Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL ILMIAH

“ UPAYA MENANGKAL HOAX DI MEDIA SOSIAL DENGAN BUDAYA


LITERASI”

Di susun oleh :
OBI ALIM
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini di tengah masyarakat sedang marak terjadi penyebaran berita dan informasi
palsu atau yang biasa disebut Hoax. Penyebaran berita hoax ini sangat meresahkan masyarakat,
karena banyak pihak yang dirugikan atas fenomena hoax tersebut. Pada bulan oktober tahun
2017 telah beredar berita hoax tentang Menteri Keuangan Sri Mulyani yang seolah-oleh
mengeluarkan pendapat ‘jika rakyat mengizinkan maka Bali akan kita jual untuk bayar
hutang’. Namun ternyata setelah diselidiki link berita tersebut dihapus dan admin yang
menyebarkan berita tersebut menghilang.1 Belum lagi baru-baru ini kita mendapatkan berita
tentang 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos. Setelah dicek oleh KPU langsung di
pelabuhan tanjung priok , KPU memastikan bahwa berita itu adalah bohong.2 Dampak negatif
karena hoax bisa merusak nama baik seorang public figure yang akan maju ke kancah
perpolitikan Indonesia dan akan memicu konflik kepentingan antar pejabat publik dan
meresahkan kehidupan masyarakat.3

Di era digital ini melalui media sosial informasi tersebar secara cepat dan luas.
Menurut hasil riset Weearesosial Hootsuite yang dirilis januari 2019 pengguna media sosial di
Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi. Media sosial menjadi wadah
yang rentan untuk dijadikan sebagai tempat untuk menyebarkan hoax. Banyak pengguna media
sosial yang dengan mudah terpapar bertia hoax.

Ditambah lagi berbagai macam rubrik berita merangsang para pembaca untuk dapat
mempercayai tanpa melakukan verifikasi kebenarannya. Media pemberitaan kini dipenuhi
dengan informasi palsu, provokasi dan fitnah. Fenomena baru masyarakat yang aktif di ruang
maya seakan-akan menjadikan dunia maya sebagai realitas hidup. Ditambah lagi kemajuan
teknologi yang cepat dan arus informasi yang tinggi membuat pembaca membaca sebuah berita
tanpa harus lagi memverifikasi kebenaran berita yang tersaji.

1
https://www.merdeka.com
2
https://news.detik.com
3
Kemajuan dalam bidang teknologi dan informasi adalah sebuah keniscayaan. Nana
Syaodih S. (1997 :67) menyatakan bahwa sejak dahulu teknologi itu sudah ada atau manusia
sudah menggunakan teknologi. Dalam hal ini artinya manusia tidak bisa lepas dari
perkembangan teknologi dalam kehidupannya. Dampak positif dan negatifnya dari
perkembangan teknologi pun tidak dapat dihindari. Termasuk adanya hoax dalam penyebaran
berita di media sosial merupakan salah satu dampak negatifnya. Maka tidak bisa menjadikan
alasan perkembangan teknologi dan cepatnya arus informasi sebagai masalah atau kambing
hitam dalam penyebaran hoax. Ada faktor lain kenapa masyarakat yang menggunakan media
sosial bisa terkena hoax yaitu lemahnya budaya literasi pada masyarakat tersebut. Meski
menurut data yang ada pengguna sosial media di Indonesia begitu banyak. Namun hal itu tidak
berbanding lurus dengan tingkat literasi masyarakat. Dikutip dari kompas ,cetak ( selasa ,
7/2/2017), tentang “ literasi rendah ladang hoax”: warga membaca tidak sampai 1 menit” ,
dijelaskan bahwa rendahnya kesadaran literasi di masyarakat menjadi salah satu faktor
pendorong masifnya peredaran kabar bohong atau hoax. Budaya baca yang rendah ,
masyarakat menelan informasi secara instan tanpa berupaya mencerna secara utuh. (Dunia
Perpustakaan, 2017).

Minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Menurut hasil penelitian PISA
(Program for International Student Assessment , Indonesia berada diperingkat ke 62 dari 70
negara (Minat baca Orang Indonesia, 2019). Padahal rendahnya minat membaca sangat
berpengaruh terhadap kualitas bangsa Indonesia. Dampaknya tidak bisa mengetahui dan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, membuat kreatifitas seseorang tidak berkembang
dan mudah dipengaruhi dengan berita yang belum tentu kebenarannya karena minimnya
pengetahuan yang ia miliki. Masyarakat lebih banyak menggunakan waktunya untuk
membrowsing berita di media sosial dibandingkan membaca buku. Dikutip dari tirto.id ( mei
2017) , tentang “ literasi rendah sebabkan hoax di masyarakat “ , kepala editor Trans Media
mengungkapkan bahwa rendahnya budaya literasi Indonesia menjadi salah satu faktor
masyarakat mempercayai hoax atau berita bohong. (Debora, 2017).
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian
ini sebagai berikut :

Mengetahui sejauh mana efektifitas budaya literasi dalam menekan penyebaran hoax di media
sosial ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas budaya literasi dalam menekan penyebaran
hoax di media sosial

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pembaca agar mengetahui
bahwa pentingnya literasi dalam masyarakat untuk menekan penyebaran berita hoax. Sejauh
pengetahuan penulis sudah ada beberapa peneliti yang membuat kajian mengenai hal tersebut.
Semoga penelitian ini bisa menjadi pelengkap dan referensi terkait topik yang penulis kaji.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Literasi

Pada abad ke-21 ini literasi tidak bisa didefinisikan hanya sebatas kemampuan
membaca dan menulis. Pemahaman terkini tentang definisi literasi mencakup kemampuan
membaca, memahami, dan mengapresiasi berbagai bentuk komunikasi secara kritis yang
meliputi bahasa lisan, komunikasi tulis, komunikasi yang melalui media cetak maupun
elektronik (Wardana & Zam, 2014). Menurut (Echols & Shadily, 2003) mengemukakan bahwa
secara harfiah literasi berasal dari kata literacy yang berarti melek huruf.

Selanjutnya The National Literacy Act (Group, 2003) defined literacy as “ An


individual’s ability to read, write, and speak in English, and compute and solve problems at
level of proficiency necessary to function on the job and in society to achieve one’s goals and
develop one’s knowledge and potential”. Pendapat terakhir menurut (Mushtofa, 2004)
mengemukakan bahwa literasi dalam bentuk yang paling fundamental mengandung pengertian
kemampuan membaca, menulis,dan berpikir kritis. Maksudnya adalah bahwa seorang literat
adalah seorang yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis serta mengolah informasi
yang diperoleh dari aktivitas membaca dan menulis tersebut.

Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan ,penulis menyimpulkan bahwa literasi
dapat dimaknai dengan kemampuan membaca, menulis, memandang dan mengolah informasi
dengan disertai berpikir kritis. Jika literasi hanya didefinisikan sebagai melek huruf dapat
berakibat terjadinya anomaly melek huruf. Dimana yang dimaksudkan melek huruf sebatas
kegiatan membaca dan menulis. Oleh karena itu literasi tidak hanya sekedar membaca dan
menulis lebih luas dari itu , literasi adalah keterampilan kognitif dalam proses membaca dan
menulis.

