Anda di halaman 1dari 21

JURNAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLID (STERIL)


PERCOBAAN IV
OBAT TETES TELINGA KLORAMFENIKOL

Disusun Oleh :

Siska Ayuningtyas (10060317028)


Lina Agustini (10060317029)
Alviana Novita (10060317031)
Nina Bonita (10060317032)
Santi Setianti (10060317033)
Dyah Ayu N (10060317034)

Kelompok 4 / Shift A

Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 16 Desember 2019

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2019 M/1441
PERCOBAAN IV

Krim Steril Gentamisin Sulfat

I. Nama sediaan

Nama Generik: Krim Gentamisin Sulfat

Nama Dagang : GenSin®

II. Kekuatan sediaan

Kekuatan sediaan : Gentamisin Sulfat 0,1%

Bobot Sediaan : 5 gram

Jumlah Sediaan : 10 tube

III. Preformulasi zat aktif

3.1. Gentamisin Sulfat


 Pemerian : Serbuk putih sampai kekuning-
kuningan.
 Kelarutan : Larut dalam air, tidak larut dalam
etanol, dalam aseton, dalam eter dan dalam benzen.
 Titik lebur : 218-237°C
 Stabilitas :
o Panas: gentamisin sulfat bila disimpan pada suhu 4°
atau 25°, dalam jarum suntik plastik sekali pakai selama
30 hari menimbulkan endapan coklat dibeberapa kasus.
o Air: gentamisin sulfat dalam larutan air cukup asam
sampai sangat basa secara kimiawi stabil dan
menunjukkan dekomposisi di air buffer mendidih (pH
2-14).
o pH: larutan gentamisin sulfat dalam pH asam mungkin
membasakan karbondioksida.
 Inkompatibilitas :Aminoglikosida yang aktif dalam vitro oleh
berbagai penisilin dan sefalosporin melalui interaksi dengan
cincin beta-laktam, tingkat inaktivasi tergantung pada suhu,
konsentrasi dan durasi kontak. Perbedaan aminoglikosida
bervariasi dalam stabilitas mereka, dengan amikasin rupanya
yang paling tahan dan tobramycin paling rentan terhadap
inaktivasi; gentamisin dan netilmisin adalah stabilitas
menengah. Beta laktam juga bervariasi dalam kemampuan
mereka untuk menghasilkan inaktivasi dengan ampisilin,
benzilpenisilin dan antipseudomonal seperti karbensilin dan
tikarsilin memproduksi inaktivasi ditandai. Inaktivasi juga
telah dilaporkan dengan asam klavulanat. Gentamisin juga
tidak sesuai dengan furosemide, heparin, sodium bikarbonat
(pH asam larutan gentamisin mungkin membebaskan
karbondioksida) dan beberapa solusi untuk nutrisi parenteral.
Interaksi dengan persiapan memiliki pH basa (seperti
sulfadiazin sodium) atau obat yang tidak stabil pada pH asam
(misalnya eritromisin garam) yang cukup dapat diharapkan.
Mengingat potensi mereka untuk ketidakcocokan, gentamisin
dan lainnya aminoglikosida harus umumnya tidak dicampur
dengan obat lain dalam jarum suntuk atau larutan infus atau
diberikan langsung melalui intravena yang sama. Ketika
aminoglikosida diberikan dengan beta laktam, mereka
umumnya harus diberikan pada lokasi terpisah.
 Khasiat : Antibiotik
 Kadar Penggunaan : Dalam sediaan digunakan
Gentamisin Sulfat dengan kadar 0,1 %.
(Dirjen POM, 2014: 491)

