Anda di halaman 1dari 11

DSS (Dengue Syok Sindrom)

A. DEFINISI

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I –
IV dengan infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya
cukup tinggi (UPF IKA, 1994).

B. ETIOLOGI

1. Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi
dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan
dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel
aedes Albopictus. (Soedarto, 1990).

2. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes
albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada
orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes
Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun
dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah
korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990).

3. Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik
tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus
dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi
virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi
yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).

C. PATOFISIOLOGI

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan
pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus
sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang
menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit
sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan
akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya
tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.

Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga
harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada
daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut
akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan.

Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang
disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih
rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri
punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990).

2. Perdarahan

Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji
tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. (Soedarto, 1990).
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis. (Nelson, 1993). Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat.
(Ngastiyah, 1995).

3. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila
terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan
pada penderita . (Soederta, 1995).

4. Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan
sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok
terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (Soedarto, 1995).

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :

o Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.

o Asites

o Cairan dalam rongga pleura ( kanan )

o Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.


Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto,
1995).

E. KLASIFIKASI

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ;
201) yaitu :

1. Derajat I

Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif

2. Derajat II

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa,
epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.

3. Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan
nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.

4. Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :

a. Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia,
dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.

c. Derajat III

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 0/0 ) 80/0  80/70  90/70 
120/110  120/100  120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120x/mnt ) tekanan nadi sempit (

d. Derajat IV

140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak
teatur (denyut jantung

Derajat (WHO 1997):

a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.

b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai
dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.

d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil laboratorium

o Trombosit menurun <100.000/ μ (pada hari sakit ke 3 – 7

o Hematokrit meningkat 20% atau lebih

o Albumin cenderung menurun

o SGOT, SGPT sedikit meningkat

o Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.

o Dengue blat 19m positif 19G positif pada hari ke 6.

o NS 1 positif

2. Foto rontgen

Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext)

o Efusi Pleura (PEI ………%)

3. USG

Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan

o Asites dan Efusi pleura

o Hepatomegali

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.

1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang dapat
diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan

o Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari

o Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari

o Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari

o Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.


2. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari
untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya

3. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.

4. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan
kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

o 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

o 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

o 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

o 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg

5. Obat-obatan lain :

o Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain

o Antipiretik untuk anti panas

o Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 adalah.

1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :

Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang dapat
diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan

o Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari

o Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari

o Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari

o Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari

Terapi cairan

1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari
untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya

2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.

3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan
kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

o 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

o 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

o 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg


o 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg

o Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari
perdarahan hebat.

2. Dengan Renjatan (Grade III) :

1) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari
120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan
infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan
). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :

o 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg

o 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.

o 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.

o 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80
mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun
waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi
masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh
plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal
30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka
penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah :

1. Resusitasi volume pada DSS :

Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat mempertahankan volume vaskuler,
bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.

Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :

1) Kristaloid

oR/C

o NacL 0,9%

Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi

2) Koloid

o HES
o Wida HES

o Voluven

o Fima HES, dll.

Efek yang menguntungkan :

o Dapat meningkatkan ankotik plasma

o Dapat meningkatkan volume darah

o Dapat membatasi kebocoran vaskuler

3) Kolaborasi MedisPemberian terapi /oksigen

4) Transfusi komponen darah

o Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB

o Bila terdapat trombositopeni beratTrombosit konsentrit

(Trombo <30.000 / m3).

5) Obat – Obatan (Kolaborasi Medis)

o Pemberian Antibiotika

o Pemberian obat antipiretik

o Imunoglobolin intravena (Gamaras)

o BichatBila asidosis metabolik

H. PATHWAY
I. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)

2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat

4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat

5. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia

6. Resiko perfusi jaringan tidak efektif b/d perdarahan dan syok

7. Resiko pola nafas tidak efektif b/d efusi pleura

J. INTERVENSI

1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)

Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.

Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37, membran mukosa basah, nadi dalam batas normal (80-100 x/mnt), Nyeri
otot hilang.

Intervensi :

a. Berikan kompres (air biasa / kran).

b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi )

c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat pada klien.

d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.

2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler

Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.

Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada
tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.

Intervensi :

a. Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering

b. Observasi capillary Refill

c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.

d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)

e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat

Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi

Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi
makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.

Intervensi :

a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai

b. Observasi dan catat masukan makanan pasien

c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )

d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan

e. Berikan dan Bantu oral hygiene.

f. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.

g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses penyembuhan.

h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.

i. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.

j. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.

k. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.

4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat


Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik

Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal

Intervensi :

a. Monitor keadaan umum pasien

b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan

d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena

e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo

5. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia

Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.

Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada perdarahan spontan (gusi, hidung,
hematemesis dan melena), trombosit dalam batas normal (150.000/uL).

Intervensi :

a. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring ( bedrest )

b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari adanya perdarahan,
dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah
(melena), atau muntah darah (hematemesis).

c. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10
menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu
dan pernafasan).

d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).

e. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

f. Monitor trombosit setiap hari

g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).

DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Soedarto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.

(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo
Surabaya

Anda mungkin juga menyukai