Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan yaitu proses persalinan
yang di bantu oleh tenaga non kesehatan yang biasa di kenal dengan istilah
dukun bayi atau nama lainnya dukun beranak, dukun bersalin, dukun peraji.
Dalam lingkungan dukun bayi merupakan tenaga terpercaya dalam segala soal
yang terkait dengan reproduksi wanita. Ia selalu membantu pada masa
kehamilan, mendampingi wanita saat bersalin, sampai persalinan selesai dan
mengurus ibu dan bayinya dalam masa nifas.
Dukun bayi biasanya seorang wanita sudah berumur ± 40 tahun ke atas.
Pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau karena ia merasa mendapat
panggilan tugas ini. Pengetahuan tentang fisiologis dan patologis dalam
kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena itu apabila timbul
komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari
akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang
professional. Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayinya seperti
kecacatan bayi sampai pada kematian ibu dan anak.
Di Jawa Timur, hasil penelitian Pramono, dkk. (2012) menunjukkan ada
hubungan yang sangat signifikan antara AKB dengan persentase penolong
persalinan terakhir oleh tenaga kesehatan. Meskipun demikian, terjadi disparitas
yang cukup tinggi terkait persentase penolong persalinan terakhir oleh tenaga
kesehatan di Jawa Timur. Di Madura dan beberapa kabupaten di derah
pandalungan (probolinggo, jember dan Bondowoso) penolong persalinan oleh
tenaga kesehatan adalah sangat minim yaitu berkisar antara 31–60%. Hal itu
menjadi menarik diperhatikan karena propinsi Jawa Timur sebagai provinsi yang
cukup maju dengan fasilitas kesehatan memadai namun masih terjadi disparitas
besaran persentase penolong persalinannya. Kondisi ini patut diduga akibat latar
belakang budaya yang turut mempengaruhi dalam memutuskan penolong
persalinan. Hasil riskesdas 2010 menunjukkan terjadi peningkatan yang cukup

1
signifikan di Jawa Timur yaitu cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
mencapai 94,7% (Kemenkes, 2010), namun demikian masih ditemukan dukun
yang masih aktif didalam menolong proses persalinan terutama di wilayah
Madura dan Pandalungan (Pramono, dkk., 2012). Sedangkan Menurut Nuraini,
2019 Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah Daleman kota
bangkalan 3 bulan terakhir dari bulan Mei – Juli 2019 terdapat 34 orang ibu
bersalin 14 orang 41% yang memiih bersalin oleh dukun dan 20 orang ibu
memilih bersalin ke tenaga kesahatan.
Ada beberapa faktor yang mnejadi pencetus persalinan oleh tenaaga non
medis yaitu :faktor predisposing (predisposing factors) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan, sosial ekonomi, tingkat pendidikan,
faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam kemampuan seseorang
untuk memperoleh fasilitas kesehatan baik dari kemampuan membayar secara
finansial maupun dari ketersediaan fasilitas kesehatan dan faktor pendorong
(renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku orang-orang terdekat
seperti keluarga/kerabat.6 Hampir senada dengan Green, Andersen dalam
teorinya “Andersen`s behavioral model of health service utilization”
mengemukakan bahwa keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan itu
ada tiga komponen yaitu: komponen predisposisi seperti demografi, struktur
sosial dan kepercayaan kesehatan, komponen enabling/pendukung terdiri dari
sumber daya keluarga (penghasilan keluarga kemampuan membeli jasa
pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan) dan sumber daya
masyarakat (jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, ratio
penduduk dan tenaga kesehatan, lokasi sarana kesehatan), komponen
need/kebutuhan yaitu kebutuhan akan pelayanan kesehatan dimana orang akan
melakukan atau mencari upaya pelayanan kesehatan ( Indriyani dkk,2010).
Upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan RI dalam mempercepat
penurunan AKI adalah dengan mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap
ibu yang membutuhkannya. Hasil survei SDKI 2007 menunjukkan bahwa
persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional adalah sebesar 73%.2

2
Kemudian laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan
kenaikan menjadi sebesar 82,3%. Meskipun terjadi peningkatan angka persalinan
oleh tenaga kesehatan dari tahun 2007-2010 namun jika dibandingkan dengan
negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand angka pencapaian negara
kita masih relatif lebih rendah karena angka pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan di negara mereka telah mencapai 90% (Indriyani dkk,2010).