IV. Analisis pengembangan formula

4.1.Formula Awal
Gentamisin Sulfat 0,1%
Paraffin cair 5%
Vaselin album 7,5%
Benzalkonium Klorida 0,01%
Na lauryl sulfat 1%
Cetostearyl alkohol 9%
Aquadest ad 100 %
4.2.Analisis Formula
1. Zat aktif yang dipakai adalah gentamisin sulfat dengan dibuat
sediaan krim. Pada krim yang dibuat ini digunakan tipe minyak
dalam air. Hal ini dapat dilihat dari komposisi fase air lebih banyak
dibandikan fase air. Hal ini juga bertujuan untuk memudahkan obat
terabsorpsi dengan baik ke area dermis yang memungkinkan
terjadinya iritasi pada kulit bagian dalam. Dan juga untuk
meminimalisir rasa panas seperti terbakar di kulit yang merupakan
gejala infeksi yang mana apabila dibuat tipe air dalam minyak
sediaan akan meninggalkan rasa lengket dikulit yang membuat
tidak nyaman.
2. Pada sediaan ini digunakan pengawet Benzalkonium Klorida. Pada
sediaan ini ditambahkan pengawet, karena merupakan multidose
dan ditakutkan pada saat pengambilannya terdapat
mikroorganisme yang menempel sehingga dapat berkembangbiak
di dalam sediaan. Dan juga Krim yang dibuat adalah tipe M/A. Air
sebagai pembawa tentu jumlahnya akan lebih besar dari fasa
minyak. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan akan adanya
bakteri yang berkembang biak di media air ini. Ditambahkanlah zat
pengawet untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
3. Vaselin album merupakan basis pada krim, yang mana digunakan
untuk dapat membentuk sediaan krim yang baik. Yang merupakan
basis hidrokarbon yang mana memudahkan sediaan terabsopsi ke
dalam kulit sehingga dapat didapatkan efek farmakologis yang
maksimal.
4. Setosteril alkohol merupakan fase minyak yang berfungsi sebagai
emolien dan peningkat viskositas. Setosteril alkohol untuk
emulgator yang bertindak sebagai asam lemak yang merupakan
fase minyak. Campuran dari setosteril alkohol dan Na-lauryl sulfat
digunakan karena tipe krim yang dibuat adalah M/A. Na-lauryl
sulfat digunakan sebagai emulgator karena Na-lauryl sulfat akan
membentuk emulsi M/A yang sangat stabil apabila
dikombinasikan dengan asam lemak bebas, salah satunya adalah
setosteril alkohol. Setosteril alkohol tidak mengalami perubahan
warna saat dikombinasikan dengan Na-lauryl sulfat. Setosteril
alkohol bereaksi dengan Na-lauryl sulfat secara insitu
menghasilkan suatu garam yang dapat berfungsi sebagai emulgator
untuk emulsi tipe M/A.
5. Na lauryl sulfat termasuk kedalam fase air yang berperan sebagai
emulgator yang merupakan basa lemah
6. Parafin cair fase minyak. Parafin cair biasanya digunakan sebagai
zat tambahan yang berperan sebagai emolien atau pelicin pada
sediaan topikal.
7. Aquadest yang mempunyai fungsi sebagai pembawa atau pelarut
yang merupakan fase air. Aquadest digunakan sebagai pembawa
karena tipe krim yang dibuat adalah tipe M/A. Selain itu agar
memudahkan pencucian dan penyerapan pada kulit.

