1.1 Umum
Desain banjir untuk Bendungan Karian telah diawali oleh JICA dalam Studi Kelayakan
Pembangunan Bendungan Serbaguna Karian pada tahun 1985 (FS JICA 1985). Besaran
probabilitas curah hujan maksimum (PMP) yang dihitung dengan metode Hershfield telah
digunakan sebagai desain curah hujan maksimum dalam memperkirakan inflow desain debit
banjir untuk spillway.
Berdasarkan data pengamatan curah hujan per jam pada pencatat curah hujan otomatis P3SA
yang terjadi pada bulan November 1981, distribusi per jam desain curah hujan maksimum pada
FS JICA 1985 diasumsikan memiliki durasi hujan selama 8 jam dengan curah hujan puncak
terjadi di bagian tengah, atau pada jam keempat (Gambar 1.12). Dengan menggunakan
distribusi curah hujan yang diadopsi seperti disebutkan di atas dan Metode Storage Function,
maka diperoleh probabilitas hidrograf banjir maksimum atau inflow desain banjir spillway untuk
Bendungan Karian.
Selanjutnya, desain banjir terbaru untuk Bendungan Karian telah dilakukan oleh KRC pada
Detil Desain Bendungan Karian tahun 2006 (DD KRC 2006).
Seperti halnya dengan FS JICA sebelumnya, karena kurangnya data curah hujan-limpasan yang
tersedia, dalam hal ketinggian air banjir, debit banjir, maupun hidrograf banjir di dan di sekitar
wilayah proyek, metode Hidrograf Satuan Sintetis telah diterapkan untuk memperkirakan desain
banjir, baik untuk spillway Bendungan Karian maupun untuk Coffer Dam pada DD ini.
Berbeda dengan FS JICA sebelumnya, pada DD KRC 2006, distribusi per jam desain curah
hujan diperkirakan berdasarkan metode yang diperoleh dari Ditjen SDA, dimana distribusi per
jam desain curah hujan maksimum bervariasi tergantung pada periode ulang, tetapi secara
faktual memiliki durasi hujan selama 24 jam dengan puncak curah hujan terjadi pada jam
pertama dan secara bertahap menurun seiring berjalannya waktu (Gambar 1-13). Dengan
mengadopsi metode ini dalam memperkirakan distribusi curah hujan dan menggunakan metode
Hidrograf Satuan Sintetis, maka diperoleh hidrograf PMF atau inflow desain banjir spillway
untuk Bendungan Dam dan atau Coffer Dam untuk periode ulang tertentu.
Berikut ini adalah gambaran singkat tentang estimasi desain banjir dan PMF untuk
Bendungan Karian yang telah didokumentasikan sebelumnya dalam FS JICA 1985 dan
DD KRC 2006:
FS JICA 1985
Dalam FS JICA 1985, probabilitas curah hujan maksimum harian yang digunakan untuk
memperkirakan desain banjir Bendungan Karian telah dianalisis berdasarkan pos Maja, Cisalak
Baru, Cilaki, dan pos hujan Cipanas untuk periode ketersediaan data pada kisaran 1950 sampai
dengan 1979.
Dengan menggunakan metode distribusi Gumbel dan menerapkan peta poligon Thiessen, maka
diperoleh nilai rata-rata curah hujan maksimum DAS, sebagaimana disajikan pada Tabel 1-1. Di
sini dapat dilihat bahwa, probabilitas curah hujan maksimum harian dari pos hujan Cipanas yang
terletak di hulu DAS Bendungan Karian dengan cakupan wilayah sekitar 65% memiliki
kontribusi besar terhadap rancangan debit banjir di lokasi Bendungan Karian, dan sebagai pos
hujan utama (key station) dalam penentuan desain banjir Bendungan Karian.
Selanjutnya, estimasi ketinggian probabilitas curah hujan maksimum (PMP) dari pos hujan
tersebut telah dihitung dengan metode Hershfield, dengan nilai PMP pada kisaran 490-720 mm.
Pencatatan tertinggi curah hujan maksimum untuk setiap pos hujan pada umumnya terjadi pada
bulan dan tahun yang berbeda, dan perkiraan PMP seperti disebutkan di atas mungkin juga tidak
terjadi pada tanggal yang sama. Oleh karena itu, mengingat luas efektif yang diasumsikan untuk
masing-masing pos hujan, titik tertimbang PMP 610 mm telah digunakan sebagai nilai PMP
untuk DAS Ciberang pada FS JICA 1985. Selanjutnya, PMP DAS untuk Bendungan Dam telah
diperkirakan dengan menerapkan faktor pengurangan luas (ARF) 0,82 maka diperoleh besarnya
nilai PMP 500 mm.
Tabel 1-1 Probabiltas Curah Hujan Maksimum Harian DAS Ciberang di Lokasi
Bendungan Karian (1950–1979)
DD KRC 2006
Dalam DD KRC 2006, pos hujan Maja, Cisalak Baru dan pos hujan Cipanas tidak digunakan
dalam analisis desain curah hujan maksimum. Sebagai gantinya KRC menggunakan pod hujan
Banjar Irigasi, Ciminyak-Cilaki, Cimarga dan pos hujan Pasir Ona.
Selanjutnya, enam metode analisis distribusi curah hujan maksimum, yaitu Normal, EJ Gumbel,
Log Gumbel, Log Pearson III, Exponensial, dan Log Normal telah digunakan untuk
memperkirakan probabilitas curah hujan pada DD KRC 2006.
Hasil perhitungan selanjutnya telah dibandingkan untuk menentukan metode distribusi yang
tepat untuk masing-masing pos hujan. Hasilnya menunjukkan bahwa, metode analisis frekuensi
curah hujan maksimum Log Normal dari tiga pos hujan, yaitu Banjar Irigasi, Ciminyak-Cilaki
dan pos hujan Cimarga dapat diterapkan di DAS Bendungan Karian, sedangkan metode Gumbel
telah digunakan untuk pos hujan Pasir Ona.
Dengan menggunakan metode Log Normal dan Gumbel sebagaimana disebutkan di atas, dan
menerapkan metode poligon Thiessen, maka diperoleh rata-rata curah hujan maksimum DAS,
seperti disajikan pada Tabel 1-2. Di sini dapat dilihat bahwa, probabilitas curah hujan
maksimum harian dari pos hujan Banjar Irigasi yang terletak di hulu DAS Bendungan Karian
dengan cakupan wilayah sekitar 76% juga memiliki kontribusi yang besar terhadap desain debit
banjir di lokasi Bendungan Karia.
Selanjutnya, estimasi besaran probabilitas curah hujan maksimum (PMP) dari pos hujan tersebut
juga telah dihitung dengan metode Hershfield, dengan rata-rata PMP DAS Sungai Ciberang di
lokasi Bendungan Karian seperti disajikan pada Tabel 1-2.
Gumbel EV-1
Tabel 1-2 Probabiltas Curah Hujan Maksimum Harian DAS Ciberang di Lokasi
Bendungan Karian (1983–2003)
Di sini dapat dilihat bahwa, ada sedikit perbedaan pada rata-rata probabilitas curah hujan
maksimum harian antara yang diperkirakan pada FS JICA 1985 (500 mm) dan DD KRC dari
2006 (572 mm), atau meningkat sekitar 14,40%. Namun demikian, kondisi ini tidak dapat
dibandingkan karena perbedaan pos hujan dan periode data yang digunakan dalam FS JICA
1985 dan DD KRC 2006.
