Anda di halaman 1dari 20

W ARTA

HASIL HUTAN
ISSN
1907-7971

Vol. 7 No. 2
2012

Ranting (Laporan Penting) Majalah Ilmiah Populer dan Berita Hasil Hutan dan Keteknikan Hasil Hutan

Studi Sifat Pemesinan Kayu Pilang (Acacia leucophloea Willd.)


Sebagai Bahan Baku Mebel

Mekanisme Sambungan Finger Joint

Sifat dan Pemanfaatan Serat Sisal (Agave sisalana)


Sebagai Biokomposit Polimer : Suatu Tinjauan

Sekilas Pengalaman Ekspedisi Bersama Pasukan Komando


TNI Kopassus di Longbagun Kalimantan Timur

Pustekolah Gelar Penyegaran Metode Penelitian untuk


Peningkatan Kapabilitas Peneliti

Kayu Karet:
Lebih dari Suatu Hasil Sampingan Pengalaman di Thailand

Sebuah Gagasan :
Paku Model Stapler untuk Mencegah Illegal Logging

Pertama Pustekolah Promosikan Paten-paten Invensi

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN


DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN
BADAN LITBANG KEHUTANAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN
ISSN 1907-7971
Dari Redaksi

W ARTA
HASIL HUTAN
Vol. 7 No. 2/2012
Pembaca yang budiman,
Berdasarkan data luas kawasan hutan Indonesia tahun 2011 mencapai
133,88 hektar. Jumlah luas hutan tersebut mencakup kawasan suaka alam,
hutan lindung dan hutan produksi yang terdapat dimasing-masing provinsi
seluruh Indonesia sesuai dengan besar dan luasnya provinsi. Sementara luas
hutan tanaman industri (HTI) saat ini mencapai 9 juta hektar, tetapi yang baru
REDAKSI ditanami seluas 4,3 juta hektar dan luas hutan rakyat 2,3 juta hektar.
Pelindung Produksi hasil hutan yang paling utama adalah kayu bulat, produksi kayu
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan bulat ini bisa dihasilkan dari hutan alam oleh HPH/IUPHHK, dan IPK.
Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Sedangkan produksi kayu bulat yang berasal dari hutan tanaman melalui HTI
Hutan dan berasal dari hutan rakyat biasanya memiliki umur relatif masih muda
Dewan Redaksi antara 5 - 20 tahun. Pemakaian kayu muda tersebut memerlukan perlakuan-
Ketua : Kepala Bidang Pengembangan perlakuan sehingga sifat dan kegunaan mirip seperti kayu yang berasal dari
Data dan Tindak Lanjut Penelitian hutan alam, atau bisa juga mencari kayu alternatif yang selama ini belum
Sekretaris : Sujarwo Sujatmoko, S.Hut., M.Sc. banyak dikenal oleh masyarakat atau beredar di dunia perdagangan.
Anggota : 1. Prof. Dr. Gustan Pari, M.Si. Informasi hasil penelitian tentang sifat dan kegunaan kayu sangat
2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si. diperlukan oleh industri perkayuan, sebagai pemecahan permasalahan-
3. Ir. Syarif Hidayat, M.Sc. permasalahan yang timbul dalam pemakaian kayu yang berumur muda.
4. Wening Sri Wulandari, S.Hut., M.Si. Infomasi teknologi pengolahan kayu yang disampaikan pada Warta Hasil
5. Ir. Sona Suhartana Hutan kali ini meliputi: Pengolahan kayu pilang sebagai alternatif bahan baku
6. Rusty Rushelia, B.Sc. mebel, Pemanfaatan limbah kayu olahan dengan mekanisme sambungan Finger
Joint, Sifat dan pemanfaatan serat sisal sebagai biokomposit polimer, serta
Reporter gagasan, pengalaman dan liputan kegiatan Pustekolah lainnya.
1. Dian Anggraini, S.Hut., M.M. Kepada para pembaca, redaksi menyampaikan selamat membaca dan juga
2. M. Iqbal, S.Hut. menunggu kiriman artikel dan hasil liputan kegiatan terkait bidang keteknikan
3. R. Esa Pangersa Gusti, S.Hut. kehutanan dan pengolahan hasil hutan lainnya guna penerbitan Warta Hasil
Hutan edisi berikutnya.
Sekretariat Redaksi
1. Ayit T. Hidyat, S.Hut., T. M.Sc.
2. Drs. Juli Jajuli
3. Deden Nurhayadi, S.Hut. Tim Redaksi

DAFTAR ISI
Dari Redaksi.............................................................................................................................................................................. 2
Studi Sifat Pemesinan Kayu Pilang (Acacia leucophloea Willd.) Sebagai Bahan Baku Mebel......................................... 3
Mekanisme Sambungan Finger Joint .................................................................................................................................... 6
Sifat dan Pemanfaatan Serat Sisal (Agave sisalana) Sebagai Biokomposit Polimer : Suatu Tinjauan ........................... 9
Sekilas Pengalaman Ekspedisi Bersama Pasukan Komando TNI Kopassus di Longbagun Kalimantan Timur....... 14

Pustekolah Gelar Penyegaran Metode Penelitian untuk Peningkatan Kapabilitas Peneliti ......................................... 15
Kayu Karet:
Lebih dari Suatu Hasil Sampingan Pengalaman di Thailand ........................................................................................... 16
Sebuah Gagasan :
Paku Model Stapler untuk Mencegah Illegal Logging....................................................................................................... 18
Pertama, Pustekolah Promosikan Paten-paten Invensi...................................................................................................... 19

Diterbitkan oleh: PETUNJUK BAGI PENULIS


Pusat Penelitian dan Pengembangan
Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Redaksi menerima tulisan ilmiah populer berupa hasil liputan, artikel
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan atau laporan penelitian hasil hutan dan ketektikan hutan. Tulisan
Alamat Redaksi: dikirim dalam bentuk file (disket, CD atau melalui e-mail) disertai hasil
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610
print out-nya dan foto-foto yang berhubungan dengan isi tulisan. Panjang
Telp. (0251) 8633378; Fax. (0251) 8633413
e-mail: pep_p3hh@yahoo.com tulisan maksimal empat halaman quarto dengan spasi ganda.
website: pustekolah.org
Pengolahan Hasil Hutan
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

STUDI SIFAT PEMESINAN


KAYU PILANG (Acacia leucophloea Willd.)
SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL
Oleh: Ary Widiyanto dan Nanang Siswanto

Manusia membutuhkan dan memanfaatkan kayu untuk berbagai kebutuhan, seperti


komponen bangunan, jembatan, mebel, peralatan rumah tangga dan berbagai keperluan
lainnya. Pada umumnya masyarakat memanfaatkan jenis-jenis kayu yang sudah
diketahui karakteristiknya secara jelas dan sudah umum diperdagangkan. Misalnya kayu
Jati, Pinus, Mahoni, Meranti, Kamper dan Kempas. Kayu-kayu tersebut memiliki sifat
pengerjaan yang sangat baik, mudah diserut, dibentuk, dibor, dibubut dan diampelas,
sehingga banyak digunakan.

D engan semakin meningkatnya permintaan


jenis-jenis kayu tersebut dan menurunnya
kemampuan suplai baik dari hutan alam
maupun hutan produksi sehingga menyebabkan
kenaikan harga kayu tersebut dipasaran. Hal inilah
keterangan penebang kayu, lebih indah lagi kalau
batang yang baru ditebang dibiarkan terkena pengaruh
angin dan cuaca selama beberapa bulan. Balfas (1994),
menyebutkan bahwa salah satu karakteristik yang
penting dalam pengolahan kayu adalah
yang mendorong pemakaian kayu jenis lain yang belum kemudahannya untuk dikerjakan dengan mesin.
dikenal (lesser known species) yang dapat menggantikan Masing-masing jenis kayu mempunyai sifat pemesinan
atau setidaknya melengkapi kebutuhan kayu jenis tertentu sesuai dengan kondisi fisis dan struktur
utama tersebut. Pemanfaatan kayu kurang dikenal anatomisnya. Perilaku kayu dalam proses pemesinan
sebagai bahan baku industri perkayuan tersebut harus akan berpengaruh terhadap efisiensi pengolahan dan
tetap memperhatikan kualitas yang sesuai atau merupakan salah satu kriteria dalam penentuan alokasi
seimbang dengan bahan baku kayu yang biasa penggunaannya.
3
digunakan. Kayu Pilang memiliki kerapatan 0,71-0,89 kg/cm
3
Salah satu jenis kayu kurang dikenal yang dengan rata-rata 0,79 kg/cm dan digolongkan dalam
memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai bahan kelas kuat II serta kelas awet III (Oey Djun Seng, 1990).
baku furnitur adalah kayu Pilang (Acacia leucophloea Kayu Pilang mempunyai sifat fisis bervariasi menurut
Willd.). Rendahnya pemakaian kayu Pilang ini arah kedalaman batang pohon. Sifat fisis kayu Pilang
dikarenakan umumnya tumbuh liar, sehingga berbeda menurut kedalaman adalah kadar air, berat
pemakaian secara masal jarang dijumpai. Kayu ini jenis dan susut volume dari keadaan basah ke kering
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tanur. Sifat fisis kayu Pilang tidak bervariasi menurut
pengganti kayu Jati dan Mahoni untuk bahan baku arah ketinggian batang. Kayu ini juga memiliki
industri mebel dan furnitur. Prasetyo (2001) menyebut-
kan bahwa sifat mekanis kayu Pilang tidak bervariasi
menurut ketinggian serta mempunyai keunggulan sifat
fisis dan mekanis dibanding Jati, Mahoni dan Mahoni
Merah, kecuali pada sifat keteguhan tarik tegak lurus
serat bidang radial. Pada sifat tersebut kayu Pilang
mempunyai kekuatan di bawah Jati dan Mahoni.
Menurut Heyne (1987), terkadang jenis kayu ini
memiliki pita-pita yang gelap dan berkurai yang
merupakan kayu perkakas yang indah. Menurut

1
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry,
Jl Raya Ciamis-Banjar KM 4, Ciamis
2
Alumni Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor
Email: 1ary_301080@yahoo.co.id, 2nanangku@yahoo.com
Pilang (Acacia leucophloea Willd.)

