Anda di halaman 1dari 8

Sjamsuhidajat R, Meilia PDI, Zulfiyah IA. Etika Kedokteran dalam Kegiatan Tanggap Darurat Bencana.

ISSN 2598-179X (cetak)


JEKI. 2020;4(1):1–8. doi: 10.26880/jeki.v4i1.39. ISSN 2598-053X (online)

Etika Kedokteran dalam Kegiatan


Tanggap Darurat Bencana
R Sjamsuhidajat1, Putri Dianita Ika Meilia1,2, Itsna Arifatuz Zulfiyah
1
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
2
Instalasi Kedokteran Forensik dan Pemulasaraan Jenazah, Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta

Kata Kunci Abstrak Bencana dapat menghancurkan satu negara dalam waktu
Etika, tanggap darurat bencana, triase, singkat, baik karena kerusakan struktur maupun wabah penyakit yang
informed consent, penjatahan sumber diakibatkan setelahnya. Indonesia merupakan salah satu negara yang
daya paling rentan terhadap bencana, baik bencana yang disebabkan oleh
Korespondensi faktor alam maupun faktor manusia. Untuk mencegah dan mengurangi
antalya22ftf@gmail.com kerusakan yang disebabkan oleh bencana, Indonesia membutuhkan
Publikasi sistem penanggulangan bencana yang kokoh. Berbagai dilema etik
© 2020 JEKI/ilmiah.id sering kali muncul dalam penanggulangan bencana ini. Beberapa dilema
DOI etik yang paling menonjol di Indonesia antara lain dilema dalam triase,
10.26880/jeki.v4i1.39 melakukan riset, meminta informed consent, memberikan pelayanan
dalam sarana yang terbatas, serta melindungi keselamatan dan kesehatan
Tanggal masuk: 10 November 2019
tenaga medis yang membantu korban bencana sesuai Konvensi Jenewa.
Tanggal ditelaah: 11 Januari 2020
Tanggal diterima: 10 Februari 2020
Tanggal publikasi: 24 Februari 2020

Abstract Disasters can destroy a country in a short amount of time, both due to structural damage and
the subsequent outbreaks of diseases. Indonesia is one of the countries that are the most vulnerable
to disasters, both natural as well as man-made disasters. To prevent and reduce damage caused by
disasters, Indonesia needs a robust disaster management system. Various ethical dilemmas can arise
in disaster management. Some of the most prominent ethical dilemmas in Indonesia include dilemmas
in triaging processes, conducting research in disaster settings, obtaining informed consent, providing
services in limited-resource settings, and protecting the safety and health of medical personnel who
assist victims of disasters in accordance with the Geneva Conventions.
Indonesia merupakan salah satu negara tewas dan lebih dari 300 orang lainnya luka-
yang paling rentan terhadap bencana, baik luka. Sementara itu, pada bencana banjir yang
bencana yang disebabkan oleh faktor alam terjadi pada awal tahun 2020 di daerah Jakarta
(natural disaster) atau faktor manusia (man-made dan sekitarnya, seperti dilansir oleh Merdeka.
disaster), maupun campuran dari kedua faktor com (03/01/2020), diduga bahwa baik faktor
tersebut. Satu bencana alam terbesar yang alam maupun manusia turut berperan.
pernah terjadi di Indonesia adalah tsunami di Dalam Undang-undang Republik
Sumatra pada tahun 2004. Laporan dari Harian Indonesia Nomor 24 Tahun 2007, bencana
Kompas (29/12/2004) menyebutkan bahwa didefinisikan sebagai rangkaian peristiwa
tsunami ini menimbulkan sekitar 230.000 yang dapat mengancam dan mengganggu
orang tewas di 14 negara, dengan 170.000 kehidupan manusia, yang dapat disebabkan
korban di antaranya yang timbul di Indonesia. oleh faktor alam, non-alam, dan/atau manusia
Sedangkan bencana yang disebabkan oleh sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa,
faktor manusia contohnya kecelakaan maut kerusakan lingkungan, dampak psikologis,
dua kereta api pada Tragedi Bintaro pada tahun dan kerugian harta benda.1 Jumlah kejadian
1987. Majalah Tempo (19/10/1987) melaporkan bencana di Indonesia selama 10 tahun terakhir
bahwa tragedi ini menyebabkan 156 orang terus mengalami peningkatan, dengan jumlah

