Kata Kunci Abstrak Bencana dapat menghancurkan satu negara dalam waktu
Etika, tanggap darurat bencana, triase, singkat, baik karena kerusakan struktur maupun wabah penyakit yang
informed consent, penjatahan sumber diakibatkan setelahnya. Indonesia merupakan salah satu negara yang
daya paling rentan terhadap bencana, baik bencana yang disebabkan oleh
Korespondensi faktor alam maupun faktor manusia. Untuk mencegah dan mengurangi
antalya22ftf@gmail.com kerusakan yang disebabkan oleh bencana, Indonesia membutuhkan
Publikasi sistem penanggulangan bencana yang kokoh. Berbagai dilema etik
© 2020 JEKI/ilmiah.id sering kali muncul dalam penanggulangan bencana ini. Beberapa dilema
DOI etik yang paling menonjol di Indonesia antara lain dilema dalam triase,
10.26880/jeki.v4i1.39 melakukan riset, meminta informed consent, memberikan pelayanan
dalam sarana yang terbatas, serta melindungi keselamatan dan kesehatan
Tanggal masuk: 10 November 2019
tenaga medis yang membantu korban bencana sesuai Konvensi Jenewa.
Tanggal ditelaah: 11 Januari 2020
Tanggal diterima: 10 Februari 2020
Tanggal publikasi: 24 Februari 2020
Abstract Disasters can destroy a country in a short amount of time, both due to structural damage and
the subsequent outbreaks of diseases. Indonesia is one of the countries that are the most vulnerable
to disasters, both natural as well as man-made disasters. To prevent and reduce damage caused by
disasters, Indonesia needs a robust disaster management system. Various ethical dilemmas can arise
in disaster management. Some of the most prominent ethical dilemmas in Indonesia include dilemmas
in triaging processes, conducting research in disaster settings, obtaining informed consent, providing
services in limited-resource settings, and protecting the safety and health of medical personnel who
assist victims of disasters in accordance with the Geneva Conventions.
Indonesia merupakan salah satu negara tewas dan lebih dari 300 orang lainnya luka-
yang paling rentan terhadap bencana, baik luka. Sementara itu, pada bencana banjir yang
bencana yang disebabkan oleh faktor alam terjadi pada awal tahun 2020 di daerah Jakarta
(natural disaster) atau faktor manusia (man-made dan sekitarnya, seperti dilansir oleh Merdeka.
disaster), maupun campuran dari kedua faktor com (03/01/2020), diduga bahwa baik faktor
tersebut. Satu bencana alam terbesar yang alam maupun manusia turut berperan.
pernah terjadi di Indonesia adalah tsunami di Dalam Undang-undang Republik
Sumatra pada tahun 2004. Laporan dari Harian Indonesia Nomor 24 Tahun 2007, bencana
Kompas (29/12/2004) menyebutkan bahwa didefinisikan sebagai rangkaian peristiwa
tsunami ini menimbulkan sekitar 230.000 yang dapat mengancam dan mengganggu
orang tewas di 14 negara, dengan 170.000 kehidupan manusia, yang dapat disebabkan
korban di antaranya yang timbul di Indonesia. oleh faktor alam, non-alam, dan/atau manusia
Sedangkan bencana yang disebabkan oleh sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa,
faktor manusia contohnya kecelakaan maut kerusakan lingkungan, dampak psikologis,
dua kereta api pada Tragedi Bintaro pada tahun dan kerugian harta benda.1 Jumlah kejadian
1987. Majalah Tempo (19/10/1987) melaporkan bencana di Indonesia selama 10 tahun terakhir
bahwa tragedi ini menyebabkan 156 orang terus mengalami peningkatan, dengan jumlah
terbanyak pada tahun 2017 – 2018. Oleh dengan menghormati asas autonomi individu.
