Anda di halaman 1dari 15

TUGAS TEOLOGI KONTEKSTUAL II

“Pemahaman Orang Sumba Timur mengenai Sistem Kasta”

Nama Anggota Kelompok :

1. Asti Susana Katoda


2. Cici Nomleni
3. Exandry H.U Frans
4. Helda Mardiana Djara Wadu
5. Kevin Verdianto Tarapanjang
6. Lita Meathy Dawi Ngana Eluama
7. Yohanes Tefu
Kel/Sem : A / VII

Dosen Pengasuh : Pdt. Dr. Mery Kolimon

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA

2020
1. Pendahuluan

Sumba Timur dalam bahasa Sumba diartikan sebagai Pahunga Lodu dikarenakan wilayah
Sumba Timur yang terletak di bagian timur tempat matahari terbit. Istilah Pahunga Lodu
awalnya diambil dari sebuah nama kecamatan yang ada di Sumba Timur pada tahun 1962-
1964 yang sekarang nama kecamatan berubah menjadi Pahunga Ládu.Pada saat itu yang
menjadi raja adalah Raja Rindi-Mangili yang dilantik pada tanggal 27 Desember 1960.1
Kelompok meneliti di Sumba Timur tepatnya di GKS Jemaat Tanalingu yang mana tempat
itu masih sangat kental dengan sistem kasta sehingga kami melakukan penelitian di tempat
ini.

Dalam masyarakat Sumba Timur, satu marga/kabihu atau beberapa marga/kabihu, mereka
akan membangun satu kampung besar yang terdiri dari beberapa rumah. Kalau terdiri dari
berbagai marga/kabihu, dari beberapa kampung makaakan digabung untuk menjadi satu
wilayah sehingga masyakat tersebut akan menjadi sebuah paraingu/negeri.Kabihu( marga
atau suku atau clan) adalah kelompok orang yang merupakan suatu persekutuan hukum
menurut keturunan ( geneologis ) yang anggota-anggotanya terdiri dari orang-orang yang
menjadi satu turunan dari satu turunan.

Dalam suatu wilayah hukum selalu ada tuan tanah atau pemilik negeri, kabihu-kabihu
pendatang awal yang lebih dahulu tiba di wilayah sumbaakan menjadi tuan tanah di Sumba.
Ada cara lain orang Sumba untuk membalikkan nama atas tanah sehingga mereka menjadi
tuan tanah di wilayah tertentu. Cara yang dilakukan untuk menjadi tuan tanah yaknidengan
memberikan hewan ternak kepada pemilik tanah sebelumnya dengan perjanjian jikatuan
tanah tersebut tidak mengembalikan hewan maka tanah itu akan menjadi milik orang yang
memberikan ternaknya.

Kabihu2 sudah semakin besar dan luas, sehingga muncullah nama-nama kabihu baru
dalam satu paraingu/negeri. Orang Sumba tidak memperkenankan adanya kawin-mawin
antar sesama kabihu/marga. Dalam sebuah kampung atau negeri, kabihu-kabihu dan tokoh-
tokoh tertentu akan ditunjukan untuk mempunyai tugas-tugas tertentu. Dalam kehidupan

1
Umbu Pura Woha, Sejarah, Musyawarah, dan Adat Istiadat Sumba Timur, Cipta Sarana Jaya:Kupang, 2008,
21-22, cet ke-2
2
Kabihu bisa diartikan dengan dua pebgertian yaitu kabihu suku-suku dan marga, dan arti kabihu yaitu orang-
orang merdeka (tergantung dalam konteks apa)
masyarakat Sumba, adapun susunan startifikasi masyarakat Sumba adalah Maramba; raja
atau bangsawan; Kabihu, orang merdeka atau masyarakat biasa; dan Ata adalah hamba.3

Kelompok melihat bahwa sistem kasta tersebut merupakan bencana sosial yang sedang di
alami oleh masyarakat Sumba terkhususnya bagi mereka yang dari kelas sosial paling bawah
yaitu ata atau hamba. Para hamba/ata ini tidak mendapatkan kebebasan dari pada Maramba
atau raja, seolah-olah seluruh kehidupan mereka yang mengatur adalah raja. Para hamba tidak
mendapatkan kebebasan pendidikan yang cukup. Hal ini terjadi karena ada ketakutan dari
raja/maramba, bila hamba sudah mencapai pendidikan tinggi dan memiliki jabatan maka raja
akan dipimpin oleh seorang hamba. Raja akan menjaga identitas sebagai raja dan tidak mau
kalau diajar oleh seorang hamba, karena pandangan raja atau seorang bangsawan bahwa Ata
hanyalah orang suruhan raja dalam rumah. Dengan adanya sistem kasta ini secara tidak
langsung membunuh harapan generesi baru dan menjadi ancaman bagi kehidupan sosial
mereka.