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020 1


Etika Kedokteran dalam Kegiatan Tanggap Darurat Bencana

terbanyak pada tahun 2017 – 2018. Oleh dengan menghormati asas autonomi individu.
karena itu, setiap negara membutuhkan Oleh karena itu, rasio risiko dibanding
sistem penanggulangan bencana yang kokoh keuntungan pada setiap program imunisasi
untuk mencegah dan mengurangi kerusakan harus dihitung dengan tepat.5
yang disebabkan oleh bencana. Sistem
penanggulangan bencana ini dapat dibedakan Etika pada tahap persiapan
menjadi penanggulangan bencana berskala Tahap persiapan pada penanggulangan
internasional, nasional, dan lokal.2,3 bencana terdiri atas pembuatan program
Sistem penanggulangan bencana pada penanggulangan bencana, sistem peringatan
skala internasional diatur pada Kerangka Aksi dini, sistem komunikasi emergensi, latihan dan
Hyogo (KAH) yang mengidentifikasi 5 prioritas rencana evakuasi, inventarisasi sumber daya, dan
untuk sektor kesehatan yang harus dilakukan edukasi publik. Tujuan tahap ini adalah untuk
untuk menguatkan ketahanan negara terhadap menyiapkan respons terhadap segala bentuk
bencana. Lima prioritas tersebut adalah: (1) bencana secara tepat dan tanggap. Pada fase ini,
pengurangan risiko bencana, (2) penilaian risiko tenaga kesehatan juga memiliki peran dalam
bencana dan peningkatan peringatan dini, (3) menyediakan informasi mengenai kesehatan
penggunaan budaya, inovasi, dan pendidikan, dan nutrisi yang berkontribusi dalam sistem
(4) reduksi faktor risiko yang mendasari, dan (5) peringatan dini pada semua sektor.4 Salah satu
penguatan kesiapan bencana untuk respons dan dilema etik yang dapat terjadi pada tahap ini
pemulihan yang efektif.3 Sistem penanggulangan adalah ketika dokter harus menentukan alokasi
bencana merupakan bentuk kerja multisektor, sumber daya. Sumber daya ini dapat berupa
dimana kesehatan turut memegang peranan makanan, peralatan, air, obat, dan segala benda
penting di dalamnya.1,2 esensial kehidupan lainnya. Dalam hal ini,
Sistem penanggulangan bencana ini dokter mungkin harus mengutamakan prinsip
dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu (1) tahap keadilan (justice) dibandingkan dengan asas
mitigasi, (2) tahap persiapan (preparedness), autonomi individu pasien.5
(3) tahap respons, dan (4) tahap pemulihan.4
Masalah etika dapat terjadi pada setiap tahapan Etika pada tahap respons
ini. Dalam artikel ini akan dibahas beberapa Setiap dokter dan tenaga medis harus
masalah etika kedokteran yang kerapkali muncul senantiasa memegang empat prinsip etika utama,
di Indonesia agar dapat menjadi panduan bagi yaitu beneficence, non-maleficence, autonomy, dan
dokter yang terlibat dalam kegiatan tanggap justice dalam tahap respons bencana. Masalah
darurat bencana. etika yang dapat muncul pertama kali adalah
mencari cara untuk mobilisasi ke lokasi bencana
Etika dalam Setiap Tahap Penanggulangan secepat mungkin sementara akses untuk ke
Bencana lokasi tersebut dapat membahayakan jiwa
Etika pada tahap mitigasi dokter dan petugas penanggulangan bencana
Mitigasi terdiri dari sejumlah aktivitas lainnya. Masalah selanjutnya terjadi pada saat
yang dapat mengurangi probabilitas kejadian melakukan triase, sistem yang memaksa dokter
bencana atau mengurangi efek bencana harus membagi pasiennya sesuai prioritas dan
yang tidak dapat dicegah. Tenaga kesehatan, memilih urutan perawatan sesuai dengan
bekerja sama dengan pemerintah, memiliki prioritas tersebut. Masalah ini dapat diperberat
peran dalam membuat kebijakan publik pada dengan kondisi bencana yang mungkin tidak
tahap ini, misalnya dengan membuat program ideal, baik akibat kurangnya tenaga medis yang
imunisasi, mengontrol vektor penyakit, program dikirimkan atau karena kurangnya jumlah obat
keluarga, sanitasi lingkungan, dan sebagainya.4 yang tersedia.5
Salah satu contoh dilema etik dalam tahap ini
adalah program imunisasi, yang lebih bertujuan Etika pada tahap pemulihan
memproteksi publik dari bahaya dibandingkan Semua nilai dan prinsip etika yang telah
2 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020
Sjamsuhidajat R, Meilia PDI, dan Zulfiyah IA

