Betapa enak menjadi orang kaya. Semua serba ada. Segala keinginan
terpenuhi. Karena semua tersedia. Seperti Tyas. Ia anak
konglomerat. Pulang dan pulang sekolah selalu diantar mobil mewah
dengan supir pribadi.
“Ke mana, ya, Bu, Dwi. Lama tidak muncul. Setiap hari ia tidak
pernah absen. Selalu datang. "
"Mungkin sakit!" jawab Mama.
"Ih, iya, siapa yang tahu, ya, Ma? Kalau begitu nanti sakit aku mau
menengoknya! ” katanya bersemangat
Sudah tiga kali pintu rumah Dwi diketuk Tyas. Tapi lama tak ada yang
dibuka. Kemudian Tyas bertanya kepada tetangga sebelah rumah Dwi. Ia
mendapat jawaban bahwa Dwi sudah dua minggu lalu pulang ke
desa. Menurut kabar, bapak Dwi di-PHK dari pekerjaannya. Rencananya
mereka akan menjadi petani saja. Akhirnya akhirnya dianggap penting
Dwi. Terpaksa Dwi tidak dapat melanjutkan sekolah lagi.
"Dwi, Pa."
Dua hari kemudian Tyas baru berhasil menyelesaikan alamat rumah Dwi
di desa. Ia senang senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah
yang pernah dikontrak keluarga Dwi. Kemudian Tyas bersama Papa
datang ke rumah Dwi. Belum ada lokasi. Bisa tempuh dengan jalan kaki
dua kilometer. Selamat datang, kami menyambut orang tua Dwi dan Dwi
sendiri. Betapa gembira hati Dwi kompilasi bertemu dengan
Tyas. Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas rasa rindu. Semula
Dwi agak kaget dengan datangnya Tyas secara mendadak. Soalnya ia
tidak memberi tahu lebih dulu kalau Tyas ingin berkunjung ke rumah Dwi
di desa.
“Ah, tidak apa-apa. Yang penting aku senang. Karena kita bisa
berjumpa kembali! ”