V. Formula akhir

R/ Gentamisin Sulfat 0,1%


Paraffin cair 5%
Vaselin album 7,5%
Benzalkonium Klorida 0,01%
Na lauryl sulfat 1%
Cetostearyl alkohol 9%
Aquadest ad 100 %
VI. Formula Eksipien
1. Paraffin Cair
 Pemerian : Cairan berminyak, jernih, tidak
berwarna, bebas atau praktis bebas dari fluoresensi. Dalam
keadaan dingin tidak berbau, tidak berasa dan jika dipanaskan
berbau minyak tanah lemah.
 Kelarutan : Paraffin cair tidak larut dalam air,
dan dalam etanol, larut dalam minyak menguap, dapat
bercampur dengan minyak lemak, tidak bercampur dengan
minyak jarak.
 Titik lebur : 20°C
 Bobot Jenis :0,870 – 0,890 g
 Stabilitas : Minyak mineral mengalami oksidasi
bila terkena panas dan cahaya.
 Inkompatibilitis : Inkompatibel dengan oksidator kuat
 Khasiat : emolien, pelumas, pelarut, adjuvant
vaksin.
 Kadar Penggunaan : Salep optalmik 3,0-60,0%
(Rowe, 2009: 445-446)
2. Cetostearyl Alkohol
 Pemerian : Massa putih atau warna krem,
serpihan, pellet atau granul. Mempunyai karakteristik aroma
manis yang lemah. Pada pemanasan, cetostearil alkohol melebur
menjadi cairan bebas bahan tersuspensi, jernih, tidak berwarna
atau kuning pucat.
 Kelarutan : Larut dalam etanol (95%), eter dan
minyak, praktis tidak larut dalam air.
 Titik Lebur : 49-56 °C
 Stabilitas : stabil dibawah kondisi normal
penyimpanan, harus disimpan diwadah tertutup baik, tempat
sejuk dan kering
 Kegunaan : Emolien, emulgator, peningkat
viskositas.
 Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan oksidator kuat
dan garam logam.
 Kadar Penggunaan : 2-5%. Dalam sediaan kadar yang
digunakan adalah 5%.
(Rowe, 2009: 150)
3. Vaselin Album
 Pemerian : Masa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini
tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa
diaduk. Berfluoresensi lemah, juga jika dicairkan, tidak berbau,
hampir tidak berasa.
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol.
Etanol (95%) panas atau dingin, gliserin dan air, larut dalam
benzen, karbon disulfide, kloroform, eter, heksana dan minyak
atsiri.
 Titik lebur : 38-60 C
 Stabilitas : Petrolatum merupakan bahan stabil karena
bersifat hidrokarbonnya tidak aktif, sebagian besar masalah
stabilitas terjadi Karena adanya sejumlah kecil kotoran. Pada
paparan cahaya, kotoran ini dapat dioksidasi menjadi
menghitamkan petrolatum dan menghasilkan bau yang tidak
diinginkan. Luasnya oksidasi bervariasi tergantung pada sumber
petrolatum dan tingkat perbaikan. Oksidasi dapat dihambat oleh
dimasukkannya antioksidan yang sesuai seperti
butylatedhydroxyanisole, hydroxytoluenebutylated atau
alphatocopherol. Petrolatum tidak boleh dipanaskan untuk
waktu yang lama. Suhu yang diperlukan mencapai fluiditas
lengkap (sekitar 70°C).
 Inkompatibilitas : Merupakan bahan inert yang
tida dapat bercampur dengan banyak bahan.
 Kegunaan : Emolien, basis salep
 Kadar : Emolien krim topical 10-30%
(Dirjen POM,1979).
4. Aquadest
 Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna tidak
berbau tidak mempunyai rasa
 Kelarutan : Bercampur dengan hampir semua
pelarut polar
 BM : 18,02 g/mol
 pH larutan : 5,0-7,0
 Titik lebur : 100o C
 Konstanta Dielektrik : 78,64
 Bobot Jenis : 1 gr/cm3 pada suhu 25oC
 Stabilitas : Secara kimiawi air stabil dalam
semua keadaan fisik (es, cair dan uap)
 Inkompatibilitas : Dalam formulasi farmasi, air dapat
bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien lain yang rentan
terhadap hidrolisis (penguraian dalam keberadaan air atau uap
air) di suhu kamar yang tinggi. Air dapat bereaksi cepat dengan
logam alkali dan dengan logam alkali dan oksida mereka, seperti
kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan
garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai
komposisi, dan dengan beberapa organik bahan dan kalsium
karbida.
(Dirjen POM, 1995:97 ; Rowe et al, 2009: 766)
VII. Perhitungan dan penimbangan
Perhitungan:

a. Gentamisin Sulfat 0,1%


0,1
Gentamisin Sulfat = 100 × 5 g

= 0,005 g
Penambahan 20% = 0,005 + 0,001
= 0,006g
b. Vaselin Album 7,5%
7,5
Vaselin Album = 100 × 5 𝑔

= 0,375 g
Penambahan 20% = 0,375 + 0,075
= 0,45 g
c. Benzalkonium Klorida 0,01%
0,01
Benzalkonium Klorida = ×5g
100

= 0,0005 g
Penambahan 20% = 0,0005 + 0,0001
= 0,0006 g
Aquadest untuk benzalkonium klorida 1:1
0,0006
= × 1 𝑚𝑙 = 0,0006
1

= 0,0006 ~ 1 ml
d. Cetostearyl alkohol 9%
9
Cetostearyl alkohol = 100 × 5 𝑔

= 0,45 g
Penambahan 20% = 0,45 + 0,09
= 0,54 g
e. Paraffin cair 5%
5
Paraffin cair = 100 × 5 𝑔

= 0,25 g
Penambahan 20% = 0,25 + 0,05
= 0,3 g
f. Na Lauryl Sulfat 1%
1
Na Lauryl sulfat = 100 × 5 g

= 0,05 g
Penambahan 20% = 0,05 + 0,01
= 0,06 g
g. Aquadest 5g
Aquadest =5g+1g
=6g
Aquadest ad 5 g
= ( 6 g – (0,006 + 0,3 + 0,45 + 0,0006 + 0,06
+ 0,54 + 1)
= 6 – 2,354
= 3,644 g