karena itu, setiap negara membutuhkan Oleh karena itu, rasio risiko dibanding
sistem penanggulangan bencana yang kokoh keuntungan pada setiap program imunisasi
untuk mencegah dan mengurangi kerusakan harus dihitung dengan tepat.5
yang disebabkan oleh bencana. Sistem
penanggulangan bencana ini dapat dibedakan Etika pada tahap persiapan
menjadi penanggulangan bencana berskala Tahap persiapan pada penanggulangan
internasional, nasional, dan lokal.2,3 bencana terdiri atas pembuatan program
Sistem penanggulangan bencana pada penanggulangan bencana, sistem peringatan
skala internasional diatur pada Kerangka Aksi dini, sistem komunikasi emergensi, latihan dan
Hyogo (KAH) yang mengidentifikasi 5 prioritas rencana evakuasi, inventarisasi sumber daya, dan
untuk sektor kesehatan yang harus dilakukan edukasi publik. Tujuan tahap ini adalah untuk
untuk menguatkan ketahanan negara terhadap menyiapkan respons terhadap segala bentuk
bencana. Lima prioritas tersebut adalah: (1) bencana secara tepat dan tanggap. Pada fase ini,
pengurangan risiko bencana, (2) penilaian risiko tenaga kesehatan juga memiliki peran dalam
bencana dan peningkatan peringatan dini, (3) menyediakan informasi mengenai kesehatan
penggunaan budaya, inovasi, dan pendidikan, dan nutrisi yang berkontribusi dalam sistem
(4) reduksi faktor risiko yang mendasari, dan (5) peringatan dini pada semua sektor.4 Salah satu
penguatan kesiapan bencana untuk respons dan dilema etik yang dapat terjadi pada tahap ini
pemulihan yang efektif.3 Sistem penanggulangan adalah ketika dokter harus menentukan alokasi
bencana merupakan bentuk kerja multisektor, sumber daya. Sumber daya ini dapat berupa
dimana kesehatan turut memegang peranan makanan, peralatan, air, obat, dan segala benda
penting di dalamnya.1,2 esensial kehidupan lainnya. Dalam hal ini,
Sistem penanggulangan bencana ini dokter mungkin harus mengutamakan prinsip
dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu (1) tahap keadilan (justice) dibandingkan dengan asas
mitigasi, (2) tahap persiapan (preparedness), autonomi individu pasien.5
(3) tahap respons, dan (4) tahap pemulihan.4
Masalah etika dapat terjadi pada setiap tahapan Etika pada tahap respons
ini. Dalam artikel ini akan dibahas beberapa Setiap dokter dan tenaga medis harus
masalah etika kedokteran yang kerapkali muncul senantiasa memegang empat prinsip etika utama,
di Indonesia agar dapat menjadi panduan bagi yaitu beneficence, non-maleficence, autonomy, dan
dokter yang terlibat dalam kegiatan tanggap justice dalam tahap respons bencana. Masalah
darurat bencana. etika yang dapat muncul pertama kali adalah
mencari cara untuk mobilisasi ke lokasi bencana
Etika dalam Setiap Tahap Penanggulangan secepat mungkin sementara akses untuk ke
Bencana lokasi tersebut dapat membahayakan jiwa
Etika pada tahap mitigasi dokter dan petugas penanggulangan bencana
Mitigasi terdiri dari sejumlah aktivitas lainnya. Masalah selanjutnya terjadi pada saat
yang dapat mengurangi probabilitas kejadian melakukan triase, sistem yang memaksa dokter
bencana atau mengurangi efek bencana harus membagi pasiennya sesuai prioritas dan
yang tidak dapat dicegah. Tenaga kesehatan, memilih urutan perawatan sesuai dengan
bekerja sama dengan pemerintah, memiliki prioritas tersebut. Masalah ini dapat diperberat
peran dalam membuat kebijakan publik pada dengan kondisi bencana yang mungkin tidak
tahap ini, misalnya dengan membuat program ideal, baik akibat kurangnya tenaga medis yang
imunisasi, mengontrol vektor penyakit, program dikirimkan atau karena kurangnya jumlah obat
keluarga, sanitasi lingkungan, dan sebagainya.4 yang tersedia.5
Salah satu contoh dilema etik dalam tahap ini
adalah program imunisasi, yang lebih bertujuan Etika pada tahap pemulihan
memproteksi publik dari bahaya dibandingkan Semua nilai dan prinsip etika yang telah
2 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020
Sjamsuhidajat R, Meilia PDI, dan Zulfiyah IA
disebutkan pada tahap sebelumnya harus atas kriteria non-medis yang lain.3 Hal ini
tetap diperhatikan pada tahap pemulihan juga dijelaskan dalam Kode Etik Kedokteran
ini. Akan tetapi, setiap dokter harus bekerja Indonesia (KODEKI) Tahun 2012 pasal 10
secara profesional sesuai dengan kebutuhan yang menyebutkan bahwa setiap dokter wajib
yang mungkin baru muncul setelah bencana menghormati hak pasiennya, termasuk hak
terjadi. Pada periode ini, kebutuhan dari memperoleh pelayanan medis dan perawatan.