disebutkan pada tahap sebelumnya harus atas kriteria non-medis yang lain.3 Hal ini
tetap diperhatikan pada tahap pemulihan juga dijelaskan dalam Kode Etik Kedokteran
ini. Akan tetapi, setiap dokter harus bekerja Indonesia (KODEKI) Tahun 2012 pasal 10
secara profesional sesuai dengan kebutuhan yang menyebutkan bahwa setiap dokter wajib
yang mungkin baru muncul setelah bencana menghormati hak pasiennya, termasuk hak
terjadi. Pada periode ini, kebutuhan dari memperoleh pelayanan medis dan perawatan.
korban yang selamat harus menjadi perhatian. Dalam penjelasan pasal disebutkan bahwa
Korban bencana dapat kehilangan keluarga setiap dokter harus memberikan pengobatan
dan mengalami berbagai masalah psikologis, pada pasien tanpa melihat ras, agama, suku,
sehingga pendekatan pasien pada tahap ini kedudukan sosial, kondisi kecacatan tubuh,
harus melibatkan berbagai sektor secara ataupun status kemampuan membayarnya.8
holistik.5 Selain itu, prinsip justice juga sangat
berperan dalam kondisi bencana. Sumber
Beberapa Masalah Etika dalam daya kesehatan yang pada situasi normal
Penanggulangan Bencana juga umumnya sudah terbatas (scarce) akan
Ada begitu banyak dilema etis yang bertambah langka. Hal ini dapat disebabkan
ditemukan dalam penanggulangan bencana. baik karena kerusakan atau kehancuran fasilitas
Tabel 1 menunjukkan berbagai tantangan etika layanan kesehatan maupun akibat tenaga
dalam kedokteran tanggap bencana menurut kesehatan yang turut terkena dampak dari
Larkin.6 bencana, terutama pada kejadian bencana alam
Berikut ini akan dibahas mengenai yang berskala besar. Berdasarkan prinsip justice
beberapa masalah etika yang menonjol di ini, para korban bencana yang paling terkena
Indonesia: dampak seharusnya memperoleh prioritas
Melakukan triase secara cepat dan tepat utama. Namun, dengan adanya proses triase,
Triase merupakan salah satu tahap maka layanan kedokteran dan kesehatan harus
terpenting dalam penanggulangan bencana. juga mempertimbangkan prinsip rationing, yaitu
Triase membagi pasien dalam empat kelompok, bertujuan untuk memberikan “the greatest good
yaitu merah (gawat darurat), kuning (urgen), for the greatest number”. Dengan memberlakukan
hijau (luka ringan), dan hitam (korban prinsip ini maka mungkin tidak semua korban
meninggal). Triase dalam bencana dilakukan akan dapat menerima tingkat prioritas layanan
untuk mengelompokkan korban bencana yang sama, namun disesuaikan dengan tujuan
berdasarkan tingkat keparahan yang diderita memaksimalkan manfaat bagi masyarakat luas.9-
setalah terjadinya bencana, menolong korban 11

