Anda di halaman 1dari 4

Bentrokan yang terjadi di Rakhine pada Juni lalu di Myanmar mendorong

polemik dan juga kecaman terhadap pemerintah Myanmar atas penanganan


kasus tersebut dalam beberapa pekan terakhir.

Padahal sebelumnya negara tersebut mendapat apresiasi dari berbagai


kalangan atas kemajuan proses demokrasi.

Bentrokan di Rakhine yang menempatkan etnis Rohingya menjadi pusat


perhatian berbagai kalangan mulai dari aktivis hak asasi manusia hingga para
pimpinan sejumlah negara.

Di Tanah Air sendiri kabar penahanan dan perlakuan tidak seimbang


pemerintah Myanmar terhadap etnis tersebut dalam bentrokan di Rakhine Juni
lalu juga menyulut berbagai pendapat dan kecaman termasuk permintaan agar
pemerintah Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN dan juga memimpin

ASEAN dalam periode 2011 lalu bisa turun tangan.


Pemerintah Indonesia diminta mempengaruhi pemerintah Myanmar agar
menangani kasus tersebut secara lebih adil.

"Saya juga mendengarkan dan mengetahui bahwa ada keprihatinan dari


kalangan masyarakat Indonesia atas apa yang terjadi di Myanmar, khususnya
yang menyangkut etnis Rohingya," kata Presiden dalam keterangan pers yang
disampaikan Sabtu (4/8) akhir pekan lalu.

Pemerintah juga memiliki keprihatian, dan bukan hanya prihatin, tetapi


pemerintah telah, sedang, dan terus lakukan upaya baik itu diplomasi maupun
upaya lain yang berkaitan dengan isu kemanusiaan atas etnis Rohingya yang
ada di Myanmar tersebut, tambah Presiden.

Kepala Negara pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dan menyikapi kasus
tersebut dengan mengupayakan membantu penyelesaian kasus tersebut
dengan sejumlah langkah yang ditempuh.

Langkah pertama yang dilakukan adalah membahas masalah ini secara


multilateral maupun regional untuk mendapatkan penyelesaian yang baik.

Pemerintah secara multilateral dan regional aktif bahas permasalahan yang


berkaitan etnis Rohingya, baik PBB, ASEAN dan forum lain, secara bilateral
aktif jalin diplomasi dan kerja sama, kata Presiden Yudhoyono.

Untuk diketahui, ketika banyak negara tolak kedatangan para pengungsi dan
pencari suaka etnis Rohingya di negara Asia Tenggara, Indonesia menerima
kedatangan mereka, dan sekarang tercatat ada 270 pencari suaka, 124
pengungsi Rohingya, katanya.

Kemudian Indonesia bekerja sama dengan badan PBB dan lembaga


internasional lain untuk selesaikan, berikan status.

'Kami juga telah dan terus lakukan aksi kemanusiaan yang berkaitan dengan
etnis Rohingya. tadi malam saya siapkan surat. Insya Allah terkirim. Kepada
Presiden Thein Sein, ungkapkan harapan Indo ke pemerintah Myanmar untuk
selesaikan permasalahan etnis Rohingya dengan sebaik-baiknya," kata
Presiden.
Langkah yang kedua adalah Indonesia mengusulkan pada pemerintah
Myanmar untuk mengundang badan PBB atau diplomat asing dan juga negara
yang tergabung dalam organisasi kerjasama Islam melihat kondisi sebenarnye
sehingga ada opini yang seimbang berdasarkan situasi yang terjadi
sebenarnya.

"Yang jelas diplomasi yang kita lakukan dengan upaya apa pun, Indonesia ingir
dan berharap agar konflik komunal yang akibatkan permasalahan
kemanusiaan etnis Rohingya benar-benar ditangani dan diselesaikan secara
bijak,adil, tepat dan tuntas," tegas Presiden.

Dalam aspek kemanusiaan, Indonesia menyerukan agar perlindungan


minoritas sungguh diberikan, dan pembangunan kampung yang rusak bisa
dilakukan.

"Saya garisbawahi ini, karena kenyataan dalam camp pengungsi adala etnis
Rohingya. Indonesia siap berikan bantuan kerja sama dan bantuan,
sebagaimana yang Indonesia lakukan di tahun-tahun berselang, dukung
Myanmar untuk lakukan proses demokratisasi sehingga alhamdulillah, setelah
pemilu, oleh dunia dianggap miliki perubahan nyata, dan lanjutkan proses
demokratisasi."

Presiden Yudhoyono menghargai dan mengapresiasi solidaritas yang tumbuh


di dalam negeri atas kesulitan yang dialami saudara-saudara dari etnis

Rohingya, namun Presiden menekankan bantuan yang diberikan hendaknya


tepat guna karena bisa juga dipahami bila pemerintah Myanmar selektif dalam
menerima bantuan.

"Oleh karena itu marilah kita jaga semua ini, percayalah pemerintah Indonesia
akan berbuat apa yang perlu diperbuat untuk misi kemanusiaan. Tapi sebagai
negara ASEAN kita juga ingin memberikan kontribusi sehingga membawa
kebaikan bagi Myanmar, Indonesia, dan dunia," kata Kepala Negara.

Diselesaikan Secara Netral

Sebelumnya, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla juga
memandang penyelesaian kasus Rohingya harus ditekankan pada Sisi
kemanusiaan yang bersifat netral dan diperkuat dengan kerja sama dengan
beberapa pihak seperti PBB, Asean ataupun OKI.