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan
2. Menjelaskan cara-cara pertolongan oleh tenaga non-medis
3. Menjelaskan faktor-faktor penyebab mengapa masyarakat lebih memilih
penolong bersalin dengan tenaga kesehatan non-medis
4. Menjelaskan masalah yang dapat ditimbulkan apabila persalinan ditolong
oleh non-medis
5. Menjelaskan pelayanan yang dapat diberikan oleh tenaga non-medis
6. Menjelaskan tentang keberadaan dukun

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran tentang pertolongan persalinan oleh tenaga non-medis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu pertolongan persalinan oleh tenaga non-medis
b. Untuk mengetahui cara-cara pertolongan persalinan oleh tenaga non-
medis
c. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab mengapa masyarakat lebih
banyak yang meminta pertolongan persalinan oleh tenaga non-medis
d. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan untuk menjalin kerjasama
antara tenaga medis dan non-medis dalam menolong persalinan
e. Untuk mengetahui masalah yang dapat ditimbulkan apabila persalinan
ditolong oleh tenaga non-medis

3
f. Untuk mengetahui pelayanan apa saja yang dapat diberikan oleh tenaga
kesehatan non-medis.

D. Manfaat
Setelah pembaca mengetahui semua tentang apa yang sudah di jelaskan pada
makalah ini, maka diharapkan para pembaca dapat lebih sedikit peduli dalam
permasalahan di kalangan tenaga kesehatan. Dan dapat mengantisipasi kejadian
ini dalam kehidupan sehari – hari, masyarakat maupun sosial.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali
dilakukan oleh seseorang yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin
atau peraji. Pada dasarnya dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan
masyarakat setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari
nenek moyang atau keluarganya dan biasanya sudah berumur ± 40 tahun ke atas
(Prawirohardjo, 2005).
Pendidikan dukun umumnya adalah Kejar Paket A atau tamat SD, bisa
baca tulis dengan kapasitas yang rendah, mereka tidak mendapat ilmu tentang
cara pertolongan persalinan secara teori di bangku kuliah, tetapi mereka hanya
berdasarkan pengalaman saja. Peralatan yang digunakannya hanya seadanya
seperti memotong tali pusat menggunakan bambu, untuk mengikat tali pusat
menggunakan tali naken, dan untuk alasnya menggunakan daun pisang

B. Cara-Cara Pertolongan Oleh Tenaga Non-Medis


Tak berbeda dengan seorang bidan, dukun beranak melakukan
pemeriksaan kehamilan melalui indri raba (palpasi). Biasanya perempuan yang
mengandung, sejak mengidam sampai melahirkan selalu berkonsultasi kepada
dukun, bedanya dibidan perempuan yang mengandunglah yang datang ketempat
praktek bidan untuk berkonsultasi. Sedangkan dukun ia sendiri yang berkeliling
dari pintu ke pintu memeriksa ibu yang hamil. Sejak usia kandungan 7 bulan
kontrol dilakukan lebih sering. Dukun menjaga jika ada gangguan, baik fisik
maupun non fisik terhadap ibu dan janinnya. Agar janin lahir normal, dukun
biasa melakukan perubahan posisi janin dalam kandungan dengan cara
pemutaran perut (diurut-urut) disertai doa ketika usia kandungan 4 bulan, dukun
melakukan upacara tasyakuran katanya janin mulai memiliki roh, hal itu terasa
pada perut ibu bagian kanan ada gerakan halus.

5
Pada usia kandungan 7 bulan, dukun melakukan upacara tingkeban.
Katanya janin mulai bergerak meninggalkan alam rahim menuju alam dunia,
melalui kelahiran. Calon ibu mendapat perawatan khusus, selain perutnya dielus-
elus, badannya juga dipijat-pijat, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Malah
disisir dan dibedaki agar ibu hamil tetap cantik meskipun perutnya makan lama
makin besar.

C. Faktor-faktor Penyebab Mengapa Masyarakat Lebih Memilih Penolong


Bersalin Dengan Tenaga Kesehatan Non-Medis
Masih banyak masyarakat yang memilih persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan non- medis daripada tenaga kesehatan disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain:
a. Kemiskinan
Tersedianya berbagai jenis pelayanan public serta persepsi tentang
nilai dan mutu pelayanan merupakan faktor penentu apakah rakyat akan
memilih kesehatan atau tidak. Biasanya, perempuan memilih berdasakan
penyedia layanan tersebut, sementara laki-laki menentukan pilihan mereka
berdasarkan besar kecilnya biaya sejauh dijangkau oleh masyarakat miskin.
Sekitar 65% dari seluruh masyarakat miskin yang diteliti
menggunakan penyesuaian layanan kesehatan rakyat seperti bidan di desa,
puskesmas atau puskesmas pembantu (pustu), sementara 35% sisanya
menggunakan dukun beranak yang dikenal dengan berbagai sebutan.
Walaupun biaya merupakan alasan yang menentukan pilihan masyarakat
miskin, ada sejumlah faktor yang membuat mereka lebih memilih layanan
yang diberikan oleh dukun. Biaya pelayanan yang diberikan oleh bidan di
desa untuk membantu persalinan lebih besar daripada penghasilan RT miskin
dalam satu bulan. Disamping itu, biaya tersebut pun harus dibayar tunai.
Sebaliknya, pembayaran terhadap dukun lebih lunak secara uang tunai dan
ditambah barang. Besarnya tariff dukun hanya sepersepuluh atau seperlima