Kelompok memakai Metode penelitian kualitatif dengan cara mewawancarai, melakukan


komunikasi via telepon dengan Pendeta GKS dan juga metode kuantitatif dengan melihat
pada buku sumber.Kesulitan yang dialami kelompok dalam penelitian yaitu kelompok
mengalami kekurangandengan narasumber dari kasta hamba/ata karena hanya satu
diwawancarai di wilayah kupang maupun sumba sendiri.

Kelompok mewawancarai seorang Pendeta GKS Jemaat Tanalingu ( Pdt Trince


Dondu M.Th). Lokasi GKS Jemaat Tanalingu berada di kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba
Timur. Beliau mengatakan bahwa di tempat pelayanannya masih kental sistem kasta, baik itu
dalam kalangan pemerintahan maupun di kalangan gereja.

2. Gambaran Konteks
a. Deskripsi

Secara umum dalam setiap komunitas masyarakat memiliki struktur sosial yang
mengkategorikan anggota masyarakatnya ke dalam kelas sosial. Perbedaan kelas sosial dalam
masyarakat, pada dasarnya telah menghasilkan hubungan yang tidak seimbang antar anggota
masyarakat, sehingga hubungan yang terjalin dalam kehidupan sosial tersebut cenderung
bersifat dominan, di mana mereka yang kuat menguasai yang lemah. Pembagian kelas dalam
masyarakat ini, telah melahirkan sistem perbudakan dalam sejarah peradaban manusia.

3
Ibid. Sejarah, Musyawarah, dan Adat Istiadat Sumba TimurSejarah, Musyawarah, dan Adat Istiadat Sumba
Timur. Hal 271-272
Sistem perbudakan pada umumnya berbicara perihal tuan yang memperbudak dan hamba
yang diperbudak. Bagi kehidupan orang Sumba Timursistem kasta ini sudah terpola sejak
nenek leluhur mereka. Tidak dapat dipungkiri oleh masyarakat bahwa stratifikasi sosial
dalam masyarakat, telah menyebabkan masyarakat dari kelas terendah kehilangan hak asasi
mereka sebagai manusia.4 Salah satu hak asasi masyarakat dari kelas bawah yang terampas
dari mereka adalah hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Perubahan sosial adalah
perubahan dalam masyarakat yang yang mencakup sistem sosial, nilai, sikap dan pola
perilaku individu dalam kelompoknya. Perubahan budaya adalah perubahan yang terjadi
dalam sistem ide yang dimiliki bersama dalam berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat
yang bersangkutan. Agar dapat bertahan, setiap budaya di dunia selalu mengalami perubahan
stratifisikasi sosial yang ada di Pulau Sumba, dapat dilihat dari dua cerita yang berkembang
di tengah masyarakat, yaitu mitos dan sejarah. Dari segi mitos, dipercaya bahwa ketika
leluhur suku Sumba, yaitu Marapu datang ke Sumba, mereka datang bersama-sama dengan
hambasahaya5. Sedangkan dari segi sejarah, dijelaskan bahwa pada abad ke XVI sebelum
VOC menguasai Sumba, orang-orang Eropa datang ke Sumba. Mereka tertarik dengan kayu
cendana, kayu kemuning, kayu arang dan kuda yang ada di Sumba. Mereka menukar kayu-
kayu dan kuda tersebut dengan barang-barang pecah belah, kain, bermacam-macam muti,
parang, pisau dan sebagainya. Dari orang-orang Eropa ini juga, orang-orang Sumba mendapat
meriam, bedil dan mesiu, terlebih kalangan bangsawan dan hartawan. Dengan adanya senjata
api inilah yang mendorong perang-perangan antara kabihu lawan kabihu (marga). Orang-
orang yang kalah perang ditawan dan dijadikan hamba.

Masyarakat Sumba mengenal tiga golongan masyarakat berdasarkan keturunannya,yaitu:

a. Golongan Bangsawan (Maramba)

Maramba adalah golongan bangsawan, yang menurut sejarah, mereka tetap


memeliharan status mereka sebagai bangsawan lewat hubungan perkawinan. Maramba
(golongan bangsawan) terdiri dari dua kelompok, yaitu bangsawan tinggi (Maramba bokul)
dan bangsawan biasa (Maramba kudu). Bangsawan tinggi inilah yang menjadi raja. Mereka
disebut bangsawan tinggi bukan karena tingkat pendidikan atau kekayaan melainkan
ditentukan oleh asalusulnya. Selanjutnya dalam kelompok bangsawan biasa dikenal dua

4
Oe .H. Kapita, Masyarakat Sumba dan Adat Istiadatnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976. Hlm 48-50
5
Hamba sahaya artinya hamba yang disuruh menebus dirinya untuk tuan, baik laki-laki maupun perempuan
yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh memerdekakan dirinya dengan syarat harus menebusnya atau
membayarnya dengan sejumlah harta tertentu.
kelompok, yaitu Maramba mendamu dan Maramba kalawihi. Bangsawan mendamu
merupakan keturunan dari perkawinan antara laki-laki dari bangsawan tinggi menikah dengan
perempuan dari golongan kabihu (orang merdeka). Sedangkan bangsawan kalawihi
merupakan keturunan dari perkawinan antara laki-laki dari bangsawan tinggi menikah dengan
seorang perempuan dari golongan Ata (hamba).