Selanjutnya, untuk menentukan sejauh mana dampak dari fenomena perubahan iklim
pada kondisi kejadian banjir pada umumnya, dan khususnya curah hujan maksimum di
DAS bendungan Karian, pengumpulan data tambahan juga telah dilakukan selama
review ini.
Data curah hujan harian terakhir untuk periode 2003 sampai dengan 2013 telah dikumpulkan
dari Seksi Hidrologi BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian. Data curah hujan harian tambahan juga
telah diperoleh dari TA7189-INO: Institutional Strengthening for Integrated Water Resources
Management (IWRM) in the 6 Ci's River Basin Territory Package B, Final Report, ANNEX D,
Hydrology-Rainfall, June 2013.
Merujuk pada pembaruan data curah hujan, perhitungan kembali untuk probabilitas curah hujan
maksimum atau desain curah hujan maksimum dan probabilitas curah hujan maksimum (PMP)
telah dilakukan dalam review ini, hasilnya seperti yang disajikan pada Tabel 1-3 dan Gambar
1-1–Gambar 1-4.
Tabel 1-3 Perubahan Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian untuk Pos Hujan
Terpilih di DAS Bendungan Karian dengan Menggunakan Metode Gumbel
EV-1
10,000
Curah Hujan Maksimum Harian (mm)
1,000
100
Review 2014
DD 2006
10
1 10 100 1000
Periode Ulang (tahun)
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel B-5 – Tabel B-8, dan Gambar B-5, Volume-II, Lampiran dan Pembaruan Data
Curah Hujan (Tabel 1-3)
Gambar 1-1 Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian Pos Hujan Banjar Irigasi untuk
Periode 1982–2003 dibandingkan dengan 1982–2009 dengan Menggunakan
Metode Gumbel EV-1
1,000
100
Review 2014
DD 2006
10
1 10 100 1000
Periode Ulang (tahun)
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel B-5 – Tabel B-8, dan Gambar B-5, Volume-II, Lampiran dan Pembaruan Data
Curah Hujan (Tabel 1-3)
Gambar 1-2 Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian Pos Hujan Ciminyak-Cilaki
untuk Periode 1982–2003 dibandingkan dengan 1982–2013 dengan
Menggunakan Metode Gumbel EV-1
10,000
Curah Hujan Maksimum Harian (mm)
1,000
100
Review 2014
DD 2006
10
1 10 100 1000
Periode Ulang (tahun)
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel B-5 – Tabel B-8, dan Gambar B-5, Volume-II, Lampiran dan Pembaruan Data
Curah Hujan (Tabel 1-3)
Gambar 1-3 Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian Pos Hujan Cimarga untuk
Periode 1982–2003 dibandingkan dengan 1982–2009 dengan Menggunakan
Metode Gumbel EV-1
10,000
Curah Hujan Maksimum Harian (mm)
1,000
100
Review 2014
DD 2006
10
1 10 100 1000
Periode Ulang (tahun)
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel B-5 – Tabel B-8, dan Gambar B-5, Volume-II, Lampiran dan Pembaruan Data
Curah Hujan (Tabel 1-3)
Gambar 1-4 Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian Pos Hujan Pasir Ona untuk
Periode 1982–2003 dibandingkan dengan 1982–2013 dengan Menggunakan
Metode Gumbel EV-1
Di sini dapat dilihat bahwa, ada sedikit peningkatan probabilitas curah hujan maksimum harian di
pos hujan Ciminyak-Cilaki, Cimarga dan pos hujan Pasir Ona, dengan kenaikan tertinggi terjadi di
pos hujan Cimarga, sekitar 14%.
Di sisi lain, merujuk pada pos hujan Banjar Irigasi, ada sedikit penurunan curah hujan maksimum
harian di bagian hulu DAS Ciberang sebesar 6%, dengan rata-rata curah hujan DAS, seperti
disajikan pada Tabel 1-4. Tabel ini juga menunjukkan nilai rata-rata probabilitas curah hujan
maksimum (PMP) yang dihitung ulang dengan metode Hershfield.
Merujuk pada Tabel 1.4 menunjukkan bahwa, berdasarkan pembaruan data curah hujan maksimum
harian, ada penurunan nilai rata-rata probabilitas curah hujan maksimum dan nilai PMP DAS Sungai
Ciberang sekitar 4%.
Tabel 1-4 Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian DAS Ciberang di Lokasi
Bendungan Karian untuk Periode 1982–2003 dibandingkan dengan 1982–2013
dengan Menggunakan Metode Gumbel EV-1
Selanjutnya, untuk mengubah hasil desain curah hujan maksimum yang dihitung dengan metode
Gumbel ke metode Log Normal, desain curah hujan maksimum Log Normal dan Gumbel yang
diperkirakan sebelumnya di DD KRC tahun 2006 juga telah dibandingkan, hasilnya seperti
ditunjukkan pada Tabel 1-5. Di sini dapat dilihat bahwa, tidak ada perbedaan yang signifikan
antara hasil estimasi metode Gumbel dan Log Normal.
Tabel 1-5 Rasio Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian untuk Metode Terpilih
terhadap Metode Gumbel EV-1
Dengan menggunakan nilai rasio metode Log Normal terhadap metode Gumbel seperti
ditunjukkan pada Tabel 1-5, dan menerapkan poligon Thiessen yang sama seperti yang
digunakan sebelumnya pada DD KRC 2006 (Tabel 1-2), maka diperoleh pembaruan nilai curah
hujan harian maksimum untuk setiap pos hujan dan rata-rata curah hujan DAS Bendungan
Karian, hasilnya seperti disajikan pada Gambar 1-5–Gambar 1-8 dan Tabel 1-6.