bencana sebanyak-banyaknya, memberikan


pertolongan pertama korban bencana sesuai Melakukan riset dan meminta informed
kebutuhan, dan meningkatkan kesempatan consent pada korban bencana
hidup korban bencana. Hingga saat ini, terdapat Kondisi bencana pada dasarnya
banyak sistem triase yang diperkenalkan untuk menyediakan kesempatan yang sangat berharga
penilaian awal korban bencana di lokasi, untuk pembelajaran, baik terkait akibat
seperti START, SIEVE, triase Homebush, dan dari bencana itu sendiri maupun terkait
sebagainya.2,7 penanganan atau kegiatan tanggap darurat
Pada tahap ini, tenaga medis harus bencana. Oleh karena itu, kesempatan yang ada
berfokus pada dua prinsip bioetika: beneficence hendaknya digunakan dengan sebaik-baiknya
dan justice. Menurut World Medical Association melalui kegiatan penelitian yang baik. Namun,
(WMA) Statement on Medical Ethics in the Event pelaksanaan penelitian dalam kondisi bencana
of Disasters pada tahun 1994, pertimbangan menimbulkan potensi dilema etik. Salah satu
seorang dokter mengenai pasien mana yang hal yang harus diperhatikan adalah masalah
harus diselamatkan terlebih dahulu hanya informed consent penelitian. Korban bencana
boleh didasarkan atas status medis, bukan pada dasarnya sedang berada dalam tekanan
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020 3
Etika Kedokteran dalam Kegiatan Tanggap Darurat Bencana

Tabel 1. Tantangan etika dalam kedokteran tanggap bencana6


Level Mikro (provider-patient)
1 Peduli pada pasien dengan gangguan kecemasan atau pasien yang membutuhkan perhatian khusus lainnya
2 Menyeimbangkan kebutuhan perawatan paliatif dengan permintaan keluarga pasien untuk “melakukan segalanya”
3 Peduli pada warga negara asing, tenaga militer, tawanan, atau pelaku teror
4 Memprioritaskan perawatan “VIP,” pegawai negeri, pemimpin, keluarga, teman, dan petugas kesehatan
5 Menjaga privasi korban di dalam suasana ramai, situasi pengawasan, karantina, dan terhadap sorotan media massa
6 Melaporkan dan mengawasi kebutuhan yang mempengaruhi kebebasan dan kerahasiaan pasien
7 Melakukan penelitian dan mendapatkan informed consent korban bencana
8 Merawat korban yang terkontaminasi, memiliki penyakit menular, atau bekerja di lingkungan dengan ancaman kesehatan
lainnya
9 Melakukan triase secara cepat, objektif, akurat, dan sesuai etika dalam waktu dan dengan informasi yang terbatas
10 Memenuhi standar pelayanan dengan sarana dan prasarana yang terbatas
11 Menyeimbangkan peran penyedia layanan primer dengan peran sebagai agen kesehatan masyarakat