3
WARTA

Pengolahan Hasil Hutan


HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

kelemahan antara lain berupa susut arah radial dan oven sampai mencapai kadar air 12%. Alat yang
tangensial yang cukup besar, adanya serat berpadu digunakan untuk penelitian ini adalah circular saw,
serta mengandung air yang cukup tinggi pada saat baru gergaji belah, gergaji potong, mesin serut, mesin profil,
ditebang (Prasetyo, 2001). mesin router, mesin bor dan mesin amplas. Alat bantu
Lemmens et al. (1995) dalam Prasetyo (2001) telah yang digunakan meliputi meteran, caliper, alat tulis,
menguji beberapa sifat mekanis kayu Pilang pada kadar serta loope dengan pembesaran sepuluh kali.
air 14%. Adapun sifat mekanis yang telah diuji meliputi:
2
modulus of rupture (MOR) sebesar 850-860 kg/cm , Metode Penelitian
2
modulus of elasticity (MOE) 103.400-107.800 kg/cm , 1. Pembuatan contoh uji
2
tekan maksimum sejajar serat 515-535 kg/cm dan Menurut metode ASTM D 1666 64, papan contoh
2
kekuatan geser sejajar serat 80-105 kg/cm .Sifat mekanis untuk setiap jenis kayu dibuat berukuran 120 cm x 12.5
kayu Pilang bervariasi menurut kedalaman tetapi tidak cm x 2 cm dan bebas cacat. Dari papan contoh tersebut
bervariasi menurut ketinggian pohon. Sifat mekanis dibuat contoh uji untuk pengujian sifat pemesinan
kayu ini yang bervariasi secara nyata menurut kayu. Sifat-sifat pemesinan yang diuji adalah:
kedalaman adalah sifat kekerasan sisi, kekerasan ujung, penyerutan ( planing ), pembentukan ( moulding ),
keteguhan pukul bidang tangensial, keteguhan pukul pemboran (boring), pengampelasan (sanding) dan
bidang radial dan keteguhan tarik tegak lurus serat pembuatan alur (routing).
bidang radial (Prasetyo, 2001).
Kayu Pilang memiliki sifat fisis dan mekanis 2. Pengujian
yang baik, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian Setiap contoh uji yang telah dikerjakan dengan
mengenai sifat-sifat pemesinannya agar bisa diketahui mesin diamati hasilnya secara visual yaitu cacat yang
kemudahan pengerjaannya sebagai bahan baku untuk timbul pada permukaan contoh uji sebagai akibat
bahan industri mebel/furnitur maupun kayu dilakukan pemesinan. Loope dengan derajat pem-
konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh besaran sepuluh kali digunakan sebagai alat bantu
data sifat pemesinan kayu Pilang, sehingga bisa untuk memperjelas melihat bentuk cacat. Bagian
diketahui kualitas pemesinan kayu Pilang dan peluang permukaan yang memiliki cacat dijumlahkan luasnya,
pengembangan kayu ini sebagai pengganti dan atau kemudian dihitung persentasenya terhadap seluruh
pelengkap dari kayu Jati, Mahoni dan Meranti. luas permukaan contoh uji dan diklasifikasikan
kualitasnya, dengan mengacu pada standar ASTM D
Bahan dan Alat 1666 64.

Penelitian ini menggunakan bahan baku berupa Hasil Penelitian


papan contoh kayu Pilang berukuran 120 cm x 12,5 cm x
2 cm sebanyak 40 lembar papan dan diperoleh dari KPH Setelah dilakukan proses penyerutan, pem-
Saradan, Perhutani unit II Jawa Timur. Semua papan bentukan, pemboran, pembuatan alur dan peng-
contoh tersebut dikeringkan terlebih dahulu dalam ampelasan, bisa diketahui sifat pemesinan kayu Pilang,
sebagaimana yang dirangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Sifat pemesinan kayu Pilang
Sifat Pemesinan (%)
Jenis Cacat
Penyerutan Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembuatan alur
Serat berbulu 2 7 5 0 4
Serat patah 0 - - - 0
Serat terangkat 1 2 - - -
Tanda serpih 1 0 - - -
Bekas garukan - - 0 - -
Penghancuran - - - 0 -
Kelicinan - - - 0 -
Penyobekan - - - 1 -
Kekasaran - - - - 0
Total cacat 6 9 5 1 4
Bebas cacat 94 91 95 99 96
Kelas mutu I I I I I
Mutu pemesinan Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik
4
Pengolahan Hasil Hutan
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

A. Penyerutan konvensional up milling. Pada proses down milling arah


Pada proses ini digunakan kecepatan peng- perputaran pisau sejajar arah gerak bidang kerja,
umpanan sebesar 12 m/menit dengan tebal pengetaman sedangkan pada proses up milling arah perputaran mata
sebesar 2 mm. Berdasarkan tabel di atas, terlihat pisau berlawanan arah dengan arah gerak bidang kerja.
bahwa kayu Pilang memiliki persentase bebas cacat
sebesar 94%, sehingga dikelompokkan dalam kelas C. Pengampelasan
mutu I dengan sifat pemesinan sangat baik. Cacat kayu Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30% dari
yang teramati dari proses penyerutan meliputi serat seluruh waktu proses pengerjaan kayu Pilang dapat
berbulu (fuzzy grain), serat terangkat (raised grain) dan terjadi pada proses pengampelasan. Pengampelasan
tanda serpih (chip mark). Terjadinya serat berbulu kayu saat ini telah menimbulkan banyak masalah
diduga disebabkan perbedaan kadar air pada kayu berkenaan dengan bervariasinya tipe papan dan kayu
gubal dan kayu teras. Dharmawan (1997) menduga yang diampelas serta material dan mesin ampelas yang
proses pengetaman dengan laju pengumpanan rendah digunakan. Beragamnya produk-produk olahan dari
dan tebal pengetaman yang tipis akan menyebabkan kayu Pilang membutuhkan teknik dan keahlian yang
pergeseran serat-serat kayu (tatal) oleh pisau pengetam. berbeda. Pada umumnya masalah-masalah tersebut
Tatal-tatal yang tipis ini memiliki sifat kelenturan yang dapat dihindari dengan proses pemesinan yang baik
rendah, oleh karena itu tatal-tatal ini mudah digeser pada saat penyerutan, pembentukan, pengeboran serta
sejajar serat pisau. Akibat bekerjanya gaya geser ini pengampelasan (Hollyer dan Rolfe, 1994).
maka serat kayu tepat di depan mata pisau akan Rata-rata permukaan bebas cacat adalah sebesar
mengalami pemadatan. Pada saat tegangan geser dari 95% dan masuk kategori sangat baik (kelas I). Jenis
serat kayu mencapai titik kritis maka serat-serat kayu cacat yang teramati dalam proses pengampelasan ini
tersebut akan mengalami pelipatan. Ini berarti bahwa hanyalah serat berbulu (fuzzy grain). Menurut Davis
serat kayu tersebut tidak terpotong sempurna oleh (1965), cacat bulu halus lebih sering muncul pada
mata pisau, melainkan terjadi kerusakan serat kayu proses pengamplesan daripada penyerutan, karena
sehingga terbentuk cacat serat berbulu pada serat kayu pada saat diampelas tersobek sehingga
permukaan papan. timbul bulu-bulu halus.

B. Pembentukan D. Pemboran
Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa cacat Sifat pemesinan kayu Pilang untuk pengujian
pembentukan pada kayu Pilang sebesar 9%, dengan dengan pengeboran menunjukkan hasil yang sangat
mayoritas cacat adalah serat berbulu (fuzzy grain) yaitu baik, dimana cacat yang ditemukan hanyalah pe-
sebesar 7%. Hal ini diduga karena serat kayu yang nyobekan (tear out), dengan persentase yang relatif kecil
berpadu tidak terpotong sempurna oleh mata pisau, yaitu 1 %. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
melainkan terjadi kerusakan serat kayu sehingga Davis (1962), bahwa secara umum kayu dengan berat
terbentuk cacat serat berbulu pada bidang pemotongan. jenis yang tinggi menghasilkan permukaan pengeboran
Sedangkan cacat serat terangkat adalah sebesar 2%. yang lebih halus dibandingkan dengan kayu yang berat
Menurut Dharmawan (1997), timbulnya cacat ini jenisnya rendah. Meskipun demikian, perlu diperhati-
kemungkinan disebabkan oleh mata pisau yang kurang kan pengaturan mesin bor, kecepatan putar dan ketajaman
tajam, sudut potong pisau terlalu besar, serta serat mata pisau untuk menjamin kualitas hasil pengeboran.
kayu miring.
Pada proses moulding digunakan pisau bentuk M6, E. Pembuatan Alur
dimana hasil pembentukan ini digunakan untuk
Mesin router umumnya digunakan pada
pembuatan daun pintu atau mebel. Kecepatan putar
pembuatan daun pintu, bentuk-bentuk melengkung,
pisau yang digunakan sebesar 9.000 rpm. Menurut
serta membentuk sisi papan menjadi bulat atau tidak
Koch (1964), kecepatan putar pisau dari 7.200 rpm
siku. Hal ini bertujuan untuk memperindah bentuk
sampai dengan 10.000 rpm umumnya digunakan
moulding yang dibuat. Menurut Koch (1964), pada
dibidang industri. Proses pembentukan ini merupakan
prinsipnya proses pembuatan alur merupakan
proses peripheral milling yakni suatu proses pemotongan
kombinasi proses pengeboran dan pembentukan.
dimana bagian bidang kerja dipotong dalam bentuk
Mesin router bekerja dengan mata pisau berdiameter
tatal oleh beberapa mata pisau yang berputar terus
kecil yang didesain untuk pemotongan sisi dan bagian
menerus, sehingga akan terbentuk tatal-tatal yang pendek.
dalam papan. Pada umumnya proses pembentukan
Koch (1964), juga menyatakan bahwa untuk memper-
pada saat pembuatan lekukan-lekukan lebih banyak
oleh hasil pembentukan yang lebih baik dapat dicapai
terjadi dari pada proses pengeboran, sedangkan proses
dengan menggunakan proses down milling dari pada

5
WARTA

Pengolahan Hasil Hutan


HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

pengeboran hanya terjadi pada saat permulaan proses Davis, E. M. 1965. Raised, Loosened, Torn,
pembuatan alur pada bagian tengah papan. Chipped and Fuzzy Grain In Lumber. US
Jenis cacat yang dijumpai dalam proses ini hanya Department of Agriculture. Research Note No
satu jenis yaitu serat berbulu (fuzzy grain) yaitu sebesar 2044. Wincosin.
4%. Kemungkinan hal ini terjadi akibat proses Dharmawan, W. 1997. Pengaruh Laju Pengumpanan
pembuatan alur menggunakan dua macam proses yaitu d a n Te b a l K e t a m a n Te r h a d a p K u a l i t a s
up milling pada bagian atas dan down milling pada Pengetaman Kayu Pinus, Aghatis dan Manii.
bagian bawah. Hal ini terjadi karena proses routing Jurnal Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
menggunakan pisau r6 dan dilakukan dua kali, yaitu IPB. Vol X No 1. Bogor. Hal 15-21.
pada arah sejajar serat dan berlawanan serat. Hal inilah
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II.
yang diduga menyebabkan kemungkinan timbulnya
(Terjemahan Badan Pengembangan Penelitian
serat berbulu semakin besar.
Kehutanan Jakarta). Yayasan Sarana Wana Jaya.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah
Jakarta.
kayu Pilang (Acacia leucophloea Willd.) memiliki sifat
Hollyer, T andB. Rolfe. 1994. Problems With Profile
pemesinan yang sangat baik dan termasuk dalam kelas
Sanding. Win-Woodworking International
pemesinan I sehingga dapat direkomendasikan sebagai
Magazine. Pp 42-44.
bahan baku untuk industri furnitur/mebel.
Koch, P. 1964. Wood Machining Process. The Ronald
Daftar Pustaka Press Company. New York.
Abdurachman, A.J. dan S. Karnasudirdja, 1982. Sifat Oey Djoen Seng, 1990. Spesific Grafity of Indonesian
Pemesinan Kayu-kayu Indonesia. Laporan Woods and Its Significance for Practical Use, Di-
No. 160. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor. terjemahkan oleh Suwarsono P,H, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen
American Society for Testing and Material (ASTM).
Kehutanan Indonesia. Bogor. Indonesia.
1994. Standard Method of Conducting Machining
Test of Wood and Wood Base Materials. Annual Prasetyo, A. 2001. Pembandingan Sifat Fisis dan
Book of ASTM Philadelphia. USA. Mekanis Kayu Pilang (Acacia leucophloea Willd.)
dengan Kayu Jati, Mahoni dan Meranti. Skripsi
Balfas, J. 1994. Sifat Pemesinan Beberapa Jenis Kayu
Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas
Asal Jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Volume
Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan.
12 No 4. Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan. Bogor. Hal 128-131. Rachman, O., dan J. Malik, 2008. Penggergajian dan
Pengerjaan Kayu, Pilar Industri Perkayuan
Davis, E. M. 1962. Machining and Related Character-
Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
istics of United State Hardwood. US Department of
Hasil Hutan. Bogor.
Agriculture. Technical Bulletin No 1267. Wincosin.