10,000
Curah Hujan Maksimum Harian (mm)
1,000
100
Review 2014
DD 2006
10
1 10 100 1000
Periode Ulang (tahun)
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel B-5 – Tabel B-8, dan Gambar B-5, Volume-II, Lampiran dan Pembaruan Data
Curah Hujan (Tabel 1-4)
Gambar 1-5 Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian Pos Hujan Banjar Irigasi untuk
Periode 1982–2003 dibandingkan dengan 1982–2009 dengan Menggunakan
Metode Log Normal
10,000
Curah Hujan Maksimum Harian (mm)
1,000
100
Review 2014
DD 2006
10
1 10 100 1000
Periode Ulang (tahun)
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel B-5 – Tabel B-8, dan Gambar B-5, Volume-II, Lampiran dan Pembaruan Data
Curah Hujan (Tabel 1-4)
Gambar 1-6 Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian Pos Hujan Ciminyak-Cilaki
untuk Periode 1982–2003 dibandingkan dengan 1982–2013 dengan
Menggunakan Metode Log Normal
10,000
Curah Hujan Maksimum Harian (mm)
1,000
100
Review 2014
DD 2006
10
1 10 100 1000
Periode Ulang (tahun)
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel B-5 – Tabel B-8, dan Gambar B-5, Volume-II, Lampiran dan Pembaruan Data
Curah Hujan (Tabel 1-4)
Gambar 1-7 Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian Pos Hujan Cimarga untuk
Periode 1982–2003 dibandingkan dengan 1982–2009 dengan Menggunakan
Metode Log Normal
10,000
Curah Hujan Maksimum Harian (mm)
1,000
100
Review 2014
DD 2006
10
1 10 100 1000
Periode Ulang (tahun)
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel B-5 – Tabel B-8, dan Gambar B-5, Volume-II, Lampiran dan Pembaruan Data
Curah Hujan (Tabel 1-4)
Gambar 1-8 Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian Pos Hujan Pasir Ona untuk
Periode 1982–2003 dibandingkan dengan 1982–2013 dengan Menggunakan
Metode Gumbel EV-1
Tabel 1-6 Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian DAS Ciberang di Lokasi
Bendungan Karian untuk Periode 1982–2003 dibandingkan dengan 1982–2013
dengan Menggunakan Metode Log Normal dan Gumbel EV-1
Di sini dapat dilihat bahwa, ada peningkatan nilai pembaruan probabilitas curah hujan
maksimum harian untuk pos hujan Ciminyak-Cilaki (1,11–3,79%), Cimarga (11,48–14,00%),
dan stasiun curah hujan Pasir Ona (0,56–3,65 %), dengan peningkatan pembaruan nilai PMP
adalah 40.50% dan 14,06% masing-masing untuk pos hujan Ciminyak-Cilaki dan Cimarga,
sedangkan untuk pos hujan Pasir Ona mengalami penurunan sebesar 2,55% dibandingkan
dengan DD KRC 2006.
Penurunan nilai pembaruan probabilitas curah hujan maksimum harian juga terjadi di stasiun
curah hujan Banjar Irigasi (5,90–6,21%) dan nilai PMP (11,86%).
Selanjutnya, merujuk Tabel 1-6, pembaruan rata-rata curah hujan maksimum harian untuk DAS
Bendungan Karian menurun antara 3,42–3,99%, dengan penurunan nilai PMP sekitar 4,16%.
Berdasarkan pembaruan data curah hujan maksimum harian untuk periode 1982–2013,
desain debit banjir dan nilai PMF Bendungan Karian yang dihitung sebelumnya pada DD
KRC 2006 selanjutnya akan dihitung ulang.
Sebagai tambahan, berdasarkan data curah hujan maksimum harian yang digunakan sebelumnya
pada DD KRC 2006 dan pembaruan data, kendali mutu terhadap data curah hujan maksimum
harian juga telah dilakukan dalam review ini, hasil seperti yang diilustrasikan pada Tabel 1.7.
Parameter Data
Trend
Nama Pos Hujan Outlier Independence
Series of Stability of Stability of
Data Variance Mean
DD KRC of 2006 (1982–2003)
44a Banjar Irigasi OK OK OK OK OK
43b Ciminyak NO OK NO OK OK
37e Cimarga OK OK NO OK OK
2a Pasir Ona OK NO OK NO OK
Review of 2014 (1982–2013)
44a Banjar Irigasi OK NO OK OK OK
43b Ciminyak NO OK NO OK OK
37e Cimarga OK NO OK OK OK
2a Pasir Ona OK NO OK NO OK
Sumber Data: DD KRC 2006, Gambar 3-2, Tabel 3-2–Tabel 3-6 dan Pembaruan Data Curah Hujan (Tabel
1-4)
Tabel 1-7 Kendali Mutu Data Curah Hujan Maksimum Harian untuk Pos Hujan DAS
Ciberang di Lokasi Bendungan Karian dengan for Rainfall Stations of
Ciberang Watershed at Location of the Karian dengan Derajat Signifikansi
5%
Selanjutnya, merujuk pada Peta Isohit Indonesia untuk Perencanaan Bendungan, Keputusan
Ditjen SDA, Nomor: 153/KPTS/D/2013, Tanggal 14 Februari 2013, curah hujan maksimum
harian DAS Bendungan Karian adalah pada kisaran 225–250 mm, 450–500 mm, dan 750–950
mm, masing-masing untuk periode ulang 100 dan 1.000 tahun, dan nilai PMP (Gambar 1-9–
Gambar 1-11).
Di sini dapat dilihat bahwa, kecuali untuk periode ulang 100 tahun, ada peningkatan probabilitas
curah hujan maksimum harian dari 321 mm pada DD KRC 2006 menjadi 475 mm dan nilai
PMP dari 660 mm menjadi 800 mm dalam review sekarang.
Sumber Peta: Peta Isohit Indonesia untuk Perencanaan Bendungan, Keputusan Dirjen SDA, Nomor:
153/KPTS/D/2013, Tanggal 14 Februari 2013
Gambar 1-9 Peta Isohit Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian di Sekitar DAS
Bendungan Karian untuk Periode Ulang 100 Tahun
Sumber Peta: Peta Isohit Indonesia untuk Perencanaan Bendungan, Keputusan Dirjen SDA, Nomor:
153/KPTS/D/2013, Tanggal 14 Februari 2013
Gambar 1-10 Peta Isohit Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian di Sekitar DAS
Bendungan Karian untuk Periode Ulang 1,000 Years
Sumber Peta: Peta Isohit Indonesia untuk Perencanaan Bendungan, Keputusan Dirjen SDA, Nomor:
153/KPTS/D/2013, Tanggal 14 Februari 2013
Gambar 1-11 Peta Isohit Probabilitas Curah Hujan Maksimum (PMP) di Sekitar DAS
Bendungan Karian
Selanjutnya, untuk menentukan sejauh mana dampak dari peningkatan nilai PMP pada PMF
yang diperkirakan sebelumnya pada DD KRC 2006, pembaruan nilai PMF perlu dihitung
kembali, termasuk untuk debit desain banjir 1000 tahunan.
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai tinjauan studi desain banjir dan PMF
untuk mengklarifikasi isu-isu tersebut di atas:
FS JICA 1985
Seperti dijelaskan di atas bahwa distribusi curah hujan maksimum yang digunakan untuk desain
curah hujan pada FS JICA 1985 diadopsi berdasarkan data pengamatan curah hujan per jam
pada pencatat curah hujan otomatis P3SA yang terjadi pada peristiwa banjir November 1981,
dengan distribusi persentase curah hujan per jam untuk PMP seperti terlihat pada Gambar 1-12.
Berdasarkan grafik tersebut menggambarkan bahwa persentase distribusi curah hujan per jam
untuk PMP, masing-masing adalah 10.25% pada jam pertama dan 11.07, 14.34, 25.41, 13.11,
8.61, 8.61, dan 8.61% pada jam berikutnya selanjutnya diterapkan secara langsung dalam Model
Storage Function pada FS JICA 1985.
. 100
Persentase Curah Hujan (%)
75
50
25
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Metode JICA Durasi Curah Hujan (jam)
Gambar 1-12 Distribusi Curah Hujan Maksimum berdasarkan Data Pengamatan di Pos
Hujan Otomatik P3SA (November 1981)
DD KRC 2006
Berbeda dengan FS JICA sebelumnya, di DD KRC 2006, distribusi per jam desain curah hujan
diperkirakan berdasarkan metode yang diperoleh dari Ditjen SDA, dimana distribusi per jam
desain curah hujan maksimum bervariasi tergantung pada periode ulang, tetapi secara faktual
memiliki durasi hujan selama 24 jam dengan puncak curah hujan terjadi pada jam pertama dan
secara bertahap menurun seiring berjalannya waktu, dengan persentase distribusi curah hujan
per jam untuk PMP masing-masing 47,71% pada jam pertama dan 11.14, 7.57, 5.00, 4.00, 3.00,
3.00, dan 2,50% pada jam berikutnya, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1-13.
