Anda di halaman 1dari 49

BAB IX

PERCOBAAN VIII
APLIKASI KONTROL PID

9.1 Tujuan Percobaan


1. Memahami sistem kontrol open loop
2. Memahami sistem kontrol closed loop
3. Memahami sistematika terkontrol PID

9.2 DASAR TEORI

Dalam proses otomatisasi, bagian yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari
proses otomatisasi ialah sistem dan perangkat kontrol yang digunakan, dimana
perangkat kontrol tersebut dapat menggantikan peran operator dalam proses
otomatisasi. Kontroler otomatik membandingkan harga yang sebenarnya dari
keluaran yaitu plant dengan harga yang diinginkan, menentukan deviasi, dan
menghasilkan suatu sinyal kontrol yang akan memperkecil deviasi sampai nol
atau sampai suatu harga yang kecil.Macam-macam sistem kontrol yang digunakan
dalam industri adalah kontrol I/O, kontrol fuzzy, dan kontrol PID. Kontrol I/O
merupakan sebuah sistem kontrol yang bertujuan untuk memberikan bantuan
kepada user untuk memungkinkan mereka mengakses berkas, tanpa
memperhatikan detail dari karakteristik dan waktu penyimpanan. Kontrol I/O
menyangkut manajemen berkas dan peralatan manajemen yang merupakan bagian
dari sistem operasi.

Tugas dari Sistem Kontrol I/O adalah :

1) Memelihara directori dari berkas dan lokasi informasi

2) Menentukan jalan bagi aliran data antara main memory dan alat
penyimpanan sekunder

3) Mengkoordinasi komunimasi antara CPU dan alat penyimpanan sekunder

4) Menyiapkan berkas penggunaan input atau output telah selesai


Untuk sistem kontrol fuzzy adalah sistem kontrol dimana dapat mendefinisikan
nilai diantar nilai “0” dan “1”, mungkin kita dapat mendefinisikan suatu parameter
dengan nilai 0.5. Secara umum, logika fuzzy terdiri dari beberapa komponen,
yaitu Fuzzifier, Fuzzy Rule Base, Fuzzy Inference Engine dan Defuzzifier. Yang
menjadi inti dari logika fuzzy adalah Fuzzy Rule Base, yang berisi pernyataan-
pernyataan logika. Fuzzy Inference Engine merupakan komponen fuzzy yang
menerjemahkan pernyataan logika yang ada di Rule Base menjadi perhitungan-
perhitungan matematika. Fuzzifier digunakan untuk memetakan nilai/harga
variable di dunia nyata kedalam himpunan fuzzy (fuzzy sets), sedangkan
Defuzzifier mengembalikan hasil perhitungan fuzzy (himpunan fuzzy) menjadi
variable sesuai rentang nilainya di dunia nyata. Sedangkan untuk sistem kontrol
PID merupakan sistem gabungan antar P (proporsional), I(Integral), dan
D(Derivatif), sistem ini dapat mengurangi waktu respon sistem, dan mengurangi
error sistem.

9.2.1 Motor DC
Motor DC adalah sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah
energi listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan untuk,
misalnya memutar impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor,
mengangkat bahan,dll. Motor listrik digunakan juga di rumah (mixer, bor listrik,
fan angin) dan di industri. Motor listrik kadangkala disebut “kuda kerja” nya
industri sebab diperkirakan bahwa motor-motor menggunakan sekitar 70% beban
listrik total di industri.
Motor DC memerlukan suplai tegangan yang searah pada kumparan
medan untuk diubah menjadi energi mekanik. Kumparan medan pada motor dc
disebut stator (bagian yang tidak berputar) dan kumparan jangkar disebut rotor
(bagian yang berputar). Jika terjadi putaran pada kumparan jangkar dalam pada
medan magnet, maka akan timbul tegangan (GGL) yang berubah-ubah arah pada
setiap setengah putaran, sehingga merupakan tegangan bolak-balik. Namun
dengan dilakukannnya pengembangan terhadap sikat dan komutator, banyak
motor DC yang digunakan dalam sistem servo dapat dioperasikan hampir tanpa
perawatan. Beberapa motor DC menggunakan komutasi secara elektronika.
Mereka dinamakan motor DC tanpa sikat.
Gambar 9.1 Motor DC

9.2.1.1 Konstruksi Motor DC


Suatu motor listrik , akan berfungsi apabila memiliki :
1. Kumparan medan, untuk menghasilkan medan magnet
2. Kumparan jangkar, untuk mengimbaskan ggl pada konduktor – konduktor
yang terletak pada alur-alur jangkar.
3. Celah udara yang memungkinkan berputarnya jangkar dalam medan
magnet.
Pada motor DC, kumparan yang berbentuk kutub sepatu dinamakan
stator ( bagian yang tidak berputar ). Stator ini menghasilkan medan magnet, baik
yang dibangkitkan koil atau magnet permanen.Dan kumparan jangkar merupakan
rotor ( bagian yang berputar ). Rotor ini berupa sebuah koil dimana sebuah arus
listrik mengalir. Bila kumparan jangkar berputar dalam medan magnet, akan
dibangkitkan tegangan (ggl) yang berubah-ubah arah setiap setengah putaran,
sehinggga merupakan tegangan bolak-balik :
e = Emaks sin ω t
Untuk memperoleh tegangan searah diperlukan alat penyearah yang
disebut komutator dan sikat.
Gambar 9.2 Konstruksi Motor DC Tampak dalam

Komutator : suatu konverter mekanik yang membuat arus dari sumber mengalir
pada arah yang tetap walaupun belitan medan berputar
Sikat : media dimana kerja utamanya adalah menghantarkan arus listrik untuk
membangkitkan medan magnet yang diperlukan rotor untuk
memberikan gaya tarik maupun tolak terhadap medan magnet stator
agar rotor dapat berputar dalam satu arah. apabila sikat tersebut habis,
maka arus listrik tidak akan mengalir kedalam kumparan pada rotor dan
tidak ada medan magnet yang terbentuk sehingga tidak ada gaya yang
memutar rotor tersebut. dan matilah motor tersebut.
Angker Dinamo: Suatu konduktor berbentuk U dan berfungsi sebagai penggerak
saat konduktor ini mendapat medan dari kedua kutub di sekitarnya

9.2.1.2.Prinsip Kerja Motor DC


Suatu motor listrik adalah suatu mesin yang mengubah tenaga listrik ke
tenaga mekanik. Kerjanya atas dasar prinsip bahwa apabila suatu penghantar yang
membawa arus diletakkan didalam suatu medan magnet, maka akan timbul gaya
mekanik yang mempunyai arah sesuai dengan hukum tangan kiri dan besarnya
adalah : F = B i l ( Hk. Lorentz )
Gambar 9.3 Prinsip sebuah motor DC
Arus listrik mengalir ke koil melalui sikat – sikat yang selalu
berhubungan dengan komutator, yang ditekan oleh pegas. Pada posisi seperti pada
gambar 9.1 (a), aliran arus pada koil akan menghasilkan medan magnet yang
berlawan dengan medan magnet dari stator, sehingga menyebabkan koil berputar
ke arah yang ditunjukkan oleh anak panah. Apabila aliran arus tetap mengalir
seperti pada gambar 9.1 (a), koil akan diam pada posisi vertical setelah berputar
sejauh 90o. Apabila telah mencapai posisi seperti gambar 9.1 (b), komutator akan
menyebabakan aliran arus yang mengalir melalui koil berbalik dari arah semula.
Dengan demikian, aliran arus sekarang akan menghasilkan tolakan magnet yang
memutar koil sejauh 90o ke posisi seperti pada gambar 9.1 (c). Mekanisme ini
terjadi berulang-ulang.
Secara matematis, mekanisme diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
+