6
dari tarif bidan dea. Dukun juga bersedia pembayaran mereka ditunda atau
dicicil(Suara Merdeka, 2003).
b. Masih langkanya tenaga medis di daerah-daerah pedalaman
Dari temuan di lapangan, terdapat dikotomi antara bidan senior dan
bidan muda. Bidan senior mayoritas adalah tamatan akademi bidan kedinasan
yang menjadi bidan PTT dan ditempatkan keluar daerah dari tempat asalnya.
Dengan jumlah bidan yang terbatas sementara cakupan wilayah yang luas,
tidak jarang membuat mereka memilih tinggal di Puskesmas yang letaknya di
pusat kecamatan. Dengan tidak menetap di desa, maka pelayanan persalinan
menjadi terbatas dari segi waktu dan cakupan wilayahnya. Kondisi ini terjadi
pada beberapa kecamatan yang memiliki kondisi geografis sulit dan wilayah
yang luas terdapat di Kabupaten Madiun, Probolinggo dan Sampang.
Akibatnya selain alasan tradisi, maka tidak bisa disalahkan kemudian para ibu
hamil (bumil) tetap memilih dukun sebagai rujukan pertama ketika hamil dan
kemudian melahirkan. Kultur budaya masyarakat (Pramono, dkk, 2012).
Masyarakat kita terutama di pedesaan, masih lebih percaya kepada
dukun beranak daripada kepada bidan apalagi dokter. Rasa takut masuk rumah
sakit maih melekat pada kebanyakan kaum perempuan. Kalaupun terjadi
kematian ibu atau kematian bayi mereka terima sebagai musibah yang bukan
ditentukan manusia. Selain itu masih banyak perempuan terutama muslimah
yang tidak membenarkan pemeriksaan kandungan, apalagi persalinan oleh
dokter atau para medis laki-laki. Dengan sikap budaya dan agama seperti itu,
kebanyakan kaum perempuan di padesaan tetap memilih dukun beranak
sebagai penolong persalinan meskipun dengan resiko sangat tinggi.
c. Aksesibilitas/keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan terutama di
pedesaan
Terkait dengan transportasi hal ini berarti bahwa cakupan pelayanan
kesehatan sangat tergantung pada keterjangkauan (jarak atau waktu)
masyarakat terhadap suatu fasilitas atau sarana pelayanan kesehatan.
Penempatan suatu fasilitas pelayanan kesehatan misalnya rumah sakit atau

7
puskesmas yang tidak tepat yang ttidak mendekatkan pada permukiman
masyarakat, dan atau ketidak terjangkauan karena keterbatasan transportasi
memberikan implikasi pada pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
masyarakat yang tidak optimal.

D. Masalah Yang Dapat Ditimbulkan Apabila Persalinan Ditolong Oleh Non-


Medis
Menurut sinyalemen Dinkes AKI cenderung tinggi akibat pertolongan
persalinan tanpa fasilitas memadai, antara lain tidak adanya tenaga bidan apalagi
dokter obsgin. Karena persalinan masih ditangani oleh dukun beranak atau peraji,
kasus kematian ibu saat melahirkan masih tetap tinggi. Pertolongan gawat darurat
bila terjadi kasus perdarahan atau infeksi yang diderita ibu yang melahirkan,
tidak dapat dilakukan.
Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang lebih memilih untuk
menggunakan dukun beranak. Sementara itu, definisi merekatentang mutu
pelayanan berbeda dengan definisi standar medis. Kelemahan utama dari mutu
pelayanan adalah tidak terpenuhinya standar minimal medis oleh para dukun
beranak, seperti dengan praktek yang tidak steril (memotong tali pusat dengan
sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi yang baru lahir dengan mulut).
Riwayat kasus kematian ibu dan janin dalam penelitian ini menggambarkan apa
yang terjadi jika dukun beranak gagal mengetahui tanda bahaya dalam masa
kehamilan dan persalinan serta rujukan yang terlambat dan kecacatan janin pun
bisa terjadi dari kekurangtahuan dukun beranak akan tanda-tanda bahaya
kehamilan yang tidak dikenal (Suara Merdeka, 2003).
Selain itu, pertolongan persalinan oleh dukun sering menimbulkan kasus
persalinan, diantaranya kepala bayi sudah lahir tetapi badannya masih belum bisa
keluar atau partus macet, itu disebabkan karena cara memijat dukun bayi tersebut
kurang profesional dan hanya berdasarkan kepada pengalaman. Usaha Untuk
Menjalin Kerjasama Antara Tenaga Medis dan Non-medis Dalam Menolong
Persalinan