korban yang selamat harus menjadi perhatian. Dalam penjelasan pasal disebutkan bahwa
Korban bencana dapat kehilangan keluarga setiap dokter harus memberikan pengobatan
dan mengalami berbagai masalah psikologis, pada pasien tanpa melihat ras, agama, suku,
sehingga pendekatan pasien pada tahap ini kedudukan sosial, kondisi kecacatan tubuh,
harus melibatkan berbagai sektor secara ataupun status kemampuan membayarnya.8
holistik.5 Selain itu, prinsip justice juga sangat
berperan dalam kondisi bencana. Sumber
Beberapa Masalah Etika dalam daya kesehatan yang pada situasi normal
Penanggulangan Bencana juga umumnya sudah terbatas (scarce) akan
Ada begitu banyak dilema etis yang bertambah langka. Hal ini dapat disebabkan
ditemukan dalam penanggulangan bencana. baik karena kerusakan atau kehancuran fasilitas
Tabel 1 menunjukkan berbagai tantangan etika layanan kesehatan maupun akibat tenaga
dalam kedokteran tanggap bencana menurut kesehatan yang turut terkena dampak dari
Larkin.6 bencana, terutama pada kejadian bencana alam
Berikut ini akan dibahas mengenai yang berskala besar. Berdasarkan prinsip justice
beberapa masalah etika yang menonjol di ini, para korban bencana yang paling terkena
Indonesia: dampak seharusnya memperoleh prioritas
Melakukan triase secara cepat dan tepat utama. Namun, dengan adanya proses triase,
Triase merupakan salah satu tahap maka layanan kedokteran dan kesehatan harus
terpenting dalam penanggulangan bencana. juga mempertimbangkan prinsip rationing, yaitu
Triase membagi pasien dalam empat kelompok, bertujuan untuk memberikan “the greatest good
yaitu merah (gawat darurat), kuning (urgen), for the greatest number”. Dengan memberlakukan
hijau (luka ringan), dan hitam (korban prinsip ini maka mungkin tidak semua korban
meninggal). Triase dalam bencana dilakukan akan dapat menerima tingkat prioritas layanan
untuk mengelompokkan korban bencana yang sama, namun disesuaikan dengan tujuan
berdasarkan tingkat keparahan yang diderita memaksimalkan manfaat bagi masyarakat luas.9-
setalah terjadinya bencana, menolong korban 11
karena mengalami masalah baik kesehatan, bencana masih dapat menolak intervensi yang
mental, sosial, maupun material, sehingga dapat dilakukan. Dalam situasi ini, kesehatan mental
dianggap tidak dapat memberikan persetujuan korban harus dievaluasi. Apabila kesehatan
secara bebas sebagaimana yang dapat diberikan mental korban diragukan, intervensi harus
dalam kondisi non bencana (under duress). Selain tetap dilanjutkan untuk mencegah terjadinya
itu, telaah usulan penelitian juga mungkin sulit komplikasi medis lebih lanjut. Apabila evaluasi
dilakukan seperti seharusnya karena otoritas menunjukkan bahwa mental korban baik,
lokal juga sedang mengalami disrupsi kegiatan maka korban harus dibujuk untuk menerima
akibat bencana. Hal ini rentan menimbulkan isu intervensi.5
etis, terutama apabila penelitian menggunakan Sebagaimana dalam praktik kedokteran
subjek manusia dan melibatkan peneliti asing. sehari-hari, beberapa korban bencana yang
Oleh karena itu, penelitian dalam kondisi mengalami cedera berat dapat meminta
bencana sedapat mungkin harus tetap melalui euthanasia. Saat ini, euthanasia telah dilarang
proses telaah etika penelitian dan dinyatakan dalam hukum internasional publik dan
lolos kaji etik oleh otoritas lokal (ethical review), sebagian besar kode etik kedokteran di berbagai
terutama apibila akan dipublikasi secara luas.12 penjuru dunia. Dalam KODEKI Tahun 2012
Hal ini sesuai dengan KODEKI Tahun 2012 pasal 11 juga disebutkan bahwa setiap dokter
pasal 6 yang menyebutkan bahwa setiap dokter harus mengingat kewajiban dirinya dalam
yang melakukan penelitian harus mengikuti melindungi makhluk insani. Dalam penjelasan
kaidah yang telah ditentukan.8 pasal disebutkan bahwa dokter dilarang
Informed consent mengenai intervensi medis melibatkan diri atau terlibat dalam euthanasia.