Selanjutnya, distribusi curah hujan per jam yang diadopsi dari Ditjen SDA tersebut disusun
kembali oleh DD KRC 2005 dalam menentukan distribusi curah hujan efektif sebelum
digunakan dalam Model HEC-1, dengan puncak curah hujan berubah menjadi jam kedua belas,
dengan persentase distribusi curah hujan per jam untuk PMP sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 1-14.
Modifikasi distribusi curah hujan maksimum per jam ini setidaknya akan berpengaruh pada
bentuk hidrograf banjir.
Dengan mengadopsi metode tersebut dalam memperkirakan distribusi curah hujan dan metode
Hidrograf Satuan Sintetis, maka diperoleh hidrograf PMF (Gambar 1-17) atau inflow desain
banjir spillway untuk Bendungan Karian dan atau Coffer Dam untuk periode ulang tertentu
(Tabel 1-8).
75
50
25
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Metode Ditjen SDA Durasi Curah Hujan (jam)
Gambar 1-13 Distribusi Curah Hujan Maksimum Harian berdasarkan Metode Ditjen SDA
100
Persentase Curah Hujan (%)
75
50
25
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
Metode KRC Durasi Curah Hujan (jam)
Gambar 1-14 Distribusi Curah Hujan Maksimum Harian berdasarkan Modifikasi Metode
Ditjen SDA
Dengan menggunakan Model Storage Function dan distribusi jam desain curah hujan seperti
yang disajikan pada Gambar 1-12, desain debit banjir untuk inflow puncak spillway (PMF)
untuk Bendungan Karian diperoleh 3.400 m3/detik pada FS JICA 1985, atau setara dengan debit
tertentu sebesar 11,81 m3/sec/km2 untuk wilayah DAS 288 km2. PMF ini sesuai dengan nilai C
sekitar 91 pada Kurva Creager (Gambar 1-15).
Sumber Gambar: Cisadane River Basin Development Project, 1986 and FS JICA of 1985
Gambar 1-15 Nilai PMF Bendungan Karian Dibandingkan dengan PMF Bendungan
Saguling, Cirata, Jatiluhur, and Bendungan Lainnya di Indonesia (FS JICA
1985)
Selanjutnya, berdasarkan Gambar 3-5 yang didokumentasikan dalam laporan utama FS JICA
1985 diperoleh waktu untuk puncak hidrograf banjir (Tp) sekitar 8 jam.
Hidrograf debit banjir di stasiun pengukuran jembatan Rangkasbitung yang terjadi pada
peristiwa banjir November 1981 juga telah dikumpulkan pada FS JICA 1985. Berdasarkan
Gambar 4-10 dalam laporan utama, menunjukkan memiliki waktu puncak banjir pada kisaran 8
hingga 9 jam memiliki kesamaan dengan hidrograf banjir yang dihasilkan dari Model Storage
Function di FS JICA 1985 dibandingkan dengan DD KRC 2006 (Gambar 1-18). Berikut ini
adalah diagram alir analisis debit banjir yang dilakukan oleh JICA pada FS 1985:
Pos Hujan:
Maja, Cisalak Analisis Frekuensi: Probabilitas Curah
Baru, Cilaki and Metode Gumbel Hujan Maksimum
Cipanas untuk dan Hershfield (PMP)
Periode 1950 -
1979
Gambar 1-16 Diagram Alir Analisis Debit Banjir oleh JICA pada FS 1985 (FS JICA 1985)
Pada DD KRC 2006, distribusi curah hujan dari Ditjen SDA telah dimodifikasi. Dengan
menggunakan modifikasi distribusi curah hujan per jam dari Ditjen SDA dan menerapkan
metode hidrograf satuan sintetis Snyder dalam Model HEC-1, diperoleh desain banjir untuk
inflow puncak spillway Bendungan Karian sebesar 3,672 m 3/det atau nilai C sekitar 98,2 pada
Kurva Creager, dengan waktu untuk puncak hidrograf banjir (Tp) sekitar 20 jam (Gambar 1-
17), menunjukkan lebih besar daripada catatan hidrograf debit banjir dari kejadian banjir pada
bulan November 1981 maupun metode unit hidrograf sintetik yang dihasilkan sebelumnya
dalam FS JICA 1985.
Kecuali untuk puncak PMF, review terhadap hidrograf banjir di atas (Gambar 1-17) dengan
menggunakan metode segitiga diperoleh volume PMF berkisar antara 152–159 juta m3, atau
setara dengan ketinggian limpasan, antara 528–551 mm, dan koefisien limpasan (C) 0,92–0,96,
menunjukkan terlalu besar. Berikut ini adalah desain debit banjir untuk periode ulang lain yang
telah didokumentasikan dalam laporan DD KRC 2006:
Tabel 1-8 Inflow Desain Banjir dan Nilai PMF Bendungan Karian (DD KRC 2006)
Gambar 1-17 Hidrograf Probabilitas Debit Maksimum Bandungan Karian (DD KRC 2006)
Berikut ini adalah diagram alir analisis debit banjir yang dilakukan oleh KRC pada DD 2006:
Pos Hujan:
Banjar Irigasi, Analisis Frekuensi:
Probabilitas Curah
Ciminyak, Metode Log
Hujan Maksimum
Cimarga dan Norma, Gumbel (PMP)
Pasir Ona untuk dan Hershfield
Periode 2002 -
2003
Probabilitas Desain Peta Poligon
Curah Hujan Thessen
Puncak Banjir,
Analisis Debit Banjir
Hidrograf, Volume
dengan Metode
dan Tp Desain
Snyder HEC-1
Banjir dan PMF
Gambar 1-18 Diagram Alir Analisis Debit Banjir oleh KRC pada DD 2006
Ketersediaan data distribusi curah hujan per jam untuk pos hujan Kasomalang dan Jakarta yang
didokumentasikan dalam WMO/UNDP Project INS/78/042, Agustus 1981 juga dikumpulkan
dalam review ini (Gambar 1-19 dan Gambar 1-20).
100
Percentage of Rainfall (%)
75
50
25
0
0 4 8 12 16 20 24
Gambar 1-19 Distribusi Curah Hujan Maksimum Harian untuk Pos Hujan Kasomalang
100
Percentage of Rainfall (%)
75
50
25
0
0 4 8 12 16 20 24
Duration of Rainfall (hours)
Gambar 1-20 Distribusi Curah Hujan Maksimum Harian untuk Pos Hujan Jakarta Meteo
Di sini menunjukkan bahwa distribusi curah hujan per jam bervariasi dari waktu ke waktu, tapi
hampir memiliki pola yang sama, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada jam pertama, dan
selanjutnya akan berkurang pada jam-jam berikutnya, dan memiliki kesesuaian dengan distribusi
curah hujan dari Ditjen SDA dibandingkan FS JICA 1985. Hal ini dimungkinkan bahwa
distribusi curah hujan per jam yang diamati secara sesaat tidak cukup untuk mewakili pola curah
hujan yang sebenarnya untuk jangka panjang.