2.1.1 Budaya Literasi

Istilah budaya literasi pertama kali dicanangkan oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya,
guna terwujudnya Surabaya sebagai kota literasi, dengan tujuan agar Masyarakat khususnya
para pelajar memiliki budaya membaca , menulis dan berpikir kritis sejak dini (Dharma, 2016).
Budaya literasi terdiri dari dua kata, yaitu budaya dan literasi. Menurut Selo Soemardjan,
budaya memiliki pengertian sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang dimiliki manusia. Deddy
Mulyana dan Jalaludin Rahmat (2006) dalam “ Komunikasi Antar Budaya “ menyatakan
bahwa budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak dan luas,
Stewart L.Tubss dan Sylvia Moss(1996) dalam “ Human Communicaton” mengartikan budaya
sebagai suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang, dan
diwariskan dari generasi ke generasi, dengan dipelajari. Jadi , budaya adalah cara bagi
sekelompok orang dalam hidup berdampingan,yang dalam upaya untuk jadi bersama dalam
kelompok tersebut dibuatlah sebuah karya, cipta, dan rasa yang diterima, dipelajari, dan
digunakan bersama, serta diturunkan dari generasi ke generasi.

Kamus Oxford (2015, hal.898) menyatakan definisi literasi adalah kemampuan


membaca dan menulis. Dalam arti tidak hanya mampu membaca ,tapi ia memahami apa yang
dibaca dan mampu menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat atas
pemecahan masalah yang ia hadapi di kehidupannya.

Jadi dapat disimpulkan, budaya literasi adalah kemampuan menggunakan simbol-


simbol tulis sebagai kemampuan hidup di masyarakat, yang manfaatnya bisa dirasakan
bersama, dan dipelajari serta diturunkan pada generasi berikutnya.

2.2 Definisi Hoax

Dalam Oxford Dictionary, Hoax is a humorous or malicious deception- lelucon atau


tipuan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hoax adalah berita bohong.
Sementara itu , Pellegrini (2008) mengembangkan definisi hoax dari MacDougall dan
menjelaskannya sebagai sebuah kebohongan yang dikarang sedemikian rupa oleh seseorang
untuk menutupi atau mengalihkan kebenaran, yang digunakan untuk kepentingan pribadi, baik
itu secara intrinsik maupun ekstrinsik (Bestari, silalahi, & Saputra, 2017).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hoax adalah berita bohong yang dikarang
untuk mengalihkan kebenaran. Dalam pasal 28 ayat (1) UU No.11 Tahun 2008 tentang
informasi dan Transaksi Elektronik (“ UU ITE”) menyatakan “ setiap orang dengan sengaja,
dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik”.
2.2.1 Karakteristik Hoax

Hoax dapat dikenali dengan memperhatikan ciri-cirinya seperti berikut (Nasution,


2017) : Pertama, adanya kata-kata agar pesan yang diberikan disebarkan ke orang lain. Kedua,
penggunaan tata bahasa kurang sempurna. Ketiga, tidak adanya sumber lain yang mendukung
pemberitaan tersebut. Keempat, tidak logis. Kelima, tidak menyebutkan kenyataan yang dapat
dibuktikan. Keenam, pesan yang diberikan adalah pesan yang berantai. Ketujuh, pembuat hoax
biasanya mencoba segala cara misalnya dengan menghubungkan sumber resmi yang nyatanya
palsu.

Berdasarkan hasil survei (13 Februari 2017) yang dilakukan Mastel ( Masyarakat
telekomunikasi), pada kampanye Tanpa Hoax Indonesia Sejahtera( THIS), wabah hoax telah
menjadi masalah nasional antara lain perpecahan, Instabilitas politik, dan gangguan keamanan
yang berpotensi menghambat pembangunan nasional.

Terhitung sebanyak 75% masyarakat merasa terganggu dengan pemberitaan bohong.


Lalu, sebanyak 57% masyarakat beropini,cara paling efektif menghambat penyebaran berita
hoax adalah dengan memberikan edukasi pada Masyarakat.