Bahan Konsentrasi Untuk 1 tube Untuk 10 tube

Gentamisin 0,1% 0,006 0,06 g


Sulfat
Vaselin Album 7,5% 0,45 g 4,5 g

Cetostearyl 9% 0,54 g 5,4 g


alkohol
Na Lauryl Sulfat 1% 0,06 g 0,6 g

Benzalkonium 0,01% 0,0006 g 0,006 g


Klorida
Parrafin Cair 5% 0,3 g 3g

Aquadest Ad 5 g 3,644 g 36,44 g

VIII. Penentuan metode sterilisasi


8.1.Metode sterilisasi alat

Alat Metode Sterilisasi Alasan Metode Sterilisasi


Batang Pengaduk Sterilisasi Panas Bukan termasuk alat presisi
Kering (oven 170°C 1 yang ukurannya tidak boleh
jam) berubah jika terkena suhu
tinggi dengan waktu yang
cukup lama
Erlenmeyer Sterilisasi Panas Bukan termasuk alat presisi
Kering yang ukurannya tidak boleh
(oven 170°C 1 jam) berubah jika terkena suhu
tinggi dengan waktu yang
cukup lama
Gelas Kimia Sterilisasi Panas Bukan termasuk alat presisi
Kering yang ukurannya tidak boleh
(oven 170°C 1 jam) berubah jika terkena suhu
tinggi dengan waktu yang
cukup lama
Gelas Ukur Sterilisasi Panas Termasuk alat presisi yang
Lembab tidak boleh memuai jika
( Autoklaf 121°C terkena suhu tinggi dengan
selama 15 menit ) waktu yang cukup lama
Kaca Arloji Sterilisasi Panas Bukan termasuk alat presisi
Kering yang ukurannya tidak boleh
(oven 170°C 1 jam) berubah jika terkena suhu
tinggi dengan waktu yang
cukup lama
Cawan Penguap Sterilisasi Panas Bukan termasuk alat presisi
Kering yang ukurannya tidak boleh
(oven 170°C 1 jam) berubah jika terkena suhu
tinggi dengan waktu yang
cukup lama
Pipet Tetes Sterilisasi Panas Karena pada pipet tetes terdapat
Lembab ( Autoklaf tutup karet yang akan meleleh

121°C selama 15 jika terkena suhu tinggi dengan

menit ) waktu yang cukup lama, tidak


tahan panas
Pipet Ukur Sterilisasi Panas Termasuk alat presisi yang
Lembab ( Autoklaf tidak boleh memuai jika
121°C selama 15 terkena suhu tinggi dengan
menit ) waktu yang cukup lama

8.2. Metode sterilisasi bahan


Nama zat Metode sterilisasi Alasan

Gentamisin Sterilisasi awal radiasi Karena zat tidak tahan panas


Sulfat pengion sinar uv sehingga akan terurai jika
terkena pemanasan dan juga
bentuknya yang merupakan
serbuk, gentamisin sulfat
inkompatibel dengan radiasi
gamma

Paraffin Cair Sterilisasi awal radiasi Karena zat tidak tahan panas
pengion dengan sinar sehingga akan terurai jika
gamma/ filtrasi terkena pemanasan

Cetostearyl Sterilisasi awal radiasi Karena zat tidak tahan panas


Alkohol pengion dengan sinar sehingga akan terurai jika
gamma terkena pemanasan dan juga
bentuknya yang merupakan
serbuk
Vaselin Album Sterilisasi awal dengan Karena zat tahan panas
metode panas kering sehingga tidak akan terurai jika
menggunakan oven terkena pemanasan

Benzalkonium Sterilisasi awal dengan Karena zat tahan panas


Klorida metode panas kering sehingga tidak akan terurai jika
menggunakan oven terkena pemanasan

Na Lauryl Sulfat Sterilisasi awal dengan Karena zat tidak tahan panas
metode radiasi pengion sehingga akan terurai jika
sinar gamma terkena pemanasan dan juga
bentuknya yang merupakan
serbuk