Selanjutnya, review terhadap pos hujan Kasomalang dan Jakarta menunjukkan bahwa, secara
faktual ada perbedaan antara distribusi curah hujan per jam untuk dataran rendah dan dataran
tinggi DAS, di mana untuk dataran rendah menunjukkan sedikit lebih curam daripada dataran
tinggi, dengan distribusi rata-rata curah hujan per jam untuk pos hujan Kasomalang seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1-21.
100
Percentage of Rainfall (%)
75
50
25
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Duration of Rainfall (hour)
Gambar 1-21 Distribusi Curah Hujan per Jam untuk Pos Hujan Kasomalang
Berdasarkan Gambar 1-19 dan Gambar 1-21 menunjukkan bahwa, rata-rata distribusi curah
hujan per jam untuk pos hujan Kasomalang masing-masing adalah 62,0% pada jam pertama dan
14,0, 9,0, 4,5, 3,50, 3,0, 2,5, dan 1,5% pada jam berikutnya, menunjukkan sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan metode Ditjen SDA (Gambar 1-13).
Dengan menggunakan distribusi curah hujan per jam tersebut di atas (Gambar 1-21) dan
menerapkan hidrograf satuan sintetis Snyder dalam Model HEC-HMS (Gambar 1-22),
diperoleh desain banjir untuk inflow spillway (PMF) untuk Bendungan Karian sebesar 3.462
m3/detik untuk nilai CN 75 secara maksimal, atau sekitar nilai C 92,5 pada Kurva Creager
(Gambar 1-26), dengan waktu untuk puncak hidrograf banjir (Tp) sekitar jam 6.33 (Gambar 1-
23), menunjukkan sama dengan FS JICA 1985 dibandingkan dengan metode unit hidrograf
sintetik Snyder dalam Model HEC-1 pada DD KRC 2006 (Gambar 1-17).
Cimanggu River
CBRN-3
RCBR-2
Sajira
RCBR-3 Cisimeut River Upper Ciujung
RCBR-2
Sabagi
Karian Dam
Keong Bridge
Rangkasbitung
Rangkasbitung Bridge
Java Sea
Gambar 1-22 Skematik Pembagian Sub DAS Bendungan Karian Digunakan dalam Model
HEC-HMS
Selanjutnya, dengan menggunakan pembaruan nilai PMP sesuai dengan Keputusan Direktur
Jenderal Sumber Daya Air, No 153/KPTS/D/2013, tanggal 14 Februari 2013 dalam
hubungannya dengan peta isohyetal Indonesia untuk perencanaan bendungan (Gambar 1.11)
diperoleh PMP untuk Karian Dam sekitar 800 mm.
Untuk nilai PMP 800 mm, maka diperoleh nilai PMF untuk BendunganKarian adalah 4,320
m3/det atau meningkat 17,6% dibandingkan PMF DD KRC 2006, atau sekitar nilai C 115,5 pada
Kurva Creager (Gambar 1-26), dengan tinggi dan volume limpasan adalah 570 mm dan 163,5
juta m3, atau meningkat 18,7 juta m3 dibandingkan dengan PMF DD KRC 2006.
Berikut ini adalah hasil review terhadap probabilitas banjir maksimum (PMF) untuk Bendungan
Karian dihitung berdasarkan distribusi curah hujan per jam dari WMO/UNDP Project
INS/78/042 untuk nilai CN 75 dibandingkan dengan FS JICA 1985 dan DD KRC 2006.
Tabel 1-9 Hasil Review Probabilitas Banjir Maksimum (PMF) untuk Bendungan Karian
Dibandingkan FS JICA 1985 dan DD KRC 2006
4,500
Debit Banjir (m3/det)
3,000
1,500
PMF Ditjen SDA
PMF Review
0
1 4 7 11 14 17 21 24 27 31 34 37
Waktu (jam)
Sumber Data: Hasil review dihitung dengan menggunakan pembaruan data curah hujan 1982–2013 dan peta Isohit
Ditjen SDA 2013, distribusi curah hujan per jam WMO/UNDP Project INS/78/042 dan menerapkan
hidrograf satuan sintetis Snyder dalam model of HEC-HMS 35
Gambar 1-23 Hasil Review Hidrograf Probabilitas Banjir Maksimum Bendungan Karian
Debit banjir untuk periode ulang lainnya juga telah dihitung selama review ini, hasilnya seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 1-10 and Gambar 1-24. Gambar 1-25 menunjukkan diagram alir
analisis debit banjir yang dilakukan pada Review 2014:
Tabel 1-10 Hasil Review Desain Banjir dan Probabilitas Banjir Maksimum (PMF) untuk
Bendungan Dam
1,200
Q 1000 Year
600
Q 100 Year
Q 50 Year
Q 25 Year
Q 10 Year
0
1 4 7 11 14 17 21 24 27 31 34 37
Time (hour)
Sumber Data: Hasil review dihitung dengan menggunakan pembaruan data curah hujan 1982–2013 dan PMP Ditjen
SDA 2013, dan distribusi curah hujan per jam WMO/UNDP Project INS/78/042 dan menerapkan
hidrograf satuan sintetis Snyder dalam model HEC-HMS 35
Gambar 1-24 Hasil Review Desain Hidrograf Banjir untuk Bendungan Karian
Sumber Data: Hasil review dihitung dengan menggunakan pembaruan data curah hujan 1982–2013 dan PMP Ditjen
SDA 2013, dan distribusi curah hujan per jam WMO/UNDP Project INS/78/042 dan menerapkan
hidrograf satuan sintetis Snyder dalam model HEC-HMS 35
Gambar 1-25 Diagram Alir Analisis Debit Banjir dalam Review 2014
Sumber Data: FS JICA 1985, DD KRC 2006, dan hasil review dihitung dengan menggunakan pembaruan data curah
hujan 1982–2013 dan PMP Ditjen SDA 2013, dan distribusi curah hujan per jam WMO/UNDP Project
INS/78/042 dan menerapkan hidrograf satuan sintetis Snyder dalam model HEC-HMS 35
Gambar 1-26 Nilai PMF Bendungan Karian Dibandingkan dengan PMF Bendungan
Saguling, Cirata, Jatiluhur, and Bendungan Lainnya di Indonesia (Review
2014)
2.1 Umum
Analisis debit minimum (aliran rendah) terbaru Sungai Ciberang di lokasi Bendungan Karian
telah dilakukan oleh KRC dalam Detil Desain 2006 (DD KRC 2006). Untuk tujuan tersebut,
ketersediaan pengamatan data debit di sepanjang Sungai Ciujung dan anak sungainya untuk
periode tahun 1970 sampai dengan tahun 2004 telah dikumpulkan dan direview selama studi ini.
Berdasarkan hasil review terhadap ketersediaan data debit di pos duga air Jembatan
Rangkasbitung dan Sabagi, metode debit spesifik selanjutnya telah digunakan untuk analisis
aliran rendah dalam studi ini. Hasil analisis limpasan juga telah ditinjau dengan menggunakan
model curah hujan-limpasan model Tank.