Seorang bangsawan ditandai dengan gelar tertentu yang ada di depan namanya.
Seorang bangsawan laki-laki diberi gelar Umbu atau Umbu Tai, sedangkan bangsawan
perempuan diberi gelar Rambu atau Tamu Rambu.

b. Golongan Kabihu (orang merdeka)

Golongan kabihu (orang merdeka) adalah golongan yang paling banyak dalam
masyarakat Sumba. Golongan ini merupakan lapisan yang kedua dalam masyarakat Sumba.
Golongan kabihu (orang merdeka) adalah golongan yang dianggap sebagai rekan oleh para
bangsawan. Mereka diberi tugas-tugas kemasyarakatan yang sesuai dengan adat-istiadat yang
ada di Sumba.

c. Golongan Ata (hamba) Commented [l1]: Tidak mau diwawancarai

Golongan Ata merupakan lapisan yang terendah dalam stratifikasi masyarakat Sumba.
Dalam bahasa Sumba Timur sehari-hari, kata “orang” yang dipergunakan adalah kata “tau,”
sedangkan kata “Ata” tidak beda artinya dengan kata “tau,” hanya ditujukan lebih khusus
kepada para hamba. “Tau Ata” sama artinya dengan “tau palewa,” yaitu orang-orang yang
disuruh, suruhan, pesuruh.Golongan Ata dibagi dalam dua kelompok, yaitu pertama hamba
pusaka (Ata ndai). Hamba pusaka adalah golongan yang sejak semula memang hamba.
Nenek moyang orang Sumba yang datang ke Sumba pada masa lampau membawa hamba-
hamba mereka. Di Sumba mereka mengambilhamba lagi dari penduduk yang telah ada.
Kedua, kelompok hamba ini disebut hamba besar (Ata bokulu). Kedudukan mereka sangat Commented [l2]: Apakah ada syarat utk menjadi ata bokulu

istimewa. Mereka menjadi juru bicara, bendahara, pengawal kepercayaan tuannya, bahkan
tuannya memberikan sejumlah ternak untuk dipeliharanya. Oleh karena itu, mereka dihormati
oleh masyarakat seperti menghormati tuannya. Kebutuhan hidup, perkawinan dan kematian
serta penguburan mereka dibiyayai oleh tuannya.Sebagai orang-orang yang berasal dari kelas
yang paling rendah dalam masyarakat, mereka diperlakukan sebagai manusia pekerja bagi
tuannya. Mereka menggarap ladang dan sawah serta menjaga dan memelihara ternak
tuannya. Menyiapkan segala keperluan sang Maramba. Mereka hanya memiliki nilai
ekonomis bagi tuannya.6

Kami mewawancarai pendeta GKS Jemaat Tanahlingu yaitu Pdt Trince, dia
menyampaikan bahwa, awal mula terjadinya sistem kasta ini berawal dari masa perang antara
suku. Selain ada perang antara suku, ada terjadi kekurangan ekonomi yang melanda
masyarakat Sumba Timur. Dari peperangan inilah banyak orang yang kalah, dan orang yang
kalah itu yang akan menjadi para hamba. Masa sekarang ini hanya dua lapisan yang lebih
kental yaitu kaum Maramba dan Ata saja, sedangkan lapisan Kabihu itu sudah menjadi orang
yang bebas berbuat apa saja. GKS Jemaat Tanahlingu, kecamatan Rindi, kabupaten sumba
timur sampai dengan sekarang sistem kasta masih kental.Gereja sendiri ketika ada kaum ata
yang ingin menjadi majelis pada awalnya memang ada penolakan dari para tuan/raja, para
hamba susah untuk mendapatkan tempat, dan mengambil keputusan. Namun pada tahun 2006
sudah perlahan mendapat kesempatan untuk menjadi majelis jemaat sampai dengan sekarang.
Bahkan ada upaya gereja untuk mengadakan diskusi tentang “pembebasan bagi kaum ata”
yang dilakukan lewat liturgi-liturgi.Namun mental dari pada ata sendiri masih sangat
bergantung pada tuannya. Bagi kaum tuan, ada penolakan tentang upaya gereja tentang
kebebasan ini.Gereja melihat bahwa manusia di ciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan
melihat kehidupan Yesus yang melakukan pembebasan.7

