Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Ahli Wara’
By moch Cholik
Prodi Psi. Islam (stain) kdr
Wahai Musa ! sesungguhnya hamba-Ku tidak akan menemui-Ku di medan pengadilan hari
kiamat kelak, kecuali pada saat Ku-periksa apa yang ada padanya, dan kecuali orang-orang wara’
Aku segan, pada mereka dan akan Ku-hormati mereka dan Kumasukkan ke dalam surga tanpa
hisap.
( HQR AL Hakim ‘ at Turmudzi dalam kitabnya “ Nawa dirul Ushul” yang bersumber dari
I. PENDAHULUAN
penganutnya, agama hanya sebatas tulisan yang tercetak dalam KTP. Padahal agama
mengajarkan nilai – nilai dan norma – norma yang mendukung manusia dalam
berperilaku yang baik dan benar, salah satunya adalah sifat Wara’.Hidup di dunia adalah
ujian bagi semua umat manusia. Untuk menghadapi ujian tersebut diperlukan akhlak –
akhlaq mulia seperti sabar dan syukur. Banyak umat sekarang ini yang kurang sabar
dalam menghadapi cobaan yang diberikan Allah dalam hidupnya, sehingga ia putus asa
dalam menghadapinya. Selain kurang sabar manusia juga kurang bersyukur atas apa
yang diberikan Allah padanya, mereka selalu merasa kekurangan dengan apa yang
telah mereka dapatkan. Untuk menjadikan sabar dan syukur itulah diperlukan sifat
Wara’ dalam diri setiap manusia. Dalam kesempatan kali ini saya akan membahas Ahli
Wara’.
Pada saat itu banyak orang muslim yang perilakunya terjerumus hal hal yang
sifatnya syubkat terutama pada masalah makanan dan harta serta perkataan perkataan
yang tak berguna.dalam hadits ifki (berita bohong), 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata
dari terjerumus dalam perkara yang ia tidak mengetahui: 'Maka Allah menjaganya
asal kata dari kata : XRW yang berati saleh, menahan diri, menjaukan
melihat, .
IV. BIOGRAFI ABDULLAH BIN ABBAS
ketika melafadzkan syahadat mereka berusia sangat muda, atau ketika mereka dilahirkan,
ayah bunda mereka telah muslim. Perhatian RasuluLlah SAW kepada para sahabat cilik
ini, tidak berbeda dengan sahabat-sahabat yang lainnya. Bahkan beliau sangat
memperhatikan mereka dan meluangkan waktu untuk bermain, bicara dan menasehati
mereka.
Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) adalah salah satu kelompok sahabat junior ini.
Beliau dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah. Semenjak kecilnya, beliau sudah
mengetahui potensi besar yang ada pada anak muda ini, seperti halnya beliau melihat
potensi yang sama pada Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah dan sahabat-sahabat cilik
lainnya.
Rasulullah SAW sering terlihat berdua bersama si kecil Abdullah bin Abbas.
Suatu ketika, misalnya, RasuluLlah SAW mengajak Ibnu Abbas RA berjalan-jalan seraya
"Ya ghulam, maukah engkau mendengarkan beberapa kalimat yang sangat berguna?
Allah akan mengenalimu dalam dukamu. Bila engkau meminta, mintalah kepada Allah.
Jika engkau memerlukan pertolongan, mohonkanlah kepada Allah. Semua hal (yang
bersepakat untuk membantumu dengan apa yang tidak ditaqdirkan Allah untukmu,
mereka tidak akan mampu membantumu. Atau bila mereka berkonspirasi untuk mengha-
langi engkau mendapatkan apa yang ditaqdirkan untukmu, mereka juga tidak akan dapat
Ketahuilah, bahwa bersabar dalam musibah itu akan memberikan hasil positif dan bahwa
kemenangan itu dicapai dengan kesabaran dan bahwa kemudahan itu tiba setelah
kesulitan.
Demikianlah rangkaian prinsip aqidah, ilmu dan 'amal yang manakah hasil
tarbiyah Rasulullah itu? Abdullah bin Abbas tumbuh menjadi seorang muslim yang
Suatu ketika, Ibnu Abbas ingin mengetahui secara langsung bagaimana cara
mu'minin, Maimunah bint al-Harist. Ketika itu ia melihat Rasulullah bangun tengah
malam dan pergi berwudhu. Dengan sigap Ibnu Abbas membawakan air untuk berwudhu,
sang murobbi agung itu tidak menyepele kan hal ini, beliau mengelus dengan lembut
kepala Ibnu Abbas, seraya mendo'akan: "Ya Allah, faqih-kanlah ia dalam perkara agama-
Kemudian Rasulullah berdiri untuk sholat lail yang dimakmumi oleh isteri beliau,
Maimunah. Ibnu Abbas tak tinggal diam, dia segera berdiri di belakang Rasulullah SAW,
tetapi RasuluLlah kemudian menariknya agar ia berdiri sedikit berjajar dengannya. Ibnu
Abbas berdiri sejajar dengan RasuluLlah, tetapi kemudian ia mundur lagi ke shaf
belakang. Seusai sholat, Rasulullah mempertanyakan sikap Ibnu Abbas ini, dan dijawab
oleh Ibnu Abbas bahwa rasanya tak pantas dirinya berdiri sejajar dengan seorang Utusan
Allah SWT. Rasulullah ternyata tidak memarahinya, bahkan beliau mengulangi do'anya
Ketika Ibnu Abbas berusia 13 tahun, Rasulullah wafat. Beliau sangat merasa
kehilangan. Tapi hal ini tidak menjadikannya bersedih atau lemah. Dengan segera ia
mengajak teman sebayanya untuk bertanya dan belajar pada sahabat-sahabat senior
mengenai apa saja yang berkenaan dengan Rasulullah dan ajaran al-Islam. Logika Ibnu
Abbas, saat itu mengatakan bahwa para sahabat masih berada di Madinah, inilah
kesempatan terbaik untuk menimba ilmu dan informasi dari mereka, sebelum mereka
berpencaran ke kota-kota lain atau sebelum mereka wafat. Namun sayang, ajakan ini
bahwa para sahabat senior tidak akan memperhatikan pertanyaan anak-anak kecil macam
mereka.
Ibnu Abbas tak patah arang. Beliau sendiri mendatangi para sahabat yang
diperkirakan mengetahui apa saja yang ingin ia tanyakan. Dengan sabar, beliau
menunggu para sahabat pulang dari kerja keseharian atau da'wahnya. Bahkan kalau
sahabat tadi kebetulan sedang berisitirahat, Ibnu Abbas dengan sabar menanti di depan
pintu rumahnya, hingga tertidur, tergolek beralaskan pakaiannya. Tentu saja para sahabat
terkejut menemui Ibnu Abbas tertidur di muka rumahnya, "Oh keponakan Rasulullah, ada
apa gerangan? Kenapa tidak kami saja yang datang menemuimu, bila engkau ada
keperluan?" "Tidak,"kata Ibnu Abbas, "sayalah yang harus datang menemui anda."
Demikianlah masa kecil Ibnu Abbas. Bagaimana dengan masa dewasanya? Beliau
katakan sebagai seorang muda yang berwawasan dewasa, yang lisannya selalu bertanya
dan qalbunya selalu mencerna. Umar bin Khattab selalu mengundang Ibnu Abbas dalam
majelis syuro'nya dengan beberapa sahabat senior, dan beliau selalu berkata kepada Ibnu
Abbas agar ia tidak perlu sungkan menyampaikan pendapat. Inilah bentuk tarbiyah lain
yang diperoleh oleh Ibnu Abbas, dengan selalu berada dalam kalangan sahabat senior.
Dalam masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, beliau bergabung dengan
pasukan muslimin yang berekspedisi ke Afrika Utara, di bawah pimpinan Abdullah bin
Abi-Sarh. Beliau terlibat dalam pertempuran dan juga dalam da'wah di sana. Di masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Abbas mengajukan permohonan untuk
menemui dan berda'wah kepada kaum Khawarij. Melalui dialog dan diskusinya yang
intens, sekitar 12.000 dari 16.000 khawarij bertaubat dan kembali kepada ajaran Islam
yang benar.
Abdullah bin Abbas, yang muda yang ulama, wafat dalam usia 71 tahun pada
tahun 68H. Sahabat Abu Hurairah RA, berkata "Hari ini telah wafat Ulama Ummat.
Nabi saw. juga pernah berpesan kepada Abu Hurairah ra. (juga kepada kita):
َ عا تك ُن أ
س ناال
ِ ّ َ َد بْ ع ْ ُك
ْ َ ً ن وََر
Jadilah orang yang wara’, niscaya kamu menjadi manusia yang paling tunduk dan patuh
A. PENGERTIAN WARA’
(mencukupkan diri dari sesuatu) dan al-‘iffah (menahan diri dari sesuatu yang
tidak seharusnya); bisa juga artinya taharruj (menahan diri dari—atau menjauhi—
sesuatu).
menghilangkan apa saja yang bisa mendatangkan aib bagimu, mengambil yang lebih
dipercaya (diyakini) dan membawa diri pada yang paling hati-hati (Syaikh Shalih bin
Munjid).
Imam Ibn al-Qayim menjelaskan bahwa hadis ini bersifat umum mencakup
memegang, berjalan, berpikir dan seluruh gerakan lahir maupun batin. Hadis ini telah
Ini adalah sikap wara’ paling tinggi yang oleh Imam al-Ghazali disebut wara’
ash-shiddiqîn, yaitu meninggalkan hal mubah yang tidak bermanfaat dalam menguatkan
ibadah atau ketaatan. Muslim yang memiliki wara’ pada tingkatan ini akan selalu
bertanya pada dirinya sendiri, “Adakah manfaat bagiku untuk menguatkan ibadah,
melakukan ketaatan dan meningkatkan taqarrub kepada Allah jika aku mengkonsumsi,
menggunakan atau melakukan hal mubah ini?” Jika tidak ada, hal mubah itu pun ia
tinggalkan. Ini seperti Rasul saw. yang tidak mau tidur menggunakan alas yang empuk
dan lebih memilih tidur beralaskan tikar tipis agar mudah bangun untuk shalat malam;
seperti sikap Umar bin al-Khaththab ra. yang tidak mau makan roti karena Rasul saw. dan
Abu Bakar dulu tidak memakannya; juga seperti sikap orang yang sedikit makan,
menghindari makanan berlemak, kue, dsb, agar tidak kegemukan sehingga bisa shalat
pengagungan sampai kepada sikap hati-hati dari setiap perkara yang bisa menyebabkan
meninggalkan banyak hal yang dibolehkan, jika hal itu menjadi samar atasnya bersama
Di antara tanda yang mendasar bagi orang-orang yang wara' adalah kehati-hatian
mereka yang luar biasa dari sesuatu yang haram dan tidak adanya keberanian mereka
untuk maju kepada sesuatu yang bisa membawa kepada yang haram.
meninggalkan sesuatu yang hanya semata-mata ada keraguan atau syubhat, seperti yang
dikatakan oleh al-Khaththabi rahimahullah: 'Semua yang engkau merasa ragu padanya,
perkataan Hasan bin Abu Sinan rahimahullah: 'Tidak ada sesuatu yang lebih mudah dari
pada sifat wara': "Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak
ِ ن إ ِل َي ْل
ه َ ْ م ي َط
ّ ِ مئ ْ س وَل َل
ُ ن إ ِل َي ْهِ الن ّْف ل
ْ ُ سك ْ َ مال
ْ َم ت ُ ْ وَا ْل ِث
َ م
ن
َ ْمْفت ُو َ ن أ َفَْتا
ُْ ك ال ُ ْ ال َْقل
ْ ِ ب –وَإ
"Kebaikan adalah sesuatu yang jiwa merasa tenang dan hati merasa tenteram
kepadanya, sedangkan dosa adalah sesuatu yang jiwa tidak merasa tenang dan hati
komentar kepadamu." Dan yang memperkuat hal itu adalah atsar yang diriwayatkan oleh
Teori Psikoanalisa :
Menurut Freud :
merupakan bagian yang terbesar dan terpenting sebagai sumber dan pendorong
Das es (Id)
Das Es (Id):
Nafsu pokok adalah sex yang akhirnya mendorong nafsu-nafsu lain seperti
: makan,minum,dll
Pemusan Id dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan gerak reflek
Bagian jiwa termulia, meliputi norma etik dan religi termasuk cita-cita dan
pedoman hidup.
Super ego membedakan mana yang baik dan jelek, salah-benar,dan antara
Ahli wara’ adalah orang yang hidupnya mampu menjaga dari hal-hal yang
mutsyabihat, oleh sebab itu ahli wara mempunyai super ego (das uber ich) yang matang,
sehingga mereka mampu mengendalikan ID (das es) dan das ich (ego)nya dapat
memenuhi kebutuhan sesuai syar’I agama. Seorang yang ahli wara’ dalam hidupnya bisa
membedakan mana yang benar salah, baik dan jelek, mulia dan hina, maka dengan begitu
Kesimpulan:
Referensi :
Hadist Qudsi (K.H.M. ali Usman – H.A.A. dahlan – Prof Dr H.M.D. dahlan)
http://www.sunnah.org/history/Sahaba/Indon/abdullah.html
http://www.islamhouse.com/p/180563
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/12/06/wara%E2%80%99/