Ia

Ra
V
V
motor

eb

Gambar 9.4 Prinsip kerja motor DC secara matematis


Berlaku hubungan-hubungan :
a). V − eb
Ia =
Ra
dimana :
Ia = Arus dalam jangkar
eb = GGL lawan (“Back EMF ) dari jangkar
Ra = Tahanan untai jangkar
P
b). eb = φ Z N x a volt
c). Persamaan tegangan :
(i). Tegangan V berlawanan arah dengan EMF Eb
(ii). Didalam jangkar terjadi jatuh tegangan Ia Ra, jadi :
V = eb + Ia Ra

d). Kecepatan Motor DC ( N )


Dari persamaan tegangan motor DC :
eb = V - Ia Ra atau φ Z N x P = V - I a Ra
a
V − Ia R a a
Jadi N= rps
Φ ZP
dimana Eb = V - Ia Ra, maka :
Eb a
N= × rps
Φ ZP
kE b a
Jadi N = , dimana k = tetap.
Φ PZ
Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa kecepatan N berbanding terbalik
langsung dengan ggl lawan Eb dan berbanding terbalik dengan fluksi φ .

Gambar 9.5 Respon Keluaran Motor DC


Gambar diatas menunjukkan respon keluaran dari suartu motor DC dengan
menggunakan kontroller Fuzzy PI parameter proposional (gain) dari kontroler PI
dapat datur (schedulle) berdasarkan nilai masukan error (E) dengan tujuan agar
respon ouput lebih cepat mencapai nilai setting point. Jadi dapat diasumsikan
bahwa parameter gain dari kontroler PI merupakan fungsi dari error (E), seperti
pada persamaan berikut ini:

K = f (e) dimana K = proposional gain

Secara sederhana dapat diturunkan suatu aturan kontrol (R) yang menyangkut
kinerja dari scheduling gain pada suatu kontroler fuzzy PI sebagai berikut :
R1 : Jika error (E) Besar maka K adalah Besar
R2 : Jika error (E) Sedang maka K adalah Sedang
R3 : Jika error (E) Kecil maka K adalah Kecil
Akhir dari perancangan kontroler fuzzy PI maka dapat diperoleh suatu persamaan
sinyal kontrol (u) sebagai berikut:

U(k) = U(k-1)+ K dµ
dimana ;
µ(k-1) = sinyal kontrol pada waktu k-1
µ(k) = sinyal kontrol pada waktu k
K = Proposional Gain
dµ = Sinyal kontrol dari fuzzy Look Up Table

9.2.2 Kontroler Proporsional (Proportional Controller)


Kontroler proporsional merupakan aplikasi dari rangkaian kontroler yang
memiliki keluaran (output) yang bersifat proporsional artinya nilai tersebut
dibandingkan dengan nilai yang lain. Dalam hal ini nilai keluaran pada kontroler
proporsional bergantung dibandingkan dengan titik tertentu yaitu titik setel (set
point). Bila terjadi perubahan terhadap titik setel maka kontrol proporsional akan
segera mengatur kembali sistem agar sesuai dengan keadaan yang diinginkan.
Kontroler proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan
besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga
aktualnya). Secara lebih sederhana lagi dapat dikatakan, bahwa keluaran kontroler
proporsional merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan
masukannya, Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem
secara langsung mengubah keluarannya dengan perbandingan bergantung pada
konstanta pengalinya.
Kontroler proporsional dapat dikatakan bagian pertama yang dibentuk
dalam PID kontroler, secara singkat kontroler proporsional mempunyai bentuk
umum yaitu:

K elu aran = P ero leh h asil p en g u k u ran x sin y al k esalah an p en g erak + b ias

Bias sering disebut dengan kontrol reset. Nilai perolehan dalam


pengukuran adalah perbandingan antara nilai keluaran (Output) dengan nilai
masukan (Input). Dalam skala persen nilai peroleh umumnya di antara nilai 0 -
100%. Nilai ini sering dijadikan acuan oleh kontroler proporsional dalam
mengatur sistem jika terdapat kesalahan yang dengan kemudian kontroler
proporsional akan mengatur sistem kembali seperti proses pengaturan awal pada
sistem.

Gambar 9.6 Diagram blok kontroler proporsional

Gambar 9.3 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan


antara besaran setting, besaran aktual dengan besaran keluaran kontroler
proporsional. Sinyal kesalahan (Error) merupakan selisih antara besaran setting
dengan besaran aktualnya. Selisih ini akan mempengaruhi kontroler, untuk
mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga setting) atau negatif
(memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).
Kontroler Proporsional memiliki hubungan antara sinyal keluaran
(Output) dengan sinyal penggerak kesalahan (Error), dirumuskan sebagai berikut:
m(t) = Kp . e (t)
dimana: m(t) = Sinyal keluaran (Output Signal)
Kp = Konstanta penguatan dari kontroler proporsional
e(t) = Sinyal kesalahan penggerak (Error signal) dalam time
domain
Dalam bentuk Transformasi Laplace (Laplace Transform) sebagai berikut:
M (s)
Kp
E (s) =

dimana: M(s) = Sinyal keluaran dalam bentuk laplace (Frequency Domain)


E(s) = Sinyal kesalahan penggerak (Frequency Domain)
Dari persamaan diatas dapat dikatakan bahwa kontroler proporsional
memperbesar nilai pada bagian keluaran (Output Value) atau dengan kata lain
sebagai amplifier dengan masukan yang telah diberikan sebelumnya.
Besarnya nilai penguatan pada sisi keluaran telah ditentukan sebelumnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa sisi keluaran bergantung pada nilai masukan.
Jadi Kontroler proporsional adalah penguat dengan penguatan yang dapat diatur,
apapun wujud mekanisme yang sebenarnya dan apapun bentuk daya
penggeraknya.
Nilai yang dihasilkan pada sisi keluaran berbanding lurus dengan sisi
masukan dengan besar penguatan yaitu sebesar Kp. Sehingga jika suatu sistem
ingin memperoleh nilai yang lebih besar pada bagian keluarannya kontroler jenis
ini dapat digunakan terutama pada sistem yang ingin memperoleh hasil yang
cukup besar.
output / input

step
1
proporsional

0.5

0.5Gambar 9.7 1Respon Kontrol Proporsional time


Kontroler proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional
(proportional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif
dicerminkan oleh Pita proporsional, sedangkan konstanta proporsional
menunjukkan nilai faktor penguatan terhadap sinyal kesalahan, yaitu: Kp.
Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp)
ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan berikut:

dimana : PB = Pita proporsional (Proportional Band)


Kp = Konstanta Kontroler Proporsional (Constant Proportional
Controller)
Dari persamaan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai pita
proporsional berbanding terbalik dengan nilai konstanta kontroler proporsional,
jika nilai Kp besar maka nilai PB akan kecil. Semakin besar nilai Kp maka nilai
PB semakin kecil, sebaliknya semakin kecil nilai Kp maka nilai PB semakin
besar.

Gambar 9.8 Pita Proporsional dari Kontroler Proporsional


tergantung pada penguatan.

Gambar 9.8 menunjukkan grafik hubungan antara pita proporsional, keluaran


kontroler dan kesalahan yang merupakan masukan kontroler. Ketika konstanta
proporsional bertambah semakin tinggi, pita proporsional menunjukkan
penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan
semakin sempit. Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan saat kontroler
diterapkan pada sistem adalah:
1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan
koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem
yang lambat.
2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat
mencapai keadaan mantapnya.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan,
akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan
berosilasi.