IX. Prosedur kerja

Semua alat dan bahan yang digunakan disiapkan lalu, ditimbang


gentamisin sulfat sebanyak 0,06 g, paraffin cair sebanyak 3 g, vaselin
album sebanyak 4,5 g, benzalkonium klorida sebanyak 0,006 g, Na
lauryl sulfat sebanyak 0,6 g, cetostearyl alkohol sebanyak 0,54 g,
aquadest buat benzalkonium klorida sebanyak 1 ml dan disiapkan
aquadest sebanyak 36,44 ml. Setelah itu semua alat dan bahan
disterilisasi dengan metode yang sesuai, kemudian disiapkan fase
minyak (Vaselin Album, cetostearyl alkohol dan paraffin cair) vaselin
album dan cetostearyl alkohol dimasukin kedalam cawan yang telah
dilapisi kain batis, lalu disiapkan fase air (aquadest, benzalkonium
klorida yang telah dilarutkan, dan Na lauryl sulfat) dimasukkan
kedalam beakerglass. Setelah itu fase minyak dioven selama 1 jam dan
kemudian fase air dimasukkan kedalam oven sampai suhu 60-70oC.
Kemudian kedua fase dicampurkan dimortir panas, lalu ditambahkan
paraffin cair dan diaduk ad homogen, kemudian ditambah gentamisin
sulfat yang telah dihaluskan dan diaduk ad homogen. Setelah itu
ditimbang sebanyak 5 gram per 1 tube dan dilakukan evaluasi dan
diberi etiket.

X. Evaluasi

 Organoleptis
Diamati warna dan bau dengan dilihat dari warna sediaan kemudian
dicium baunya
 Homogenitas
Uji homogenitas dengan cara dioleskan pada cawan kemudian
diamati
 Konsistensi
Uji konsistensi dengan cara dioleskan pada kulit dan diamati
kekentalannya (viskositas)
 Uji kebocoran
Uji kebocoran dengan cara kemasan primer (tube) dibalikan 180o

XII. Hasil Evaluasi

Jenis Evaluasi Hasil Pengamatan

Organoleptis
 Warna Putih
 Bau Tidak berbau

Homogenitas +++

Konsistensi Agak cair

Uji Kebocoran tidak bocor

Keterangan :
+ :
++ :