12 Menyeimbangkan tugas terhadap pasien secara individu dengan tugas untuk menjaga diri dan keluarga di antara kerusakan
infrastruktur, pandemik influenza, dan ancaman bencana lainnya
13 Menyeimbangkan integritas dengan empati terhadap korban individu yang mencari kompensasi atas kerusakan dan disabilitas
Level Meso (provider-provider)
1 Membantu kolega, petugas kesehatan publik, dan staf kesehatan, walaupun dalam pengerjaannya dapat membahayakan nyawa
diri sendiri
2 Pertukaran peran, benturan kekuasaan, dan kesalahpahaman antar tenaga kesehatan dalam segala hierarki
3 Berhadapan dengan kelalaian dan sikap tidak profesional baik dari pemimpin atau bawahan
4 Keselamatan dan kesehatan fisik dan mental pegawai sebelum, ketika, dan setelah serangan teror
5 Kesehatan kerja, kebutuhan melapor, dan privasi
6 Mengoptimalkan komunikasi di antara pemberi respons pertama, konsultan, organisasi, dan staf penyedia pelayanan kesehatan
dalam semua level
7 Konflik kebutuhan dalam dan di antara organisasi yang merebutkan sumber pendanaan lokal, nasional, dan internasional
8 Memperhatikan kesehatan mental, keselamatan, dan kesejahteraan diri sendiri dan penyedia pelayanan kesehatan lainnya
9 Menyeimbangkan perekrutan tenaga kerja terampil dari tenaga relawan
10 Menentukan bagaimana respons bencana dengan menyeimbangkan sisi altruism dan tugas profesional, atau keduanya
11 Memastikan bahwa pekerjaan bencana diakui dan diberikan kompensasi secara adil oleh pimpinan
12 Menentukan bagaimana relawan diberikan sertifikat pelatihan dan bagaimana mereka tetap bertanggung jawab
13 Menerima perintah kerja suka rela tanpa adanya imbalan, jaminan, atau kontrol
Level Makro (provider-society)
1 Menentukan kerja dan batasan dari penanganan bencana, baik yang berasal dari lokal, domestik, luar negeri, atau global
2 Kemauan organisasi untuk merespon secara altruistik kepada bencana versus tugas untuk membayar tagihan organisasi
3 Memastikan keadilan dan meminimalkan konflik kebutuhan dalam mengalokasikan sumber daya
4 Tugas untuk mendukung latihan persiapan yang valid, program vaksinasi, dan kelompok relawan
5 Menolak kebijakan laporan yang tidak etis, serta diskriminasi etnis dan agama
6 Tugas untuk berkomunikasi secara jujur dan hati-hati untuk risiko pembuat kebijakan lokal dan negara, media, serta masyarakat
7 Promosi aktif evaluasi yang mengenai kebijakan penelitian terhadap masyarakat yang terdampak bencana
8 Membangun protokol yang transparan untuk triase yang sesuai etika, serta aktivasi, pemeliharaan, dan terminasi rencana tang-
gap darurat bencana
9 Bekerja secara domestik atau internasional dengan sumber daya yang terbatas