8
Berdasarkan dukun di Indonesia masih mempunyai peranan dalam
menolong suatu persalinan dan tidak bisa dipungkiri, masih banyak persalinan
yang ditolong oleh dukun beranak, walaupun dalam menolong persalinan dukun
tidak berdasarkan kepada pengalaman dan berbagai kasus persalinan oleh dukun
seringkali terjadi dan menimpa seorang ibu dan atau bayinya. Tetapi keberadaan
dukun di Indonesia tidak boleh dihilangkan tetapi kita bisa melakukan kerjasama
dengan dukun untuk mengatasi hal-hal atau berbagai kasus persalinan oleh
dukun. Seperti di daerah pedesaan Paminggir, Alas Kokon, Kertajayadan daerah
perkotaan Soklat setelah dua dari empat dukun beranak yang diwawacarai telah
menerima pelatihan dari dokter-dokter puskesmas pada tahun 1990-1991.
Mereka merasa pelatihan dan peralatan persalinan yang diberikan saat pelatihan
sangat bermanfaat. Para dukun juga dilatih tentang pencatatan dan pelaporan.
Setiap dukun dilatih membaca sampai mengerti bagaimana cara pengisian kolom
tersebut. Pelatihan untuk perawatan ibu hamil, pertolongan pada diare, makanan
bergizibagi bayi, balita dan ibu hamil juga dilakukan. Membina hubungan baik
dengan dukun juga dilakukan agar kita bisa lebih gampang menjalin kerjasama
dengan dukun.

E. Pelayanan yang Dapat Diberikan Oleh Tenaga Non-Medis


Dalam mutu pelayanan tidak dipenuhinya standar minimal medis oleh
para dukun, seperti dengan praktek yang tidak steril (memotong tali pusat dengan
sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi baru lahir dengan mulut).
Layanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan non-medis misalnya:
1) Dukun mau mendatangi setiap ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan
kehamilan.
2) Dukun mematok harga murah, kadang bisa disertai atau diganti dengan
sesuatu barang misalnya beras, kelapa, dan bahan dapur lainnya.
3) Dukun beranak dapat melanjutkan layanan untuk 1-44 hari pasca melahirkan
dengan sabar memanjakan ibu dan bayinya misalkan dia mencuci dan
membersihkan ibu setelah melahirkan.

9
4) Dukun menemani anggota keluarga agar bisa beristirahat dan memulihkan
diri, sebaliknya bidan seringkali tidak bersedia saat dibutuhkan atau bahkan
tidak mau datang saat dipanggil.

F. Tentang Keberadaan Dukun


Walaupun sekarang sudah jaman moderen kita masih memerlukan tenaga
dukun sebagai pendamping dalam mengawasi kehamilan disaat tenaga bidan
tidak bisa melakukan pengawasan secara penuh dan disuatu daerahyang masih
kurang nya tenagqa bidan. Cara pertolongan persalinan yang dilakukan oleh
dukun tidak jauh berbeda dari cara pertolongan persalinan oleh bidan, hanya saja
dalam penerapannya mereka kurang memperhatikan kesterilan dan alat-alat yang
digunakan masih seadanya. Para dukun juga melakukan pengawasan kepada ibu
hamil semenjak para dukun tahu tentang kehamilan ibu, hal ini sama dengan
lebih mengarah ke spiritual. Dan keberadaan dukun ini tidak bisa dihilangkan
dalam pemberian pertolongan persalinan. Dan kita sebagai bidan harus menjalin
kerjasama dengan dukun dalam meningkatkan mutu pelayanan dalam
pertolongan persalinan untuk mencegah kematian ibu dan janin serta kecacatan
yang mungkin terjadi.
Dalam meningkatkan mutu pelayanan kita bisa melakukan pelatihan-
pelatihan kepada dukun sehingga para dukun diharapkan bisa mengetahui tentang
tanda-tanda bahaya kehamilan dan persalinan. Selain itu diharapkan pula agar
para peraji dalam menolong persalinan diajarkan supaya menggunakan prinsip
steril untuk menghindari infeksi dimana infeksi itu sering sebagai penyebab
kematian ibu dan janin. Dalam mewujudkan dukun yang terlatih, pemerintah
harus ikut berpartisipasi memberi dukungan dan membantu dalam memberikan
bantuan peralatan persalinan gratis kepada para dukun untuk meminimalkan
komplikasi pada saat persalinan.