Kami juga mewawancarai Pdt Andi, menurutnya di beberapa tempat itu masih kental
dengan sistem kasta, namun ada juga yang sudah tidak terlalu memakai sistem kasta ini.
Menurutnya sebagai pelayan dia tidak menyetujui adanya sistem kasta ini karena baginya
Yesus sendiri telah berbicara dalam Yohanes 15:15. Beliau menganggap bahwa orang sumba
lebih memikirkan nama baiknya daripada memikirkan apa yang dikatakan Yesus. Sistem
kasta ini dirasa juga sangat membunuh karaker generasi mendatang.8

Pendapat dari bapa Djara Welem sendiri sistem kasta ini sejak awal sudah diturunakan
oleh leluhur dan dianggap ini merupakan sesuatu yang sudah diberikan oleh sang ilahi dan

6
Artikelhttps://repository.uksw.edu./handle/123456789/4088 Hal 23
7
Trince Dondu,Wawancara, Via Telepon, Minggu, 12 Januari 2020
8
Andy Huka Pati, Wawncara, Via Whatsupp, Minggu 12 Januari 2020
bukan oleh orang sumba. Sistem kasta juga masih berlaku sampai sekarang dizaman modern
ini, contohnya ketika seorang pendeta datang melayani di suatu gereja maka jemaat akan
menanyakan anak siapakah dia. Dari situ mereka akan tahu bahwa orang yang melayani di
gereja mereka itu berasal dari kasta apa. GKS tidakmenerima atta dan atta tidak mungkin jadi
pendeta, karena menurut mereka bagaimana mungkin tuan mendengarkan hamba ? gereja
juga menerima saja dengan adanya sistem kasta karena dianggap sudah sebagai sebuah
struktur dalam masyarakatdan gereja dari dulu tidak pernah melarangnya karena dia gereja
suku yang kenal dengan adat budaya. 9

Pada saat Zending menyampaikan injil di Sumba, mereka tidak terlalu membicarakan soal
kasta karena yang mereka lihat antara di sumba dan di Barat itu berbeda. Sistem kasta di
barat diidentikan dengan pesuruh, pembantu dll tetapi berbeda dengan sistem kasta di Sumba,
di mana mereka hamba bukan sebagai budak bagi tuannya teteapi hamba menjadi orang
kepercayaan bagi tuannya. Allah menurut orang sumba adalah Allah yang mempunyai
kekuatan ilahi yang punya mahakuasa, matanya besar yang bisa melihat apa saja yang
tersembunyi juga, telinganya lebar, bisa mendengar apa saja. Di sumba juga orang-orang
yang menjadi atta/hamba sudah menjadi sesuatu yang biasa bagi para orang sumba jadi
tidakada pengucilan bagi mereka karena mereka adalah juru bicara tuannya. Sudah hukumnya
dan takdirnya sistem kasta di Sumba seperti itu.

Kelompok mewawancarai dengan kaka Sunda (golongan ata), ia mengatakan bahwa


kehidupan kasta di Sumba memang hingga pada saat ini masih ada. Namun ada juga di
daerah yang lain sudah perlahan menghilang. Setiap harinya dalam kelas dia selalu
mengantuk,dan itu sudah menjadi kebiasaan karena dia bekerja sampai larut malam dan tidur
larut malam. Pada saat lulus dari SMP dia tidak melanjutkan SMA lagi dikarenakan dia
mendapat tekanan dari tuannya. Menurutnya dia tidak setuju dengan adanya sistem kasta ini,
karena menurutnya yang layak di panggil raja/tuan itu hanyalah Tuhan yang memberikan
segala sesuatu kepada kita.10

Berdasarkan wawancara kami dengan kaka Eta Rambu mahasiswa undana yang berasal
dari Sumba (golongan kabihu), dia merasa ada hal yang masih tetap ada dari zaman dahulu
9
F. D. Welem, Wawancara¸ 11 Januari 2020, jam 10.45 WITA
10
Kaka Sunda, Wawancara, via telepon, 10 Januari 2020
sampai sekarang yaitu sistem kasta. Sistem ini sangat sulit untuk dihilangkan karena sudah
menjadi mendarah-daging bagi orang sumba dan ini mengakibatkan tidak adanya
keadilanbagi kaum ata.11

b. Analisis

Sistem kasta ini seperti sudah mendarah daging di Sumba Timur,terlihat dari awal
masuknya sistem perbudakan ini sampai dengan sekarang masih diterapkan dalam kehidupan
mereka. Sistem kasta memang sudah terpola dari dulu sehingga sulit untuk dihilangkan.
Kehidupan para hamba tergantung pada tuannya, menjalankan apa yang menjadi perintah
tuannya dengan begitu maka mereka tidak mendapatkan penganiayaan. Para hamba tidak
diberikan kebebasan bagi mereka untuk melakukan banyak hal. Ketika melihat sistem kasta
ini, gereja-gereja juga masih memberlakukan sistem kasta. Pendeta yang melayani di suatu
gereja adalah dia yang memiliki status sebagai maramba.