4 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020


Sjamsuhidajat R, Meilia PDI, dan Zulfiyah IA

karena mengalami masalah baik kesehatan, bencana masih dapat menolak intervensi yang
mental, sosial, maupun material, sehingga dapat dilakukan. Dalam situasi ini, kesehatan mental
dianggap tidak dapat memberikan persetujuan korban harus dievaluasi. Apabila kesehatan
secara bebas sebagaimana yang dapat diberikan mental korban diragukan, intervensi harus
dalam kondisi non bencana (under duress). Selain tetap dilanjutkan untuk mencegah terjadinya
itu, telaah usulan penelitian juga mungkin sulit komplikasi medis lebih lanjut. Apabila evaluasi
dilakukan seperti seharusnya karena otoritas menunjukkan bahwa mental korban baik,
lokal juga sedang mengalami disrupsi kegiatan maka korban harus dibujuk untuk menerima
akibat bencana. Hal ini rentan menimbulkan isu intervensi.5
etis, terutama apabila penelitian menggunakan Sebagaimana dalam praktik kedokteran
subjek manusia dan melibatkan peneliti asing. sehari-hari, beberapa korban bencana yang
Oleh karena itu, penelitian dalam kondisi mengalami cedera berat dapat meminta
bencana sedapat mungkin harus tetap melalui euthanasia. Saat ini, euthanasia telah dilarang
proses telaah etika penelitian dan dinyatakan dalam hukum internasional publik dan
lolos kaji etik oleh otoritas lokal (ethical review), sebagian besar kode etik kedokteran di berbagai
terutama apibila akan dipublikasi secara luas.12 penjuru dunia. Dalam KODEKI Tahun 2012
Hal ini sesuai dengan KODEKI Tahun 2012 pasal 11 juga disebutkan bahwa setiap dokter
pasal 6 yang menyebutkan bahwa setiap dokter harus mengingat kewajiban dirinya dalam
yang melakukan penelitian harus mengikuti melindungi makhluk insani. Dalam penjelasan
kaidah yang telah ditentukan.8 pasal disebutkan bahwa dokter dilarang
Informed consent mengenai intervensi medis melibatkan diri atau terlibat dalam euthanasia.
juga merupakan salah satu dilema etik dalam Dokter diwajibkan untuk mengerahkan
penanganan bencana. Dilansir dari WMA segala kemampuannya untuk meringankan
Declaration of Lisbon on the Rights of Patient pada penderitaan hidup, tapi tidak mengakhirinya.5,8
tahun 1981, dikatakan bahwa apabila pasien
tidak sadar atau tidak mampu menunjukkan Menjaga standar pelayanan dalam sarana dan
keinginannya, maka informed consent harus prasarana yang terbatas
didapatkan dari keluarga atau yang mewakili. Walaupun WHO telah menerbitkan
Hal ini juga sesuai dengan prinsip autonomi. panduan untuk kesiapan pelayanan kesehatan
Dalam KODEKI Tahun 2012 pasal 5 juga dalam kondisi bencana, sebagaimana tercantum
disebutkan bahwa setiap perbuatan dokter yang dalam Hospital Preparedness for Emergencies
dapat melemahkan daya tahan psikis maupun (HOPE), kondisi terburuk sering kali tidak
fisik pasien wajib memperoleh persetujuan dapat dihindari. Menurut WMA, setiap
dari pasien atau keluarganya. Apabila keluarga tenaga kesehatan harus memastikan bahwa
tidak ada sementara intervensi medis harus penanganan korban bencana harus sesuai
segera dilakukan, maka pasien dianggap setuju dengan prinsip etika paling minimal. Di
menerima intervensi, kecuali apabila pada tengah kericuhan bencana yang membutuhkan
situasi yang sama sebelumnya pasien memilih banyak bantuan, sumber daya yang tersedia
untuk menolak intervensi.5,8 seringkali berjumlah sangat terbatas. Di
Akan tetapi, menurut WMA tidak sisi lain, semua petugas penanggulangan
akan ada waktu yang cukup untuk meminta bencana akan berusaha melakukan segalanya
persetujuan tindakan kepada pasien pada demi memberikan bantuan yang maksimal
kondisi darurat seperti yang terjadi pada sekalipun pada lingkungan yang tidak familiar.
bencana. Pada kondisi seperti ini, dokter Petugas kesehatan setempat juga mungkin
diminta untuk lebih memprioritaskan prinsip terkena dampak bencana sehingga tidak dapat
bioetika non-maleficence dibandingkan dengan bekerja secara optimal. Kondisi ini kemudian
autonomi. Walaupun dokter diyakini telah menyebabkan timbulnya berbagai dilema etik.
berusaha memilih keputusan yang terbaik demi Oleh karena itu, setiap dokter yang bertugas
kelangsungan hidup pasien, beberapa korban harus memegang penuh prinsip beneficence
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020 5
Etika Kedokteran dalam Kegiatan Tanggap Darurat Bencana

