Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

Congestive Heart Failure

Oleh:

dr. Septania Amalia Putri

Pembimbing:

dr. Amelia Nasrin


dr. Korinta Widarsono

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD TELUK KUANTAN
TELUK KUANTAN
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana
fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak
cukup untuk memenuhi keperluan tubuh. Suatu definisi objektif yang sederhana untuk
menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat
nilai batas yang tegas mengenai disfungsi ventrikel. Sebenarnya istilah gagal jantung
menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya.
Di Amerika Serikat, gagal jantung menjadi penyebab terbanyak mendapat kan perawatan
di RS dan merupakan masalah kesehatan utama dengan jumlah penderita ± 5 juta orang.
Setidaknya terdapat 2,3% dari populasi dewasa umur 45 tahun yang menderita gagal jantung
dan meningkat menjadi 4% pada umur di atas 75 tahun. Lebih dari 550.000 orang didiagnosis
gagal jantung tiap tahunnya dan merupakan penyebab 287.200 kematian pertahun. Saat ini
prevalensi gagal jantung di negara berkembang berkisar 2%.1
Pembaruan 2010 dari American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa
terdapat 5,8 juta orang dengan gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2006 dan juga
terdapat 23 juta orang dengan gagal jantung di seluruh dunia. Prognosis dari gagal jantung
akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal
jantung akan meninggal dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan
gagal jantung berat lebih dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama. WHO
memperkirakan 15 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung setiap tahun, sama
dengan 30 persen total kematian di dunia.2
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita
dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 per 1000
penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung umur. Menurut penelitian,
gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84
tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila
dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan
meninggal dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung
berat lebih dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama.3

2
Anemia adalah salah satu komplikasi yang umum pada pasien dengan gagal jantung
kronis dengan kejadian berkisar antara 4% sampai 55% tergantung pada populasi. Beberapa
studi telah menyoroti bahwa prevalensi anemia meningkat dengan memburuknya gagal
jantung seperti tercermin dari klasifikasi New York Heart Association (NYHA).4
Donald, 2009 juga menemukan bahwa anemia memang sangat umum pada gagal jantung
kongestif dan dikaitkan dengan keparahan, gagal jantung yang resisten terhadap pengobatan.
Dari hasil penelitian Paramasundari, 2011 di Sumatera Utara ada hubungan antara tingkat
gagal jantung kronis dengan tingkat anemia. Semakin meningkatkan tingkat keparahan gagal
jantung kronis, semakin meningkat derajat anemia dimana kebanyakan pasien terdiri dari
stadium 4 gagal jantung kronis mengikut klasifikasi NYHA.2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi CHF


Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah
jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Untuk
mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu
refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan - perubahan
neurohumoral, dilatasi ventrikel. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal
adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.
Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan
bendungan di sistem vena maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Apabila
tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang sering terjadi pada
infark miokard akut sehingga dalam waktu singkat menimbulkan berbagai tanda-
tanda kongestif sebelum jantung sempat mengadakan mekanisme kompensasi yang
kronis maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif akut.5

2.2 Epidemiologi CHF


Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%
wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7
per 1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung umur.
Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak
tajam pada usia 75 – 84 tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan
meningkat pada usia yang lebih lanjut dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari
gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua
dari pasien gagal jantung akan meninggal dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis
ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50 % akan meninggal pada
tahun pertama. Di Amerika Serikat, diperkirakan 550.000 kasus baru gagal jantung
didiagnosis dan 300.000 kematian disebabkan oleh gagal jantung setiap tahunnya
manakala di Indonesia belum ada data yang pasti.3

4
2.3 Etiologi CHF
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1) Kelainan otot jantung6
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk ke jantung (stenosi katup
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif, atau stenosi AV), peningkatan mendadak
afterload.
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalm perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal:demam),
hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.6

5
2.4 Patofisiologi CHF
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung
tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung
ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf, dan hormonal yang nyata
serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon
hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling
pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa
mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume
ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dn hipertropi otot jantung. Kondisi ini
juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi sistem saraf adrenergik.7
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilitas otot jantung (myocardial function). Pada beberapa
keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa
tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi
otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena
beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam
tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem rennin angiotensisn
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi
dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling.
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peningkatan afterload, peninggian preload
dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi
gagal jantung yang tidak terkompesasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi
sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel
(dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace).
Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.