Penerapan sistem kasta ini di Sumba Timur juga masih sangat kental sekali namun di
GKS jemaat Tanalingu sebagaian sudah menyadari hal ini dan juga sebagaian wilayah sumba
timur. Ini bukti bahwa mereka sudah mulai memikirkan kehidupan para hamba di masa yang
akan datang dan bahkan gereja juga sudah mulai memperjuangkan kaum yang lemah.

Kelompok melihat hal ini sebagai bencana sosial yang masih ada dalam kalangan
masyarakat Sumba Timur. Bencana sosial ini akan berdampak pada kaum tertindas yang
tidak mendapat kebebasan. Bahkan generasi-generasi para hamba tidak akan bertumbuh
dengan baik, karena mereka sudah ditekan oleh tuannya, hal ini mempengaruhi mental dan
cara berpikir mereka di kemudian hari.

Tidak dapat dipungkiri oleh masyarakat bahwa stratifikasi sosial dalam masyarakat, telah
menyebabkan masyarakat dari kelas terendah kehilangan hak asasi mereka sebagai manusia.
Salah satu hak asasi masyarakat dari kelas bawah yang terampas dari mereka adalah hak
untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan merupakan rangkaian proses
pemberdayaan potensi untuk menjadi manusia yang berkualitas. Persoalan dalam pendidikan
bukanlah terutama pda target pengetahuan yang ditetapkan, melainkan pada bagaimana orang

11
Eta Rambu, Wawancara, 11 Januari 2020, Jam 12:00
dapat berinteraksi/berdialog dengan siyuasi dan kondisi pada jemaatnya. Dalam modernisasi,
pendidkan merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam merubah manusia.

Secara ekonomi, mereka memiliki tingkat ekonomi yang rendah karena kehidupan
kaumAta sangat bergantung kepada tuannya. Dan dari segi politik dan sosail, kaum Ata tidak
memiliki kedudukan, kekuasaan dan sangat tidak dihormati di masyarakat. Kaum Ata adalah
manusia pesuruh yang dimiliki oleh kaum Maramba. Tugas utama dari seorang Ata adalah
mengurussegala keperluan tuannya, menyiapkan makanan dan minuman, menggarap kebun
dan sawah, menggembalakan hewan peliharaan seperti kuda, sapi, kerbau dan babi, menenun
kain dan bekerja di usaha-usaha kecil milik tuannya seperti toko dan ojek.

c. Tema dominan
Sistem kasta masih menjadi tradisi yang sangat sulit untuk dihilangkan
3. Membuka teks

Dalam menyikapi permasalahan perbudakan, kelompok melihat pada masa PL


perbudakan masih diterima sebagai praktek yang lazim dan dianggap biasa. Tokoh Alkitab
dalam PL yang memiliki budak yakni Abraham, Ishak dan Yakub. Oleh karena itu dalam
membuka teks, kelompok mengambil teks dari kitab Kejadian 16:1-6 yang berbicara
mengenai konteks pada zaman itu yakni masih adanya perbudakan. Asal mula para budak
pada zaman PL yaitu orang-orang yang ditawan, ada yang dibeli, budak yang lahir di rumah
tuannya, sebagai ganti rugi, orang yang tidak sangggup membayar hutang, ada kemaun dari
yang bersangkutan dan penculikan.

Pada zaman itu budak dinilai sama dengan alat atau properti, hak milik yang sama dengan
benda-benda kepemilikan yang lain seperti rumah, tanah dan sebagaiannya. Jadi pada zaman
itu sang pemilik budak berkuasa penuh atas budak-budak milik mereka dan bisa melakukan
apapun, termasuk melahirkan anak bagi tuannya. Anak yang dilahirkan oleh seorang budak
bukanlah hak miliknya sendiri melainkan milik dari tuannya. Dengan demikian sebagai
budak Sarai, Hagar berada di dalam kekuasaan Sarai dan anak yang dikandungnya adalah
milik Sarai ini berdasarkan undang-undang jika seorang perempuan menjadi budak. Jika
perempuan itu sebagai budak dari isteri, maka ia akan dilindungi dengan ketat, ia boleh kawin
dengan tuannyan atau bisa juga menjadi gundik yang kesejahteraannya dijamin. 12 Kelompok
mengambil teks dalam Kej 16:1-6.