dan justice, dengan sekaligus memperhatikan yang mengatakan bahwa setiap dokter wajib
autonomi pasien pada tahapan ini.13 memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana
Dalam penjelasan KODEKI Tahun 2012 ia sendiri ingin diperlakukan. Dalam penjelasan
pasal 2 disebutkan bahwa setiap dokter wajib pasal disebutkan bahwa setiap dokter wajib
memperjuangkan dipenuhinya fasilitas, sarana, menegakkan budaya tolong menolong dengan
dan prasarana yang sesuai dengan pendoman teman sejawatnya. Setiap dokter harus menyadari
nasional pelayanan kedokteran. Faktanya, bahwa reputasi dirinya dapat terbentuk akibat
kondisi bencana sering kali tidak ideal dengan pengorbanan teman sejawat di satu lingkungan
standar minimal pelayanan kedokteran, baik fasilitas pelayanan kesehatan yang sama. Dengan
karena kurangnya tenaga kesehatan yang demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap
dikirim atau karena kurangnya obat yang dokter juga bertanggung jawab akan kesehatan
tersedia. Oleh karena itu, pada pasal yang sama fisik, mental, dan sosial teman sejawatnya.8
juga disebutkan bahwa dalam situasi dimana Dalam tataran institusi maupun organisasi,
fasilitas pelayanan kesehatan tidak optimal, harus dilakukan pengaturan beban kerja agar
pengambilan keputusan profesional wajib layanan tetap berjalan secara optimal walaupun
dilakukan dengan disertai perilaku profesional ada sebagian dokter dan tenaga kesehatan yang
terbaik dokter demi kepentingan terbaik diberangkatkan ke daerah bencana. Dokter
pasien.8 dan tenaga kesehatan yang tetap melakukan
pelayanan di institusi asalnya hendaknya dapat
Keselamatan dan kesehatan tenaga medis mengambil alih tugas teman sejawatnya dan
Dokter dan tenaga medis lainnya juga mendapatkan penghargaan yang layak.
merupakan salah satu sumber daya manusia Pemimpin institusi hendaknya memahami
terpenting dalam penanggulangan bencana. Di bahwa dalam kondisi bencana, pembagian tugas
sisi lain, mereka juga dapat menerima dampak mungkin harus disiasati agar dapat menunjang
negatif dari kondisi bencana, seperti wabah kegiatan tanggap bencana namun tetap tidak
pandemi, polusi lingkungan, dan konflik merugikan pasien.6
militer. Kondisi ini dapat menjadi ancaman
bagi keselamatan dan kesehatan dokter. Rencana penanggulangan bencana nasional
KODEKI Tahun 2012 pasal 20 mengatakan Sektor kesehatan merupakan salah satu
bahwa setiap dokter wajib selalu memelihara sektor yang dapat terdampak cukup luas pada
kesehatannya untuk memastikan bahwa dirinya kondisi bencana, terutama bencana alam yang
tetap layak praktik. Pasal ini mungkin dapat berskala besar. Oleh karena itu, diperlukan
menjadi alasan adanya dilema etika seorang rencana tanggap darurat bencana dalam bidang
dokter dalam menentukan batasan penanganan kesehatan yang komprehensif. Seorang dokter
korban bencana di kondisi yang mengancam, dapat turut berperan menyusun rencana
terutama mengingat bahwa bencana merupakan tersebut melalui organisasi profesi dalam
kondisi yang berbeda jika dibandingkan bidangnya masing-masing dengan bekerja sama
dengan kondisi praktik kedokteran sehari-hari. dan berkoordinasi dengan organisasi dari sektor
Saat bencana, berkurangnya satu dokter akan dan bidang lainnya. Prinsip utama yang harus
memiliki dampak berat dalam berlangsungnya dijunjung dalam penyusunan rencana tersebut
penanggulangan bencana.6,8 adalah prinsip humanitarian, tanpa ada “udang
Dalam penjelasan KODEKI Tahun di balik batu”. Artinya, segala jenis bantuan
2012 pasal 8 disebutkan bahwa dokter tidak dan kegiatan tanggap darurat bencana yang
hanya bertanggung jawab kepada pasien dan direncanakan tidak boleh disalahgunakan untuk
dirinya sendiri, namun juga kepada teman kepentingan politik, agama, ataupun lainnya.6
sejawat. Untuk menjadi seorang dokter yang Hal ini sesuai dengan KODEKI Tahun 2012
profesional, dokter harus dapat memenuhi pasal 13 yang menyebutkan bahwa setiap dokter
ketiga tanggung jawab ini tanpa terkecuali. harus dapat bekerjasama dengan berbagai pihak
Kewajiban ini juga disebutkan dalam pasal 18 lintas sektoral di bidang kesehatan ataupun
6 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020
Sjamsuhidajat R, Meilia PDI, dan Zulfiyah IA