2.2.2 Jenis-jenis Hoax

Menurut Masyarakat Anti Fitnah Indonesia(Mafindo) menyebutkan, setidaknya


terdapat empat jenis hoax yang beredar di masyarakat, antara lain :

1. Hoax Politik ( saat ini menjadi yang popular akibat polarisasi menjelang
Pilpres)
2. Hoax Agama ( perdebatan antar Agama)
3. Hoax kesehatan (terdapat kalimat seperti ini, “ terapi ini bisa menyembuhkan
penyakit itu” )

Sementara itu, ada pendapat lain tentang beberapa pembagian kategori terkait berita
yang salah :

1. Hoax : pemberitaan yang palsu yang tidak benar namun seolah-olah dibuat
benar.
2. Disinformasi : penyampaian informasi yang salah ( dengan sengaja) untuk
membingungkan orang lain
3. Misinformasi : penyampaian informasi yang salah ( tanpa sengaja)
4. Fitnah : perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan
dengan maksud menjelekan orang lain.

2.3 Media Sosial

Dalam menjelaskan definisi media sosial, diperlukan pendekatan teori-teori sosial


untuk membedakan secara jelas antara media sosial dan media internet lainnya. Kehadiran
media sosial diawali ketika Fuch mengembangkan kata Web 2.0 yang dipopulerkan O’Reilly
(2005) yang merujuk dari media internet yang tidak lagi sekedar penghubung antar individu
dengan perangkat ( teknologi dan jaringan) computer yang selama ini ada dan terjadi pada Web
1.0, namun telah melibatkan individu untuk mempublikasikan secara bersama, saling
mengolah dan melengkapi data, web sebagai platfrom atau program yang bisa dikembangkan,
sampai pada pengguna dengan jaringan dan alur yang sangat Panjang( the loang tail).

Jika karakteristik computer Web 1.0 mengenalkan individu terhadap individu lain
(human cognition) yang berada dalam sebuah sistem jaringan, kemudian dalam Web 3.0
karakteristik teknologi dan relasi yang terjadi antara manusia (user) bekerja sama ( human co-
operation).

Menurut (Nasrullah, 2017) dalam bukunya mendefinisikan Media sosial adalah


medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan drinya maupun
berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk
ikatan sosial secara virtual.

Media sosial memiliki 6 (enam) karakteristik, antara lain : Jaringan ( network) ,


informasi ( information) , Arsip ( archive) , Interaksi ( interactivity) , simulasi sosial (
simulation of society), konten oleh pengguna ( user-generated content) , penyebaran (
share/sharing).
Daftar Pustaka

Bestari, P., silalahi, R. R., & Saputra, W. T. (2017). Karakteristik Strategi Crowdsourcing untuk
membatasi penyebaran hoax di Indonesia. Jurnal komunikasi, 130-131.

Debora, Y. (2017). Pendidikan. Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/literasi-rendah-sebabkan-


masyarakat-mudah-percaya-hoax-cnQa

Dharma, S. (2016). Transformasi Kota Surabaya sebagai Kota Literasi. Surabaya: Unesa University
Press.

Dunia Perpustakaan. (2017). Retrieved from duniaperpustakaan.

Echols, J., & Shadily, H. (2003). Kamus Inggris Indonesia : An English Indonesian Dictionary. Jakarta:
Gramedia.

Group, M. (2003). Engauge 21st Century Skills : Literacy In Digital Age. California: NCREL and Metiri
Group.

Minat baca Orang Indonesia. (2019, januari sabtu 15). Retrieved from https://news.detik.com:
https://news.detik.com/berita/d-4371993/benarkah-minat-baca-orang-indonesia-serendah-
ini

Mushtofa, B. (2004). Literasi Dini dan Literasi Remaja :Teori ,Konsep, dan Praktik. Bandung: CREST.

Nasrullah, R. (2017). Media Sosial Presfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.

Nasution, M. A. (2017). Hoax Sebagai Bentuk Hudud Menurut Hukum Islam. Padangsidimpuan : IAIN
Padangsidimpuan.

Wardana, & Zam, Z. (2014). Strategi Peningkatan Literasi Siswa di Madrasah. Jurnal Ilmiah "Widya
Pustaka Pendidikan", 2(3), 248-256.

Anda mungkin juga menyukai