12
Http:// www.studialkitab.com/ 2009/ 11/ Sarai-dan-hagar-kejadian-161-6.html?m=1
Setelah Abram menghampiri Hagar, maka mengandunglah Hagar. Ketika Hagar
mengetahui kalau dia mengandung ia memandang rendah Sarai tuannya. Ketika Sarai
mengetahui Hagar menganggap rendah dirinya, Saraipun berinisiatif untuk mengusir Hagar
karena ia takut kasih sayang dari Abram akan terbagi bahkan Abram akan lebih mengasihi
Hagar karena Hagar sedang mengandung darah dagingnya. Dari cerita Kej 16:1-6 Sarai
menyuruh supaya Abram mengambil Hagar sebagai isteri ini merupakan undang-unndang
perjanjian perkawinan pada saat itu.

Teks: ayat 1. Adapun Sarai isteri Abram itu tidak beranak; ini merupakan hal yang
penting, oleh karena seluruh kebijaksanaan yang diambil oleh Sarai merupakan aturan yang
ada dalam kehidupan orang Israel. Sarai menganjurkan agar Abram mengambil Hagar
sebagai isterinya. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya.
Hagar merupakan hamba perempuan Abram, yang juga pelayan pribadi dari Sarai. Orang
Israel selalu memberikan hadiah bagi anak perempuanya ketika ada perkawinan. Sehinggga
Hagar merupakan dayang atau hamba Sarai yang selalu melayani tuannya. Seorang dayang
selalu mendapat kedudukan tingggi meskipun masih berstatus hamba.

Ayat 2; berkatalah Sarai kepada Abram: Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku
melahirkan anak; kemandulan Sarai itu menimbulkan suatu persoalan yang lebih besar lagi
dari penghinaan biasa seorang ibu mandul, oleh karena kemandulan itu bertentangan sekali
dalam perjanjian Allah yaitu Perjanjian Allah tentang “keturunan”, (anak kandungmu).
Dalam kekecewaan itu Sarai mengambil inisiatif mencari jalan untuk memperoleh keturunan
yang sah, supaya janji Allah itu jangan gagal sama sekali. Sarai menyuruh Abram untuk
mengambil Hagar sebagai isteri “baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku
dapat memperoleh seorang anak: dalam hal ini merupakan ketidak percayaan Sarai, mereka
tidak menunggu lagi tindakan Allah semata-mata, melainkan mereka telah ikut campur
tangan dan ikut mencari jalan keluar menurut kesanggupandan kemampuan manusia.

Ayat 3; Jadi Sarai isteri Abaram itu, mengambil Hagar, hambanya orang Mesir itu;
Mengambil berarti hamba perempuan adalah kepunyaan dan harta benda yang dapat dibeli
dan dijual pula. Lalu memberikanya kepada Abram, suaminya untuk menjadi isteri: itu adalah
keyakinan para imam sesudah pembuangan. Tetapi itupun tidak menghardik Abraham,
karena taurat Musa tidak melarang perkawinan dengan dua isteri dan tidak ada melarang
perkawinan dengan hamba.
Ayat 4: Abram menghampiri Hagar, lalu mengandunglah perempuan itu: jalan yang
dipilih manusia itu menimbulkan kesulitan-kesulitan yang tidak pernah di sangka-sangka.
“Ketika Hagar tahu, bahwa ia mengandung, maka ia memandang rendah akan nyonyanya,” :
kebanggaan Hagar yang mengandung menanggap dirinya lebih tinggi daripada nyonyanya;
Hagar sangat sadar akan kedudukannya dan bertingkah laku demikian, sehingga Sarai tidak
boleh mengalami dan merasa bahwa perempuan siapa yang pertama yang ada dalam kemah
Abram. Sesuai dengan undang-undang Israel, seorang nyonya berhak menurunkan budak dan
menuntut kedudukan derajat dengan nyonyanya menjadi seorang budak biasa.

Ayat 5 : Lalu berkatalah Sarai kepada Abram: Penghinaan yang kuderita ini adalah
tanggung jawabmu. Abram dipersalahkan bahwa ia mendatangkan seluruh kemalangan.
Abram sebagai suami harus bertanggung jawab dan berkewajiban untuk memulihkan
kehormatan istri pertamanya. Sarai disini menuntut bantuan hukum dari suaminya karena
Hagar sudah menjadi milik Abram. Hagar, yang selama ini kepunyaan Sara, telah menjadi
milik Abram dengan perantaraan perkawinan : “akulah yang memberikan hambaku ke
pangkuanmu”.

