Anda di halaman 1dari 13

A.

Pendahuluan
Indonesia adalah Negara dengan keragaman budaya dan agama, terbentang luas
dari Sabang sampa Merauke, yang dihuni oleh beragam suku bangsa dengan adat ke
biasaan yang sangat beragam. Konstruksi Indonesia modern juga tidak bisa dilepaskan dari
keragaman itu, niai-nilai kemanusiaan yang termaktub dalam UUD 1945 serta peraturan
perundangan yang berlaku merupakan hasil akomodasi dan integrasi dengan nilai-nilai
lokal yang beragam tersebut. Kontribusi kebudayaan yang beragam dalam pembentukan
identitas Indonesia merupakan manifestasi dari negosiasi berbagai kepentingan yang saling
bersaing, khususnya antara kekuatan kebangsaan dan kekuatan Islam.
Setiap kelompok kepentingan mengusung pandangan dasar mereka mengenai
struktur sosial dan sistem politik yang sesuai dengan nilai-nilai, pandangan-pandangan dan
kepentingan ideologisnya, karena itulah yang dianggap sebagai sesuatu yang mendorong
pada kemajuan bagi masa depan Indonesia. Meskipun janji akan suatu kemajuan melalui
sautu ideology baru bersifat utopis, tidak berarti apa yang dirumuskan oleh masing-masing
kelompok politik dipandang pesimis bagi masa depan, tetapi yang penting kesungguhan
memperjuangkan dan merealisasikan nilai-nilai ideal bagi masa depan bangsa.
Persoalan politik Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah Islam yang multi
Interpretatif. Pada satu sisi, hampir setiap orang islam percaya terhadap pentingnya prinsip
-prinsip Islam dalam kehidupan politik, sementara pada sisi yang lain, karena sifat islam
yang multi interpretatif tersebut, tidak ada pandangan yang monolitik mengenai bagaimana
seharusnya Islam dan politik diposisikan secara tepat, yang muncul dari persoalan tersebut
justru pendapat yang sangat beragam.1
B. Sistem Pemerintahan
1. Definisi Sistem Pemerintahan.
Secara etimologi, pemerintahan berasal dari: (a) Kata dasar "pemerintah" berarti
melakukan pekerjaan menyeluruh. (b) Penambahan awalan "pe" menjadi "pemerintah"
berarti badan yang melakukan kekuasaan memerintah. (c) Penambahan akhiran "an"

1
Herianti, “Pemerintahan Indonesia Dalam Persfekif Siyasah Syar’iyah”, Jurnal Aqidah-Ta, Vol.III, No.2,
(Makassar: UIN Alaudddin Makassar, 2017), hlm. 158-159.

1
menjadi "pemerintahan" berarti perbuatan, cara, hal atau urusan daripada badan yang
memerintah tersebut.2
Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan
pemerintahan. Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris)
yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari
kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa
Indonesia, kata-kata itu berarti:
1. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau.
2. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau,
Negara.
3. Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah.3

Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh bada-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam
rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.Dalam arti yang sempit,
pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif
beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.Sistem
pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen
pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian
tujuan dan fungsi pemerintahan.

Sistem pemerintahan dapat didefinisikan dalam 2 kategori :

1) Definisi Sistem Pemerintahan Secara Luas


Secara luas sistem pemerintahan berarti menjaga kestabilan
masyarakat ,menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas,
menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan,
ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinyu,

2
Sirajuddin, Politik Ketatanegaraan Islam Studi Pemikiran A. Hasjmy, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),
hlm. 114.
3
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 859.

2
dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam
pembangunan sistem pemerintahan tersebut.
2) Definisi Sistem Pemerintahan Secara Sempit
Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok
untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara
dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun
radikal dari rakyatnya itu sendiri.
Kata as-siyasaah merupakan kata saduran dari bahasa arab asli.
Adapun maknanya, diantaranya adalah pengaturan, bimbingan,
pengarahan, dan perbaikan.Sedangkan istillah as-siyasah asy-syar’iyyah
(politik syar’i), termasuk istilah uniterm (terpakai dalam banyak istilah,
tidak hanya pada satu istilah saja), bahkan banyak mengandung signifikasi.
Oleh karena itu, lafazh “as-siyaasah” telah digunakan pada lebih dari sau
makna.4
Asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada
pengurusan dan pelatihan gembalaan.Lalu, kata tersebut digunakan dalam
pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan
manusia tersebut dinamai politikus(siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab
dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasûsu) rakyatnya saat mengurusi
urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya.Dengan demikian, politik
merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim),
pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib). Berarti secara
singkat as-siyasah asy-syar’iyyah (Politik Islam) adalah pengurusan atas
segala urusan seluruh umat Islam.
Jika siyasah syar’iyah dipandang sebagai sebuah proses yang tidak
pernah selesai. Maka ia senantiasa terlibat dalam pergulatan sosial dan
pergumulan budaya. Nyatanya fakta seperti itu telah, sedang dan akan
berjalan dalam perjalanan sejarah umat Islam. Sejalan dengan pandangan
demikian, pemecahan atas pelbagai masalah yang terkait dengan ihwal

4
Muhammad bin Shalih Al-utsaimin, Politik Islam; Ta’liq Siyasah Syar’iyah Ibu taimiyah, (Jakarta: Griya
Ilmu, 2009), hlm. 11.

3
siyasah syari’yah lebih bersifat kontekstual, sehingga dengan demikian
gejala siyasah syari’yah menampakkan diri dalam sosok yang beragam
sesuai dengan perbedaan waktu dan tempat. Meskipun demikian, nilai
siyasah syar’iyah tidak serta merta menjadi nisbi (relative) karena ia
memiliki kemutlakan paling tidak, ia tekait kemestian untuk selalu
mewujudkan keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah.5
2. Sistem Pemerintahan dalam Islam.
Menurut Hasan al-Banna sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abdul Qadir Abu
Faris, pemerintahan Islam adalah pemerintah yang terdiri dari pejabat-pejabat
pemerintah yang beragama Islam, melaksanakan kewajiban-kewajiban agama Islam
dan tidak melakukan maksiat secara terang-terangan, melaksanakan hukum-hukum dan
ajaran-ajaran agama Islam.6
Sistem pemerintahan yang pernah dipraktikkan dalam Islam sangat terkait dengan
kondisi konstektual yang dialami oleh masing-masing-umat. Dalam rentang waktu
yang sangat panjang sejak abad ke-7 Masehi hingga sekarang, umat Islam pernah
mempraktekkan beberapa sistem pemerintahan yang meliputi sistem pemerintahan
khilafah (khilafah berdasarkan syura dan khilafah monarki), imamah, monarki dan
demokrasi.
Khilafah adalah pemerintahan Islam yang tidak dibatasi oleh teritorial, sehingga
kekhalifahan Islam meliputi berbagai suku dan bangsa. Ikatan yang mempersatukan
kekhalifahan adalah Islam sebagai agama. Pada intinya, khilafah merupakan
kepemimpinan umum yang mengurusi agama dan kenegaraan sebagai wakil dari Nabi
Saw. Dalam bahasa Ibn Khaldun, kekhalifahan adalah kepemimpinan umum bagi
seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan
memikul da'wah Islam ke seluruh dunia. Menegakkan khilafah adalah kewajiban bagi
semua kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Menjalankan kewajiban yang
demikian itu, sama dengan menjalankan kewajiban yang diwajibkan Allah atas semua

5
Djazuli, Fiqh siyasah; Implementasi Kemaslahatan umat dalam Rambu-rambu Syariah, (Jakarta: Pranada
Media, 2003), hlm. 1-2.
6
Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Fiqih Politik Hasan al-Banna, Terj. Odie al-Faeda, (Solo: Media
Insani, 2003), hlm. 39.

4
kaum muslimin. Melalaikan berdirinya kekhalifahan merupakan maksiat
(kedurhakaan) yang disiksa Allah dengan siksaan yang paling pedih.
Berdasarkan ijma' sahabat, wajib hukumnya mendirikan kekhalifahan. Setelah
Rasulullah wafat, mereka bersepakat untuk mendirikan kekhalifahan bagi Abu Bakar,
kemudian Umar, Usman, dan Ali, sesudah masing-masing dari ketiganya wafat. Para
sahabat telah bersepakat sepanjang hidup mereka atas kewajiban mendirikan
kekhalifahan, meski mereka berbeda pendapat tentang orang yang akan dipilih sebagai
khalifah, tetap mereka tidak berbeda pendapat secara mutlak mengenai berdirinya
kekhalifahan. Oleh karena itu, kekhalifahan (khilafah) adalah penegak agama dan
sebagai pengatur soal-soal duniawi dipandang dari segi agama.
Jabatan ini merupakan pengganti Nabi Muhammad Saw, dengan tugas yang sama,
yakni mempertahankan agama dan menjalankan kepemimpinan dunia. Lembaga ini
disebut khilafah (kekhalifahan). Orang yang menjalankan tugas itu disebut khalifah.
Tentang penamaan khalifah Allah masih sering muncul pertentangan. Sebagian orang
membolehkannya, berdasarkan kekhalifahan universal yang diperuntukkan seluruh
anak Adam, yang dikandung dalam firman Allah: "Sesungguhnya Dia menciptakan
mereka sebagai khalifah-khalifah". Jumhur ulama melarang memberi nama demikian,
karena menurut mereka ayat tersebut tidak bermaksud begitu. Lagi pula, Abu Bakar
menolak ketika beliau dipanggil dengan nama tersebut. "Saya bukan khalifah Allah,
tapi khalifah Rasulullah".7
Sebagaimana diketahui bahwa masa kenabian adalah masa yang pertama dari
sejarah Islam, dan semenjak Rasulullah memulai dakwahnya sampai beliau wafat yang
dinamakan masa itu dengan masa kenabian atau masa wahyu, mengingat ciri-ciri yang
membedakannya dari masa-masa yang lain, adalah masa yang ideal, yang di masa
itulah puncak berwujudnya keagungan Islam. Masa kenabian itu, terbagi kepada dua
periode yang dipisahkan oleh hijrah. Dalam pada itu tidak ada di antara kedua fase itu
perbedaan yang tegas bahkan periode yang pertama, adalah sebagai perintis jalan bagi
yang kedua.

7
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, (Jakarta:
Erlangga, 2008), hlm. 204-206.

5
3. Tugas dan Tujuan Pemerintahan.
Menurut Hasan al-Banna sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abdul Qadir Abu
Faris, kewajiban atau tugas-tugas pemerintah Islam adalah pertama, menjaga
keamanan dan melaksanakan undang-undang; kedua, menyelenggarakan pendidikan;
ketiga, mempersiapkan kekuatan; keempat, memelihara kesehatan; kelima, memelihara
kepentingan umum; keenam, mengembangkan kekayaan dan memelihara harta benda;
ketujuh, mengokohkan akhlak; kedelapan, menyebarkan dakwah. 8 Adapun tujuan
pendirian negara dan pemerintahan tidak terlepas dari tujuan yang hendak dicapai oleh
umat Islam, yaitu memperoleh kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat.
Karena tujuan ini tidak mungkin dicapai hanya secara pribadi-pribadi, maka Islam
menekankan pentingnya pendirian negara dan pemerintahan sebagai sarana untuk
memperoleh tujuan tersebut.9
Menurut Imam al-Mawardi tugas-tugas yang harus diemban oleh kepala negara
(sebagai kepala pemerintahan) ada tujuh hal sebagai berikut:
1. Menjaga agama agar tetap berada di atas pokok-pokoknya yang konstan
(tetap) dan sesuai pemahaman yang disepakati oleh generasi salaf
(terdahulu) umat Islam. Jika muncul pembuat bid'ah atau pembuat
kesesatan, ia berkewajiban untuk menjelaskan hujjah (alasan) kebenaran
baginya dan menjelaskan pemahaman yang benar kepadanya, serta
menuntutnya sesuai dengan hak-hak dan aturan hukum yang ada, sehingga
agama terjaga dari kerancuan dan pemahaman yang salah.
2. Menjalankan hukum bagi pihak-pihak yang bertikai dan memutuskan
permusuhan antar pihak yang berselisih, sehingga keadilan dapat dirasakan
oleh semua orang. Tidak ada orang zalim yang berani berbuat aniaya dan
tidak ada orang yang dizalimi yang tidak mampu membela dirinya.
3. Menjaga keamanan masyarakat sehingga manusia dapat hidup tenang dan
bepergian dengan aman tanpa takut mengalami penipuan dan ancaman atas
diri dan hartanya.

8
Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Fiqih Politik Hasan al-Banna, ...hlm. 40.
9
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontektualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2007), hlm. 134.

6
4. Menjalankan hukum had sehingga larangan-larangan Allah tidak ada yang
melanggarnya dan menjaga hak-hak hamba-Nya agar tidak hilang binasa.
5. Menjaga perbatasan negara dengan perangkat yang memadai dan kekuatan
yang dapat mempertahankan negara sehingga musuh-musuh negara tidak
dapat menyerang negara Islam dan tidak menembus pertahanannya serta
tidak dapat mencelakakan kaum muslimin atau kalangan kafir mu'ahad
(yang diikat janjinya).
6. Berjihad35 melawan pihak yang menentang Islam setelah disampaikan
dakwah kepadanya hingga ia masuk Islam atau masuk dalam jaminan Islam
atau dzimmah. Dengan demikian, usaha untuk menjunjung tinggi agama
Allah di atas agama-agama seluruhnya dapat diwujudkan.
7. Mengangkat pejabat-pejabat yang terpercaya dan mengangkat orang-orang
yang kompeten untuk membantunya dalam menunaikan amanah dan
wewenang yang ia pegang dan mengatur harta yang berada di bawah
wewenangnya, sehingga tugas-tugas dapat dikerjakan dengan sempurna dan
harta negara terjaga dalam pengaturan orang-orang yang tepercaya.
C. Tinjauan Umum Sistem Pemerintahan Indonesia dalam Persfektif Siyasah Syar’iyah
Indonesia sebagai suatu negara yang independen memiliki suatu sistem yang
digunakan untuk mengelola negaranya, sistem ini dikenal dengan sistem pemerintahan
Indonesia. Dalam pertumbuhan dan perkembangan sejarah ketatanegaraan, Indonesia telah
mengalami beberapa perubahan dalam sistem pemerintahan sesuai dengan situasi dan
kondisi zaman.
Perkembangan sistem pemerintahan Indonesia dari tahun 1945 hingga sekarang
adalah sebagai berikut:
1. Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949
Bentuk Negara Indonesia pada periode awal adalah Kesatuan,
dengan bentuk pemerintahan republic dibawah sIstem pemerintahan
presidensial yang berlandaskan pada konstitusi UUD 1945.
Namun, seiring datangnya sekutu dan dicetuskannya Maklumat
Wakil Presiden No.X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian
kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh

7
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya
masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945.
Berdasarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 ini, kekuasaan
eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri
sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.
2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950
Adanya Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dengan
delegasi Belanda menghasilkan keputusan pokok bahwa kerajaan Balanda
mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat
dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember
1949. Dengan diteteapkannya konstitusi RIS, sistem pemerintahan yang
digunakan adalah parlementer. Namun karena tidak seluruhnya diterapkan
maka Sistem Pemerintahan saat itu disebut Parlementer semu.
3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959
Bentuk Negara Indonesia pada periode ini adalah kesatuan dengan
bentuk pemerintahan republic dibawah system pemerintahan parlementer
yang berlandaskan pada konstitusi UUDS 1950.
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik
Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara
demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga
berlarut-larut. Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana
Merdeka.Isi dekrit presiden 5 Juli 1959 antara lain : Kembali berlakunya
UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
Dekrit 5 juli 1959 menjadi tonggak baru politik Indonesia. Soekarno
menempati posisi sangat dominan dan menjadi pusat kekuasaan. Lembaga
yang dibentuk atas dasar keinginan Soekarno dan sekaligus merehabilitasi
kekuasaannya yang selama lebih dari satu decade tidak dinikmatinya.10
4. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1965

10
Syraifuddin Jurdi, Kekuatan Politik Indonesia (Makassar: Alauddin University Press, 2012), hlm. 122.

8
Pada periode ini Indonesia menganut sistem demokrasi terpimpin.
Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin
menempatkan Soekarno sebagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama
Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan
demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno
adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu
absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain
itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif
terhadap eksekutif.
Kekuatan politik pada masa ini terbagi dalam dua kelompok besar
yakni kelompok yang mendukung demokrasi terpimpin yang diwakili oleh
PNI, NU, Parkindo, Partai Katolik dan PKI, sementara yang menentang
adalah Masyumi dan PSI. Tidak hanya kalangan Islam (Masyumi) yang
menetang demokrasi terpimpin, tetapi juga para intelektual terkemuka
seperti Moh.Hatta seorang tokoh yang memiliki komitmen tegas dan
konsisten kepada demokrasi menyebutkan bahwa tindakan Soekarno itu
bertentangan dengan Pancasila, Karena jelas-jelas merobek prinsip-prinsip
demokrasi yang begitu kokoh tercantum dalam UUD.Bahkan tidak sejalan
dengan prinsip gotong royong yang didengungkan Soekarno.11
5. Sistem Pemerintahan Masa Orde Baru (1968-1998)
Pada Tahun 1968 MPR resmi melantik Soeharto sebagai Presiden
kedua Negara Indonesia dengan masa jabatan 5 tahun dimana Soeharto
menggantikan posisi Presiden Soekarno.Pada prakteknya Presiden Soeharto
dipilih berturut-turut dari tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, 1998.
Pemilihan Presiden pada masa itu tampak sekali tidak demokratis karena
yang terpilih ulang adalah Presiden Soeharto dan Presiden Soeharto berhasil
menduduki jabatan sebagai Presiden Indonesia selama 32 tahun.
Dalam bidang politik Presiden Soeharto mengawali masa
jabatannya dengan mendaftarkan lagi Indonesia sebagai anggota PBB pada
tanggal 28 September tahun 1966.

11
Syarifuddin Jurdi, Kekuatan Politik Indonesia, ...hlm. 124.

9
Pada tahun 1997 Indonesia dilanda krisis moneter yang merupakan
dampak dari Krisis Finansial Asia sehingga perekonomian Indonesia hancur
salah satu akibatnya adalah kurs rupiah terjun bebas dari Rp 2.500 sampai
Rp 20.000 sehingga terjadi inflasi menyebabkan investor-investor asing
menarik semua sahamnya dan tidak mempercayai Indonesia sebagai Negara
tempat mereka menanamkan sahamnya. Situasi yang sulit yang melanda
bangsa Indonesia mempengaruhi semua bidang dan berakhirlah masa
pemerintahan Presiden Soeharto ditandai dengan demo besar-besaran yang
dilakukan oleh mahasiswa (tragedi trisakti). Melihat masyarakat yang
memberontak maka presiden Soeharto mengajukan pemunduran diri
sebagai presiden Indonesia pada 21 Mei tahun 1998. Dari kategori
kepemimpinan sohaerto diatas dapat kita analisa lagi bagaimana sistem
pemerintahan Orba. Masa Orde Baru merupakan masa yang terkenal
dengan Pembangunan Nasional yang begitu pesat. Masa Orde Baru terfokus
dengan penerapan Pancasila dalam segala bidang.
6. Sistem Pemerintahan Masa Reformasi
Masa Reformasi ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto pada
tanggal 21 Mei 1998 dari kursi kepresidenan. Jabatan presiden kemudian
diisi oleh wakil presiden, Prof. DR. Ir. Ing. B.J. Habibie. Turunnya presiden
Soeharto disebabkan karena tidak adanya lagi kepercayaan dari rakyat
terhadap pemerintahan Orde Baru. Bergulirnya Reformasi yang mengiringi
keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi
Indonesia.
Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis karena dalam
fase ini akan ditentukan ke mana arah demokrasi akan dibangun. Masa
Reformasi merupakan masa transisi, dapat kita lihat penerapan Sistem
Pemerintahan Presidensial pada masa itu mulai bangkit dengan tumbuhnya
proses demokrasi. Asas Sentralisasi berubah menjadi asas Desentralisasi,
dimana penyerahan kekuasaan dari pusat ke daerah. Dengan adanya
penyerahan kekuasaan dari pusat ke daerah hal ini membawa dampak
positif yaitu pembangunan di daerah akan lebih terfokus.

10
Pemerintahan Prof. DR. Ir. Ing.B.J Habibie tidak berlangsung lama
dimulai tanggal 21 Mei 1998 dan berakhir pada tanggal 20 Oktober 1999.
Beliau hanya menjalankan kepemimpinan transisi dan tidak mau dipilih lagi
pada pemilihan Presiden berikutnya. Perubahan yang dilakukan Presiden
B.J Habibie adalah membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis.
Beliau membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol
kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi. Gaya kepemimpinan
Presiden B.J Habibie adalah ramah dan supel di kalangan media massa.
Prof. DR. Ir. Ing B.J Habibie kemudian digantikan oleh Kyai Haji
Abdurrahman Wahid yang lebih terkenal dengan nama Gus Dur. Pada Masa
pemerintahan Gus Dur sistem politik lebih demokratis, lebih menghargai
HAM, menghargai perbedaan agama, suku, ras dan adat. Masa
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid berlangsung dari tahun 1999
sampai dengan 2001 dan digantikan dengan wakil presidennya yaitu
Megawati Soekarno Putri. Pada tahun 2004 diadakan pemilu secara
langsung dan yang memperoleh suara terbanyak adalah Susilo Bambang
Yudhoyono sehingga Susilo Bambang Yudhoyono resmi dilantik sebagai
presiden Republik Indonesia keenam menggantikan Megawati Soekarno
Putri. Pada tahun 2009 diadakan pemilu dan presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dipercaya masyarakat untuk menjabat sebagai presiden ketujuh
bangsa Indonesia untuk periode 2009-2014.
Pada masa Reformasi dalam bidang politik mulai banyak terjadi
pembenahan strukrutur pemerintahan (reformasi birokrasi), mulai banyak
bermunculan partai politik baru dan PNS (abdi negara) dilarang untuk ikut
berpolitik. Dalam Bidang Ekonomi terjadi banyak pembenahan dan
sekarang Indonesia sedang bersaing dengan ekonomi global. Dalam
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan
alternative bagi masyarakat yang kurang mampu dengan program BLT
(Bantuan Langsung Tunai) agar mempermudah masyararakat yang kurang
mampu dalam membiayai kehidupan ekonomi.

11
Dalam kenyataannya sebagian dari syariat Islam khususnya yang
menyangkut hukum kekeluargaan telah berjalan di Indonesia selama
berabad-abad, sekalipun belum ada kodifikasi hingga masa kolonialisme.
Ketika Belanda dalam hal ini VOC menjajah Indonesia, pengadilan terpisah
bagi golongan Eropa dan pribumi diperkenalkan. Untuk golongan pribumi,
hukum adat diterapkan, dengan pembagian wilayah Indonesia ke dalam
beberapa yuridiksi berdasarkan kriteria kultural dan linguistic di berbagai
wilayah ini diidentifikasi dan diklasifikasi 19 sistem hukum adat yang
berbeda.
Pada ranah politik, isu penerapan syariat Islam telah menjadi agenda
perdebatan sejak menjelang kemerdekaan Indonesia. Perdebatan serius
dalam BPUPKI pada pertengahan 1945 tentang dasar dan filsafat Negara
berjalan alot. Gagasan Negara berdasarkan Islam, dengan implikasi
pemberlakuan syariat Islam, yang diperjuangkan sebagian anggota
BPUPKI, dan Negara sekuler yang diperjuangkan anggota lain , akhirnya
mencapai kompromi dalam bentuk piagam Jakarta (22 Juni 1945)
dirumuskan sebuah panitia kecil yang diketuai Sukarno.
Piagam Jakarta sebenarnya merupakan mukaddimah bagi konstitusi
yang diajukan dalam sidang BPUPKI. Didalamnya pancasila sebagai dasar
Negara diakui, dengan tambahan tujuh kata dalam butir pertamanya, yakni;
(ketuhanan) dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya. Namun dalam pertemuan mendadak pada 18 Agustus 1945,
ketujuh kata tersebut disepakati penghapusannya dalam pancasila dan UUD
1945. Dalam pancasila sila Ketuhanan mendapat atribut tambahan “Yang
Maha Esa” untuk mengakomodasi tuntutan wakil-wakil umat Islam.
Dengan kompromi terakhir ini, perjuangan menjadikan Indonesia sebagai
Negara Islam yang memberlakukan syariat menjadi tidak mungkin karena
bertentangan dengan UUD 1945 yang telah disepakati.12

12
Taufik Adnan Amal dan Samsu Risal Panggabean, Politik Syariat Islam; Dari Indonesia hingga Nigeria
(Jakarta: Pustaka Alvabet, 2004), hlm. 61.

12
Pada masa Indonesia modern, hubungan Islam dan kekuasaan
mengalami perkembangan yang menarik. Pada era awal kemerdekaan, umat
Islam dengan leluasa memperoleh kesempatan untuk mengaktualisasikan
gagasan-gagasan politik Islam yang mereka usung, namun kandas terbentur
oleh kondisi sosio politik ketika itu. Pada era-era berikutnya Islam dianggap
sebagai kekuatan yang dicurigai.Ada ketakutan dari penguasa, bahwa kalau
mereka memberikan kesempatan kepada politik Islam untuk berkembang
maka berpotensi untuk membahayakan banguan bangsa Indonesia yang
majemuk.13
Di Indonesia sekalipun Islam tidak merupakan dominasi
pemenangan agama secara formal tetapi ia merupakan salah satu sumber
hukum bagi pembentukan hukum nasional. Pada kurun waktu terakhir,
secara material dan formal pelaksanaan hukum perdata bagi umat Islam
sudah diatur berdasarkan hukum Islam, yang diturunkan dari syari’at
hukum Islam.
D. Kesimpulan
Sistem pemerintahan di Indonesia dijalankan berdasarkan konstitusi UUD 1945,
dengan spirit ideologi pancasila. Mengingat Indonesia adalah Negara dengan penduduk
yang sanagat majemuk, baik dari segi adat istiadat maupun agama. Sehingga dalam UUD
telah dicantumkan peraturan-peraturan yang sifatnya menyeluruh dan mengikat seluruh
bangsa Indonesia.
Apabila sistem pemerintahan Indonesia ditinjau dari persfektif siyasah syar’iyah
(politik Islam), sedikit banyak telah sesuai dengan semangat yang Islami, walaupun secara
formal tidak dijadikan sebagai landasan hukum, namun secara substansi telah tercermin
dalam UUD dan Pancasila. Karena inti daripada siyasah syar’iyah adalah untuk
menciptakan kesejahteraan masyarakat demi terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa.
Sebagaimana pemerintahan Indonesia dijalankan secara demokratis yang memberikan hak
yang sama kepada seluruh masyarakat untuk berpartisipasi dalam roda pemerintahan dan
ikut serta dalam menentukan masa depan bangsa (pemimpin).

13
Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam; Dari Masa Klasik Hingga
Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Kencana Pranada Group, 2010), hlm. 308.

13

Anda mungkin juga menyukai