+++ :
XIII. Pembahasan

Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan krim steril . Dimana


pada percobaan kali ini mempunyai tujuan yaitu membuat sediaan semi
padat berupa krim yang steril dan telah melewati tahap sterilisasi. Krim
adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandng air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Dirjen
POM, 1979).
Pada percobaan kali ini zat aktif yang digunakan adalah gentamisin
sulfat, gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang
bersifat bakterisida terhadap banyak bakteri aerob gram negatif dan
terhadap beberapa strain stafilokokus. Dalam sel aminoglikosida
mengikat sub unit ribosom 30S, dan sampai batas tertentu untuk subunit
ribosom 50S, menghambat sintesis protein dan menghasilkan kesalahan
dalam transkripsi kode genetik bakteri. Gentamisin juga telah
diterapkan untuk pemakaian topikal pada infeksi kulit digunakan
gentamisin dengan konsentrasi 0,1%, kadar tersebut merupakan kada
yang disarankan, tetapi penggunaan tersebut juga dapat menyebabkan
timbulnya resistensi. Untuk sediaan topikal digunakan gentamisin sulfat
karena larut dalam air sehingga krim yang dibuat adalah tipe m/a tetapi
zat aktif pada sediaan tidak dibuat larut dalam air melaikan
didispersikan karena zat aktif harus cepat lepas sehingga bila zat aktif
hanya didispersikan zat aktid akan masuk kedalam target lebih cepat,
tetapi bila dilarutkan difasa air zat aktif akan susah untuk lepas karena
zat aktif harus keluar dahulu dari fasa air lalu bisa berpenetrasi pada
kulit sehingga efenya akan lama.. Gentamisin sulfat adalah garam sulfat
zat antimikroba yang dihasilkan oleh Micromonospora Purpurea.
Potensi tiap mg setara dengan tidak kurang dari 590 μg gentamisin,
dihitung sebagai zat anhidrat. Bentuk sediaan yang dibuat berupa krim
steril karena ditunjukan pada infeksi kulit sehingga jika kulit terinfeksi
maka pemberian obat harus steril karena jika terinfeksi dan obat yang
diberikan tidak steril maka infeksi tersebut bisa menjadi lebih parah
karena terpapar bakteri sehingga dibuat sediaan krim setril.
Analisis eksipien
Pada pembuatan krim steril gentamisin, digunakan eksipien
benzalkonium klorida sebagai pengawet ditambahkannya pengawet
pada sediaan krim steril adalah untuk mengantisipasi adanya bakteri
pada sediaan, karena sediaan yang dibuat adalah multidose sehingga
ujung tube dibuka berkali-kali, bisa saja ada bakteri yang menempel
pada sediaan, dan juga tipe krim yang dipilih yaitu m/a sehingga bisa
saja bakteri tumbuh pada air karena air merupakan tempat tumbuhnya
bakteri sehingga perlu ditambahkan pengawet, pengawet yang dipilih
yaitu benzalkonium klorida alesan mengapa memilih pengawet tersebut
karena benzalkonium klorida larut dalam air sehingga mudah dilarutkan
di bagian fasa air pada formulasi krim tesebut. Tipe krim yang dibuat
m/a karena emulgator yang dipilih sudah membentuk minyak dalam air
dan selain itu juga pemilihan tipe krim m/a bisa meningkatkan
penerimaan pasien/ membuat pemakaian menjadi lebih nyaman.
Kemudian digunakan vaselin album yang merupakan basis pada
krim basis ini dapat membentuk sediaan krim yang baik karena
merupakan basis hidrokarbon yang mana memudahkan sediaan
terabsorbsi kedalam kulit sehingga didapat efek farmakologi yang
maksimal. Kemudian ditambahkan cetostearyl alkohol yang merupakan
fase minyak berfungsi sebagai emolien dan peningkat viskositas,
cetostearyl alkohol bisa sebagai emulgator yang bertindak sebagai asam
lemak dengan dicampurkan dengan Na-lauryl sulfat karena tipe krim
yang akan dibuat m/a, karena Na-lauryl sulfat akan membentuk emulsi
m/a yang sangat stabil apabila dikombinasikan dengan asam lemak
bebas, salah satunya adalah cetostearyl alkohol. Na-lauryl sulfat
termasuk kedalam fase air yang berperan sebagai emulgator yang
merupakan basa lemah. Paraffin cair sebagai fase minyak yang biasanya
digunakan untuk zat tambahan yang berperan sebagai emolien atau
pelicin pada sediaan topikal. Konst pelembab? Kemudian ditambahkan
aquadest yang berfungsi sebagai pembawa/ pelarut yang merupakan
fase air, aquadest digunakan sebagai pembawa karena tipe krim yang
dibuat m/a. Selain itu dapat memudahkan pencucian dan penyerapan
pada kulit.