Harus dilihat dari efek kemanusiaannya dan masuknya harus netral. ltu
berlaku di mana saja," kata Kalla seusai pertemuan sejumlah lembaga swadaya
masyarakat yang digagas Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur,
Jumat (3/8) pekan lalu.

Menurut dia, penyelesaian secara netral itu sama seperti saat menyelesaikan
kasus Ambon. Saat itu Indonesia tidak mengizinkan organisasi luar yang
bersifat agama masuk karena dikhawatirkan dapat memperuncing masalah,
sebaliknya dengan organisasi yang lebih netral justru membantu
kemanusiaannya.

Menurut Kalla, harus ada desakan politik untuk penyelesaian permasalahan


Rohingya karena kasus ini telah melanggar hak asasi manusia. "Perlu
ditekankan bahwa hal yang paling tingqi di dunia adalah hak asasi manusia,"
katanya.
Menurut dia, yang harus dilakukan saat ini adalah mengupayakan agar bantuan
bagi masyarakat Rohingya bisa masuk, sebab kedua negara yaitu Myanmar
dan Bangladesh, sama-sama menutup wilayahnya. "Harus ada kerja sama agar
bantuan kepada masyarakat Rohingya itu bisa terlaksana," katanya.

Sementara Menlu Marty Natalegawa pekan lalu mengatakan masyarakat


internasional seharusnya memberikan naungan kepada warga Rohingya yang
menjadi korban diskriminasi di Myanmar karena tidak diakui sebagai warga
negara.

Menurut Marty, Indonesia sudah menegaskan posisinya selama ini dengan


tidak dapat menerima tindakan diskriminatif atau represif terhadap kelompok
apa pun dan di mana pun, dengan alasan apa pun juga baik alasan etnis
maupun agama.

'Kita menentang segala bentuk intoleransi, termasuk di negara kita sendiri, kita
tentang dan kita tidak terima," katanya.

Khusus kasus Rohingya, kata Marty, meskipun perhatian internasional seolah-


olah baru saat ini dicuatkan, kasus tersebut sebenarnya sudah mendapat
perhatian sejak 2010.

Penanganan masalah Rohingya seperti penanganan masalah penanganan


masalah etnis Myanmar lainnya yang merupakan satu kesatuan dari proses
reformasi dan demokratisasi di Myanmar," ujarnya.

Marty melanjutkan, selama ini dorongan dari Indonesia bagi Myanmar bukan
saja sudah membuahkan hasil berupa perubahan politik dan reformasi
demokratisasi di Myanmar, melainkan juga telah meningkatkan kerukunan
antarumat beragama di Myanmar.

"Jadi ini sebenarnya adalah proses yang sedang berjalan. Namun adanya
insiden kemarin yang mengakibatkan jatuhnya korban, kita sangat prihatin dan
menentang tindakan-tindakan kekerasan itu," tambahnya.

Selain meminta Myanmar agar menunjukkan sikap yang lebih toleran,


Indonesia juga berusaha di kerangka sidang majelis umum PBB Komisi Ill
maupun dalam kerangka dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB di Jenewa dan
tentunya juga menampung pengungsi dari Rohingya di Indonesia yang saat ini
berjumlah 394 jiwa.

Pahami masalah
Presiden Yudhoyono mengatakan bantuan untuk menyelesaikan masalah etnis
Rohingya di Myanmar harus disertai dengan pemahaman latar belakang
masalah yang terjadi.

"Yang terjadi adalah konflik komunal, horizontal antara etnis Rohingya dengan
etnis Rakhai. Sama seperti terjadi di negeri kita sekian tahun lalu di Poso dan
Ambon. Kebetulan Rohingya itu beragama Islam, sedangkan Rakhai beragama
Buddha," kata Presiden.

Etnis Rohingya sendiri sesungguhnya berasal dari Bangladesh, meski sudah


sampai empat generasi, keberadaan etnis itu di Myanmar, tetapi memang
kebijakan dasar pemerintah Myanmar belum akui salah satu dari 135 etnis
yang ada di negeri itu.

Benar, pada bulan Mei dan Juni lalu terjadi intensitas konflik atas dua etnis,
yang akibatkan 77 orang meninggal, bukan seperti diberitakan, ribuan orang.

Sementara 109 orang Iuka dan 5000 rumah rusak atau terbakar," kata Presiden.
Ditambahkan Presiden,"ada isu kemanusiaan setelah terjadinya konflik
berskala yang relatif tinggi. sekarang tercatat pengungsi Rohingya dari 28.000
orang di tempat pengungsian, meningkat jadi 53.000 orang. Pengungsi Rakhai
24.000 orang.

Memang ada penilaian bahwa penanganan pengungsi Rakhai oleh pemerintah


Myanmar dinilai lebih baik. tetapi sebaliknya, atensi etnis Rohingya oleh PBB,
oleh etnis Rakhai, dianggap lebih baik, kata Presiden.

"Ada kecemburuan penanganan kedua komunitas itu. Sejauh ini tak ada
indikasi genosida. satu hal yang perlu diketahui rakyat Indpnesia, etnis
Rohingya berasal dari Bangladesh, tapi dalam hal konflik Rohingya-Rakhai,
pemerintah Bangladesh memilih tak ikut campur".

Presiden mengharapkan dengan langkah yang diambil pemerintah RI dan juga


solidaritas bantuan yang tepat maka masalah di Myanmar tersebut dapat
segera diatasi.

Anda mungkin juga menyukai