R2 VR

R1
-
ei
+ eo
Gambar 9.9 Rangkaian penguat operasional kontroler proporsional

R2
G(s) =
R1
dimana : G(s) = Fungsi alih yang merupakan perbandingan antara keluaran (Eo)
dan masukan (Ei) dalam hal ini adalah resistor.

Untuk menentukan variasi besar gain dengan cara memutar Variabel


Resistor (VR) sesuai dengan nilai gain yang diinginkan.

9.2.3 Kontroler Integral (Integration Controller)


Kontroler Integral adalah aplikasi dari rangkaian kontroler yang memiliki
keluaran (output) yang bersifat integral artinya bahwa menjumlahkan nilai – nilai
masukan sesuai prinsip integral dan dapat mempercepat respon sistem, serta
mengurangi error steady state. Kontroler integral mempunyai sifat mengintegrasi
sinyal masukan, laju perubahan kontroler m(t) sebanding dengan sinyal kesalahan
penggerak e(t), misalnya jika harga e(t) dinaikkan dua kali lipatnya maka harga
m(t) berubah dengan laju perubahan dua kali semula, sedangkan jika harga e(t)
nol maka harga m(t) tetap. Aksi kontrol ini disebut juga kontrol “reset”. Dikatakan
kontrol reset karena pada kontrol proporsional yang plant nya tidak mempunyai
integrator 1/s terdapat kesalahan dalam keadaan tunak atau Offset, kontroler ini
mampu menghilangkan kesalahan (Offset) yang mana pada kontroler proporsional
saat sinyal penggerak kesalahan nol maka keluaran tidak nol, hal ini tak sesuai.
Kontroler ini bekerja sesuai persamaan :
dm(t) = Ki.e(t) dt
m(t) = ∫e(t) dt / Ti
= Ki.∫e(t) dt
Dalam bentuk Transformasi Laplace, persamaan dapat ditulis sebagai berikut:
M(s) = Ki.E(s)/s
Dimana : Ti = tetapan waktu integral
Ki = 1/Ti adalah tetapan integral yang nilainya dapat diatur
e(t) = Sinyal kesalahan penggerak (Error signal) dalam time domain
E(s) = Sinyal kesalahan penggerak (Frequency Domain)
Kontroler integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki
kesalahan keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur
integrator (1/s). kontroler proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran
sistem dengan kesalahan keadaan mantapnya nol. Dengan kontroler integral,
respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan mantapnya
nol.
Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral.
Keluaran kontroler sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan
nilai sinyal kesalahan. Keluaran kontroler ini merupakan jumlahan yang terus
menerus dari perubahan masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami
perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan
masukan.
Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk
oleh kurva kesalahan penggerak - lihat konsep numerik. Sinyal keluaran akan
berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol.

Gambar 9.10 Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t pada pembangkit
kesalahan nol.
Gambar 9.10 menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang disulutkan ke
dalam kontroler integral dan keluaran kontroler integral terhadap perubahan sinyal
kesalahan tersebut.

Gambar 9.11 Diagram Blok Kontroler Integral


Gambar 9.7 menunjukkan blok diagram antara besaran sinyal kesalahan
pengerak dengan keluaran suatu kontroler integral.

Gambar 9.12 Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan

Gambar 9.12 menunjukkan Pengaruh perubahan konstanta integral


terhadap keluaran. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju
perubahan keluaran kontroler berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai
konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relatif
kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar. Ketika digunakan,
kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini:
1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga
kontroler integral cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan
pada nilai sebelumnya. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran
akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh
besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki .
3. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya
offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan
peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroler.
Gambar 9.13 Rangkaian penguat Kontroler Integral

1 R4
G1( s ) = , G 2( s ) =
R1.C 2s R3
R4
G ( s ) = G1( s ).G 2( s ) =
R1.R3.C 2 s
dimana : G(s) adalah perbandingan nilai keluaran terhadap nilai masukan.
output / input

step
1
la
gr
te
in

0.5

0.5 1
Gambar 9.14 Respon Kontrol Integral
time
9.2.4 Kontroler differensial (Differential Controller)
Kontroler differensial mempunyai sifat menderivatif atau menurunkan
sinyal masukan. Karakteristik dari aksi kontrol ini adalah mempunyai sifat
mendahului sinyal kesalahan penggerak, sehingga bisa melakukan koreksi atau
antisipasi terhadap sinyal keluaran lebih cepat.
Kemampuan untuk mendahului ini aksi kontrol differensial ini juga
mempunyai kelemahan yaitu, memperkuat sinyal derau (noise) sehingga dapat
menimbulkan saturasi pada aktuator. Fungsi tambahan dari kontroler differensial
ini adalah menaikkan sensitivitas sistem terhadap error kemudian memberi
koreksi dengan cepat sebelum error bertambah serta meredam terjadinya osilasi
saat sistem menggunakan kontroler integrasi. Keluaran kontroler diferensial
memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif. Perubahan yang mendadak
pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan
cepat.
E(s) M(s)

Td.s

Kesalahan
pengerak

Gambar 9.15 Diagram blok kontroler differensial

Gambar 9.10 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan


antara sinyal kesalahan penggerak dengan keluaran kontroler. Hubungan antara
sinyal masukan dan keluaran dapat dituliskan sebagai berikut :
m(t) = Kd .de(t)/dt
Dalam Transformasi Laplace, (Frequency Domain) dapat dituliskan :
M(s) = Kd s .E(s)
dimana : M(t), E(t) = Sinyal Keluaran dan sinyal masukan
Kd = Konstanta kontroler differensial
Gambar 9.16 Kurva waktu hubungan input - output kontroler differensial

Gambar 9.16 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal


keluaran kontroler differensial. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan,
maka keluaran kontroler juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila
sinyal masukan berubah mendadak dan menaik berbentuk fungsi step, keluaran
menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara
perlahan fungsi ramp, keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar
magnitudonya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor
konstanta differensialnya Td
Karakteristik kontroler differensial adalah sebagai berikut:
1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada
perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan penggerak).
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal
kesalahan.
3. Kontroler differensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga
kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum
pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler differensial dapat
mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat
korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem.

Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler differensial


umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak
memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja kontroler differensial
hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh
sebab itu kontroler differensial tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lain
sebuah sistem.
9.2.5 Kontroler Proporsional – Integral
Kombinasi dari kedua kontroler ini lebih dikenal dengan Kontroller PI.
Kombinasi ini memiliki kelebihan yaitu dapat mempercepat Rising time sistem
dan mengurangi error steady state. Kontroler jenis ini dapat didefinisikan melalui
persamaan:
u(t) = Kp.e(t) + Kp / Ti .∫e(t) dt
Dalam bentuk fungsi alihnya ialah sebagai berikut :
U(s)/E(s) = Kp .[ 1 + 1/Ti s]

Gambar 9.17 Diagram Blok Kontroler PI


Gambar 9.17 ialah gambar diagram blok dari kontroler jenis proporsional-
integral-dimana bagian kontrolnya telah diisi dengan fungsi alih dari gabungan
ketiga jenis kontroler ini. Dalam kontroler jenis ini setiap kekurangan dan
kelebihan dari masing-masing kontroler P dan I dapat saling menutupi dengan
menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler proporsional-integral
(kontroller PID). Elemen-elemen kontroler P dan I masing-masing secara
keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan
error dan menghasilkan perubahan awal yang besar

Gambar 9. 18 Blok Diagram PI


Gambar 9.18 ialah diagram blok kontroler jenis PI, yang mana keluaran akan
bergantung dari harga-harga konstanta masing-masing kontroler tersebut.