10
G. Upaya Mengurangi Persalinan Oleh Tenaga Non Kesehatan
1. Dengan diadakan program penempatan bidan di desa yang bertujuan untuk
menurunkan tingkat kematian ibu hamil, bayi dan balita. Kecuali hal-hal
yang berhubungan dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat,
dengan menjalin hubungan kemitraan antara keduanya.
2. Dalam meningkatkan mutu pelayanan kita bisa melakukan pelatihan-
pelatihan kepada dukun sehingga para dukun diharapkan bisa mengetahui
tentang tanda-tanda bahaya kehamilan dan persalinan. Selain itu kemitraan
antara bidan dan dukun bayi sangat diperlukan.
Kemitraan adalah suatu bentuk kerja sama antara bidan dengan dukun
dimana setiap kali ada pasien yang hendak bersalin, dukun akan
memanggil bidan. Pada saat pertolongan persalinan tersebut ada pembagian
peran antara bidan dengan dukunnya. Selain pada saat persalinan ada juga
pembagian peran yang dilakukan pada saat kehamilan dan masa nifas,
tetapi memang yang lebih banyak diutarakan adalah kerjasama pada saat
persalinan.
3. Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai
standar, antara lain bidan desa di polindes/pustu, puskesmas PONED
(Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar), Rumah sakit PONEK
(Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Kualitas) 24 jam.
4. Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran, antara lain dalam bentuk KIE untuk mencegah
terjadinya 4 terlalu, pelayanan KB berkualitas pasca persalinan dan pasca
keguguran, pelayanan asuhan pasca keguguran, meningkatkan partisipasi
aktif pria.
5. Pemantapan kerjasama lintas program dan sektor, antara lain dengan jalan
menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi (IDI, POGI, IDAI,
IBI, PPNI), Perinasia, PMI, LSM dan berbagai swasta.
6. Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat, antara lain
dalam bentuk meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya,

11
pencegahan terlambat 1 dan 2, serta menyediakan buku KIA (Ambarwati,
2011).

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertolongan persalinan oleh tenaga non-medis tidak bisa dihilangkan
karena sudah merupakan suatu kepercayaan dan sudah melekat dalam budaya.
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-kesehatan masih diperlukan
pada daerah-daerah yang masih minimnya tenaga kesehatan khususnya bidan.
Kerjasama antara bidan dan pemerintah dengan tenaga kesehatan non-
medis sangat diperlukan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
kerjasama yang bisa dilakukan seperti misalnya dalam pemberian pelatihan
kepada para tenaga kesehatan non-kesehatan atau keikut sertaan pemerintah
sangat penting untuk menunjang sukesnya pelatihan dengan pemberian bantuan
alat-alat untuk menolong persalinan seperti gunting tali pusat, sehingga infeksi
saat pemotongan tali pusat bisa diturunkan.

B. Saran
1) Untuk masyarakat
a. Diharapkan masyarakat ikut lebih memperhatkan tentang kesehatan atau
ibu terutama dalam proses persalinannya.
b. Diharapkan masyarakat lebih menyeleksi dalam memilih penolong
persalinannya.
2) Untuk pemerintah
a. Diharapkan pemerintah ikut serta dalam memberikan dukungan seperti
pelatihan dan pemberian alat-alat pertolongan peralinan gratis kepada
dukun.
b. Diharapkan pemerintah bisa membantu alam pemerataan bidan atau tenaga
kesehatan sampai daerah pedalaman sehingga mutu kesehatan meningkat
sampai daerah-daerah terpencil.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://abang-sahar.blogspot.com/2012/12/makalah-dukun-beranak.html
Kartika, Sofia. 2004. Kerjasama Dukun dan Bidan Desa untuk Menekan AKI dan
AKB.
http://www.jurnalperempuan.com
Ketua Mitra Peduli Kependudukan/Milik Jabar. 2006. Pikiran Rakyat Bandung
http://www.pikiranrakyatbandung.com
Prawirahardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP
http://cewexsweetiya.blogspot.com/2011/01/makalah-pertolongan-persalinan-
oleh.html

14

Anda mungkin juga menyukai