6
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada
tiga faktor yaitu :
1. Preload : setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas : mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.
3. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriole.7

2.5 Klasifikasi CHF


Tabel 1 Klasifikasi Gagal Jantung

Istilah tambahan
Gagal jantung sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung dengan
penurunan fungsi sistolik (fraksi ejeksi) atau dengan gangguan fungsi diastolik (fungsi
sistolik atau fraksi ejeksi normal), yang selanjutnya akan disebut sebagai Heart Failure
with Preserved Ejection Fraction (HFPEF). Selain itu, myocardial remodeling juga
akan berlanjut dan menimbulkan sindroma klinis gagal jantung.7

7
2.6 Manifestasi Klinis CHF

Manifestasi Klinis Umum Deskripsi Mekanisme

Sesak napas (juga disebut dyspnea) Sesak napas selama Darah dikatakan
melakukan aktivitas “backs up” di
(paling sering), saat pembuluh darah paru
istirahat, atau saat tidur, (pembuluh darah
yang mungkin datang yang kembali dari
tiba-tiba dan paru ke jantung)
membangunkan. Pasien karena jantung tidak
sering mengalami dapat
kesulitan bernapas mengkompensasi
sambil berbaring datar suplai darah.Hal ini
dan mungkin perlu menyebabkan cairan
untuk menopang tubuh bocor ke paru-paru.
bagian atas dan kepala
di dua bantal. Pasien
sering mengeluh bangun
lelah atau merasa cemas
dan gelisah.

Batuk atau mengi yang persisten Batuk yang Cairan menumpuk di


menghasilkan lendir paru-paru (lihat di
darah-diwarnai putih atas).
atau pink.

Penumpukan kelebihan cairan dalam Bengkak pada Aliran darah dari


jaringan tubuh (edema) pergelangan kaki, kaki jantung yang
atau perut atau melambat tertahan
penambahan berat dan menyebabkan
badan. cairan untuk
menumpuk dalam
jaringan. Ginjal
kurang mampu

8
membuang natrium
dan air, juga
menyebabkan retensi
cairan di dalam
jaringan.

Kelelahan Perasaan lelah sepanjang Jantung tidak dapat


waktu dan kesulitan memompa cukup
dengan kegiatan sehari- darah untuk
hari, seperti belanja, memenuhi kebutuhan
naik tangga, membawa jaringan tubuh.
belanjaan atau berjalan.

Kurangnya nafsu makan dan mual Perasaan penuh atau Sistem pencernaan
sakit perut. menerima darah
yang kurang,
menyebabkan
masalah dengan
pencernaan.

Kebingungan dan gangguan berpikir Kehilangan memori dan Perubahan pada


perasaan menjadi tingkat zat tertentu
disorientasi. dalam darah, seperti
sodium, dapat
menyebabkan
kebingungan.

Peningkatan denyut jantung Jantung berdebar-debar, Untuk "menebus"


yang merasa seperti kerugian dalam
jantung Anda balap atau memompa kapasitas,
berdenyut. jantung berdetak
lebih cepat.