Gambar 9.19 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran


Gambar 9.19 menunjukkan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran
dengan masukan untuk kontroler PID. Karakteristik kontroler PID sangat
dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D. Pengaturan
konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-
masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat diatur lebih
besar dibanding yang lain. Konstanta yang lebih akan memberikan kontribusi
pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.

Gambar 9.20 Rangkaian Kontroler Jenis PI


9.2.7 Kontroler Proporsional-Integral-Differensial
Kombinasi dari ketiga aksi kontrol ini, atau lebih dikenal dengan
kontroler PID (Proporsional – Integral – Diferensial). Kombinasi ini memiliki
kelebihan lebih bila dibandingkan dengan masing-masing kontroler. Kontroler
jenis ini dapat didefinisikan melalui persamaan :
u(t) = Kp.e(t) + Kp / Ti .∫e(t) dt + Kp .Td .de(t)/dt
Dalam bentuk fungsi alihnya ialah sebagai berikut :
U(s)/E(s) = Kp .[ 1 + 1/Ti s + Tds]
U ( s) Kp (1 + Tis + Td .Tis 2
=
E ( s) Tis

dimana : Kp ialah penguatan proporsional


Ti ialah waktu integral dan Td ialah waktu turunan.

Gambar 9.21 Diagram Blok Kontroler Jenis Proporsional-Integral-Differensial

Gambar 9.21 ialah gambar diagram blok dari kontroler jenis proporsional-
integral-differensial dimana bagian kontrolnya telah diisi dengan fungsi alih dari
gabungan ketiga jenis kontroler ini. Dalam kontroler jenis ini setiap kekurangan
dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D dapat saling menutupi
dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler proporsional-
integral-differensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroler P, I dan D
masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah
sistem, menghilangkan error dan menghasilkan perubahan awal yang besar.
Gambar 9.22 Diagram Blok kontroler PID analog

Gambar 9.22 ialah diagram blok kontroler jenis PID, yang mana keluaran
akan bergantung dari harga-harga konstanta masing-masing kontroler tersebut.

Gambar 9.23 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran

Gambar 9.23 menunjukkan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran


dengan masukan untuk kontroler PID. Karakteristik kontroler PID sangat
dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D. Pengaturan
konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-
masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat diatur lebih
besar dibanding yang lain. Konstanta yang lebih akan memberikan kontribusi
pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.
C1 R2 C2
R4

R1
- R3
-
ei
+
+ LM 741
eo

Gambar 9.24 Rangkaian Penguat Operasional dengan Kontroler PID

Fungsi pemindahan (alih) untuk aksi kontrol proporsional – integral –


diferensial diantara keluaran E0s(s) dan masukan Ei(s) adalah
R1 R2 C 2 S + 1
Z1 = dan Z 2 =
R1C1 S +1 C2 S

Maka fungsi alih untuk kontrol PID adalah;


Eo ( s ) E ( s ) Eo ( s ) R4 R2 ( R1C1 s +1)( R2 C 2 s +1)
= =
Ei ( s ) Ei ( s ) E ( s ) R3 R1 ( R1C 2 s )

dimana : G(s) ialah perbandingan nilai keluaran terhadap nilai masukannya.

E(t)
Unit fungsi landai

0
t

Gambar 9.25 Sinyal Kesalahan Pengerak fungsi Ramp

U(t) Aksi kontrol PID

Td Aksi kontrol PD

Hanya proporsional

0
t

Gambar 9.26 Keluaran sistem jika masukan fungsi Ramp dengan PID
Dari gambar 9.25 yang merupakan masukan pada sistem akan
menghasilkan gambar 9.26 yang mana terlihat bahwa hasil keluarannya
merupakan fungsi parabolik. Hal ini menunjukkan dalam kontroler jenis ini,
kontroler integral sangat berperan dan menentukan adanya perubahan pada sistem.
Artinya, kontrol integral ini mempercepat proses pengontrolan serta mengurangi
nilai kesalahan pada saat keadaan tunak, dimana pada keadaan tunak tersebut saat
sinyal pengerak kesalahan saat bernilai nol nilai pada keluaran tidak nol, hal itu
menyalahi aturan dimana pada saat sinyal penggerak kesalahan nol maka respon
keluaran seharusnya bernilai nol juga.

Contoh Aplikasi PID:


- Alat Pengendalian Kecepatan Motor DC dengan Kontroler PID
- Pengontrolan Temperatur dengan Kontrol PID
- Sistem Kontrol Optimal dalam reaktor Nuklir dengan Kontrol PID
- Aplikasi pengandalian Ketinggian Permukaan air dengan Kontrol PID

Dengan menggunakan Kontroler PID ini dapat mempercepat waktu stabil,


mengurangi error steady state dan menguarngi waktu delay sistem.

9.2.8 Summing Amplifier


Untuk menjumlah dua atau lebih masukan makan menggunakan summing
amplifier, dengan membalik beberapa masukan, masing-masing mempunyai bati
tegangan satu. Karena semua tahanannya berharga sama, maka setiap masukan
mempunyai bati tegangan satu.

V1
+

rin rout Vout


O

A (V1-V2)

V2 _

Gambar 9.27 Impedansi masuk dan rangkaian keluar Thevenin


Dari gambar, VTH = A (V1 – V2)
Op-amp yang lazin mempunyai rin yang tinggi, A yang tinggi, dan rout yang
rendah. Untuk op-amp yang ideal maka impedansi masuk tak terhingga, bati
tegangan tak terhingga, dan impedansi keluar nol.

9.2.9 PWM (Pulse Width Modulation)


PWM modulator menghasilkan sinyal DC yang terpotong-potong,
sehingga nampak seperti sinyal square (kotak) dengan duty cycle yang
proporsional dengan tegangan input yang diberikan. Putaran motor DC dapat
diatur dengan mengatur tegangan DC input atau dengan cara PWM (Pulse Width
Modulator). Voltage driver akan menghasilkan tegangan yang sama dengan
inputnya, PWM akan menghasilkan pulsa denga duty cycle yang sesuai dengan
sinyal DC inputnya.
PWM (Pulse width modulator) adalah suatu cara modulasi, dimana
gelombang pembawa yang digunakan terdiri dari pulsa-pulsa segi empat yang
berulang-ulang, dengan lebar pulsa yang dapat diubah-ubah oleh amplitudo dari
sinyal informasi.
PWM dipergunakan dalam pengaturan tegangan, tegangan beban diatur
dengan cara mengatur duty cycle dari gelombang kotak yang disupplykan ke basis
dari switching transistor.
Untuk mengukur duty cycle dapat digunakan rumus :
SiklusAkti f
DutyCycle = x100 %
SiklusTota l

Hal ini dapat diamati dari tampilan osiloskop sebagai berikut:

Siklus Aktif

Siklus total

Gambar 9.28 Duty Cycle


Prinsip dasar PWM ditunjukkan pada gambar 9.20 sebagai berikut:
H
HR
HP

Gambar 9.29 Blok sederhana PWM


H
W

HP

9
9

9
9

Gambar 9.30 Output PWM

PWM diperoleh dengan mengumpankan sinyal segitiga e(t) dan sinyal


modulasi em(t) kesebuah komparator. Lebar pulsa dari sinyal menggambarkan
informasi atau besar sinyal dari modulasi.
Bila sinyal segitiga e(t) lebih besar dari em(t) maka keluaran komparator
e0=Vo yang merupakan nilai dari saturasi komparator. Bula e(t) kurang dari e m(t)
maka keluarannya e0=-Vo.
Bila em(t)=0, lebar pulsa sama dengan siklus kerja yang berubah secara
linear terhadap em(t) dan besarnya akan mencapai 50%. Besarnya siklus kerja
dirumuskan :
V0 − em
D= x100%
2V0
9.2.10 Frequency to Voltage Converter
Rangkaian ini menghasilkan sinyal DC keluaran yang proporsional
dengan frekuensi sinyal masukan. Frequency to Voltage Converter berfungsi
untuk menghasilkan output berupa tegangan yang proporsional dengan inputnya
yang berupa frekuensi. Secara sederhana blok diagram pengubah frekuensi ke
tegangan adalah sebagai berikut :
Vr

Monostable - Averaging
Schmitt op-amp
Multivibrator + Network

Gambar 9.31 Diagram blok pengubah frekuensi ke tegangan

Keterangan:
Schmitt : Suatu bagian dari FTVC untuk memperhalus dan mempertegas logika
sinyal
Multivibrator monostable : disebut juga multivibrator one-shoot, menghasilkan
pulsa output tunggal pada waktu pengamatan tertentu saat mendapat trigger
dari luar. Monostable multivibrator memiliki satu kondisi stabil sehingga
sring juga disebut sebagai multibrator one-shot
Op-Amp : Komponen elektronika yang mempunyai fungsi pengikut tegangan,
amplifier pembalik, amplifier non pembalik, amplifier diferensial, konverter
tegangan ke arus, integrator dan linearisasi.
Averaging Network : Suatu bagian dari FTVC untuk mencari nilai rata-rata
frequensi untuk diubah ke nilai tegangan.

Prinsip pengubahan frekuensi ke tegangan ini didasarkan pada pengisian


dan pembuangan muatan kapasitor. Kapasitor dimuati sampai level tertentu yang
ditentukan oleh rangkaian luar dan muatan ini disimpan kemudian dilepaskan ke
sebuah integrator atau rangkaian tapis lolos rendah untuk tiap siklus sinyal
masukan. Sinyal masukan ini masih harus dibentuk lagi dalam bentuk pulsa-pulsa.
Bagian schmitt trigger mengubah sinyal masukan menjadi pulsa-pulsa yang
kemudian diumpankan ke masukan monostable mutivibrator. Rangkaian
monostable bersama dengan saklar presisi (precision switch) membangkitkan
sebuah pulsa dengan amplitudo presisi (Vr) dan periode presisi (T, periode
monostable) yang diumpankan ke jaringan perata. Keluaran akhir merupakan
tegangan DC dengan riak yang rendah yang sebanding dengan frekuensi masukan
rata-rata.
Sinyal masukan dapat berupa sinyal sinusoida, segitiga atau pulsa yang
diubah ke bentuk TTL dengan menggunakan rangkaian pemicu schmitt. Sinyal ini
kemudian diumpankan ke monostable multivibrator untuk mendapatkan pulsa
dengan lebar tertentu. Keluaran ini kemudian diumpankan ke transistor yang
berfungsi sebagai saklar. Ini akan menjadikan transistor off. Pada posisi off
transistor akan tersedia pulsa dengan amplitudo dan lebar pulsa yang konstan.
Kemudian sinyal ini diumpankan ke tingkat perata berupa filter lolos rendah,
sehingga diperoleh sinyal keluaran DC yang sebanding dengan frekuensi masukan
dihasilkan oleh opto coupler.

9.2.11 Sistem Kontrol Open Loop


Open loop control atau kontrol loop terbuka adalah suatu sistem yang
keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol. Artinya, sistem
kontrol terbuka keluarannya tidak digunakan sebagai umpan balik dalam masukan
R (s) C(s)
KONTROLLER PLANT
E (s)

Gc (s) G(s)

G
Gambar 9.32 Diagram blok sistem open loop

Dari gambar 9.23 di atas dapat diketahui persamaan untuk system loop terbuka :
C (s) = R(s).Gc(s).G(s)
C ( s)
= Gc ( s ).G ( s )
G( s)

Dalam suatu system control terbuka, keluaran tidak dapat dibandingkan


dengan masukan acuan. Jadi, untik setiap masukan acuan berhubungan dengan
operasi tertentu, sebagai akibat ketetapan dari system tergantung kalibrasi.
Dengan adanya gangguan, system control open loop tidak dapatmelaksanakan
tugas sesuai yang diharapkan. Sistem control open loop dapat digunakan hanya
jika hubungan antara masukan dan keluaran diketahui dan tidak terdapat
gangguan internal maupun eksternal.
Contoh Aplikasi Open loop:
- Sistem Kontrol Lampu Lalu Lintas
- Sistem Kontrol pada Microwave
- Sistem Kontrol Mesin Cuci
9.2.12 Sistem Kontrol Lup Tertutup (Close Loop)
Sistem kontrol loop tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya
mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem kontrol lup
tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik. Sinyal kesalahan
penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal masukan dan sinyal umpan balik
yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi sinyal keluaran atau
turunannya, diumpankan ke kontroler untuk memperkecil kesalahan dan membuat
agar keluaran sistem mendekati harga yang diiinginkan. Dengan kata lain, istilah
“lup tertutup” berarti menggunakan aksi umpan – balik untuk memperkecil
kesalahan sistem.

Gambar 9.33 Sistem kontrol lup tertutup

Dari gambar 9.33 di atas dapat diketahui persamaan yang digunakan dalam close
loop sistem : C(s) (1+H(s).Gc(s).G(s)) =R(s).Gc(s).G(s)
Pada Gambar 9.33 menunjukkan hubungan masukan dan keluaran dari
sistem kontrol lup tertutup. Jika dalam hal ini manusia bekerja sebagai operator,
maka manusia ini akan menjaga sistem agar tetap pada keadaan yang diinginkan,
ketika terjadi perubahan pada sistem maka manusia akan melakukan langkah –
langkah awal pengaturan sehingga sistem kembali bekerja pada keadaan yang
diinginkan.
Dalam hal lain jika kontroler otomatik digunakan untuk menggantikan
operator manusia, sistem kontrol tersebut menjadi otomatik, yang biasa disebut
sistem kontrol otomatik berumpan balik atau sistem kontrol lup tertutup.
Sistem kontrol manual berumpan – balik dalam hal ini manusia bekerja
dengan cara yang sama dengan sistem kontrol otomatik. Mata operator adalah
analog dengan alat ukur kesalahan, otak analog dengan kontroler otomatik dan
otot – ototnya analog dengan aktuator. Hal inilah yang membedakan dengan
sistem kontrol lup terbuka yang keluarannya tidak berpengaruh pada aksi
pengontrolan, dimana keluaran tidak diukur atau diumpan – balikkan untuk
dibandingkan dengan masukan.
Sistem kontrol lup tertutup mempunyai kelebihan dari sistem kontrol lup
terbuka yaitu penggunaan umpan – balik yang membuat respon sistem relatif
kurang peka terhadap gangguan eksternal dan perubahan internal pada parameter
sistem dan mudah untuk mendapatkan pengontrolan “Plant” dengan teliti,
meskipun sistem lup terbuka mempunyai kelebihan yaitu kestabilan yang tak
dimiliki pada sistem lup tertutup, Kombinasi keduanya dapat memberikan
performansi yang sempurna pada sistem.
Dengan demikian jelaslah bahwa PID Kontroler adalah sistem kontrol lup
tertutup (Close Loop), karena PID Kontroler adalah kontroler yang mampu
menggantikan fungsi operator yang mana ketika terjadi perubahan keadaan
sistem, yang kirimkan oleh sinyal kesalahan penggerak maka PID Kontroler akan
melakukan suatu proses pengaturan kembali sehingga sistem bekerja kembali
sesuai kehendak, dalam hal ini kombinasi sinergis antara ketiga aksi pengontrolan
pada PID Kontroler.