bidang lainnya.8 dan diatasi dengan baik. Untuk itu diperlukan


Semua dokter harus menyadari bahwa adanya integrasi topik kedokteran tanggap
dalam kondisi bencana, terutama bencana alam bencana ke dalam kurikulum kedokteran.
yang berskala luas, semua memiliki kewajiban
untuk turut membantu sesuai kompetensi KONFLIK KEPENTINGAN
masing-masing bila diperlukan. Agar dapat
berperan aktif dalam kegiatan tanggap darurat Penulis tidak memiliki konflik kepentingan
bencana, sebaiknya topik tentang kedokteran dalam penulisan artikel ini.
tanggap bencana dimasukkan dalam kurikulum
fakultas kedokteran. Sebuah penelitian REFERENSI
mendapatkan bahwa pembahasan tentang
kedokteran tanggap bencana yang dilakukan 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor
selama 2 minggu dirasakan bermanfaat bagi 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
mahasiswa kedokteran. Muatan dari kurikulum Bencana.
kedokteran tanggap bencana harus disesuaikan
2. Pedoman teknis penanggulangan krisis
dengan profil bencana di wilayah tersebut.14
kesehatan akibat bencana: panduan bagi
petugas kesehatan yang bekerja dalam
Identifikasi korban meninggal akibat bencana
penanganan krisis kesehatan akibat
Walaupun seseorang sudah meninggal
bencana di Indonesia. Jakarta: Departemen
dunia, tetapi harus tetap dihormati martabatnya
Kesehatan RI; 2007.
selaku manusia, atau yang disebut dengan
residual dignity. Salah satu upaya dalam menjaga 3. World Health Organization. Disaster risk
residual dignity ini adalah dengan melakukan management for health: overview. Geneva:
identifikasi dengan metode disaster victim WHO; 2011.
identification (DVI) sesuai dengan standar
4. Wisner B, Adams J, World Health
internasional. Tujuannya adalah agar jenazah
Organization. Environmental health in
dapat dikembalikan ke keluarga, semua urusan
emergencies and disasters: A practical guide.
hukum administratifnya dapat diselesaikan,
WHO; 2002.
dan dimakamkan sesuai dengan tuntunan
agama dan kultural yang dianutnya. Hal ini 5. Karadag CO, Hakan AK. Ethical dilemmas
sesuai dengan KODEKI Tahun 2012 pasal in disaster medicine. Iran Red Crescent
8 yang menyebutkan bahwa setiap dokter, Med J. 2012; 14(10):602-12.
dalam praktik medisnya, wajib memberikan
6. Larkin GL. Ethical Issues in Disaster
penghormatan atas martabat manusia. Selain
Medicine. In: Koenig KL, Schultz CH,
itu, karena proses DVI melibatkan banyak
editors. Koenig and Schultz’s Disaster
komponen dan personil inter sektoral, maka
Medicine: Comprehensive Principles and
dokter yang terlibat harus mampu bekerja sama
Practices. Cambridge: Cambridge University
dengan profesional sesuai dengan kompetensi
Press; 2009. p. 62–74.
dan kewenangan masing-masiang, sesuai dengan
pasal 13 KODEKI Tahun 2012.8,9 7. Christ M, Grossmann F, Winter D,
Bingisser R, Platz E. Modern triage in the
KESIMPULAN emergency department. Dtsch Arztebl Int.
2010; 107(50):892-8.
Setiap dokter harus memahami sistem
8. Kode etik kedokteran Indonesia tahun
penanggulangan bencana dan perannya dalam
2012. Jakarta: 2012.
setiap tahap penanggulangan bencana. Adanya
berbagai isu dan dilema etik kedokteran yang 9. Byard RW, Winskog C. Potential problems
berpotensi timbul dalam pelaksanaan kegiatan arising during international disaster victim
tanggap darurat bencana harus dapat diantisipasi identification (DVI) exercises. Forensic Sci
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020 7
Etika Kedokteran dalam Kegiatan Tanggap Darurat Bencana

Med Pathol. 2010; 6:1–2.


10. Bagherzadeh N. Death in disaster:
actions and attitudes towards dead body
management after disasters in Yogyakarta.
IFHV Work Paper. 2014; 4(2):
11. Ali H, Brown N, Chiro L, Dillinger E,
Droder E, Hanby J, et al. Recovery and
identification of the missing after disaster:
case studies, ethical guidelines and policy
recommendations.
12. Lo STT, Chan EYY, Chan GKW, Murray
V, Abrahams J, Ardalan A, et al. Health
emergency and disaster risk management
(health-EDRM): developing research field
within the Sendai Framework paradigm. Int
J Disaster Risk Sci. 2017; 8:145-9.
13. Aung KT, bt Abdul Rahman N’I, Nurumal
MS, Ahayalimudin NA. Ethical disaster or
natural disaster? Importance of ethical issue
in disaster management. J Health Sci Nurs.
2017; 6(2):90-3.
14. Kaji AH, Coates W, Fung CC. A disaster
medicine curriculum for medical students.
Teach Learn Med. 2010; 22(2):116-22.

8 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020

Anda mungkin juga menyukai