juga merupakan salah satu dilema etik dalam Dokter diwajibkan untuk mengerahkan
penanganan bencana. Dilansir dari WMA segala kemampuannya untuk meringankan
Declaration of Lisbon on the Rights of Patient pada penderitaan hidup, tapi tidak mengakhirinya.5,8
tahun 1981, dikatakan bahwa apabila pasien
tidak sadar atau tidak mampu menunjukkan Menjaga standar pelayanan dalam sarana dan
keinginannya, maka informed consent harus prasarana yang terbatas
didapatkan dari keluarga atau yang mewakili. Walaupun WHO telah menerbitkan
Hal ini juga sesuai dengan prinsip autonomi. panduan untuk kesiapan pelayanan kesehatan
Dalam KODEKI Tahun 2012 pasal 5 juga dalam kondisi bencana, sebagaimana tercantum
disebutkan bahwa setiap perbuatan dokter yang dalam Hospital Preparedness for Emergencies
dapat melemahkan daya tahan psikis maupun (HOPE), kondisi terburuk sering kali tidak
fisik pasien wajib memperoleh persetujuan dapat dihindari. Menurut WMA, setiap
dari pasien atau keluarganya. Apabila keluarga tenaga kesehatan harus memastikan bahwa
tidak ada sementara intervensi medis harus penanganan korban bencana harus sesuai
segera dilakukan, maka pasien dianggap setuju dengan prinsip etika paling minimal. Di
menerima intervensi, kecuali apabila pada tengah kericuhan bencana yang membutuhkan
situasi yang sama sebelumnya pasien memilih banyak bantuan, sumber daya yang tersedia
untuk menolak intervensi.5,8 seringkali berjumlah sangat terbatas. Di
Akan tetapi, menurut WMA tidak sisi lain, semua petugas penanggulangan
akan ada waktu yang cukup untuk meminta bencana akan berusaha melakukan segalanya
persetujuan tindakan kepada pasien pada demi memberikan bantuan yang maksimal
kondisi darurat seperti yang terjadi pada sekalipun pada lingkungan yang tidak familiar.
bencana. Pada kondisi seperti ini, dokter Petugas kesehatan setempat juga mungkin
diminta untuk lebih memprioritaskan prinsip terkena dampak bencana sehingga tidak dapat
bioetika non-maleficence dibandingkan dengan bekerja secara optimal. Kondisi ini kemudian
autonomi. Walaupun dokter diyakini telah menyebabkan timbulnya berbagai dilema etik.