Krim yang dibuat adalah krim steril maka harus dilakukan sterilisasi.
Tujuan sterilisasi adalah untuk membuat sediaan menjadi steril bebas
mikroba, pirogen dan zat asing. Seharusnya pada proses pembuatannya
dilakukan diruangan yang terdapat LAF didalamnya dan dikerjakan
secara aseptis, hal ini bertujuan untuk mencegah adanya mikroba pada
saat proses pembuatan. Sterilisasi yang dilakukan ialah sterilisasi awal
diantaranya gentamisin sulfat dilakukan sterilisasi awal dengan
menggunakan metode radiasi pengion sinar UV, karena zat aktif tidak
tahan terhadap pemanasan. Jika terkena pemanasan zat akan terurai
sehingga tidak akan memberikan efek farmakologi dan juga gentamisin
sulfat inkompatibel dengan radiasi gamma sehingga tidak bisa
dilakukan sterilisasi dengan radiasi gamma. Paraffin dilakukan dengan
sterilisasi awal dengan radiasi pengion menggunakan sinar gamma
karena zat aktif karena zat tidak tahan panas sehingga jika terjadi
pemanasan akan terurai. Cetostearyl alkohol dilakukan cetostearyl
alkohol dilakukan sterilisasi awal dengan metode dengan radiasi
pengion dengan sinar gamma karena zat tidak tahan panas karena mudah
terurai. Benzalkonium klorida dilakukan sterilisasi awal dengan metode
panas kering menggunakan oven karena zat stabil terhadap panas dan
merupakan serbuk. Na-lauryl sulfat dilakukan sterilisasi awal dengan
metode radiasi pengion menggunakan sinar gamma karena zat aktif
tidak tahan terhadap pemanasan. Vaselin album dilakukan sterilisasi
awal menggunakan radiasi pengion menggunakan sinar gamma atau
oven karena zat stabil terhadap panas dan merupakan mengandung
minyak sehingga bila digunakan autoklaf minyak menjadi tengik karena
uap.
Pada percobaan ini penimbangan bahan dilebihkan 20% karena
metode yang dilakukan dalam proses pembuatan krim adalah metode
pelelehan, dikhawatirkan ada zat yang akan menguap dan bobotnya
akan berkurang sehingga efek farmakologi tidak akan maksimal, maka
dari itu penimbangan zat dilebihkan 20% untuk menghindari kehilangan
bobof pada saat pelelehan. Sehingga efek farmakologinya akan
maksimal. Pada saat akan memisahakan fase minyak dan fase air
dimasukkan kedalam cawan tetapi pada cawan fase minyak dilapisi kain
batis, hal ini bertujuan untuk menghilangkan partikel yag ada pada fase
minyak.
Untuk sterilisasi sediaan tidak dilakukan sterilisasi akhir karena zat
aktif tidak kompatibel dengan dengan sinnar gamma dantidak bisa
digunakan metode panas lembab dikarenakan sediaan mengandung
minyak sehingga akan membuat tengik ketika terkena uap air dan juga
tidak bisa dilakukan sterilisasi dengan metode panas kering karena ada
zat yang tidak tahan panas. Maka hanya dilakukan sterilisasi awal pada
alat, zat dan wadah. Karena bila dipaksakan setrilisasi akhir akan ada zat
yang terurai sehingga tidka akan memberikan efek farmakologi yang
maksimal.
Setelah sediaan dibuat kemudian dilakukan evaluasi yang bertujuan
untuk memastikan bahwa sediaan yang dibuat telah sesuai dengan
persyaratan. Hasil evaluasi yang dilakukan pertama adalah organoleptis
yang bertujuan untuk mengetahui warna dan bau sediaan dan hasilnya
menunjukkan krim berwarna putih dan tidak berbau, selanjutnya
dilakukan uji homogenitas yang bertujuan untuk memastikan bahwa zat
aktif telah terdistribusi merata pada krim untuk mendapatkan efek
farmakologi yang maksimal hasilnya menunjukkan sangat homogen,
selanjutnya uji konsistensi yang bertujuan untuk memastikan sediaan
nyaman pada saat dioleskan pada kulit hasilnya menunjukkan agak cair,
hal ini terjadi karena pada saat pencampuran fasa minya dan fasa air
mortir yang digunakan tidak dalam keadaan panas sehingga membuat
hasil krim agak cair. Uji kebocoran dilakukan untuk memastikan tube
yang digunakan aman dan tidak bocor, hasil menunjukan tube tidak
bocor. Sehingga dapat simpulkan dari hasil evaluasi, krim yang telah
dibuat hampir memenuhi persyaratan, hanya saja konsistensi agak cair
dikarenakan kesalahan teknis pada saat pembuatan

XIV. Wadah dan kemasan

Kemasan primer : Tube


Kemasan sekunder : Dus
Brosur :
Etiket:
GenSin®
Cream

Komposisi:
Gentamisin Sulfat 0,1 %

Cara Kerja Obat:


gentamicin adalah antibiotika golongan aminoglikosida yang digunakan
secara luas terutama untuk mengobati infeksi-infeksi yang disebabkan
oleh bakteri gram negative, seperti Pseudomonas, Proteus Serratia dan
Staphylococcus.

Indikasi:
Konjungtivitis, blefaritis, blefarokonjungtivitis, keratitis, tukak kornea,
keratokonjungtivitis, dakriosistitis.

Kontraindikasi :
Hipersensitifitas terhadap gentamisin dan obat golongan aminoglikosida

Efek Samping :
Gatal, mata merah, mata bengkak

Peringatan dan Perhatian :


Tidak efektif untuk infeksi yang disebabkan oleh jamur atau virus.
Penggunaan antibiotik topikal bisa menimbulkan superinfeksi. Jika
superinfeksi dan atau iritasi terjadi, segera hentikan pemakaian obat.
Jangan digunakan untuk pengobatan jangka panjang

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

PRODUKSI
PT. Pharmapat
Bandung-Indonesia
Daftar pustaka

Anief., Moh. (1997). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI, Jakarta.

Dirjen POM, (1995), Farmakope Indonesia Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.

Gennaro, A.R., (1998), Remington's Pharmaceutical Science 18th Edition,

Marck Publishing Co, Easton.

Rowe, et al., (2009), Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth

Edition, The Pharmaceutical Press, London.

Anda mungkin juga menyukai