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai analisis aliran rendah untuk Bendungan
Karian yang telah didokumentasikan dalam laporan DD KRC 2006:
Data pengukuran debit di di sepanjang Sungai Ciujung dan anak-anak sungainya telah dilakukan
di sembilan lokasi pos duga air. Empat di antaranya, yaitu Sabagi, Jembatan Keong, Jembatan
Rangkasbitung dan Bendung Pamarayan telah dikumpulkan selama DD KRC 2006, dengan
ketersediaan data seperti ditunjukkan pada Tabel 2-1.
2 6 Jmbatan 317
Keong
3 5 Jambatan 1,364
Rangkasbitung
4 11 Bendung 1,451
Pamarayan
Keterangan : Debit
: Tinggi Muka Air
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel 5-1
Tabel 2-1 Daftar Ketersediaan Data Debit dari Pos-Pos Duga Air di Sekitar Daerah
Proyek (1970–2004)
Selanjutnya, dua dari empat pos duga air tersebut, yaitu Sabagi dan Jembatan Rangkasbitung
telah dipilih dalam studi ini, dengan pertimbangan bahwa, karena keduanya berada dekat dengan
Bendungan Karian. Ketersediaan data debit dari pos duga air ini selanjutnya dibandingkan untuk
memilih pos duga air terbaik dengan memeriksa periode data yang telah dikumpulkan,
kesamaan dan jumlah ketersediaan data (rasio data yang hilang).
Seperti telah didokumentasikan di DD KRC 2006 bahwa: berdasarkan pada jumlah debit
spesifik per satuan luas, perubahan pola dan volume data debit bulanan pos duga air Sabagi dan
Jembatan Rangkasbitung sangat mirip. Meski begitu, berdasarkan rasio data yang hilang di pos
duga air Jembatan Rangkasbitung adalah 8% dengan 35 tahun data dan Sabagi adalah 17%
dengan 19 tahun data, menunjukkan bahwa data debit dari Jembatan Rangkasbitung lebih baik
dibandingkan Sabagi dalam segi kuantitas data. Akhirnya, berdasarkan metode ini, ketersediaan
data debit di pos duga air Jembatan Rangkasbitung untuk periode 1970–2004 telah digunakan
sebagai referensi untuk analisis aliran rendah di lokasi Bendungan Karian dalam studi ini.
Untuk analisis aliran rendah, lengkung tinggi muka air-debit (rating curve) dan pencatatan
pengukuran debit juga telah dikumpulkan selama DD KRC 2006, di mana digambarkan bahwa
kurva ini telah dibuat secara berkala di pos duga air Jembatan Rangkasbitung dan Sabagi.
Lengkung debit yang disusun berdasarkan data tahun 2003 dalam studi ini juga telah
dibandingkan dengan lengkung debit data 1993–1994 yang sebelumnya disusun dalam laporan
Studi SDA Terpadu Ciujung-Cidurian 1995, hasilnya menunjukkan bahwa, berdasarkan data
pengukuran debit untuk tahun 2003–2004 dan 1993–1994, ada peningkatan (pendangkalan)
dasar sungai di pos duga air Sabagi, dan sebaliknya, penurunan (penggerusan) dasar sungai di
lokasi pos duga air Jembatan Rangkasbitung.
Dalam DD KRC 2006, metode interpolasi dengan menggunakan data debit yang tersedia dari
pos duga air di Bendung Pamarayan telah dilakukan untuk melengkapi data yang hilang di pos
duga air Jembatan Rangkasbitung. Dengan menggunakan kurva masa ganda, konsistensi runtut
waktu antara data limpasan dan rata-rata curah hujan DAS juga telah diperiksa selama studi ini,
hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan linear antara rata-rata curah hujan dan limpasan
DAS yang dihasilkan.
Selanjutnya, untuk meninjau hubungan antara curah hujan dan limpasan, pola curah hujan
bulanan dan limpasan rata-rata aktual telah diplot, hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata curah
hujan bulanan dan limpasan yang diamati di pos duga air Jembatan Rangkasbitung memiliki
kesesuaian. Estimasi debit dengan model curah hujan-limpasan dari model Tank yang
dikalibrasi berdasarkan hubungan curah hujan-limpasan di pos duga air Rangkasbitung tahun
1983 juga telah digunakan untuk meninjau dan membandingkan data pengamatan rata-rata debit
harian. Hasilnya menunjukkan memiliki kesamaan satu sama lain.
Berdasarkan analisis tersebut, telah disimpulkan dalam DD KRC 2006 bahwa data debit yang
diamati di pos duga air Jembatan Rangkasbitung dapat diterapkan untuk mengevaluasi
ketersediaan sumber daya air di daerah proyek, dengan data rata-rata debit bulanan untuk
periode dari 1970–2004 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Mengacu pada Gambar 2-1, rata-rata debit bulanan untuk Sungai Ciujung di lokasi pos duga air
Jembatan Rangkasbitung bervariasi antara 47,5 m 3/det (Agustus) sampai dengan 138,0 m3/det
(Januari). Debit bulanan di atas rata-rata tahunan (83,3 m3/det) terjadi antara bulan Desember-
Mei (6 bulan).
Untuk luas DAS Rangkasbitung 1.383 km2, maka diperoleh rata-rata limpasan tahunan 1.893
mm, atau setara dengan nilai rasio terhadap curah hujan tahunan 2.768 mm untuk periode 1970–
2004 sekitar 68% dan rata-rata nilai evapotranspirasi DAS tahunan 875 mm menunjukkan
terlalu rendah, di mana umumnya bervariasi antara 1,200–1,500 mm
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Rata-Rata 1970-2004 Bulan
Gambar 2-1 Distribusi Rata-Rata Debit Bulanan untuk Pos Duga Air Jembatan
Rangkasbitung (1970–2004)
Selanjutnya, dengan menggunakan periode data yang sama baik untuk curah hujan dan limpasan
(debit) dari tahun 1982-2003, maka diperoleh rata-rata limpasan tahunan 1.701 mm, atau setara
dengan nilai rasio terhadap curah hujan tahunan 62% dan rata-rata nilai evapotranspirasi DAS
tahunan 1.061 mm.
Di sini menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan tahunan 2.768 mm untuk DAS Jembatan
Rangkasbitung yang digunakan dalam DD KRC 2006 mungkin di bawah perkiraan. Dengan
mengasumsikan jumlah evapotranspirasi DAS tahunan 1.400 mm, maka diperoleh curah hujan
tahunan 3.100 mm. Ke depan nilai ini perlu diklarifikasi dari hasil studi lainnya.
Selanjutnya, hasil review terhadap kecenderungan debit sungai di daerah proyek berdasarkan
rata-rata debit tahunan yang diamati pada lokasi pos duga air Jembatan Rangkasbitung
sepanjang periode 1970–2004 seperti ditunjukkan pada Gambar 2-2.
Di sini dapat dilihat bahwa, ada kecenderungan dalam penurunan rata-rata debit tahunan di
daerah proyek setelah peristiwa El Nino di Indonesia tahun 1997, dengan rata-rata debit tahunan
53.97 m3/det, atau setara dengan 59% terhadap periode dari 1970–1996 (91.95 m3/det).