Ayat 6 : kata Abram kepada Sarai: “hambamu itu di bawah kekuasaanmu: perbuatlah
kepadanya apa yang kau pandang baik”. Tiada sepatah katapun disebutkan mengenai sikap
hati Abram, sebagaimana ia menerima dan merasa luapan kata-kata isterinya. Disini kita
tidak boleh melihat ke dalam hatinya. Hanya tindakannya adalah jelas: “hambamu itu di
bawah kekuasaanmu”.Ucapan itu merupakan keputusan hukum, Hagar yang telah digeser
dari kekuasaan Abram karena perkawinan, sekarang dengan resmi dan dengan segala akibat,
yang mungkin timbul dikembalikan lagi ke dalam tangan Sara dan itu berarti ke dalam
kekuasaan dan kesewenangan Sara yang penuh dengki dan itu iri hati itu.”lalu Sarai
menindas Hagar”: tidak dikatakan dengan cara bagaimana Sarai menindas Hagar, tetapi
tentulah tidak manis. Istilah Ibrani “menindas” biasanya dipergunakan berhubungan dengan
penjajahan dan kerja paksa. Tetapi kata “menindas” itu dipergunakan juga untuk perlakuan
keras oleh seorang suami terhadap isterinya. Sebagai kebijaksanaan yang lebih tepat ialah
bahwa Abram mempunyai kemungkinan untuk tidak mengakui anak Hagar selaku anaknya
dengan demikian anak Hagar itu tidak berhak mewarisi harta milik dari Abram.13

13
WALTER LEMPP, Kitab Kejadian 12:4-25:28. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015. Hlm 151-156
4. Mendialogkan teks dan konteks

Dalam mendialogkan antara teks dan konteks kelompok memakai model pendekatan
Sintesis dari Bevans. Model ini merupakan model jalan tengah dari pengalaman masa kini
dan pengalaman masa lalu. Model ini berusaha menghasilkan sintesis dari model terjemahan,
antropologis, dan prakxis. Model ini juga melihat bahwa dalam konteks ada hal yang baik
dan buruk sehingga perlu diperhatikan dengan baik. Hal yang baik dapat diberikan pujian
sedangkan hal yang buruk dapat dikritisi.14

Dalam konteks ini ada kesesuai antara teks dengan konteks pada masa kini. Dari bagian
ini kelompok melihat bahwa ada yang bisa di kritisi dari teks dan konteks. Pertama sistem
kasta dalam teks merupakan suatu sistem yang dianggap telah mendarah daging dan tak
sedikit pun terlihat upaya untuk menghilangkan sistem tersebut. Padahal sebagai bangsa
pilihan Allah mereka seharusnya menunjukkan sikap hidup yang baik. Allah telah memilih
Abram dan keluarganya sebagai milikNya sehingga ia mesti mencerminkan sifat Allah yang
memilih semua orang tanpa melihat status mereka (Kej 17:7). Kedua, Abram dan Sarai
sebagai pendatang sebenarnya tidak perlu membanggakan status sosial mereka. Hal ini
karena status sosial seseorang biasanya terikat pada wilayah dan budaya tertentu. Sebagai
pendatang di tanah Kanaan yang masih bagian dari wilayah Mesir sehrusnya Hagar sebagai
tuan tanah yang berkuasa bukan mereka, sebab mereka baru 10 tahun menetap di sana (Kej
16:3). Ketiga,sikap Sarai dalam teks ini juga terlihat tidak berintegritas sebab ia mengatakan
bahwa Allah yang menjadi Hakim baginya namun justru ia sendiri yang menjadi hakim
sebagai seorang tuan dengan menindas Hagar. Peran Abram sebagai suami dan kepala
keluarga pun tidak kuat sebab dalam sistem ini sang tuanlah yang punya hak atas hambanya.
Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan suami tak punya pengaruh apa pun. Kejahatan pun
dibenarkan dalam teks ini oleh Abram sebab Abram tidak mengambil sikap terhadap apa
yang dilakukan Sarai. Keempat, dalam teks sikap Sarai terlihat juga menarik sebab Sarai
mengklaim penderitaannya sebagai kesalahan Abram. Padahal Sarai yang memberi Hagar
sebagai Istri Abram. Hal ini adalah tabiat dari manusia pertama yakni Adam yang juga
mempersalahkan Hawa. Dosa manusia yang suka mempersalahkan orang lain terus dibawah
hingga masa Abram dan Sarai. Kelima, Sikap Hagar yang memandang rendah Sarai
merupakan sebuah tindakan yang memang tidak patut dilakukan oleh seorang hamba. Sikap
Hagar ini menjadi penyebab Sarai melakukan penindasan terhadap Hagar. Hagar memang
patut disalahkan dalam hal ini sebab ia sendiri lupa akan statusnya sebagai pekerja dari Sarai.
14
Stephen B. Bevans, Model-model Teologi Kontekstual, (Maumere: Ledalero, 2002)hlm 164
Pada akhirnya menurut kelompok sistem budak dalam teks adalah hal yang sulit
dihapuskan sebab budak adalah pekerja yang sangat dibutuhkan dan tanpa tuan pun maka
tidak mungkin hamba dapat bekerja. Keduanya adalah sama seperti simbiosis mutualisme
yang saling membutuhkan karena itu yang perlu diperbaiki sebenarnya adalah sikap mereka
memandang status sosial itu. Status sosial mestinya dipandang sebagai pembagian kerja saja
bukan untuk memisahkan relasi antara manusia.

