakarta: EGC.
5. Royal Collefe of Obstetricians & Gynaecologists. The Management of Nausea
and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. Green-top
Guideline. 2016; 69.
6. Tim Obsgin RSUD Ulin- FK UNLAM. 2008. Hiperemesis Gravidarum. Dalam:
Kegawatdaruratan Obstetri dan Ginekologi. Banjarmasin: Bagian/SMF Obstetri
dan Ginekologi RSUD ULIN – FK UNLAM Banjarmasin. Hal 51-52.
7. MIMS. Ondancentron. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ondanse
tron?mtype=generic
8. MIMS. Sucralfate. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/sucral
fate?mtype=generic