10,000
1,000
Debit (m3/det)
100
10
1
1970 1974 1978 1982 1986 1990 1994 1998 2002
Debit Tahunan Tahun
1970-2004
Gambar 2-2 Kecenderungan Rata-Rata Debit Tahunan Sungai Ciujung di Lokasi Pos Duga
Air Jembatan Rangkasbitung (1970–2004)
Selanjutnya, berdasarkan Gambar 2.3 menunjukkan bahwa, penurunan debit sungai di daerah
proyek berlangsung sepanjang tahun, baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Meski
begitu, kelanjutan dari kecenderungan ini akan ditinjau kembali sejauh mana pengaruhnya pada
desain sebelumnya berdasarkan ketersediaan data debit sepuluh tahun terakhir dalam review
studi ini.
200
Debit Bulanan (m3/det)
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Rata-Rata 1970-1996
Bulan
Rata-Rata 1997-2004
Gambar 2-3 Rata-Rata Debit Bulanan Sunagi Ciujung di Lokasi Pos Duga Air Jembatan
Rangkasbitung (1970–1996 dibandingkan 1997–2004)
Aliran debit sungai di lokasi Bendungan Karian dan titik penyelidikan lainnya telah
diperkirakan dengan menerapkan rasio data jangka panjang rata-rata curah hujan tahunan (RA)
dan luas DAS (WA) antara pos duga air Jembatan Rangkasbitung dan lokasi investigasi, seperti
Bendungan Karian dan Bendung Pamarayan. Mengacu pada pendekatan ini, nilai rasio konversi
untuk memperkirakan debit aliran di lokasi Bendungan Karian dan Bendung Pamarayan seperti
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2-2 Rasio Konversi digunakan untuk Memperkirakan Debit Aliran di Lokasi
Bendungan Karian dan Bendung Pamarayan berdasarkan Pos Duga Air
Jembatan Rangkasbitung
180
Debit Bulanan (m3/det)
120
60
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Rata-Rata Rangkasbitung
Bulan
Rata-Rata Karian
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel 3-2, Gambar 3-2, Lampiran IV-1 dan Lampiran IV-2.
Gambar 2-4 Rata-Rata Debit Bulanan untuk Pos Duga Air Jembatan Rangkasbitung
dibandingkan Bendungan Karian (1982–2003)
Berdasarkan metode di atas, rata-rata estimasi debit bulanan di lokasi Bendungan Karian seperti
terlihat pada Gambar 2-4. Di sini menunjukkan bahwa, ada hubungan linear antara rata-rata
debit bulanan di lokasi pos duga air Jembatan Rangkasbitung dan hasil estimasi rata-rata debit
bulanan Bendungan Karian. Meski begitu, berdasarkan besaran bulanan, ada perbedaan dalam
jumlah rata-rata curah hujan bulanan antara DAS pos duga air Jembatan Rangkasbitung dan
Bendungan Karian (lihat Tabel 2-3 dan Gambar 2-5).
Tabel 2-3 Rata-Rata Estimasi Curah Hujan Bulanan untuk DAS Jembatan
Rangkasbitung, Bendungan Karian, dan Bendung Pamarayan (1982–2003)
600
Curah Hujan Bulanan (mm)
400
200
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Karian 1982-2003
Bulan
Rangkasbitung 1982-2003
Sumber Data: DD KRC 2006, Tabel 3-2, Gambar 3-2 dan Lampiran II-1 dan Lampiran II-2.
Gambar 2-5 Rata-Rata Estimasi Curah Hujan Bulanan DAS Jembatan Rangkasbitung
dibandingkan Bendungan Karian (1982–2003)
Untuk menentukan sejauh mana pengaruhnya terhadap estimasi debit aliran di Bendungan
Karian, selanjutnya rasio data jangka panjang dari rata-rata curah hujan bulanan (MA) dan luas
DAS (WA) antara pos duga air Jembatan Rangkasbitung dan lokasi Bendungan Karian perlu
ditinjau. Termasuk dengan memasukkan data terbaru baik untuk curah hujan dan debit aliran
yang akan diperbarui dalam review studi ini.
Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2-2 dan Gambar 2-3, penurunan debit sungai selama tahun
1997–2004 setidaknya akan berdampak pada kurva durasi aliran debit harian. Fenomena ini
seperti yang disajikan pada Tabel 2-4, Gambar 2-6 dan Gambar 2-7.
Di sini dapat dilihat bahwa, dengan menggunakan data debit harian untuk tahun 1997–2004,
secara signifikan akan berpengaruh terhadap penurunan kurva durasi aliran (FDC) harian di
Bendungan Karian antara 10-40%, terutama selama debit tinggi.
Sedangkan dengan menggunakan periode data 1970–2004 (Table 2-4 dan Gambar 2-8) nilai
FDC harian mendekati periode data 1970–1996. Oleh karena itu, selama tidak adanya
pembaruan diperbarui, FDC yang ada layak digunakan untuk Bendungan Karian.
Frekuensi Waktu
Rata- 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
Kejadian (%)
Rata
Periode 1970–1996 22.27 16.43 14.63 13.12 11.72 10.26 8.97 7.51 6.00 4.41 3.22
(m3/det)
Periode 1997–2004 12.81 9.67 9.13 8.54 8.04 7.41 6.77 6.07 5.27 4.59 3.24
(m3/det)
Periode 1970–2004 20.11 14.04 12.61 11.29 10.05 9.12 8.07 6.95 5.75 4.49 3.22
(m3/det)
Sumber Data: DD KRC 2006, and Lampirab VI-1.
Tabel 2-4 Frekuensi Waktu Kejadian Terhadap Debit Andalan Bendungan Karian
Dihitung Berdasarkan Data Debit Harian untuk Periode 1970–2004 (35 years)
1000
Debit Harian (m3/sec)
100
10
1
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Gambar 2-6 Kurva Durasi Aliran (FDC) Bendungan Karian Dihitung Berdasarkan Data
Debit Harian untuk Periode 1970–1996 (27 Tahun)
1000
Debit Harian (m3/sec)
100
10
1
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Gambar 2-7 Kurva Durasi Aliran Bendungan Karian Dihitung Berdasarkan Data Debit
Harian untuk Periode 1997–2004 (8 Tahun)
Meski begitu, review dengan menggunakan data yang sama dan membandingkan kurva durasi
aliran yang sebelumnya didokumentasikan di DD KRC tahun 2006 menunjukkan bahwa
terdapat sedikit perbedaan, terutama selama aliran rendah (lihat Gambar 2-8 dan Tabel 2-5). Ini
karena ada beberapa data debit rendah di DD KRC 2006 mengindikasikan tidak dimasukkan
dalam analisis frekuensi.
1000
Debit Harian (m3/det)
100
10
1
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Debit Harian 1970-2004 Frekuensi Kejadian (%)
Gambar 2-8 Kurva Durasi Aliran Bendungan Karian Dihitung Berdasarkan Data Debit
Harian untuk Periode 1970–2004 (35 Tahun)
Tabel 2-5 Kurva Durasi Aliran (FDC) Bendungan Karian (DD KRC 2006 dibandingkan
Review 2014)
Di sini menunjukkan bahwa nilai Q355 yang umum digunakan sebagai aliran pemeliharaan
sungai masih layak untuk luas DAS 288 km2 atau setara dengan 0,83 m3/det (dibulatkan 1,00
m3/det per 100 km2) memiliki kesamaan dengan FS JICA 1985 (0,67 m3/det).