Kelebihan Close Loop: penggunaan umpan–balik yang membuat respon sistem


relatif kurang peka terhadap gangguan eksternal dan perubahan internal pada
parameter sistem dan mudah untuk mendapatkan pengontrolan “Plant” dengan
teliti dan dapat mereduksi error sistem

Kekurangan Close Loop: Sistem tidak memiliki kestabilan dan sistem close loop
tergolong rumit.

Aplikasi Close Loop:


- Aplikasi Pengontrol Suhu Ruangan
- Aplikasi Pengontrol Ketinggian Permukaan Air
- Aplikasi Robot Line Follower.
9.2.13 Optocoupler
Opto coupler adalah suatu rangkaian listrik (elektronika) yang berfungsi
untuk mengkonversi kecepatan menjadi pulsa listrik. Prinsip kerja optocoupler
yaitu jika cahaya infra merah tidak terhalang maka outputnya akan dihasilkan
tegangan nol dan sebaliknya. Piringan opto coupler dibuat berlubang-lubang
supaya opto coupler dapat menghasilkan sinyal dengan frekuensi yang tergantung
dari putaran motor, sehingga semakin cepat putaran motor semakin tinggi
frekuensinya.

9.2.14 Plant motor DC dengan kontrol PID

PLANT OPTO frekuensi VOUT


Vref K PWM MOTOR DC COUPLER
FTV

Gambar 9.34 Diagram blok sistem pengaturan Motor secara open loop

Gambar 9.35 Diagram blok sistem pengaturan Motor secara close loop

Pada pengontrolan plant motor DC ini digunakan kontrol PID. Sistem


kontrol yang digunakan adalah loop tertutup, maksudnya sistem kontrol yang
sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem
kontrol loop tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik. Mula-mula
sistem diberi input berupa tegangan kemudian motor DC akan memberi respon
keluaran berupa putaran. Respon keluaran pada motor DC diatur oleh kontrol
PID.Tegangan referensi yang diberikan akan dimodulasi oleh PWM (Pulse With
Modulation) untuk dipergunakan dalam pengaturan tegangan, tegangan motor DC
diatur dengan cara mengatur duty cycle dari gelombang kotak yang disupplykan
ke basis dari switching transistor. Pengaturan tegangan pada motor DC berguna
untuk mengatur kecepatan putar motor DC/frekuensi putaran motor DC. Keluaran
dari motor DC akan menjadi masukan dari optocoupler. Optocoupler adalah
komponen yang disusun sedemikian rupa sehingga jika cahaya infra merah tidak
terhalang maka outputnya akan dihasilkan tegangan nol dan sebaliknya.piringan
optocoupler dapat mengasilkan sinyal dengan frekuensi yang tergantung dari
putaran motor, sehingga semakin cepat putaran motor semakin tinggi
frekuensinya.
Keluaran dari optocoupler berupa frekuensi di konversi kedalam sinyal
informasi yang berupa tegangan oleh frequency to voltage converter yang
komponen penyusunnya adalah IC LM 2917.Keluaran dari IC LM 2917 yang
berupa tegangan diumpan balikkan untuk dibandingkan dengan sinyal masukan
(reference). Sinyal kesalahan penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal
masukan dan sinyal umpan balik yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu
fungsi sinyal keluaran atau turunannya, diumpankan ke kontroler (dalam
percobaan ini digunakan kontrol PID)untuk memperkecil kesalahan dan membuat
agar keluaran sistem mendekati harga yang diinginkan.
9.3 PENGUJIAN ALAT
9.3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Modul Plant Pengatur motor DC dengan pengontrolan PID
2. Osiloskop digital dual trace
3. Penjepit buaya/konektor
4. Multemeter

9.3.2 Cara Kerja


9.3.2.1 Percobaan kateristik plant motor DC open loop

Vreff PWM Plant Motor DC Optocoupler FTV Vout

Gambar 9.36 Diagram blok sistem pengaturan Motor secara open loop

1. Menyiapkan seperti pada gambar 9.27 dibutuhkan modul


2. Mengamati respon sistem terhadap input dengan menghubungkan probe
osiloskop digital channel A pada Vreff channel B pada output1.
3. Memotret hasil yang tampak pada layar osiloskop (t/div=1s).
4. Mengulangi langkah 2 untuk beberapa variasi sinyal input.

9.3.2.2 Percobaan Close Loop (loop tertutup)


Vref Vout
Kp Plant Motor DC

Output Tegangan FTV Optocoupler

Gambar 9.37 Diagram blok sistem pengaturan Motor secara close loop
1. Menyiapkan seperti pada gambar 9.28 dibutuhkan modul
2. Mengamati respon sistem terhadap input untuk Kp=1 dengan menghubungkan
probe osiloskop digital channel A pada Vreferensi channel B pada output1.
3. Memotret hasil yang tampak pada layar osiloskop (t/div=1s).
4. Mengulangi langkah 2 untuk beberapa variasi nilai Kp.
9.3.2.3 Percobaan PID

Kp

Vref Vout
Ki Mesin Opto
PWM FTV
DC coupler

Kd

Gambar 9.38 Diagram Blok percobaan PID control

1. Menyiapkan modul praktikum dasar sistem kontrol dan memastikan


modul dalam keadaan baik, siap untuk digunakan.
2. Menyiapkan osiloskop digital, multitester digital dan penjepit buaya.
3. Menghubungkan blok rangkaian sistem kontrol motor DC close loop
seperti yang terlihat pada gambar. Skema rangkaian percobaan PID
control dengan menggunakan penjepit buaya untuk controller P
(proportional) saja.
4. Menghubungkan osiloskop digital dengan keluaran untuk mengetahui
respon sistem.
5. Menghubungkan multitester digital pada input tegangan dan keluaran
sistem.
6. Menghubungkan frequency counter pada keluaran motor DC untuk
mengetahui frekuensi yang dihasilkan motor DC
7. Memberi tegangan input / referensi dengan range 0 – 15 volt DC
8. Menghidupkan saklar on-off
9. Memotret keluaran yang ditampilkan oleh osiloskop digital dengan
menggunakan kamera digital.
10. Mencatat dan menganalisa data yang diperoleh.
11. Mengulangi percobaan 3–12 untuk kontroller PI (proportional-integral)
dan PID (proportional-integral-differensial) dengan gambar skema
rangkaian PID kontrol.
9.3.3 Data Percobaan
9.3.3.1 Percobaan Karateristik keluaran dari plant motor DC dengan open
loop
Pada percobaan rangkaian open loop didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 9.1 Data percobaan Karateristik keluaran plant motor DC open loop
Vref
(V) V output (V)
3.13 7.63
12.73 14.19

Gambar 9.39 Vref Plant motor DC percobaan Open loop variasi 1

Gambar 9.40 VoutputPlant motor DC percobaan Open loop variasi 1


Gambar 9.41 Vref Plant motor DC percobaan Open loop variasi 2

Gambar 9.42 Voutput Plant motor DC percobaan Open loop variasi 2

9.3.3.2 Percobaan Karateristik keluaran plant dari plant motor DC pada


close loop
9.3.3.2.1 Kp=1
Pada percobaan rangkaian close loop Kp=1 didapatkan data sebagai
berikut:

Tabel 9.2 Data percobaan Karateristik keluaran plant motor DC close loop
Vref
(V) V output (V)
1.51 0.87
8.97 8.46

Gambar 9.43 Vref Plant motor DC percobaan Close loop Kp=1 variasi 1

Gambar 9.44 Voutput Plant motor DC percobaan Close loop Kp=1 variasi 1

Gambar 9.45 Vref Plant motor DC percobaan Close loop Kp=1 variasi 2
Gambar 9.46 Voutput Plant motor DC percobaan Close loop Kp=1 variasi 2

9.3.3.2.2 Perubahan Kp
Pada percobaan rangkaian close loop Perubahan Kp didapatkan data
sebagai berikut:
Vreferensi = 10,8 V
Tabel 9.3 Data percobaan Karateristik keluaran plant motor DC close loop

Kp V output (V)
25% 9.69
50% 10

Gambar 9.38 Vref Plant motor DC percobaan Close loop Perubahan Kp


Gambar 9.47 Voutput Plant motor DC percobaan Close loop Kp=25%

Gambar 9.48 Voutput Plant motor DC percobaan Close loop Kp=50%

9.3.3.3 Percobaan Karateristik keluaran dari plant motor DC dengan


Control PID
Vreferensi = 14,15 V

Gambar 9.49 Vref Plant motor DC Percobaan Kontrol PID


1. Pada Control P
Pada percobaan didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 9.4 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol P

Kp Ki Kd V output (V)
25% - - 5.38

Gambar 9.50 Voutput Plant motor DC dengan kontrol P

2. Pada Control PI
Pada percobaan didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 9.4 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol PI
V output
Kp Ki Kd (V)
25% 25% - 13.94

Gambar 9.51 Voutput Plant motor DC dengan kontrol PI


3. Pada Control PID
Pada percobaan didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 9.6 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol PID variasi P
V output
Kp Ki Kd (V)
25% 25% 25% 13.82

Gambar 9.52 Voutput Plant motor DC dengan kontrol PID


9.4 ANALISA DAN PEMBAHASAN
9.4.1 Plant Motor DC (open loop)
PLANT OPTO frekuensi VOUT
Vref PWM MOTOR DC COUPLER
FTV

Gambar 9.53 Diagram blok sistem pengaturan Motor secara open loop

Untuk mengetahui karateristik keluaran dari plant motor DC dapat


digunakan rangkaian seperti pada gambar 9.40 diatas.
Mula-mula sistem diberi input berupa tegangan kemudian motor DC akan
memberi respon keluaran berupa putaran. Tegangan referensi yang diberikan akan
dimodulasi oleh PWM (Pulse With Modulation) untuk dipergunakan dalam
pengaturan tegangan, tegangan motor DC diatur dengan cara mengatur duty cycle
dari gelombang kotak yang di-supply-kan ke basis dari switching
transistor .Pengaturan tegangan pada motor DC berguna untuk mengatur
kecepatan putar motor DC/frekuensi putaran motor DC. Keluaran dari motor DC
akan menjadi masukan dari optocoupler. Opto coupler adalah suatu rangkaian
listrik (elektronika) yang berfungsi untuk mengkonversi kecepatan menjadi pulsa
listrik. Prinsip kerja optocoupler yaitu jika cahaya infra merah tidak terhalang
maka outputnya akan dihasilkan tegangan nol dan sebaliknya.
Dari percobaan, didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 9.9 Data percobaan Karateristik keluaran plant motor DC open loop
Vref V output
(V) (V)
3.13 7.63
12.73 14.19

Dari data inilah kita dapat menentukan G (s) dengan cara membagi Vout
dengan Vref. Sehingga didapatkan tabel sebagai berikut :
Tabel 9.10 Data percobaan Karateristik keluaran plant motor DC open loop
Vref V output
(V) (V) G(s)
3.13 7.63 2.4377
1.1146
12.73 14.19 9

Contoh perhitungan :
Vout 7.63
G(s) = = = 2.4377
Vin 3,13

V output
(V)
15
Voutput (V)

10

0
3,13 12,73
Vref (V)

Gambar 9.54 Grafik Hubungan Vref dengan Voutput

Dari grafik di atas terlihat hubungan antara tegangan input dengan


tegangan output pada plant open loop dan besar gain rata-ratanya adalah 1,78.
Dari grafik juga terlihat bahwa hubungan antara input dan output berbanding lurus
atau linier di mana jika inputnya dinaikkan maka output juga akan naik. Pada
sistem open loop besarnya output sama dengan input dikali penguatan tiap blok.

Jadi Respon system control loop terbuka cepat dan tidak berpenagruh pada
keluaran sebelumnya. Karena tidak ada penguatan maka keluaran sama dengan
masukannya.
9.4.2 Percobaan plant motor DC pada close loop

Gambar 9.55 Diagram blok sistem pengaturan Motor secara close loop
Pada pengontrolan plant motor DC ini digunakan kontrol PID. Sistem
kontrol yang digunakan adalah loop tertutup ialah sistem kontrol yang sinyal
keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem
kontrol loop tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik. Mula-mula
sistem diberi input berupa tegangan kemudian motor DC akan memberi respon
keluaran berupa putaran. Respon keluaran pada motor DC diatur oleh kontrol
PID. Tegangan referensi yang diberikan akan dimodulasi oleh PWM (Pulse With
Modulation) untuk dipergunakan dalam pengaturan tegangan, tegangan motor DC
diatur dengan cara mengatur duty cycle dari gelombang kotak yang disupplykan
ke basis dari switching transistor. Pengaturan tegangan pada motor DC berguna
untuk mengatur kecepatan putar motor DC/frekuensi putaran motor DC. Keluaran
dari motor DC akan menjadi masukan dari optocoupler. Optocoupler adalah suatu
rangkaian listrik (elektronika) yang berfungsi untuk mengkonversi kecepatan
menjadi pulsa listrik. Prinsip kerja optocoupler yaitu jika cahaya infra merah tidak
terhalang maka outputnya akan dihasilkan tegangan nol dan sebaliknya. Piringan
optocoupler dapat menghasilkan sinyal dengan frekuensi yang tergantung dari
putaran motor, sehingga semakin cepat putaran motor semakin tinggi
frekuensinya.
9.4.2.1 Percobaan dengan Kp=1
Untuk percobaan dengan nilai Kp=1, maka yang divariasikan
adalah nilai tegangan referensinya, dan hasilnya tampak pada tabel di
bawah ini.
Tabel 9.11 Data percobaan Karateristik keluaran plant motor DC close loop Kp=1

Vref (V) V output (V)


1,51 0,87
8,97 8,46

Dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat hubungan antara


Vreferensi dan juga dengan V outputnya, yang mana dapat digambarkan
Gambar 9.56 Grafik Hubungan Vref dengan Voutput pada percobaan close loop Kp=1
V output
(V)

10

8
Voutput (V)

0
1,51 8,97
Vref (V)

Dari grafik terlihat bahwa hubungan antara input dan output


berbanding lurus atau linier di mana jika inputnya dinaikkan maka
output juga akan naik. Pada sistem close loop besarnya output sama
dengan input dikali penguatan tiap blok.
Pada sistem close loop, terdapat umpan balik yang menyebabkan
nilai output mendekati nilai input sehingga nilai error-nya relatif kecil
(error ideal adalah nol). Sedangkan pada sistem open loop, tidak
terdapat umpan balik. Nilai output merupakan hasil kali dari seluruh
penguatan tiap – tiap blok dengan nilai input.