Mekanisme Sambungan
“FiNgER JOINT”
Oleh: Darta

Beberapa puluh tahun yang lalu Indonesia kaya dengan hasil hutannya berupa kayu bulat, dan
pernah melakukan ekspor ke luar negeri. Namun kegiatan ekspor kayu bulat tersebut tidak
berumur panjang karena munculah larangan ekspor kayu bulat, dengan alasan devisit apabila
penjualan kayu bulat dilakukan. Atas dasar itu berkembanglah industri pengolah kayu bulat
dalam negeri atau sawn timber company lebih ditingkatkan.

6
Pengolahan Hasil Hutan
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

D engan adanya kebijakan industri sawn timber


di Indonesia banyak memberikan kontribusi
luar biasa, perkembangan ekonomi Indonesia
semakin berkembang salah satunya mampu menyerap
-
-
Sebagai alternatif substitusi kayu berdiameter lebar.
Inovasi perkembangan teknologi pengolah kayu.

B. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan


tenaga kerja yang cukup besar, khususnya dibeberapa Pada umumnya setiap jenis kayu memiliki sifat dan
wilayah di Indonesia seperti Kalimantan, yang karakteristik yang berbeda, untuk kelancaran produksi
dikenalpula sebagai penghasil kayu berdiameter besar, dan ketahanan mesin, bahan kayu yang digunakan
jenis kayu Shorea sp. Kegiatan Industri sawn timber pada finger joint harus memperhatikan hal-hal sebagai
tersebut banyak sekali limbah (waste), diantaranya berikut:
berupa sebetan dan potongan-potongan kecil yang
1. Persyaratan bahan baku
perlu mendapat pemikiran pemanfaatannya, sehingga
menjadi nilai tambah bagi industri dengan cara a. Kayu lunak dan sedang:
optimalisasi bahan baku. Pemakaian kayu yang mempunyai kekerasan lunak
Salah satu upaya itu diantaranya dengan sampai sedang untuk pembuatan finger joint sangat
pengolahan papan sambung finger joint, dengan pola memungkinkan. Jenis kayu yang memiliki tingkat
sambungan jari. Sampai saat ini pengolahan papan kekerasan lunak dan sedang seperti : Meranti, Sengon,
sambung masih perlu dilakukan, apalagi dewasa ini Pulai, Pinus, Afrika, Bayur, dan jenis-jenis kayu hutan
kayu berdiameter besar sudah semakin sulit diperoleh tanaman lainnya. Kayu yang digunakan harus kering,
sehingga pemanfaatan kayu berdiameter kecilpun dengan kadar air di bawah 18 - 12 % atau mengacu pada
tidak bisa dihindari. Selain itu untuk memperoleh standar kayu olahan kadar air yang dianjurkan, dalam
papan lebar juga sangat sulit kecuali dengan mencari keadaan stabil, untuk mempermudah pada proses
substitusi dengan cara modifikasi bilah sambung penyambungan.
dengan pola finger joint yang pernah dilakukan oleh Dari jenis kayu yang akan dipakai perlu
para peneliti yang bekerja sama dengan teknisi lingkup diperhatikan pula hal-hal sebagai berikut:
Pustekolah Bogor. - Tingkat kekerasan sedang dan lunak
- Bebas cacat mata kayu khususnya pada bagian
A. Tujuan sambungan
- Efesiensi pemanfaatan kayu olahan berukuran - Tidak pecah
pendek menjadi bilah/papan berukuran panjang - Ukuran bahan baku.
dan lebar - Potongan kayu dalam keadaan halus, lurus dan siku.
- Optimalisasi jenis-jenis kayu heterogen menjadi - Kayu yang diolah harus bebas logam, metal, dll
bilah sambung - Limbah sawn timber
- Limbah pertukangan
- Bilah kayu berdiameter kecil

Finger Cutting Joint Tenoning and Mortised Joint

Finger Cutting Joint Dobtail Joint


7
WARTA

Pengolahan Hasil Hutan


HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

- Bahan kayu yang bisa dimanfaatkan memiliki


ukuran panjang minimum 30 cm,
- Bentuk bahan kayu yang akan diproses finger joint
(ukuran, papan, balok, kaso, reng, dll).

3. Tahapan pekerjaan
Kayu biasanya diolah menjadi sortimen tertentu,
untuk memperoleh keseragaman panjang, tebal dan
lebar agar dalam menentukan pola sambung bisa
dilakukan dengan mudah dengan pekerjaan sebagai
berikut:
- Re saw terhadap sawn timber,
- Edging, Cutting,
- Conditionning /Pengeringan,
- Penyerutan S for S.
- Limbah tebangan (cabang-cabang, kayu bengkok,
- Proses laminasi, memasukkan lem kepermukaan
gerowong dll.)
pola sambungan yang tersedia, bisa dengan cara
Pemakaian kayu yang mempunyai tingkat
manual, semi manual atau modern.
kekerasan sedang sampai lunak seperti kayu HTI
- Densifikasi/pemadatan, sambungan setelah diberi
memiliki beberapa keuntungan antara lain:
lem dimasukkan kepada pasangannya, kemudian
- Awet terhadap Cuter Blok
ditekan kearah panjang sehingga menjadi stik, dan
- Tingkat produksi jarang mendapat hambatan
digabung kearah lebar sampai menjadi papan blok
- Kayu mudah diolah
board sesuai dengan yang diinginkan, atau sering
b. Jenis kayu keras disebut laminatting board finger joint(LBFJ)
Hindari penggunaan jenis kayu yang memiliki
kekerasan yang tinggi seperti jenis kayu Ulin,
Bangkirai, Laban, Damar laut, Dukuh/Langsat dan
Jenis-jenis kayu keras lainnya. Karena dengan
menggunakan jenis kayu keras kemungkinan akan
memperoleh hambatan seperti: Bahan baku sulit,
perkakas cepat rusak, biaya perawatan (maintenance)
akan menjadi lebih mahal, produksi tidak maksimal.

2. Alat/mesin Re saw
Kapasitas meja press hidrolik finger joint yang akan
dipergunakan perlu diperhatikan antara lain: Edging/ Cutting
- Mesin yang dipakai pada pengolahan sambungan
(finger joint unit, pres, roldex, re saw, circular saw
/edging, catting saw, doble planner, sander planner). Conditionning

Penyerutan S forS

Proses finger

Proses laminasi

Densifikasi/pemadatan
Mekanisme pekerjaan Finger Joint

8
Pengolahan Hasil Hutan
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

SIFAT DAN PEMANFAATAN


SERAT SISAL (Agave sisalana)
Sebagai Biokomposit Polimer : Suatu Tinjauan
Oleh: Efrida Basri dan Ragil Widyorini

Sisal (Agave sisalana), termasuk tumbuhan monokotil dari family Agavaceae, merupakan salah satu serat
alam yang dapat menggantikan serat sintetis sebagai penguat komposit polypropylene (Wambua
et al., 2003; Li et al., 2007; Keller, 2003), papan partikel (Syamani et al., 2008; Munawar et al., 2004), dan
komposit serat semen (Budiman et al., 2006).

P otensi serat sisal cukup tinggi,data statistik FAO


tahun 2008 yang dikutip dari Syamani et al.
(2008) menunjukkan produksi global serat sisal
dunia mencapai 427.000 ton per tahun, mewakili 2%
dari produksi serat tanaman. Sampai saat ini produsen
et al., 2004). Kemampuannya untuk didaur ulang dan
tidak bersifat racun dibandingkan serat sintesis,
membuat serat alam lebih ramah terhadap lingkungan.

A. Sifat Kimia

terbesar serat sisal diduduki Brazil dengan Tiga komponen kimia polimer dalam dinding sel
menyumbang hampir 40% dari produksi total dunia, serat, termasuk serat sisal yang menentukan hampir
sedangkan Cina mendominasi dengan jumlah 34.000 seluruh sifatnya adalah selulosa, hemiselulosa, dan
ton per tahun (Anonim, 2008). lignin (Mohanty et al., 2001 ; Rowell et al., 1997; Budiman
Produksi serat sisal dari Indonesia yang terdata et al., 2006). Komposisi tersebut berbeda bergantung
termasuk kecil, hanya sekitar 450 ton per tahun atau pada spesies, kondisi pertumbuhan dan metode
0,1% dari produksi dunia (Syamani et al., 2008). Saat ini pengujian (Li et al., 2007). Sebagai bahan ber-
daerah yang dikenal memiliki lahan tanam sisal adalah lignoselulosa, serat sisal memiliki tendensi me-
Blitar Selatan (Agave sisalana), Sumenep dan Pamekasan ngembang dan menyusut ketika kadar airnya berubah
(Agave cantala). Tanaman sisal kedua wilayah tersebut di bawah titik jenuh serat. Tabel 1, memperlihatkan
tumbuh liar pada lahan kering berbatu-batu, dilereng- komposit kimia serat sisal dari beberapa sumber.
lereng berbukit, dan secara periodik petani dan Selulosa adalah polisakarida semikristalin
pedagang serat memanen daun sisal untuk diambil (semicrystalline polysaccharide) yang disusun dari unit
seratnya (Sastrosupadi, 2006). glucopyranose yang terjalin erat dengan ikatan β-(1-4)-
Dengan semakin berkurangnya potensi kayu glucosidic, berperan sebagai penguat (Rowell et al., 1997;
sementara kebutuhan papan meningkat, kelak akan Ndasi et al., 2006; Tarmansyah, 2007). Karakteristik
memacu pemanfaatan serat-serat alam sebagai selulosa memiliki struktur yang kristalin dan struktur
substitusi serat kayu untuk pembuatan produk amorf. Bagian kristalit mikrofibril selulosa tidak mudah
komposit. diakses oleh air, sedangkan bagian yang amorf mudah
diakses oleh air (meshitsuka dan isogai dalam Hon,
Sifat-sifat Serat Sisal 1996).
Presentase selulosa yang tinggi pada serat sisal
Sifat dari bahan berlignoselulosa sangat beragam, (Tabel 1) melebihi selulosa pada kayu yang berkisar
bergantung pada beberapa faktor, diantaranya antara 40-47% (Rowell, dalam Hon, 1996), menyumbang
penerapan sistem pertanian (agricultural practice), sifat hidrophilik dari serat tersebut karena terkait
musim, metode pencabutan (extraction method), metode dengan jumlah grup hidroksil yang besar (Wambua, et
perlakuan, dsb. (Rowell et al., 2000; Li et al., 2007). al., 2003; Ndasi et al., 2006; Li et al., 2007). Dengan
Dibandingkan komposit berbahan dasar partikel, menggunakan matriks hidrophobik sebagai penguat
komposit berbahan dasar serat lebih konsisten dan pada pembuatan komposit, akan mengurangi
lebih bisa diprediksi (Ndasi et al., 2006), kerapatan penyerapan air antar permukaan komposit yang
rendah, murah, bisa didaur ulang, dan mampu direkat (Alvarez et al., 2003; Ndasi et al., 2006).
terdegradasi secara biologis (Maulida, 2000; Mohanty Hemiselulosa terikat kuat dengan serat selulosa oleh
1)
ikatan hydrogen dengan keseluruhan struktur yang
Peneliti Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan amorf. Karena strukturnya yang terbuka berisi banyak
2)
Staf Pengajar Fakultas Kehutanan, UGM gugus hidroksil dan asetil, maka sebagian hemiselulosa
9
WARTA

Pengolahan Hasil Hutan


HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

Tabel 1. Komposisi kimia serat sisal (dari daun)


Komposisi kimia A B C D E
Selulosa (%) 47-78 60-67 81,81 73,1 43-56
Lignin (%) 7-11 8-12 3,9 11,0 7-9
Hemiselulosa/ Pentosan (%) 10-24 10-15 - 14,2 -
Pektin (%) 10 - - - -
Pentosan (%) - - - - 21-24
Kadar abu (%) 0,6- 1 - - - 0,6-1
Eksraktif (%) - - 4 1,7 -
Sumber: A. Mahonty et al. (2001); B Hans Lihlot dalam Tarmansyah (2007); C. Budiman et al. (2006), khusus spesies A. sisalana;
D. Hon (1996); Rowell, dalam hon, 1996).
1)
Keterangan: Holoselulosa (selulosa+hemiselulosa+pectin)

dapat larut dalam air dan bersifat higroskopis (Rowell, modulus, dan daya serap air (tabel 2). Hasil penelitian
1983; Hon, 1996; Frederick dan Norman, 2004). Toledo et al.(2000) menunjukan nilai kadar air serat sisal
Lignin bersifat termoplastis sehingga dapat yang baru 5 menit direndam dalam air mencapai 67-
difungsikan sebagai perekat alam (Ndasi et al., 2006; 92%.
Bledzki dan Gassan, 1999). Di dalam dinding sel yang Hasil penelitian Munawar (2008) dalam Syamani
merupakan ikatan hidrokarbon, polimernya terdiri dari (2008) menunjukan serat sisal merupakam bundles of
unit phenylpropane dan senyawa umumnya berbau fiber dengan diameter 126 μm; ukuran rongga 102 μm
harum (Rowell, 1997; Bledzki dan Gassan, 1999), serta dan tebal dinding 24 μm; terdiri dari 6 serat individu
penyerapannya terhadap air terendah diantara dengan ukuran tebal masing-masing dinding berkisar
komponen lain penyusun serat alam (Lai dalam Hon, 3,0-40 μm, dari data tersebut tampak tebal dinding sel
1996; Frederick dan Norman, 2004). Karena sifat serat sisal lebih tinggi dari rata-rata kebanyakan
termoplastisnya, lignin dimanfaatkan dalam pem- serat kayu ( Basri dan Haidjib, 2004). Hal ini mungkin
buatan komposit untuk merekat serat satu sama lain menjadi penyebab jumlah air terikat yang harus
tanpa memerlukan perekat luar. dikeluarkan dari dalam dinding sel serat sisal selama
Berdasarkan persentase komponen kimia penyusun pengeringan.
dinding sel, terutama kadar selulosanya yang tinggi Strukur anatomi, sifat dan presentase komponen kimia
dibandingkan kayu, membuat serat sisal lebih peka penyusun dinding sel serat sisal yang menyambung
terhadap air, tidak awet, adhesi permukaan yang lemah sifat-sifat inferior dari serat tersebut, menuntut perlu
dan mudah terbakar ketika kontak dengan api (karena adanya perlakuan fisik dan kimiawi untuk mem-
terkait dengan zat lilin atau zat minyak di permukaan),
perbaiki sifat-sifat permukaannya agar kompabilitas
degradasi terhadap asam, basa, dan mudah teradiasi
dengan matriks polimer yang akan digunakan,
oleh sinar ultra violet (Belmares, et al., 2000; Rowell
sekaligus dapat meningkatkan kekuatan bio-
dalam Hon, 1996; Li et al., 2007).
kompositnya.
B. Sifat Fisik dan Mekanik
C. Modifikasi Kimia
Kelebihan serat sisal dibandingkan serat alam lain:
Modifikasi kimiawi untuk meningkatkan atau
kekuatan pukul (impact strength) lebih tinggi dengan
memperbaiki sifat-sifat permukaan serat sisal sebagai
kekuatan tarik (tensile strength) dan kelenturan (flexular)
material komposit telah banyak dilakukan. Hasilnya
moderat (Pavithran et al., 1987 dalam Joseph et al., 1999;
menunjukan efikasi yang berbeda-beda terhadap ikatan
Klust, 1983 dalam Andhikaprima, 2010), kekakuan
perekatan antara matriks dan serat.
spesifik dan kepadatan tidak jauh beda dengan serat
Modifikasi kimiawi yang sudah dikenal, antara lain:
kaca (fiberglass) sedangkan kerapatannya lebih rendah,
perlakuan dengan alkali atau mercerization (Ray et al.,
sehingga jika digunakan sebagai substitusi serat kaca
2001; Mishra et al., 2001; Jacob et al., 2004) dan
dalam komposit bisa mengurangi berat komposit
diikuti dengan asetilasi (Hill et al., 1998 dalam Li et al.,
(Maulida, 2000; Mezey et al., 2002; Fredrick dan
2007; Nair et al., 2001; Mishra, et al., 2003), benzoilation
Norman, 2004).
(Nair et al.,2001), acrylonitrile grafting (Mishra, et al.,
Tergantung spesies, tempat tumbuh, dan cara
2001), Maleated coupling agents (Mishra, et al., 2000),
pengujian, terdapat perbedaan sifat fisik dan mekanik
perlakuan dengan permanganate (paul et al., 1997),
serat sisal, antara lain mencakup kerapatan,
perlakuan dengan peroksida (Joseph dan Thomas, 1996;
pemanjangan/ elongation, kekuatan tarik, Young's
10
Pengolahan Hasil Hutan
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

Tabel 2. Sifat fisik dan mekanis serat sisal


Sumber
Sifat-sifat
A B C
Kerapatan g/cm1 1,0 1,33-1,50 0,76
K.tarik (Mpa) 600-700 400-700 375±0,38
E-modulus (Gpa) 38,0 9,0 – 38,0 9,1 ± 0,8
Spesifik (E/d) 29,0 - -
1
Elongation at failure (%) 2,0 -3,0 2,0 - 14 -
Daya serap air (%) 11 - -
1)
kerusakan karena ditarik dan diulur
Sumber: A. Beukers, 1999; B. Bledzki dan Gassan (1999), Paul et al. (1997), dan Fredrick dan Norman (2004); C. Munawar
(2008) dalam Syamani et al. (2008)

Paul et al., 1997), perlakuan dengan larutan sodium tertentu dari lignin, lilin, minyak yang menutupi
o
klorit dengan rasio cairan 25:1 pada suhu 75 C selama permukaan luar dari dinding serat. Penambahan
2 jam (Mishra, et al., 2002), dan perlakuan dengan sodium hidroksida encer ke serat sisal akan
larutan Ca(OH)2 15% (Budiman et al., 2006). menaikkan ionisasi grup hidroksil ke alkosid
Satu diantara perlakuan kimiawi di atas yang akan (Agrawal et al., 2000 dalam Li et al., 2007; Li et al., 2007:
diuraikan di bawah ini adalah asetilasi dengan Serat sisal-OH+NaOH seratsisal -O-Na+H2O
perlakuan alkali. Perlakuan dengan alkali memiliki 2 · Berikutnya serat dicuci dalam glacial acetic acid
o
efek terhadap serat: 1) meningkatkan kekerasan selama 1 jam pada suhu 30 C; direbahkan dan di
permukaan sehingga menghasilkan daya saling rendam dalam asam anhidra (acetic anhydride)
mencengkram lebih baik secara mekanis, 2) yang berisi 1 tetes H2SO4 pekat selama 5 menit.
meningkatkan jumlah selulosa yang terbuka pada Reaksi dari acetic anhydride dengan serat ditunjukan
permukaan serat, sehingga memperbanyak jumlah sebagai:
tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya reaksi Seratsis-OH+CH3-C(=O)-O-O-C(=O)-CH3 seratsis-
(Gonzalez, 1999). OCOCH3+CH3COOH (2)
Asetilasi dikenal sebagai metode esterifikasi adalah Acetic anhydride acetylated sisal acetic acid
suatu reaksi memasukkan grup fungsional asetil · Selanjutnya, serat sisal yang telah mengalami
(CH 3 COOH) ke dalam senyawa organic yang perlakuan diperiksa secara mikroskopis untuk
menyebabkan plastisasi (plasticization) dari serat-serat mengetahui kekasaran permukaan dan jumlah
selulosa. Reaksi ini menyangkut generasi dari acetic acid ruang kosong yang tersedia.
(CH 3 COOH) sebagai hasil ikutan yang harus
Hasil yang diproleh dari perlakuan alkali+asetilasi
dihilangkan dari material lignoselulosa sebelum serat
terhadap serat sisal dari dua peneliti:
digunakan (Rowell dalam Hon, 1996; Li et al.,2007).
· Mishra et al. (2003) melaporkan serat sisal dengan
Modifikasi kimia dengan acetic anhydride (CH3-
perlakuan alkali (NaOH) 5% dan diasetilasi
C(=O)-O-C(=O)-CH3) akan menggantikan grup polimer (sebagaimana proses di atas) menghasilkan
hidroksil dari dinding sel dengan grup asetilasi, stabilitas dimensi yang lebih tinggi dan kekuatan
sehingga mengubah sifat-sifat dari polimer tersebut tarik lebih baik dibandingkan control. Namun
dan karena itu menjadi hidropobik (Hill et al., 1998 dengan menambahkan konsentrasi alkali yang lebih
dalam Li et al., 2007; Rowell dalam Hon, 1996). Ketika tinggi terjadi delignifikasi yang berlebihan yang
serat sisal dirakit menjadi biokomposit menggunakan membuat serat tersebut menjadi rapuh/rusak.
matriks polimer, diharapkan dapat menghasilkan · Nait et al. (2001) melaporkan serat sisal dengan
produk (biokomposit) dengan peningkatan sifat fisik perlakuan alkali (NaOH) 18% kemudian
(kestabilan dimensi) dan mekanik (kekuatan dimasukkan ke dalam glacial acetic acid dan terakhir
meningkat.) dalam anhydride yang berisi 2 tetes H2SO4 pekat
Tahapan percobaan asetilasi serat sisal dengan selama 1 jam memperlihatkan dimensi lebih stabil,
perlakuan awal menggunakan larutan alkali (Mishra serta daya mencengkram antar permukaan serat
et al., 2003): dan matriks lebih tinggi dibandingkan control. Hal
· Tahap awal (perlakuan dengan alkali): serat sisal ini karena permukaan serat menjadi sangat kasar
direndam dalam larutan alkali (NaOH) 5% selama 1 dan memiliki sejumlah ruang kosong yang cukup
0
jam, pada suhu 30 C untuk menghilangkan jumlah untuk tempat matriks plystyrene (PS).
11
WARTA

Pengolahan Hasil Hutan


HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

Keuntungan lain yang dilaporkan dari hasil perekatan (gaya adhesi) substrat perekat dan
perlakuan serat sisal dengan alkali yang diikuti keteguhan internal perekat sendiri (gaya kohesi
dengan asetilasi yaitu stabilitas panas serat lebih menguat akibat mengerasnya perekat) [Stamm,
tinggi (Manikandan et al., 2001 dalam Li et al., 2007), 1964].
dan lebih tahan terhadap serangan organisme
perusak walau kekuatan tarik sedikit menurun Sumber Pustaka
(Khalil dan Ismail, 2000 dalam Li et al., 2007) Alvarez, V.A., R. A. Ruscekaite, A. Vazquez. 2003.
dibandingkan dengan biokomposit dari serat sisal Mechanical properties and water absorption
tanpa perlakuan. Hasil penelitian Rowell (1996) behavior of composites mades biodegradable
dalam Hon (1996) menunjukan pada kondisi matrix and alkaline-treated sisal fibers. Jour. of
kelembaban lingkungan (Rh) 65%, kecepatan compos. Mater. 37 (17): 1575-1558.
asetilasi secara esensial pada semua tipe serat alam
Andhikaprima. 2010. Serat alami. Diakses dari
sama, namun peresentase pengurangan kadar air
http:/andhikaprima.wordpress.com/2010/01/04/se
keseimbangannya (EMC) berbeda bergantung
rat_alami tanggal 15 april 2010.
pada tipe/jenis asetilasi. Hal ini disebabkan molekul
dari grup asetilasi lebih besar dibandingkan Anonim. 2008. FAO Fibres Statistical Bulletin. URL
molekul air, sehingga persentase pengurangan EMC Retrived Nov. 22, 2008. Diakses dari http://en.
serat bergantung pada jumlah asetil yang terikat wikipedia.org.wiki/sisaltanggal 13 april, 2010.
dalam dinding sel serat tersebut. Belmares, H., A. Barrera, M. Monjaras. 1983. New
composite materials from natural hard fibers. Part
D. Keterkaitan Pengeringan dengan Teknologi
2.Fatigue Studies And a Novel Vatigue
Biokomposit
Degradation Model. Industrial Engineering
Serat sisal memiliki kandungan air yang tinggi.
Chemical Product Research And Development
Tujuan pegeringan antara lain mengurangi berat,
22:643-652.
memperbaiki sifat mekanis (al. kekuatan tarik, pukul,
Beukers A. in: van hinte (edit). 1999. Lightness, the
dsb), dan sifat lain yang berakibat terhadap perubahan
inevitable renaissance of minimum energy
bentuk dan kerusakan biokomposit dari serat tersebut
structures. Roterdam : 010 publisher. P 72
untuk tahap selanjutnya (antara lain kemudahan
dipaku, dibentuk, dsb. ). Bishop, A.H. 1962. Key to gluing defect. Laguna: UPCF
Keterkaitan pengeringan dengan serat sisal sebagai Library
bahan yang direkat (substrat) dan perekat larut air Bledzki, A. k. and and J. Gassan. 1999. Composites
sebagai matriks (contoh jenis urea) adalah: reinforced with celluloce based fibres, prog.
· Sebagai substrat serat harus dikeringkan sampai Polymer sci. 24:221-274.
kadar air rata-rata sebesar 5-8% Bishops (1982). Budiman, I., F.A. Syamani, Subyakto, B. Subyanto. 2006.
Kadar air serat yang tinggi menyebabkan peng- Peneliti pemanfaatan serat sisal (Agave sisalana)
enceran perekat yang dilaburkan pada permukaan untuk pembuatan komposit serat semen:
bahan, sehingga molekul perekat masuk lebih cepat hubungan antara temperature hidrasi dengan kuat
ke dalam bahan yang direkat dan meninggalkan tekan. Laporan Teknik Akhir Tahun. UPT BPP
sejumlah kecil perekat di permukaan untuk Biomaterial-LIPI
membentuk garis perekat, sebagai akibat kekuatan Fredrick, T.W. and W. Norman. 2004. Natural fibers
perekat menjadi kecil atau gagal sama sekali plastics and composites. Kluwer Academic
(Prayitno, 2009) dan dapat merusak ikatan komposit Publisher. New york.
(Ndasi et al., 2006). Bishops (1982) menyebutkan
Gonzales, A.V., J.M. Cervantes, R. Olayo, P.J.F, Franco.
bahwa permasalahan kadar air bahan yang direkat
1999. Pengaruh perlakuan permukaan serat
terletak pada heterogenitas sifat bahan, khususnya
terhadap ikatan perekatan antar serat matriks dari
dalam menanggapi perlakuan pengeringan. Oleh
komposit dengan penguat serat alam. Comp. Eng.
sebab itu distribusi kadar air yang tidak seragam
Part B 30: 309-320.
akan mengakibatkan tegangan atau potensi yang
Hon. D.N.S (Ed). 1996 Chemical Modification of
mendukung kegagalan perekatan.
Ligno_Cellulosic materials, marcel dekker, inc.
· Pengeringan khusus yang menggunakan energi
New York -Basel-Hongkong.370 pp
panas.
Adanya panas akan merangsang reaksi curing bahan Jacob, M., S. Thomas, K.T. Varughese. 2004. Compos.
perekat kearah kanan, terutama bahan perekat yang Sci. techn.64: 955.
“cured” dengan proses kondensasi (melepaskan); Joseph, K., S. Thomas, C. Pavithran. 1996. Effect of
dengan demikian terjadi peningkatan efektifitas chemical treatment on the tensile properties of

12
Pengolahan Hasil Hutan
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

short sisal fiber-reinforced polyethylene Ndasi, B, J.V. Tesha, E.T.N. Bisanda. 2006. Peluang dan
composites. Polymer 37 (23): 5139- 5149 tantangan memproduksi biokomposit dari limbah
Joseph, K.,R.D. T. filho, B. James, S. Thomas, L.H. de nonkayu. Jour. Mater. Sci.41: 6984-6990.
carvalho. 1999. A review on sisal fiber reinforced (Translated Indonsia)
polymer composites. Revista Brasiliera de Paul, A., K. Joseph, S. Thomas. 1997. Effect of surface
Engenhsris Agricola e Ambiental 3(3): 367-379. treatment on electrical properties of low-density
Campina Grande, PB,DEAG/UFPB. polyethylene. Composit Sci. Technol. 57 (1):67.
Keller, A. 2003.Compounding and mechanical Prayitno, T.A. 2009.Cacad perekatan. Hand Out
properties of biodegradable hemp fibre Program studi magister S2 Teknologi Hasil Hutan,
composites. Compos. Sci. technol. 63 : 1307. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada.
Li, X., L.G. Tabil,S. Panigrahi. 2007. Perlakuan kimia Yogyakarta.
terhadap serat alam sebagai bahan penguat Ray, D.,. B.K. Sarkar, A.K. Rana, N.R. bose. 2001. Bullet.
komposit: sebuah tinjauan. Jour. Polym. Environ. Mater. Sci.24:129.
15:25-33. (Translated Indonesi). Rowell, R.M. 1983. Common.Forest Bureau Oxford.
Maulida, A., M. Nasir, and H.P.S.A. Khalil. 2000. Hybrid England. 6(12): 363.
composites based on natural fibre. Proceed. of Rowell, R.M., R.A. Young, J.K. Rowell. 1997. Paper and
Symposium on Polymeric Materials, 1-2 june, 200 composites from agro-based resources. CRC Lewis
in Penang. Pp 216-219. Publisher, Boca Raton. Florida.
Mezey, Z., L. Danyadi, T. Czigany, B. Pukanszky. 2002. Rowell, R.M., J.S. Han, J.S. Rowell. 2000. Natural
Investigation of the mechanical properties of sisal polymers and agrofibers composites. San Carlos.
fiber rein forced polypropylene composites. Brazil. Pp 115-134
Report for grant NKFP 3A/0036/2002, Hungarian Sastrosupadi, A. 2006.Potensi jawa timur sebagai
Ministry of Educatin.Hungarian. penghasil serat alam untuk berbagai agro-industri.
Mishra, M. Mishra, S.S. Tripathy, S.K. Nayak, A.K., Sinar Tani Edis 12-18 April 2006.
Mohanty. 2001. Graft copolymerization of acrylo- Stamm, A.J. 1964. Wood and cellulose science.The
nitrile on chemical modified sisal fibres. Ronald Press Co. New York.
Macromol. Mater. Eng. 286:107-113.
Syamani, F.A., M.Y. Massijaya, B. Subyanto. 2008. Sifat
Mishra, S., A.K., Mohanty, L.T. Drzal, M. Mishra, A. fisis mekanis papan komposit sisal (Agave sisalana
Parija, S.K. Nayak, S.S. Tripathy. 2003. Studies on perr.) Prosid. Sem. Nas. Mapeki XI, tanggal 8-10
mechanical performance of biofibre/glass Agustus di Palangkaraya Raya.Kalimantan
reinforced polyester hybrid composites. compos. tengah.Pp b-29.
Sci. Tech. 63: 1377
Toledo, F., D. Romildo, K. Scrivener, G.L. England, K.
Mohanty, A. K., A. Wibowo, M. Misra, L.T. Drzal. 2004. Ghavami. 2000. Durability of alkali-sensitive sisal
Effect of proses engineering on the performance of and coconut fibres in cement mortar composites.
natural fiber reinforced cellulose acetate Jour. of cement & Concrete Composites 22: 127-143.
biocomposites. Composit A: appl Sci. Manuf 35:
Tarmansyah, US. 2007. Pemanfaatan serat rami untuk
363-370
pembuatan selulosa. Buletin Balitbang Dephan.
Munawar, S.S., B. Subiyanto, Subyakto, L. Suryanegara.
STT No. 2289 Vol. 10 N0. 18.
2004. Development of panel product from natural
th Wambua, P., J. Ivens, I. Verpoest. 2003. Natural fibres:
fiber of sisal (Agave sisalana). Proceed. of 5 IWSS.
can they replace glass in fibre reinforced plastics.
Kyoto, Japan. Pp 367-369.
Compos. Sci. and Tech. 63 (2003): 1259-1264.
Nair, M.K.C., S. Thomas, G. Groeninckx. 2001. Comp.
Sci. Techn. 61 (16):2519

13
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

Liputan Kegiatan
Sekilas Pengalaman Ekspedisi
Bersama Pasukan Komando TNI Kopassus
di Longbagun Kalimantan Timur Oleh : Zakaria Basari

I. MUKADDIMAH secara moril mereka merasa bertanggung jawab terhadap kelestarian


Jangan dianggap enteng jika ada perbedaan persepsi batas hutannya.
wilayah NKRI dengan Negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Secara garis besar konstribusi HPH terhadap pembangunan RI,
Thailand, Papua Nugini dan Negara lainnya. Sebab jika kita lengah, adalah : 1) membangun jalan, 2) menyerap tenaga kerja, 3) alih
lalai dan kurang perhitungan, salah-salah kerugian Negara akan terjadi. teknologi, 4) menjaga kelestarian hutan alam produksi dan hutan
Hal ini sudah terbukti, dua pulau Indonesia yaitu Pulau Ligitan dan lindung, 5) membangun sanitasi dan fasos daerah pedesaan, 6)
Simpadan sudah melayang ke Negri Jiran Malaysia. Masalah lainnya di memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pedesaan,
daerah perbatasan seperti, illegal fishing, illegal logging, illegal mining dan lain-lain. Dengan demikian, kehidupan sosial - ekonomi, teknologi
sudah bukan rahasia lagi sudah sering terjadi, penyelesaiannya entah dan pertanian masyarakat pedalaman menjadi meningkat dibanding
kemana tidak diketahui rimbanya lagi. Hal itu terjadi semua karena sebelum ada HPH.
kelemahan kita sendiri, akhirnya kerugian Negara yang sangat besar Hasil pengamatan salah satu jalan logging HPH yang ada di
tidak bisa dihindari. Kecamatan Longbagun Provinsi Kaliman Timur yang dibangun oleh
Salah satu solusi, agar permasalahan tersebut dapat di tangani, PT. SMLJ II pada tahun 1990-an menunjukkan, bahwa panjang jalan
maka pasukan Komando TNI KOPASSUS menggagas melakukan logging sudah mencapai 200 km menembus Kabupaten Malinau
pagelaran ekspedisi khatulistiwa 2012 di Kalimantan yang tujuannya, dengan melalui lebih dari 4 Desa. Selama ± 20 tahun (1990-2010)
adalah : 1) Melatih prajurit agar ada kepekaan terhadap kelestarian operasi logging, HPH yang bersangkutan dari Iuran Pengusaha Hasil
hutan dan lingkungannya, 2) Mengetahui batas wilayah Negara Hutan (IHPH) telah memberikan konstribusi kepada Negara sebesar
Kesatuan RI dengan Negara tetangga Malaysia secara pasti, 3) Rp 900 M dengan menyerap tenaga kerja lebih dari 1.000 orang.
Meningkatkan kewaspadaan dan silaturahim antara tentara dengan Dari hasil penyusuran jalan logging, diketahui kondisinya 75%
masyarakat sekitar hutan, dan 4) mengetahui potensi kekayaan alam sudah rusak tetapi tetap masih bisa dilalui oleh kendaraan berat dan
Negara Kesatuan RI. Sedangkan misinya, adalah : Penjelajahan dimanfaatkan oleh pengusaha kayu (IPK), penambang emas
batas negara kesatuan RI dengan Malaysia, bakti sosial dengan tradisional, petani, dan masyarakat umum guna kepentingan silaturahim
melakukan rehabilitasi lahan/hutan kritis, pelayanan kesehatan kepada
masyarakat lokal secara gratis dan melakukan penelitian. Anggota
ekspedisi terdiri atas pasukan komando TNI Kopassus, Marinir,
Paskhas, Raider, Kostrad, dan para peneliti ahli dari UNPAD, ITB,
UGM, UNDIP, WANADRI dan KEMENHUT.
Hasil kegiatan penjelajahan batas wilayah antara Indonesia dan
Malaysia yang ditempuh mulai dari Provinsi Kalimantan Barat sampai
daerah Nunukan Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan, bahwa titik
Pal Batas Negara sudah banyak yang hilang tercabut dari tempat
asalnya, dari sebanyak ± 12.000 titik Pal Batas sebesar 40% sudah Gambar 1. Kondisi hutan sebelum Gambar 2. Kondisi hutan eks
tercabut rusak dan tergeletak di luar koordinatnya. Hal ini terjadi ditebang tebangan 2008
kemungkinan akibat tergeser oleh alat berat pada saat pembuatan jalan
dalam kegiatan pembalakan, perkebunan, pertambangan, perladangan
dan lain-lain. keluarga dan lain-lain. Sehubungan dengan itu alangkah lebih baik
Dalam kegiatan penelitian, ada lima disiplin ilmu yang diusung, jika pemerintah setempat (PU dan PEMDA) juga ikut partisipasi
yaitu : 1) Penelitian flora-fauna, 2) geologi, 3) kehutanan, 4) sosial memperhatikan jalan logging tersebut guna kepentingan bersama
budaya dan 5) kepekaan potensi bencana alam. Khusus penelitian jangan hanya mengandalkan perusahaan hutan saja.
dibidang flora-fauna dan kehutanan praktek di lapangannya sebagian
ada yang dilaksanakan di hutan lindung/konservasi dan sebagian lagi III. PENJELAJAHAN DI AREAL HUTAN BEKAS TEBANGAN
ada yang dilaksanakan di hutan alam produksi. Daerah hutan produksi yang diteliti lokasinya berada pada daerah
Objek yang diteliti di bidang kehutanan yang disajikan dalam hutan bertopografi sedang sampai dengan berat. Penelitian dilakukan
tulisan ini adalah, tentang kiprah salah satu HPH dalam membangun di dua buah perusahaan HPH, yaitu PT A dan PT B. Berdasarkan data
jalan, efisiensi penebangan Kayu Bulat (KB) dan aspek ekonomis dari Laporan Hasil Cruissing (LHC) menunjukkan, bahwa Jatah Produksi
3
limbah tebangan. Penelitian dilaksanakan di perusahaan HPH wilayah Tebangan (JPT) masing-masing besarnya adalah 60.000 m /tahun
3
kerja Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat, Kecamatan Longbagun, dan 40.000 m /tahun sementara berdasarkan pengamatan hasil
Provinsi Kalimantan Timur. Waktu penelitian berlangsung pada tanggal Inventarisasi hutan Tegakan Tinggal (ITT) di lokasi bekas tebangan
24 mei - 15 Juni 2012. tahun 2008 dan 2010 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

II. PENYUSURAN JALAN LOGGING HPH Tabel 1. Hasil ITT di areal bekas tebangan tahun 2008 di PT. B
dan 2010 di PT. C
Masyarakat umum, khususnya para aktivis organisasi Lembaga
Jumlah Volume
Swadaya Masyarakat (LSM) selalu mempunyai pandangan miring Jumlah Volume
Plot No Tingkat Tingkat
terhadap para pengusaha pengelola hutan (HPH), padahal sebenarnya Tiang (n) Tiang (m3)
Pohon (n) Pohon (m3)
para pengelola hutan tersebut di lapangan justru merupakan pagar PT. A 138 10,24 78 168,15
hidup untuk menjaga daerah terisolir khususnya di daerah perbatasan. PT. B 105 8.15 124 339,22
Di mana jika terjadi penyerobotan hutan di wilayah HPH maka yang
Total 138 10,24 78 168,15
pertamakali akan bertindak adalah petugas dari HPH itu sendiri karena
14
Liputan Kegiatan
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

Dari Tabel 1 diketahui, bahwa jika dari dua lokasi tersebut


dibandingkan, maka untuk menjadi hutan yang utuh kembali secara
cepat dalam kurun waktu 2-3 tahun adalah di PT. B karena vegetasi
tingkat pohon lebih banyak dan kondisi pohonnya sangat baik, tidak
cacat padahal tebangannya baru ditinggalkan satu tahun. Sementara
di PT. A, kondisi hutan akan utuh kembali mungkin memerlukan
waktu 10 tahun lagi. Hal ini terjadi karena tegakan sisanya yaitu
tingkat pohon jumlahnya sedikit dan tingkat tiang banyak yang rusak.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang kondisi hutan sebelum ditebang
dan bekas tebangan tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3
berikut.

IV. TONGKAT MENJADI TANAMAN


Yang dimaksud “tongkat menjadi tanaman” itu adalah sebuah
Gambar 5. Limbah tebangan Gambar 6. Limbah tebangan
AJIR (tongkat) yang semula diperuntukan sebagai tanda bahwa di
tempat itu ada tanaman pengayaan. Secara jelas dapat dilihat pada
Gambar 3 dan 4 berikut. Perlu diketahui, bahwa hasil penelitian Puslitbang Teknologi
Kehutanan pada tahun 1990 pada beberapa HPH yang beroperasi
di Pulau Kalimantan dan Sumatera, menunjukkan bahwa limbah
tebangan kayu bulat yang ditinggalkan berkisar antara 30%. Penelitian
ini dilakukan pada kegiatan penebangan dengan metoda tebang ramah
lingkungan (Reduce Impac Logging). Di mana operator bekerja selalu
dikontrol, dan dikendalikan agar supaya pohon yang ditebang jangan
banyak yang rusak.
Jumlah perusahaan HPH yang beroperasi di wilayah kerja Dinas
Kehutanan Kabupaten Kutai Barat ada 17 (Statistik Kehutanan
Kabupaten Kutai Barat, 2007/2008) Jika dari sejumlah perusahaan
tersebut kemampuan memungut kayu tebangan hanya 70% dari rata-
rata realisasi Jatah Produksi Tahunan (JPT) 33.355 m3/tahun, maka
Gambar 3. Ajir yang tumbuh subur Gambar 4. Pengukuran tinggi ajir selama operasi 20 tahun (1990 - 2010) akan terjadi limbah sebesar
170.150,96 m3. Maka secara ekonomi akan terlihat kerugian negara
Gambar di atas menunjukkan sebuah tumbuhan tingkat pancang sebesar Rp 3,403 triliun (harga kayu rata-rata per m3 = Rp 1.000.000,-)
yang awalnya sebuah ajir sebagai tanda adanya tanaman pengayaan atau rata-rata 170,15 milyar/tahun.
(tanaman untuk rehabilitasi lahan kritis) yang diambil oleh pekerja dari Hasil wawancara dengan petugas kehutanan daerah menyatakan,
tumbuhan tingkat pancang yang ada di sekitar hutan. Tetapi fakta bahwa jumlah perusahaan pengelola hutan di Kalimantan Timur ter-
membuktikan, ternyata bahwa tongkat ajir tersebut tumbuh menjadi dapat lebih dari 100 perusahaan. Oleh karena itu dapat dibayangkan
lebih baik dibandingkan dengan tanaman pokok pengayaan (Albizia sp). jika model pemungutan hasil hutannya masih tetap seperti model di
Hal ini seharusnya dapat menjadikan perhatian bagi pekerja di bidang atas, maka pemborosan Sumber Daya Hutan akan terjadi sangat
Pembinaan Hutan (BinHut). besar. Sementara di lain pihak masyarakat industri berteriak-teriak
selalu kekurangan bahan baku. Hal ini sangat ironis, padahal
V. EMAS HIJAU YANG TERLUPAKAN sebenarnya tidak akan terjadi jika saja pemerintah yang berwenang
berupaya melakukan pencegahan dengan cara membuat suatu
Yang dimaksud 'Emas Hijau yang Terlupakan' ini adalah limbah
kebijakan yang lebih baik, lugas dan tegas yang memungkinkan limbah
kayu tebangan yang tergeletak di permukaan tanah hutan yang
kayu bulat tersebut dapat dimanfaatkan lebih optimal sehingga tercipta
sebenarnya limbah tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk
zero waste logging.
kepentingan industri (lihat Gambar 5 dan 6).
Dari Gambar di atas terlihat secara jelas, bahwa di lokasi hutan
Alasan klasik limbah kayu tebangan tersebut tidak dapat dimanfaatkan
bekas tebangan masih banyak terdapat kayu gelondongan yang
karena:
sebenarnya masih layak untuk bisa dimanfaatkan bagi kepetingan
1. Perusahaan khawatir mendapatkan sanksi hukum bila memungut
industri. Pengukuran limbah dilakukan dengan cara mengukur sisa
kayu yang kecil di bawah diameter 40 cm.
tunggak kayu yang tingginya di atas banir yang kondisinya masih utuh,
2. Driver truk logging merasa rugi bila membawa kayu kecil.
potongan batang utama (sortimen), dan patahan cabang pohon. Hasil
3. Perusahaan khawatir mendapat pungutan iuran tambahan dari
pengukuran terhadap 40 batang pohon yang ditebang di dua lokasi
limbah kayu bulat.
perusahaan HPH secara rinci tertera pada Tabel 2 berikut.
4. Ada peraturan tidak boleh membangun industri sawmill disekitar
hutan.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Kayu Bulat (KB) dan limbah
KB yang Limbah Tebangan Untuk waktu ke depan masalah pemborosan limbah tebangan ini
No Keterangan
dimanfaatkan (m3) (m3) harus sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu KEMENHUT, Kementerian
1. PT. B 135,42 118,68 f.e.= 0,53 Perindustrian dan kementerian Perdagangan perlu berkolaborasi
2. PT. C 147,91 145,91 f.e = 0,50 dalam membuat Kebijakan Bersama sehingga hutan alam menjadi tetap
lestari dan produktif. Akhirul kalam yaitu, ada segenggam kenangan
Dari Tabel 2, diketahui bahwa kegiatan penebangan kayu bulat manis yang indah saat ekspedisi bersama TNI, adalah semangatnya
dari hutan alam produksi itu hasilnya menunjukkan tidak efisien selalu berkobar, siap dan maju terus pantang mundur, walaupun harus
karena masih banyak meninggalkan limbah kayu di hutan rata-rata naik turun gunung menerobos hutan dan semak belukar yang rapat.
sebesar 49%.

15
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2. 2012

Liputan kegiatan
Pustekolah Gelar Penyegaran “Luar biasa. Saya tidak menyangka
para peserta sungguh bersemangat

Metode Penelitian untuk mengikuti kegiatan ini hingga


selesai. Ini semua benar-benar

Peningkatan Kapabilitas diluar espektasi saya. Saya kira


kegiatan ini baik untuk dijadikan
agenda tetap kedepannya. ”
Peneliti Oleh : R. Esa Pangersa G.

P usat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan


Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) menyelenggarakan
Penyegaran Metode Penelitian yang diikuti oleh para peneliti dan
struktural terkait. Penyegaran ini menghadirkan pembicara handal dari
IPB yaitu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc dan Irman Firmansyah,
S.Hut, M.Sc. Materi penyegaran adalah analisis statistik yang
difokuskan pada korelasi, regresi, dan rancangan percobaan, serta
praktek langsung pengolahan data dengan software statistik.
Penyegaran berlangsung selama dua hari pada tanggal 16-17 Juli Dr. Ir. IB. Putera Parthama, M.Sc.
2012 bertempat di Hotel Braja Mustika, Bogor. Kepala Pustekolah

Statistik, Siapa Takut ? Berikutnya adalah agenda inti, yaitu penyampaian


Seperti kita semua ketahui, bagi sebagian besar materi korelasi dan regresi oleh Prof Ani. Tidak seperti
orang, statistik dianggap sebagai analisis yang sulit penyegaran pada umumnya, Prof. Ani memulai dengan
dan sukar dipahami. Namun demikian, untuk para pengantar yang cukup interaktif dan membagikan
fungsional peneliti pemahaman mengenai metode secarik kertas kosong untuk diisi oleh para peserta
statistik merupakan sesuatu yang selayaknya dipahami mengenai hal-hal yang belum diketahui dan yang
untuk mendukung analisis dalam pengolahan data diharapkan diketahui tentang analisis statistik.
hasil penelitian, maupun dalam menyusun rancangan Beragam keinginan, pernyataan dan pertanyaan
penelitian. dibahas dalam diskusi interaktif yang menarik dan
Salah satu faktor penyebab orang malas dan enggan tidak membosankan.
belajar statistika adalah proses perhitungannya yang Diskusi dan tanya jawab yang menarik ber-
dinilai rumit dan membutuhkan tingkat ketelitian yang langsung selama pertemuan disela-sela penyampaian
cukup tinggi. Harus diakui, belajar statistik perlu materi. Setelah jeda istirahat makan siang, kegiatan
didasari dengan keinginan kuat untuk bisa dan paham, dilanjutkan dengan materi yang tidak kalah menarik
serta memang merupakan suatu kebutuhan. Namun di yaitu pengenalan dan sekaligus praktek aplikasi
era yang semakin modern, perhitungan rumit sudah software pengolahan data, yang disampaikan Pak
dapat dipermudah dengan diciptakannya berbagai Firman. Pak Firman membagi ilmu dengan suara
software, diantaranya Minitab, SPSS, SAS dan program khasnya, menyampaikan program pengolahan data
lainnya. Kita hanya memasukkan data dan dengan SPSS. Semua peneliti sangat antusias
menjalankan perintah sesuai analisis yang akan kita mengikuti, baik peneliti yunior maupun peneliti senior,
lakukan, dengan cepat hasilnya akan kita dapatkan. karena sebagian besar belum mengenal software
Namun demikian, tidak pula sesimpel itu. Pemahaman tersebut. Para peneliti diajak untuk melakukan entry
kepada konsep dasar atas analisis yang dilakukan data dan menganalisis data secara langsung. Disinilah
harus dikuasai. serunya acara ini, masing-masing peneliti tidak mau
ada yang tertinggal dan terlewat setiap step yang harus
Serunya Proses Belajar dan Diskusi
dilakukan. Pak Firman dibuat cukup sibuk dengan
Acara diawali dengan pengantar Kepala Pustekolah
menjawab dan merespon pertanyan para peneliti.
Dr. Ir. IB. Putera Parthama, M. Sc yang antara lain
Metode pengajaran Learning by doing ini lebih
meyampaikan agar para peneliti dapat memanfaatkan
menghidupkan suasana acara dan lebih mudah untuk
momen ini dengan baik, sebagai kesempatan untuk
dipahami.
mendapatkan pemahaman yang sejelas-jelasnya dari
Hari kedua pelaksanaan kegiatan antusiasme tidak
ahlinya. Beliau juga menyampaikan bahwa penentuan
surut sedikitpun. Hal ini dibuktikan dengan jumlah
rancangan penelitian dan pemilihan metoda analisis
peserta yang justru lebih banyak dibanding hari
yang tepat akan menentukan akurasi hasil penelitian.
16
Liputan Kegiatan
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 1.2012

pertama. Bahkan para peneliti senior seperti Dr. Ir. Han


Roliadi dan Barly, BSc. SH masih bersemangat
mengikuti acara dan aktif menyampaikan pertanyaan
dan komentar. Para peneliti muda juga tak mau kalah
untuk melontarkan beberapa pertanyaan. Sama seperti
hari pertama, kegiatan pagi diisi dengan pemberian
teori sampai siang, dan sesi terakhir kembali praktek
di depan laptop masing-masing sambil dibimbing oleh
Pak Firman dan asistennya. Kegiatan aplikasi hari
kedua berisi tentang rancangan percobaan. Dapat
dikatakan bagian ini adalah puncak antusiasme peserta,
karena materi ini yang sangat diharapkan oleh para
peserta dapat diajarkan dan akhirnya dapat dipahami.

Saatnya Acara Harus Berakhir


Waktu berlalu begitu cepat, dan tidak terasa
kegiatan harus berakhir. Dari ketekunan peneliti
mengikuti kegiatan sampai akhir tanpa beranjak dari
ruang sidang, dapat dijadikan indikator bahwa
kegiatan ini cukup berhasil dan memberikan manfaat
nyata bagi para peserta. Diharapkan setelah kegiatan ini
berakhir, pemahaman para peneliti lingkup Pustekolah
tentang statistik lebih meningkat dan ilmu yang telah
didapat bisa memberikan manfaat dalam menyusun
rancangan maupun mengolah data hasil penelitian. Peserta

Kayu Karet:
Lebih dari Suatu Hasil Sampingan
Pengalaman di Thailand
Oleh : Paribotro Sutigno
Industri kayu Thailand terutama sektor mebel (furnitur) penting secara ekonomi dan sosial.
Tenaga kerja sektor industri kayu sebanyak 260.000 orang, mewakili lebih dari 11% tenaga
kerja. Perkembangan pemasaran produk industri kayu meningkat baik di pasar domestik
maupun ekspor.

S
etelah penebangan hutan alam dilarang pada keawetan kayu rendah sekali sehingga mudah diserang
tahun 1989 untuk melindungi sisa hutan alam, jamur serta serangga. Selain itu mutu kayu karet
industri kayu dipaksa untuk memakai sumber menurun karena penyadapan.
bahan baku lain, seperti kayu karet, bambu, rotan dan Berdasarkan sifat dan ciri kayu karet itu maka
kayu impor. Pemerintah memacu program untuk penggunaannya terbatas antara lain tidak sesuai sebagai
membangun hutan tanaman, walau tidak dapat kayu konstruksi dan kayu lapis. Penggunaannya yang
memecahkan kekurangan kayu dalam jangka pendek. sesuai adalah untuk kayu gergajian yang selanjutnya
Perkebunan karet di Thailand cukup luas sehingga dibuat mebel, untuk papan partikel, papan serat dan
merupakan pengekspor lateks yang utama di dunia. papan semen. Sampai saat ini Thailand merupakan
Peremajaan pohon karet dilakukan pada umur 25-30 pengekspor mebel utama di dunia dengan nilai lebih dari
tahun, karena produksi lateks menurun. Hal ini berarti USD 560 juta pada tahun 2004.
tersedia sumber bahan baku industri kayu yang besar, Perubahan penggunaan kayu karet dari ”limbah”
walau ada kelemahannya, yaitu sifat pohon dan sifat menjadi mebel bukan berarti tanpa masalah mulai dari
kayu karet. Percabangan pohon karet rendah sehingga pemanenan, pengolahan dan pemasaran meliputi
menghasilkan kayu bundar yang pendek (1 - 1,3 m) dan kekurangan dalam keterampilan, pengetahuan dan
17
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 1.2012

Liputan Kegiatan
informasi. Setelah hal itu teratasi sekarang menghadapi karena setiap kelompok inti mampu membina
masalah berupa persaingan dari Cina yang menjual kebersamaan antar para pihak sehingga tercipta jaringan
mebel dengan harga yang lebih murah yang sebagian kerja yang baik antar mereka dan terjadi perubahan
bahannya diimpor dari Thailand. sikap yang lebih baik di sektor industri kayu.
ITTO pernah menangani sektor kayu karet di Keberhasilan dalam pelatihan di antaranya adalah:
Thailand mulai dari pra-proyek akhir tahun 1990-an. 1. Pelatihan terhadap lebih dari 560 orang mengenai
Beberapa hal yang penting akan dikemukakan teknologi yang baru dalam 6 bidang utama.
berdasarkan pengalaman menangani kegiatan tersebut. 2. Pelatihan terhadap pelatih setempat dengan
Tiga kekurangan di sektor kayu karet yang harus menyertakan pakar internasional.
diperbaiki adalah: 3. Peningkatan kemampuan pemerintah dalam
1. Para pihak di sektor kayu karet kurang memahami menunjang pelatihan selanjutnya.
persoalan dan kemauan untuk bekerjasama secara 4. Mengembangkan dan menyebarkan bahan pelatihan
konstruktif. termasuk perlengkapan visual dan elektronis.
2. Informasi yang kurang mengenai kayu karet dan 5. Memperbaiki pengetahuan terhadap persoalan yang
sektornya. Sebagai contoh tidak ada informasi berhubungan dengan industri mebel kayu karet
mengenai sumber, pasar dan aspek ekonomi. Tidak antara kelompok para pihak dengan menyertakan
ada informasi atau dukungan mengenai teknik merekadalamperencanaan dan pelaksanaan pelatihan.
pengolahan yang baru atau diperbaiki. Tidak ada Berdasarkan uraian di atas sekarang telah
informasi penyuluhan untuk membantu petani guna dikembangkan informasi yang baik mengenai kayu
memperbaiki produksi lateks dan kayu. karet. Sebelum proyek ITTO, informasi kayu karet
3. Tidak ada pembinaan sumberdaya manusia terutama hampir tidak ada. Kesadaran para pihak pada sektor
di beberapa bidang seperti pelatihan industri kayu karet diperbaiki sehingga lebih siap menangani
mengenai pengolahan, pemasaran dan penilaian persoalan dan menangani strategi pengembangan kayu
sumber. karet nasional. Perlu diusahakan kebijakan satu atap
Berdasarkan hal di atas, pemerintah Thailand dalam pengumpulan dan penyebaran informasi
mengajukan proyek ke ITTO mengenai ”Perbaikan mengenai industri kayu karet. Penyebaran informasi
penggunaan dan pemasaran kayu karet di Thailand”. harus berupa paket yang lebih baik bagi pengguna akhir,
Tujuannya adalah untuk menyiapkan landasan strategi seperti bahan pelatihan dapat disederhanakan bagi
pengembangan kayu karet nasional yang akan penggunaan praktis pada pelatihan kerja di pabrik.
memperbaiki produktivitas dan daya saing industri Peran kunci pemerintah adalah membantu meyakinkan
mebel kayu karet di Thailand. para pihak bahwa mempunyai akses pada informasi yang
Selama tahun 2002 - 2006 telah dilakukan beberapa tepat sehingga dapat membantu mengambil keputusan
macam kegiatan : yang baik mengenai penggunaan lahan dan investasi di
1. Pelatihan dan seminar mengenai pemeliharaan dan industri. Kekurangan informasi untuk mengambil
pengasahan gergaji (saw doctoring), perlakuan keputusan ekonomi pada kombinasi terbaik antara lateks,
permukaan mebel (surface-finishing), proses produksi kayu dan tumpang sari serta cara penggunaan lahan yang
di pabrik, pemasaran ekspor, pengawetan kayu dan lain menyebabkan fokus pemilik lahan dan pemerintah
kecenderungan rancangan (design) di pasar ekspor terpusat pada produksi lateks. Dengan peningkatan harga
yang utama. kayu karet dan lateks mendorong informasi yang lebih baik
2. Penelaahan kasus penilaian sumber daya kayu karet, terhadap beberapa hal seperti pemilihan klon untuk
karya wisata ke Malaysia dan membentuk forum peremajaan dan waktupemanenan.
nasional untuk membahas strategi industri mebel Beberapa saran yang penting adalah:
kayu karet yang akan datang. Sebagai sasaran yang 1. Pemerintah menyediakan kepemimpinan politik
akan memetik manfaat dari kegiatan tersebut adalah yang lebih konsisten dan lebih kuat untuk
sektor perusahaan penggergajian dan mebel, mengembangkan kayu karet dan untuk mengatasi
lembaga pemerintah, perguruan tinggi serta lembaga konflik kepentingan.
pelatihan. Hasil penilaian pada tahun 2008 adalah 2. Kelompok para pihak utama bekerja menuju
seluruh proyek telah berjalan efisien dengan biaya kesepakatan pada strategi pengembangan kayu karet
USD 538.000,- nasional yang akan datang.
Aspek keberhasilan utama dari proyek adalah pen- 3. Penyebaran informasi mengenai kayu karet
dekatan kebersamaan dan penyesuaian yang dilakukan diperbaiki dan kegiatan penyuluhan ditingkatkan
oleh pemerintah. Banyak pihak terkait disertakan dalam serta diperluas.
kegiatan proyek mulai dari persiapan sampai penyelesai- Sumber:
an. Pada setiap tahap kegiatan mempunyai masalah Cudby, C. Rubberwood: more than a by product.
dan minat tersendiri dari para pihak dan merupakan
ITTO Tropical Forest Update 19(4): 11-14.
tantangan yang harus diatasi. Hal ini dapat diatasi

18
Liputan Kegiatan
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2.2012

SEBUAH GAGASAN :
PAKU MODEL STAPLER
UNTUK MENCEGAH ILlEGAL LOGGING
Oleh : Sahro Abdul Syukur
Pembalakan liar atau penebangan liar (Ilegal logging)
adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan
penyaradan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki
izin dari otoritas setempat (Anonim, 2012). Ilegal
logging di hutan lindung sering terjadi dikarenakan
kurangnya pengawasan dan pengamanan di dalam
maupun di luar hutan lindung, hal itu disebabkan
minimnya tenaga yang kita miliki khusunya polisi
hutan yang dulu dikenal dengan nama jagawana
(forest ranger) dibandingkan dengan luas hutan
lindung yang harus kita jaga kelestariannya. Selain
itu illegal logging banyak menimbulkan kerugian
terhadap negara karena hilangnya pemasukan devisa
bagi negara. Untuk itu perlu dibuat suatu alat yang Batang pohon
dapat mengurangi laju illegal logging. Guna me- Setinggi
diameter dada
nunjang hal tersebut, penulis mencoba/ merekayasa
Paku model
PAKU MODEL STAPLER yang tidak banyak makan stapler dipakukan
tanah
dengan cara
biaya, mudah cara pembuatan dan penggunaannya di tegak lurus
lapangan. Tujuan dari pembuatan paku model stapler
ini adalah untuk mengurangi laju illegal logging
melalui perlindungan terhadap pohon di hutan
lindungsehingga kelestarianhutanlindungpunterjaga.
Skema penempatan paku model stapler
Prosedur Pemasangan Paku pada Pohon
Paku dipasang pada pohon secara tegak lurus agar
a. Bahan dan alat menyulitkan para pelaku illegal logging sewaktu mereka
Bahan utama yang diperlukan untuk membuat paku akan menebang pohon. Menyulitkan dalam artian tidak
model stapler ini adalah palu, gerinda potong, gerinda ada ruang bagi para pelaku illegal logging untuk mem-
gosok, gergaji besi dan besi behel yang kotak ataupun buat takik rebah dan takik balas, sehingga menyulitkan
yang bulat dengan ukuran 4 mm, dibentuk menyerupai mereka apabila akan menebang pohon tersebut.
hurup U terbalik seperti gambar di bawah ini.
c. Perkiraan biaya
10 Cm Untuk biaya pembelian besi behel bekas diperlukan
biaya Rp. 6000,- / Kg / 12 m . Biaya perpohonnya adalah
1,5 m x 8 paku x Rp. 500 = Rp. 6000 (harga besi behel
2 Cm
bekas = Rp. 500/m).

Kesimpulan
b. Cara kerja
Cara kerja dari paku model stapler sangat mudah, Paku model Stapler mudah cara pembuatannya,
efisien, tidak banyak memerlukan alat yang dipakai dan biaya yang diperlukan relatif murah, serta bermanfaat
mudah untuk dibawa. Caranya yaitu palu dipukulkan dalam menjaga kelestarian hutan lidung.
pada paku model stapler yang ditempelkan pada pohon
yang akan diberi perlindungan dari para pelaku illegal Daftar Pustaka
logging. Paku ditempelkan ke pohon kira kira 5 cm dari Anonim. 2012. Pembalakan Liar. http: id.wikipedia,org/
atas tanah. Cara kerja alat tersebut dapat dilihat pada wiki/Pembalakan_Liar# Dampak_ Pembalakan_
gambar berikut: Liar. Diakses tanggal 10 April 2012.
19
WARTA HASIL HUTAN
Vol. 7 N0. 2.2012

Liputan Kegiatan
(Nomor Paten : ID P0027952, Inventor:
Prof. Dr. Ir. H. R. Sudradjat, M.Sc.).
Teknologi produksi biodiesel dengan
proses ESTRANS dapat digunakan
sebagai bahan bakar murni (100%) pada
motor berbahan bakar solar.
2. Perekat Tanin untuk Produk Perkayuan
(Nomor Paten: ID P0028142, Inventor:
Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si.).
Produk perekat tannin berbahan dasar
alami kulit kayu mangium, yaitu TA
3002, TP 3041 dan TR 3051. Ketiganya
diciptakan untuk menggantikan perekat
sintetis berbasis phenolik dan resorsinol
yang selama ini diimpor.
3. Alat Ukur Diameter Pohon (Nomor
Paten: ID S0001084, Inventor: Wesman

PERTAMA
Endom, M.Sc dan Yayan Sugilar) atau
disebut alat ukur Wesyan. Alat ukur
Wesyan tersebut memungkinkan
PUSTEKOLAH PROMOSIKAN pengukuran pohon berdiameter besar
dan berbanir di lapangan dan dapat
PATEN-PATEN INVENSI dilakukan oleh satu operator dengan lebih
mudah dan tingkat ketelitian terjaga.
4. Alat Pendinginan Asap dan Proses untuk

P
uslitbang Keteknikan Kehutanan dan
Memproduksi Cuka Kayu dari Pembuatan Arang
Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah), (Nomor Paten: ID P0028528, Inventor: Tjutju
Badan Litbang Kehutanan melakukan Nurhayati, Dipl. Chem IV). Teknologi produksi
promosi paten hasil invensi para peneliti di cuka kayu berkualitas dari asap pembuatan arang
Ruang Rimbawan I, Gedung Manggala dapat diaplikasikan untuk bahan pengawet,
Wanabakti, Senin 26 November 2012. Hasil- penggumpal getah, desinfektan, serta pembasmi
hama dan penyubur tanaman.
hasil ivensi tersebut disampaikan langsung
Invensi para peneliti Pustekolah Badan Litbang
oleh Kepala Badan Litbang Kehutanan dan
Kehutanan ini dipromosikan untuk dapat di-
dijelaskan oleh para peneliti inventor kepada aplikasikan oleh para stakeholder terkait antara lain:
calon pengguna yang terdiri dari berbagai pengambil kebijakan dan penyedia energi nasional,
perusahaan BUMN dan swasta, lembaga riset industri kehutanan yang selama ini menggunakan
dan instansi pemerintah sektor kehutanan dan bahan perekat kimia, perusahaan HTI mangium,
pertanian, serta kelompok masyarakat. perusahaan pengelolaan hutan, industri perekayasa-
an alat, industri makanan, desinfektan, sektor per-
tanian dan perkebunan, lembaga riset serta
Sebanyak 4 (empat) paten invensi yang diper- masyarakat luas pada umumnya.
kenalkan dan dipromosikan telah terdaftar di Dirjen Pustekolah dan Badan Litbang Kehutanan
HAKI Kementerian Hukum dan HAM atas nama menyatakan terbuka untuk bekerja sama dalam
Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan pemanfaatan hasil-hasil invensinya dengan
Hasil Hutan (Pustekolah), yang merupakan salah pengguna. Keterlibatan para pengguna juga
satu Puslitbang di bawah Badan Litbang Kehutanan. diharapkan dapat memberikan umpan balik yang
Keempat paten tersebut antara lain: berguna bagi pengembangan generasi lanjutan dari
1. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar invensi-invensi tersebut. (Kiriman dari Sujarwo
dengan Proses Esterifikasi-Transesterifikasi Sujatmoko)

20

Anda mungkin juga menyukai