Kelompok melihat dalam konteks kasta di Sumba Timur bahwa sistem ini memang sudah
tidak bisa dirubah lagi. Namun dalam kehidupan saat ini, kita tidak perlu melihat hamba
sebagai yang paling rendah, akan tetapi kita perlakukan sebagai sahabat kita. Kita diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah, oleh karena itu tidak ada yang lebih baik dari orang lain.
Pandanglah orang-orang rendah sebagai sahabat kita.

5. Rekomendasi aksi
 Pemerintahharus berupaya untuk melihat Hak Asasi Manusia, untuk
mendapatkan kebebasan tanpa adanya penindasan.
 Pemerintah juga harus melihat pendidikan dari kaum ata
 Gereja terus menyuarakantidak hanya melalui mimbar-mimbar gereja tetapi
juga membuat aksi-aksi nyata.
 Gereja harus melakukan pembinaan terhadap warga jemaat tentang
permasalahan kasta.
 Gereja juga harus menjadi wadah yang memperjuangkan kebebasan,
kemerdekaan dan keselamatan bagi manusia.

Tapi ada yang sekolah sampe kuliah apakah ada

Analisis dampak sangat penting.

Edukasi, organisasi dan mobilisasi. Lalu mendidik public untuk tahu isu ini.

Kelompok 1:

a. Erit: saran utk membuka teks untuk pakai Yohanes 15


b. Hori: aksi poin 3,4,5 ; sudah ada diskusi tapi kaum ata di gereja ttg mematuhi
perintah tuan jadi di aksi harus sebut apa yg tuan buat atau hamba buat.

Kelompok 2: Posisi kelompok tidak jelas

a. Kesimpulan kelompok ttg asal mula kasta :


b. Membuka teks: hagar dan sarah ada perbudakan ; apakah ada kesamaan dg
konteks sumba; bisakah ata menikah dg marimba .

Kelompok 3:

a. Pandangan ttg Allah dari ketiga kasta


b. Teks tidak nyambung coba pilih Onesimus, atau Musa yang membebaskan
Israel dari perbudakan.
c. Bagian aksi: pemerintah harus buat apa karena HAM sudah ada. Aksi harus
dari akar supaya dapat berdampak.

Kelompok 4:

a. Kepemilikan tanah di deskripsi tapi tidak dijelaskan di analisis


b. Bagaimana pandangan Ata ttg Allah
c. Apakah system kasta adalah bencaa sosial
d. Aksi pemerintah: pemerintah yang mana yang dimaksud
e. Model teologi kontekstual yang muncul dari masyarakat sumba

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku sumber

LEMPPWALTER, Kitab Kejadian 12:4-25:28. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015


BevansStephen B., Model-model Teologi Kontekstual,Maumere: Ledalero, 2002
KapitanOe .H., Masyarakat Sumba dan Adat Istiadatnya, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1976
Pura WohaUmbu, Sejarah, Musyawarah, dan Adat Istiadat Sumba Timur, Cipta
Sarana Jaya:Kupang, 2008,
Wawancara

Eta Rambu, Wawancara, 11 Januari 2020

F. D. Welem, Wawancara¸ 11 Januari 2020,


Kaka Sunda, Wawancara, Sumba 10 Januari 2020

Trince Dondu,Wawancara, Minggu, 12 Januari 2020

Andy Huka Pati, Wawncara, Minggu 12 Januari 2020

Artikel

https://repository.uksw.edu./handle/123456789/4088 Hal 23

Http:// www.studialkitab.com/ 2009/ 11/ Sarai-dan-hagar-kejadian-16:1-6.html?m=1

Responden
Tempat
No. Nama Jenis Kelamin Umur Wawancara
1. Pdt. DRFredrik DjaraWelem L 56 Belakang STIM
2. Pdt. Trince Dondu,M.Th P 49 Via Telepon
3. Kaka Sunda P 24 Via Telepon
4. Pdt. Andy Huka Pati, S.Th L 36 Via WA
5. Eta Rambu P 23 Asrama Sumba

Anda mungkin juga menyukai