berusaha memilih keputusan yang terbaik demi Oleh karena itu, setiap dokter yang bertugas
kelangsungan hidup pasien, beberapa korban harus memegang penuh prinsip beneficence
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020 5
Etika Kedokteran dalam Kegiatan Tanggap Darurat Bencana
dan justice, dengan sekaligus memperhatikan yang mengatakan bahwa setiap dokter wajib
autonomi pasien pada tahapan ini.13 memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana
Dalam penjelasan KODEKI Tahun 2012 ia sendiri ingin diperlakukan. Dalam penjelasan
pasal 2 disebutkan bahwa setiap dokter wajib pasal disebutkan bahwa setiap dokter wajib
memperjuangkan dipenuhinya fasilitas, sarana, menegakkan budaya tolong menolong dengan
dan prasarana yang sesuai dengan pendoman teman sejawatnya. Setiap dokter harus menyadari
nasional pelayanan kedokteran. Faktanya, bahwa reputasi dirinya dapat terbentuk akibat
kondisi bencana sering kali tidak ideal dengan pengorbanan teman sejawat di satu lingkungan
standar minimal pelayanan kedokteran, baik fasilitas pelayanan kesehatan yang sama. Dengan
karena kurangnya tenaga kesehatan yang demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap
dikirim atau karena kurangnya obat yang dokter juga bertanggung jawab akan kesehatan
tersedia. Oleh karena itu, pada pasal yang sama fisik, mental, dan sosial teman sejawatnya.8
juga disebutkan bahwa dalam situasi dimana Dalam tataran institusi maupun organisasi,
fasilitas pelayanan kesehatan tidak optimal, harus dilakukan pengaturan beban kerja agar
pengambilan keputusan profesional wajib layanan tetap berjalan secara optimal walaupun
dilakukan dengan disertai perilaku profesional ada sebagian dokter dan tenaga kesehatan yang
terbaik dokter demi kepentingan terbaik diberangkatkan ke daerah bencana. Dokter
pasien.8 dan tenaga kesehatan yang tetap melakukan
pelayanan di institusi asalnya hendaknya dapat
Keselamatan dan kesehatan tenaga medis mengambil alih tugas teman sejawatnya dan
Dokter dan tenaga medis lainnya juga mendapatkan penghargaan yang layak.
merupakan salah satu sumber daya manusia Pemimpin institusi hendaknya memahami
terpenting dalam penanggulangan bencana. Di bahwa dalam kondisi bencana, pembagian tugas
sisi lain, mereka juga dapat menerima dampak mungkin harus disiasati agar dapat menunjang
negatif dari kondisi bencana, seperti wabah kegiatan tanggap bencana namun tetap tidak
pandemi, polusi lingkungan, dan konflik merugikan pasien.6
militer. Kondisi ini dapat menjadi ancaman
bagi keselamatan dan kesehatan dokter. Rencana penanggulangan bencana nasional
KODEKI Tahun 2012 pasal 20 mengatakan Sektor kesehatan merupakan salah satu
bahwa setiap dokter wajib selalu memelihara sektor yang dapat terdampak cukup luas pada
kesehatannya untuk memastikan bahwa dirinya kondisi bencana, terutama bencana alam yang
tetap layak praktik. Pasal ini mungkin dapat berskala besar. Oleh karena itu, diperlukan
menjadi alasan adanya dilema etika seorang rencana tanggap darurat bencana dalam bidang
dokter dalam menentukan batasan penanganan kesehatan yang komprehensif. Seorang dokter
korban bencana di kondisi yang mengancam, dapat turut berperan menyusun rencana
terutama mengingat bahwa bencana merupakan tersebut melalui organisasi profesi dalam
kondisi yang berbeda jika dibandingkan bidangnya masing-masing dengan bekerja sama
dengan kondisi praktik kedokteran sehari-hari. dan berkoordinasi dengan organisasi dari sektor
Saat bencana, berkurangnya satu dokter akan dan bidang lainnya. Prinsip utama yang harus
memiliki dampak berat dalam berlangsungnya dijunjung dalam penyusunan rencana tersebut
penanggulangan bencana.6,8 adalah prinsip humanitarian, tanpa ada “udang
Dalam penjelasan KODEKI Tahun di balik batu”. Artinya, segala jenis bantuan
2012 pasal 8 disebutkan bahwa dokter tidak dan kegiatan tanggap darurat bencana yang
hanya bertanggung jawab kepada pasien dan direncanakan tidak boleh disalahgunakan untuk
dirinya sendiri, namun juga kepada teman kepentingan politik, agama, ataupun lainnya.6
sejawat. Untuk menjadi seorang dokter yang Hal ini sesuai dengan KODEKI Tahun 2012
profesional, dokter harus dapat memenuhi pasal 13 yang menyebutkan bahwa setiap dokter
ketiga tanggung jawab ini tanpa terkecuali. harus dapat bekerjasama dengan berbagai pihak
Kewajiban ini juga disebutkan dalam pasal 18 lintas sektoral di bidang kesehatan ataupun
6 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020
Sjamsuhidajat R, Meilia PDI, dan Zulfiyah IA