Data debit harian terakhir untuk beberapa pos duga air di Sungai Ciujung telah dikumpulkan
dari Seksi Hidrologi BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian. Data debit harian tambahan juga telah
diperoleh dari TA7189-INO: Institutional Strengthening for Integrated Water Resources
Management (IWRM) in the 6 Ci's River Basin Territory Package B, Final Report, ANNEX D,
Hydrology-Rainfall, June 2013.
Mengacu pada ketersediaan debit harian pada pos duga air Sabagi yang terletak agak hilir dari
lokasi Bendungan Karian untuk periode 2003–2009, rata-rata debit bulanan Sungai Ciberang
untuk periode ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2-9.
80
Debit Bulanan (m3/det)
60
40
20
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Rata-Rata 2003-2009 Bulan
Gambar 2-9 Rata-Rata Data Debit Bulanan di Pos Duga Air Sabagi (2003–2009)
Berdasarkan Gambar 2-9, rata-rata debit bulanan untuk Sungai Ciberang di lokasi pos duga air
Sabagi bervariasi antara 11,7 m3/det (Agustus) sampai dengan 40,1 m3/det (Februari). Debit
bulanan di atas rata-rata tahunan (25,6 m3/det) terjadi antara bulan November-Mei (7 bulan).
Untuk luas DAS Sabagi 301 km2, maka diperoleh rata-rata limpasan tahunan 2.674 mm, atau
setara dengan nilai rasio terhadap curah hujan tahunan 2.768 mm untuk periode 1970-2004
sekitar 97% menunjukkan terlalu tinggi. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa rata-rata curah
hujan tahunan 2.768 mm untuk DAS Jembatan Rangkasbitung yang digunakan dalam DD KRC
2006 mengindikasikan di bawah perkiraan.
Untuk evapotranspirasi DAS tahunan 1.200 mm, maka diperoleh curah hujan tahunan 3.874
mm, atau setara dengan limpasan koefisien 0,69 mengindikasikan lebih realistis. Dari peta isohit
curah hujan bulanan yang telah disusun dalam FS JICA tahun 1985, rata-rata curah hujan
bulanan DAS juga pada kisaran 3.000–4.000 mm.
Selanjutnya, berdasarkan ketersediaan debit harian di pos duga air Jembatan Keong yang
terletak agak hilir dari lokasi pos duga air Sabagi untuk periode yang sama (2003-2009), rata-
rata debit bulanan Sungai Ciberang untuk periode ini seperti ditunjukkan pada Gambar 2-10.
80
Debit Bulanan (m3/det)
60
40
20
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Rata-Rata 2003-2009 Bulan
Gambar 2-10 Rata-Rata Data Debit Bulanan di Pos Duga Air Jembatan Keong (2003–2009)
Di sini dapat dilihat bahwa, ada sedikit perbedaan dalam distribusi rata-rata debit bulanan antara
pos duga air Sabagi dan Jembatan Keong. Berdasarkan Gambar 2-10, rata-rata debit bulanan
untuk Sungai Ciberang di lokasi pos duga air Jembatan Keong bervariasi antara 10,1 m3/det
(Agustus) sampai dengan 39,0 m3/det (Februari). Debit bulanan di atas rata-rata tahunan (24,9
m3/det) terjadi antara bulan November-Mei (7 bulan).
Untuk luas DAS Jembatan Keong 317 km2, maka diperoleh rata-rata limpasan tahunan 2.472
mm, atau setara dengan nilai rasio terhadap curah hujan tahunan 3.874 mm sekitar 64%
menunjukkan sedikit lebih rendah dibandingkan pos duga air Sabagai.
Akhirnya, review terhadap distribusi rata-rata data debit bulanan untuk periode 1997–2004
seperti ditunjukkan pada Gambar 2-3 memiliki kesesuaian dengan periode 2003–2009, dan data
debit harian di pos duga air Sabagi selanjutnya digunakan untuk memperbarui data debit di
Bendungan Karian, dimana dihitung berdasarkan perbandingan luas DAS antara Bendungan
Karian (288 km2) dan pos duga air Sabagai (301 km2): 0.96. Gambar 2-11 menunjukkan rata-
rata debit bulanan Sungai Ciberang di lokasi Bendungan Karian untuk periode 1970–2009.
60
Debit Bulanan (m3/det)
45
30
15
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Rata-Rata 1970-2009 Bulan
Berdasarkan Gambar 2-11, rata-rata debit bulanan untuk Sungai Ciberang di lokasi Bendungan
Karian bervariasi antara 11,8 m3/det (Agustus) sampai dengan 34,2 m3/det (Januari). Debit
bulanan di atas rata-rata tahunan (21,0 m3/det) terjadi antara bulan Desember–Mei (6 bulan),
menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan dibandingkan dengan periode 1970–2004
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2-6 dan Gambar 2-12.
Tabel 2-6 Rata-Rata Debit Bulanan Bendungan Karian untuk Periode 1970–2004
dibandingkan 1970–2009
60
Debit Bulanan (m3/det)
45
30
15
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Rata-Rata 1970-2009
Bulan
Rata-Rata 1970-2004
Gambar 2-12 Rata-Rata Debit Bulanan Bendungan Karian untuk Periode 1970–2004
dibandingkan 1970–2009
10,000
1,000
Debit (m3/det)
100
10
1
1970 1976 1982 1988 1994 2000 2006
Debit Tahunan Tahun
1970-2009
Di sini dapat dilihat bahwa, tidak ada kecenderungan rata-rata debit tahunan di daerah
proyek. Penurunan debit tahunan untuk periode 1997–2004 adalah fenomena musiman.
Berdasarkan pembaruan data debit harian untuk periode 1970–2009, kurva durasi aliran harian
di Bendungan Karian juga telah dievaluasi kembali, hasilnya adalah seperti diilustrasikan pada
Gambar 2-14.
1000
Debit Harian (m3/det)
100
10
1
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Debit Harian 1970-2009 Frekuensi Kejadian (%)
Gambar 2-14 Kurva Durasi Aliran Bendungan Karian Dihitung Berdasarkan Data Debit
Harian untuk Periode 1970–2009 (40 Tahun)
Frekuensi Waktu
Aver. 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
Kejadian (%)
Periode 1970–2004 20.11 14.04 12.61 11.29 10.05 9.12 8.07 6.95 5.75 4.49 3.22
(m3/sec)
Periode 1970–2009 20.96 15.41 13.74 12.22 10.81 9.61 8.48 7.34 6.02 4.69 3.36
(m3/sec)
Sumber Data: DD KRC 2006 dan Bagian Hidrologi BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian
Tabel 2-7 Frekuensi Waktu Kejadian Terhadap Debit Andalan Bendungan Karian
Dihitung Berdasarkan Data Debit Harian untuk Periode 1970–2009 (49 years)
Berdasarkan hasil review seperti dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa, hasil
analisis aliran rendah yang sebelumnya digunakan dalam DD KRC 2006 masih layak
digunakan untuk Bendungan Karian.