( American Heart Association, 2011)


Dalam mendiagnosis gagal jantung kongestif, dipakai kriteria Framingham
yang ditunjukkan pada tabel 3

9
Tabel 3 Kriteria Framingham
Kriteria Mayor Kriteria Minor
1. Edema paru akut 1. Edema ekstremitas
2. Kardiomegali 2. Batuk malam hari
3. Ronki Paru 3. Dispneu d ‘ effort
4. Hepatojugular refluks 4. Hepatomegali
5. Paroximal nocturnal dispneu 5. Efusi pleura
6. Gallop S3 6. PenurunanVital Capacity 1/3 dari
7. Distensi Vena Leher normal
8. PeningkatanVena jugularis 7. Takikardia (>120/menit)
Diagnosis CHF menurut criteria Framingham membutuhkan adanya minimal
2 kriteria besar atau 1 kriteria utama dalam hubungannya dengan 2 kriteria minor.

Gambar menunjukkan gambaran umum gejala klinis pada pasien CHF

10
2.7 Diagnosis/Pemeriksaan Tambahan CHF
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah:
1. Ekokardiogram
Untuk membedakan disfungsi sistolik dan disfungsi diastolic dengan mengukur
ejection fraction, untuk menentukan penyakit katup jantung.
2. B-type Natriuretic Peptide (BNP)
Disekresi oleh ventrikel dalam jantung sebagai reaksi terhadap peregangan sel otot-
otot jantung. Membedakan penyebab sesak akibat kegagalan jantung dan penyebab
sesak yang lain.
3. Chest X-rays
Mampu menggambarkan pembesaran jantung (kardiomegali).
4. EKG
Menentukan aritmia, penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikular kanan dan kiri
serta kejadian ‘conduction delay’ atau gejala yang abnormal.
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan
lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit
yang bermakna jarang dijumpi pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang
yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hyperkalemia dan
penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi
menggunakan diuretic dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.

2.8 Penatalaksanaan CHF


A. Penatalaksanaan farmakologi
1. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif.Obat ini
bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk
vasokonstriktor yang kuat angiotensin II.Penghambat ACE mengurangi volume
dan tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung. Konsep
dasar pemakaian inhibitor ACE sebagai vasodilator dalam pengobatan gagal
jantung adalah karena kemampuannya untuk:

11
a. Menurunkan retensi vascular perifer yang tinggi akibat tingginya tonus
arteriol dan venul (peripheral vascular resistance)
b. Menurunkan beban tekanan pengisian ventrikel yang tinggi (ventricular
filling pressure)
Pada pemakaian ACE Inhibitor harus diwaspadai terjadinya hyperkalemia,
karena itu pemakaiannya dengan diuretic hemat K+ atau pemberian K+ harus dengan
hati-hati demikian juga pasien hipotensi (baik akibat pemberian diuretik berlebihan
maupun karena hipotensi sistemik) serta pada gagal ginjal.

2. Antagonis Aldosteron
Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor konduktan natrium
duktus kolektifus (triamterene dan amirolid). Obat-oba ini sangat kurang efektif
bila digunakan sendiri tanpa kombinasi dengan obat lain untuk penatalaksanaan
gagal jantung. Meskipun demikian, bila digunakan dalam kombinasi dengan
tiazid atau diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan ini efektif dalam
mempertahankan kadar kalium yang normal dalam serum. Spironolakton
merupakan inhibitor spesifik aldosteron yang sering meningkat pada gagal
jantung kongestif dan mempunyai efek penting pada retensi potassium.Efek
samping akibat pemakaian spironolakton adalah gangguan saluran cerna,
impotensi, ginekomastia, menstruasi tidak teratur, letargi, sakit kepala, ruam
kulit, hyperkalemia, hepatotoksisitas, dan osteomalasia.Spironolakton
kontraindikasi pada pasien insufisiensi ginjal akut, anuria, hiperkalemia,
hipermagnesia dan gagal ginjal berat.
3. Beta Blocker
Pemberian beta blocker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi kejadian
iskemik miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek
antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi resiko terjadinya aritmia jantung, dan
dengan demikian mengurangi resiko terjadinya kematian mendadak (kematian
kardiovaskular).
4. Diuretik
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada pasien-pasien
dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat. Pada pasien dengan tanda-
tanda retensi cairan hanya sedikit pasien yang dapat diterapi secara optimal tanpa
diuretik.Tetapi diuresis berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan

12
elektrolit dan aktivasi neurohormonal.Kerja diuretik untuk mengurangi volume
cairan ekstrasel dan tekanan pengisian ventrikel tetapi biasanya tidak
menyebabkan pengurangan curah jantung yang penting secara klinis, terutama
pada pasien gagal jantung lanjut yang mengalami peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri.
Diuretik menghilangkan retensi natrium pada CHF dengan menghambat
reabsorbsi natrium atau klorida pada sisi spesifik ditubulus ginjal.Diuretik harus
dikombinasikan dengan diet rendah garam (kurang dari 3 gr/hari).Pasien tidak
berespon terhadap diuretic dosis tinggi karena diet narium yang tinggi, atau
minum obat yang dapat menghambat efek diuretik antara lain NSAID atau
penghambat siklooksigenase-2 atau menurunnya fungsi ginjal atau
perfusi.Manfaat terapi diuretic yaitu dapat mengurangi edema pulmo dan perifer
dalam beberapa hari bahkan jam.Diuretik merupakan satu-satunya obat yang
dapat mengontrol retensi cairan pada gagal jantung.Meskipun diuretik dapat
mengendalikan gejala gagal jantung dan retensi cairan, namun diuretik saja
belum cukup menjaga kondisi pasien dalam kurun waktu yang lama.Resiko
dekompensasi klinik dapat diturunkan apabila pemberian diuretik
dikombinasikan dengan ACEI dan beta blocker.Mekanisme aksinya dengan
menurunkan retensi garam dan air, yang karenanya menurunkan preload
ventrikuler.

5. Vasodilator
Vasodilator berguna untuk mengatasi preload dan afterload yang
berlebihan.Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama
diastole.Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebih.Afterload
adalah tekanan yang harus di atasi jantung ketika memompa darah ke sistem
arterial.Dilatasi vena mengurangi preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena, dilator arterial menurunkan afterload. Contoh obat yang
berfungsi sebagai arteriodilator adalah hidralazin, fentolamin, sedangkan
venodilator adalah nitrat organik penghambat Angiotensin Converting Enzyme,
alpha blocker, dan Na-nitropusid bekerja sebagai dilator arteri dan vena.
Vasodilator lain yang dapat digunakan untuk gagal jantung adalah hidralazin dan
prazosin selain golongan nitrat yang efek kerjanya pendek serta sering
menimbulkan toleransi. Hidralazin oral merupakan dilator oral poten dan

13
meningkatkan cardiac output secara nyata pada pasien dengan gagal jantung
kongestif.Tetapi sebagai obat tunggal, selama pemakaian jangka panjang,
ternyata obat ini tidak dapat memperbaiki gejala atau toleransi terhadap
latihan.Kombinasi nitrat dengan hidralazin dapat menghasilkan hemodinamik
dan efek klinis yang lebih baik. Efek samping dari hidralazin adalah distress
gastrointestinal, tetapi yang juga sering muncul adalah nyeri kepala, takikardia,
hipotensi dan sindrom lupus akibat obat.

B. Penatalaksanaan non-farmakologi
 Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter.8

 Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua
pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis.

 Pengurangan berat badan


Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup.

 Kehilangan berat badan tanpa rencana


Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.
Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka
kelangsungan hidup. Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan
stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia.
Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati.

14
 Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah
sakit atau di rumah.
 Istirahat
Dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.