9.4.2.2 Percobaan dengan perubahan Kp


Pada percobaan ini Kp diubah dengan memutar variac sebesar
50% dan 25%., sedangkan tegangan referensinya tetap, yaitu 10,8 V.
Dan hasilnya tampak pada tabel di bawah ini.
Tabel 9.12 Data percobaan Karateristik keluaran plant motor DC close loop Perubahan Kp

Kp V output (V)
25% 9,69
50% 10

Dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat hubungan antara Vreferensi dan
juga dengan V outputnya, yang mana dapat digambarkan pada grafik di
bawah ini.
V output
(V)

10.1
10
9.9
Voutput (V)

9.8
9.7
9.6
9.5
25% 50%
Kp (%)

Gambar 9.57 Grafik Hubungan Kp dengan Voutput pada percobaan close loop
Perubahan Kp
Dari grafik terlihat bahwa hubungan antara Kp dan Voutput
berbanding lurus atau linier di mana jika Kpnya dinaikkan maka Voutput
juga akan naik. Pada sistem close loop besarnya output sama dengan
input dikali penguatan tiap blok.

Jadi pengaruh perubahan Kp terhadap respon sistem bisa dijelaskan di


bawah ini :
a. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan
koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem
yang lambat.
b. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat
mencapai keadaan mantapnya.
c. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan,
akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan
berosilasi.

9.4.3 Plant motor DC dengan kontrol PID

Pulse
input PID Width Mesin Opto Frequen - Output
controller Modula - DC cupler cy to
tion Voltage

Gambar 9.58 Diagram blok sistem pengaturan Motor secara close loop

Pada pengontrolan plant motor DC ini digunakan kontrol PID. Sistem


kontrol sistem kontrol yang digunakan adalah loop tertutup ialah sistem kontrol
yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan,
sistem kontrol loop tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik.
Mula-mula sistem diberi input berupa tegangan kemudian motor DC akan
memberi respon keluaran berupa putaran .Respon keluaran pada motor DC diatur
oleh kontrol PID. Tegangan referensi yang diberikan akan dimodulasi oleh PWM
(Pulse With Modulation) untuk dipergunakan dalam pengaturan tegangan,
tegangan motor DC diatur dengan cara mengatur duty cycle dari gelombang kotak
yang di-supply-kan ke basis dari switching transistor. Pengaturan tegangan pada
motor DC berguna untuk mengatur kecepatan putar motor DC/frekuensi putaran
motor DC. Keluaran dari motor DC akan menjadi masukan dari optocoupler.
Keluaran dari optocoupler berupa frekuensi di konversi kedalam sinyal
informasi yang berupa tegangan oleh frequency to voltage converter yang
komponen penyusunnya adalah IC LM 2917.Keluaran dari IC LM 2917 yang
berupa tegangan diumpan balikkan untuk dibandingkan dengan sinyal masukan
(reference). Sinyal kesalahan penggerak yang merupakan selisih antara sinyal
masukan dan sinyal umpan balik yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu
fungsi sinyal keluaran atau turunannya, diumpankan ke kontroler (dalam
percobaan ini digunakan kontrol PID) untuk memperkecil kesalahan dan membuat
agar keluaran sistem mendekati harga yang diinginkan.

9.4.3.1 Percobaan Kontrol P (Proportional)


Pada percobaan dengan kontroler P diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 9.13 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol P

Kp Ki Kd V output (V)
25% - - 5,38

Dari tabel diatas terlihat bahwa dengan dengan nilai Kp kurang dari satu,
maka didapatkan nilai Voutput yang lebih kecil dari Vref (14,15 V).
Padahal seharusnya penambahan kontrol proporsional mengurangi error
sehingga Voutput mendekati Vref.
.
9.4.3.2 Percobaan Kontrol PI (Proportional Integral)
Tabel 9.14 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol PI

Kp Ki Kd V output (V)
25% 25% - 13,94

Dari tabel diatas terlihat bahwa dengan dengan penambahan Kp dan Ki,
maka didapatkan nilai Voutput yang mendekati Vref (14,15 V). Hal ini
sesuai teori yang mana Kp mengurangi error dan Ki menghilngakan error
sehingga Voutput hampir mendekati Vref.

9.4.3.3 Percobaan Kontrol PID (Proportional Integral Derrivatif)


Tabel 9.15 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol PID
Kp Ki Kd V output (V)
25% 25% 25% 13,82

Dari tabel diatas terlihat bahwa dengan dengan penambahan Kp, Ki dan
Kd, maka didapatkan nilai Voutput yang cukup mendekati Vref (14,15 V).
Hal ini sesuai teori yang mana Kp mengurangi error dan Ki
menghilngakan error dan Kd menstabilkan sistem sehingga Voutput
hampir mendekati Vref.

9.4.3.4 Perbandingan Kontroler P, PI, dan PID


Dari percobaan yang telah dilakukan, ternyata respon sistem dengan
kontrol PI adalah yang paling baik, kemudian PID dan yang terakhir adalah
kontrol P. Pada kontrol PI dapat dilihat dari error yang terjadi pada Vref 14.15V
adalah paling kecil yaitu 0,21V. Jenis kontrol PID pada Vref 14.15V memiliki
error 0,33 V dan pada kontrol P pada Vref 14.15V memiliki error yang palig
besar yaitu sekitar 8,77V. Kontrol PID seharusnya lebih baik dari kontrol PI
karena ada penambahan kontroler D sehingga respon sistem akan lebih bagus dari
pada kontrol PI. Perbedaan percobaan dan teori ini terjadi karena kemungkinan
adanya kesalah pengukuran dan tuning. Pada kontroler gabungan (PI dan PID)
memiliki pengaruh yang merupakan gabungan dari tiap kontroler, sehingga
kekurangan dari kontroler yang lain akan dapat diminimalisasi.
Seharusnya penentuan respon sistem yang baik tidak hanya dilihat dari
error steady statenya saja melainkan dari faktor yang lain yaitu : waktu naik (Tr),
waktu steady ( Ts ), serta Overshoot yang terjadi, tetapi parameter tersebut tidak
dapat diamati karena keterbatasan alat ukur yang dimiliki sehingga hanya
penentuan baik-buruknya sistem hanya berdasar error saja.
9.5 PENUTUP
9.5.1 Kesimpulan
1. Kp berfungsi sebagai penguat atau amplifier pada keluaran serta
mempercepat respon keluaran pada sistem.
2. Ki berfungsi menghilangkan kesalahan offset pada keadaan tunak serta
memperlambat respon sistem.
3. Kd berfungsi sebagai pengkoreksi kesalahan pada sistem, meredam
terjadinya osilasi pada sistem, serta mempercepat respon awal sistem.
4. Untuk Percobaan Sistem Open Loop Gain rata – ratanya adalah 1,73
5. Untuk Percobaan Close Loop pengaruh Kontroler Proporsional
(Kp = 25%) didapatkan Voutput lebih kecil dari Vref.
6. Untuk Percobaan Close Loop pengaruh Kontroler PI (Kp = 25% dan
Ki = 25 %) didapatkan nilai Voutput mendekati Vref.
7. Untuk Percobaan Close Loop pengaruh kontroler PID (Kp = 25%,
Ki = 25%, dan Kd = 25%) didapatkan nilai Voutput sangat mendekati
Vref.

9.5.2 Saran
1. Untuk mendapatkan sistem yang terkontrol dengan penuh maka
hendaklah menggunakan kontroler yang merupakan kombinasi dari
ketiga jenis kontroler ini.
2. Jika menggunakan suatu kontroller, sebaiknya dipelajari dan dikenali
sifat dan karakteristiknya agar diperoleh hasil yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai