Fiqh Siyasah ONYES
Fiqh Siyasah ONYES
Disusun:
FAKULTAS SYARIAH
PURWOKERTO
BAB I
PENDAHULUAN
Pariode kedua dari masa perkembangan fiqh ini bermula sejak meninggalnya nabi
Setelah nabi Muhammad Saw wafat, pada tanggal 8 juni 632/11H dan berakhir ketika
muawwiyah bin abi sopyan menjabat sebagai khalifah pada tahun 41 H sahabat sebagai
generasi islam pertama, meneruskan ajaran dan misi kerasulan. Berita meninggalnya Nabi
Muhammad Saw merupakan peristiwa yang mengejutkan sahabat. Sebelum jenazah Nabi
dikubur, sahabat telah berusaha memilih penggantinya sebagai pemimpin agama dan
pemimpin negara. Abu Bakar adalah sahabat pertama yang dipilih sebagai pengganti Nabi,
kemudian Abu Bakar diganti oleh Umar bin Khattab, umar bin kattab diganti oleh Usman bin
Affan, dan Usman bin Affan diganti oleh Ali bin Abi Thalib.
Pariode ini dikenal sebagai pariode sahabat yang dikan dengan Abu rasyidun.
Urutannya sebagai berikut : Abu bakar adalah khalifah yang pertama yang terpilih menjadi
pengganti nabi SAW, Abu bakar yang diganti oleh umar ibn Al-Khaththab,dan diganti oleh
usman ibn affan dan digantikan oleh ‘Ali ibn Abi thalib .Empat pemimpin diatas dikenal
sebagai Al-Khukafah Ar-Rasyidun(pemimpin yang diridhai. Pada masa ini islam mulai
melebarkan sayapnya dan mengibarkan panji panji islam dalam menjalankan misinya ke
berbagai daerah disekitar jazirah Arab,seperti Iran ,siria,mesir dan diaderah afrika utara dan
belahan dunia lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Dari beberapa khalifah di atas yang kami uraiakan disini kami dapat
menyimpulkan bahwa, Ketika para khalifah dihadapkan suatu perkara kepada mereka dan
disuruh memberikan fatwa hukum, maka para khalifah mencari ketentuan hukumnya
dalam Kitaballah, bila tidak menemukan ketentuan hukum dalam al-Qur'an maka mereka
mencarinya dalam sunnah Nabi dan Ijma'. Seperti Abu Bakar, umar, atau dengan
menyumpah pembawa sunnah tersebut atas kebenarannya sebagaimana yang dilakukan
Ali bin Abi Thalib. Pada periode ini, para Qadli belum mempunyai sekretaris atau catatan
yang menghimpun hukum-hukum produk Qadlanya, karena Qadli lah yang melaksanakan
sendiri segala keputusan yang dikeluarkannya, demikian juga qadli pada masa itu belum
mempunyai tempat kusus (Gedung Pengadilan), sehingga mula-mula seorang qadli hanya
berada di rumah, kemudian pihak-pihak yang berpekara itu datang kerumahnya, lalu
diperiksa dan diputuskan disitu juga. sistem pemerintahan dan ketatanegaraan dalam
Islam bukanlah teokrasi, bukan pula aristokrasi. Dalam Islam segala urusan harus
diselesaikan, dan penyelesaiannya adalah dengan cara yang bijak dan disebut sebagai
sistem syura.
Sebagai sahabat Nabi, hal-hal yang berkaitan dengan politik (ketatanegaraan)
tentu bisa menjadi panutan kita. Abu Bakar dan Umar memang sosok Negarawan yang
ideal, adapun kebijakan kebijakan mereka antara lain: Penjagaan agama, penuntasan
masalah zakat, Pembentukan administrasi Negara dan pendistribusian, Pengangkatan para
hakim, Pembentukan lembaga keuangan dan pemberian tunjangan. Kemudian dalam
perkembangan selanjutnya, masjidlah yang dijadikan tempat untuk menyelesaikan segala
sengketa dimana fungsi masjid yang sebenarnya tidaklah sebatas hanya untuk melakukan
sembahyang saja, tetapi merupakan pusat bagi pemecahan segala urusan sosial, seperti
pengadilan, pengajaran, dan memecahkan berbagai masalah. Seperti Abu Bakar, umar,
atau dengan menyumpah pembawa sunnah tersebut atas kebenarannya sebagaimana yang
dilakukan Ali bin Abi Thalib.
Pada periode ini, para Qadli belum mempunyai sekretaris atau catatan yang
menghimpun hukum-hukum produk Qadlanya, karena Qadli lah yang melaksanakan
sendiri segala keputusan yang dikeluarkannya, demikian juga qadli pada masa itu belum
mempunyai tempat kusus (Gedung Pengadilan), sehingga mula-mula seorang qadli hanya
berada di rumah, kemudian pihak-pihak yang berpekara itu datang kerumahnya, lalu
diperiksa dan diputuskan disitu juga.
DAFTAR PUSTAKA