15
BAB III
LAPORAN KASUS

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Tn. P
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk : 26 Agustus 2019

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Sesak nafas
Telaah :
Pasien laki-laki usia 76 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang sudah dialami
sejak ± 1 minggu yang lalu. Sesak nafas memberat dalam 2 hari terakhir dan semakin
memberat 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak terasa memberat saat pasien sedang
melakukan aktivitas ringan (berjalan ke kamar mandi yang jaraknya ± 15 meter). Sesak juga
dialami saat pasien tidur dalam posisi berbaring, sehingga harus menggunakan 3 bantal saat
tidur agar sesaknya berkurang. Riwayat terbangun pada malam hari karena sesak dijumpai.
Sesak tidak dipangaruhi oleh perubahan cuaca dan debu. Riwayat nafas berbunyi (-)
Pasien juga mengeluhkan kedua tungkai bengkak (+), hal ini dialami os ± 1 minggu
ini. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati(+) yang sudah dialami ± 1 minggu ini disertai
dengan mual, muntah tidak dijumpai. Penurunan nafsu makan dijumpai. Batuk (+) sejak ± 2
minggu tidak disertai dahak dan tidak disertai darah, keringat dingin pada malam hari (-),
demam (-). Sebelumnya 1 minggu yang lalu os pernah mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri
yang menjalar dari lengan sebelah kiri ke punggung bagian belakang dan sudah berobat ke
poli penyakit dalam. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu : DM (?), Hipertensi (-)
Riwayat Pemakaian Obat : Os lupa nama obatnya
Riwayat Penyakit Keluarga : Dikeluarga os tidak ada yang mengalami keluhan yang sama
seperti pasien. Riwayat penyakit jantung, hati, hipertensi, DM, dan asma disangkal. Riwayat
alergi juga tidak ada di keluarga.
Riwayat Kebiasaan : Pasien merokok (+) 20 tahun yang lalu, sekarang os sudah tidak
merokok lagi. Minum alkohol (-).

16
STATUS PRESENS
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Nadi : 100 x/i
Pernapasan : 30 x/i
Suhu : 36,3o C
Anemia : (+/+)
Ikterik : (-/-)
Sianosis : (-/-)
Dyspnoe : (+/+)
Oedema : (+/+)
BB : 65 kg
TB : 160 cm
IMT : BB (kg ) / TB (m) x TB ( m )
= 65 kg / (1.6 m x 1.6 m )
= 70/ 2,56
= 25,39
Kesan : Obes I

PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+),
pupil (+/+) isokor
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam Batas Normal

LEHER
Struma tidak membesar
Pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi Trakea : Medial, TVJ R-2 cmH2O

17
THORAKS
Inspeksi
Bentuk : Simetris Fusiformis
Pergerakan : Thorakoabdominalis, tidak ada ketinggalan di kedua lapangan paru

Palpasi
Nyeri Tekan : Tidak dijumpai
Fremitus Suara : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, kesan normal
Iktus : Tidak terlihat, teraba pada ICS V

Perkusi
Paru Batas Paru Hati :relative ICS IV, absolute ICS V
Jantung
Batas Atas Jantung : ICS II-III LMCS
 Batas Kiri Jantung : ICS V 1 cm medial LMCS
 Batas Kanan Jantung : ICS IV LPSD
Auskultasi
Paru Suara Pernapasan : Vesikuler
Suara Tambahan : Ronki Basah (+/+), Whezing (-/-)
Jantung HR: 100 x/I, regular, desah (-), murmur (-)

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrium
Perkusi : Timpani
Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas Sendi

18
Lokasi :-
Jari Tabuh :-
Tremor Ujung Jari :-
Telapak Tangan Sembab :-
Sianosis :-
Eritema Palmaris :-

ANGGOTA GERAK BAWAH KIRI KANAN


Edema + +
Refleks KPR + +
Refleks APR + +
Refleks Fisiologis + +
Refleks Patologis - -
Lain-lain - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

 Hb : 10,6 g/dl (normal : 11 – 15 g/dl)

 RBC : 3,46 * 106 /mm3 (normal : 4,20 – 4,87 /mm3)

 Leukosit : 6100 / mm3 (normal : 4000-10000/mm3)

 Trombosit : 256.000/mm3 (normal : 150.000-500.000/mm3)

 Ureum : 39 mg/dL (normal : 16,6-48,5 mg/dL )

 Kreatinin : 0,78mg/dL (normal : 0,50-0,90 mg/dL )

 GDR : 187 mg/dl

19
Elektrokardiograf

Kesan :

Sinus rhytm with occasional, premature ventricular complexes, posible left atrial
enlargement, prolonged QT, abnormal ECG

20
Rontgen Thorax PA

1. Kondisi foto baik

2. Simetris kanan = kiri

3. Trakhea di tengah

4. Tulang-tulang baik

5. Sela iga tidak melebar

6. CTR > 50%

7. Sudut costophrenicus kanan dan kiri tumpul.

8. Parenkim paru : corakan vaskuler normal.

Kesan : Kardiomegali dan efusi pelura bilateral.

RESUME
Keluhan utama : Sesak nafas
Telaah : Hal ini sudah dialami pasien sejak ± 2 hari dan memberat 1 jam
sebelum masuk rumah sakit.Sesak terasa memberat saat pasien sedang melakukan aktivitas
ringan. Sesak juga dialami saat pasien tidur dalam posisi berbaring, sehingga harus
menggunakan 3 bantal saat tidur agar sesaknya berkurang.Sesak saat tidur dijumpai.
Pasien juga mengeluhkan kedua tungkai bengkak (+) ± 1 minggu ini. Pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati(+) yang sudah dialami ± 1 minggu ini disertai dengan mual.
Penurunan nafsu makan dijumpai. Batuk (+) sejak 2 minggu ini. Sebelumnya 1 minggu yang
lalu os pernah mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri yang menjalar dari lengan sebelah kiri ke
punggung bagian belakang dan sudah berobat ke poli penyakit dalam. BAB dan BAK dalam
batas normal.

DIAGNOSA :
CHF nyha III-IV ec PJK
PENATALAKSANAAN

 Head Up 30˚
 O2 3 L/menit
 IVFD RL 20tpm mikro

21
 Injeksi Furosemid 1 x 20 mg (iv)
 Amlodipin 1x10mg
 Spironolakton 1 x 25 mg

22
BAB IV

PEMBAHASAN

Gagal jantung Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Gagal jantung
terbagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif, yakni
gabungan gagal jantung kiri dan kanan. Gagal jantung kiri ditandai oleh dispneu d’effort,
kelelahan, orthopnea, paroksismal nokturnal dispnea, batuk, pembesaran jantung, irama
derap, bunyi derapS3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, ronki dan kongesti vena
pulmonalis. Gagal jantung kanan ditandai oleh adanya kelelahan, pitting edema, ascites,
peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, pembesaran jantung kanan, irama derap
atrium kanan, murmur dan bunyi P2 mengeras, sedangkan gagal jantung kongestif terjadi
manifestasi gejala gabungan keduanya. Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika
terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria framingham,
ditambah dengan pemeriksaan penunjang. Kriteria framingham terbagi menjadi kriteria
mayor dan kriteria minor. Yang termasuk kriteria mayor yakni: dispneu nokturnal
paroksismal atau orthopneu, peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah tidak nyaring,
kardiomegali, edema paru akut, irama derap S3, peningkatan vena > 16 cm H2O dan refluks
hepatojugular. Sedangkan yang termasuk kriteria minor yakni : edema pergelangan kaki,
batuk pada malam hari, dispneu d’effort, hepatomegali, efusi pleura, kapisitas vital berkurang
menjadi 1/3 maksimum dan takikardi (>120x/menit). Sedangkan pada pemeriksaan
penunjang, dari hasil pemeriksaan fotorontgen toraks dapat mengarah ke kardiomegali
dengan corakan bronkovaskuler yang meningkat.

Pada pasien ini, dari hasil anamnesis didapatkan adanya sesak nafas, sesak dipengaruhi
oleh aktifitas, pasien juga sering terbangun pada malam hari karena sesak, selain itu pasien
juga lebih nyaman jika berada dalam posisi duduk. Tidak adanya keluhan-keluhan lain seperti
sakit kepala, mual, muntah, bengkak pada kelopak mata mendukung bahwa sesak yang
dialami oleh pasien berhubungan dengan jantung bukan dari organ yang lain. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan adanya perut yang membesar. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg. didapatkan pula adanya peningkatan tekanan vena
jugularis, ronki basah halus (RBH) pada kedua basal paru, adanya pelebaran, batas jantung,
serta adanya ascites.

23
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, dapat disimpulkan bahwa pada
pasien ini dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif, karena kriteria framingham
sudah terpenuhi. selain itu berdasarkan JNC 7 os menderita hipertensi stage II

Terapi utama yang diberikan adalah furosemid 1x 20 mg, pemberian diuretika ini
bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan, di paru dan ascites yang ada pada pasien ini.
dan untuk mengurangi beban awal jantung tanpa mengurangi curah jantung. Selain itu
diberikan pula Amlodipin 1x10mg guna menatalaksana hipertensinya.

24
BAB V
KESIMPULAN

Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana
fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak
cukup untuk memenuhi keperluan tubuh. Suatu definisi objektif yang sederhana untuk
menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat
nilai batas yang tegas mengenai disfungsi ventrikel. Sebenarnya istilah gagal jantung
menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya CHF antara lain : hipertensi, penyakit
arteri koroner, Diabetes Melitus, Anemia, Kardiomiopati (penyakit dari otot jantung),
Penyakit katup jantung, Abnormal detak jantung atau aritmia, penyakit jantung bawaan,
Gangguan tiroid, Penyalahgunaan alkohol, HIV / AIDS, Kokain dan penggunaan narkoba
ilegal lain.
Dalam menegakkan diagnosis CHF kita bisa menggunakan kriteria Frimingham yang
membutuhkan adanya minimal 2 kriteria besar atau 1 kriteria utama dalam hubungannya
dengan 2 kriteria minor. Seperti pada kasus ini didapatkan dua kriteria mayor. Pertama
terdapatnya paroksismal nokturnal dispneu dari hasil anamnesis. Kedua, dari hasil
pemeriksaan fisik perkusi jantung, didapatkan adanya suara tambahan ronki di kedua
lapangan paru.
Sedangkan untuk kriteria minor didapatkan bilateral angkle edema, batuk malam hari.
Kedua terdapatnya dispnea d’effort yang didapatkan dari hasil anamnesis pasien mengeluh
mudah lelah dengan aktifitas ringan. Oleh karena itu pada pasien ini kami simpulkan
diagnosis fungsionalnya adalah CHF.
Pada dasarnya pengobatan non farmakologi mempunyai peran dalam keberhasilan
pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala gagal
jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen
perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk
menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan
mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association (AHA). (2012). Heart disease and stroke statistics-2012
update
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. (2013). Riset kesehatan dasar
2013.
3. Paramasundari.(2011). Hubungan antara pasien gagal jantung dengan terjadinya
anemia di RS Haji Adam Malik Medan.Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
4. Maggioni AP. (2005). Review of the new esc guidelines for the pharmacological
management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements 7
(Supplement J): J15–J20.
5. Dumitru, I. (2013). Heart failure: A presentation. Diakses pada 30 November dari
http://reference.medscape.com/article/163062?src=medscapeappandroid&ref=email
6. Madeline, Carleton PF.(2005)Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi
Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Price SA, Wilson LM.
Editor. Edisi keenam.Jakarta:EGC
7. Ghanie A.(2009). Gagal Jantung Kronik. Dalam: BUku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Editor. Jilid Kedua Edisi Kelima. Jakarta:Interna
Publishing.
8. PERKI. (2011). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi Pertama
9. American Heart Association (AHA). (2012). Heart disease and stroke statistics-2012
update

26

Anda mungkin juga menyukai