Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Identifikasi korban maupun tersangka pada kasus kriminalitas
seperti pembunuhan, perkosaan dengan pembunuhan semakin hari
semakin meningkat kuantitas maupun kualitasnya, menjadikan kedokteran
forensik sebagai cabang ilmu kedokteran makin berperan bagi kemajuan
dan pengembangan ilmu kedokteran secara keseluruhan (Sosiawan, 2007).
Salah satu pemeriksaan yang mutlak dilakukan pada peristiwa tindak
pidana perkosaan tersebut ialah pembuktian adanya sperma. Barang bukti
bercak cairan semen kadang-kadang ditemukan dalam keadaan telah
mengalami perubahan baik karena disengaja, seperti dicuci dengan tujuan
untuk menghilangkan barang bukti, maupun karena tidak disengaja, seperti
terendam air. Namun sejauh ini pengaruh pencucian dengan deterjen
terhadap DNA pada cairan semen belum banyak diketahui. Nilai
diagnostik positif untuk sperma ialah dengan pemeriksaan mikroskopik,
sebab dengan ditemukannya spermatozoa jelas bercak tersebut dari cairan
seminal (Notosoehardjo, 1993).
Pemeriksaan mikroskopik tidak selalu berhasil, karena beberapa faktor
antara lain : azoospermia, vasektomi, degenerasi dari sperma karena waktu
dan penyimpanan yang tidak benar. Untuk mengungkapkan siapa pelaku
perkosaan yang sebenarnya dapat dilakukan pemeriksaan DNA profiling.
DNA profiling sangat dipercaya dapat mengidentifikasi seseorang oleh
karena tidak ada dua manusia yang mempunyai urutan DNA yang tepat
sama (Dwiyono, 2008). DNA merupakan alat identifikasi yang dapat
diandalkan dengan berbagai keuntungan, antara lain DNA lebih sensitif,
akurat dan stabil, sehingga masih memungkinkan digunakan pada bahan
yang sudah membusuk dan terdegradasi. Selain itu distribusi DNA sangat
luas meliputi seluruh tubuh, sehingga berbagai bahan dapat digunakan

1
sebagai bahan pemeriksaan. DNA profisling yang banyak dimanfaatkan
sebagai identitas individu ialah Short Tandem Repeat (STR). STR
merupakan suatu daerah yang tidak mengkode yang terdapat pada DNA
inti dan terdiri dari 2-7 urutan nukleotida yang tersusun berulang secara
tandem. Setiap lokus STR memiliki polimorfisme yang berupa perbedaan
jumlah pengulangan pada alel pasangannya dan dengan menggunakan 13-
20 lokus STR identitas seseorang dapat ditentukan. Ukuran fragmen STR
biasanya tidak lebih dari 500 pb, oleh karena itu STR dapat diamplifikasi
dengan menggunakan jumlah DNA templat yang relatif sedikit (~1 ng) dan
juga dapat digunakan untuk menganalisis sampel DNA yang sudah
terdegradasi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk lebih mengerti arti identifikasi secara umum.
b. Untuk mengerti peran forensik dalam proses penentuan identitas orang
tua
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah agar:
a. Pengidentifikasian forensik secara analisis DNA dapat dikembangkan
lagi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Short Tandem Repeats

Short Tandem Repeats pertama kali digunakan dalam kerja kasus


forensik di awal 1990-an Pada akhir dekade mereka telah menjadi alat
standar untuk hampir setiap laboratorium forensik di dunia. Hari ini
sebagian besar kerja kasus genetik forensik melibatkan analisis
polimorfisme STR dan situasi ini tidak mungkin berubah dalam waktu
dekat.
Short Tandem Repeats (STR) adalah bagian DNA yang pendek dan
bersifat sangat polimorfik sehingga dijadikan lokus pilihan untuk
penyelesaian kasuk-kasus forensik. Lokus STR memiliki keistimewaan
karena memiliki jenis alel yang banyak, tetapi dengan rentang yang
sempit, sehingga memungkinkan diperbanyak secara multipex dalam satu
tabung reaksi. Dengan melakukan pemeriksaan pada banyak lokus STR,
maka identifikasi individu dapat dilakukan dengan ketepatan yang amat
tinggi.
STR merupakan core-DNA, sehingga ia diturunkan menurut
hukum Mendel dari kedua orangtua. Pada setiap lokus STR, setiap anak
memiliki dua buah alel, dimana satu alel berasal dari ibunya (DNA
maternal) dan alel satunya lagi berasal dari ayahnya (DNA paternal).
a. Struktur STR lokus
Short Tandem Repeats mengandung daerah ulangi inti antara 1 dan 6
bp panjang dan memiliki alel yang umumnya kurang dari 350 bp
panjang. Sejumlah besar STR lokus telah ditandai tetapi hanya sekitar
20 biasanya dianalisis dalam kerja kasus forensik.
STR yang banyak digunakan dalam genetika forensik memiliki sebuah
empat atau lima pasangan basa motif inti-ulang dan dapat
diklasifikasikan sebagai ulangi sederhana, ulangi sederhana dengan

3
mengulangi non-konsensus, senyawa mengulang atau berulang
komplek
b. Perkembangan multiplex STR
Komunitas forensik telah memilih STR lokus untuk memasukkan ke
dalam reaksi multiplex berdasarkan beberapa fitur termasuk:
- alel diskrit dan dibedakan;
- amplifikasi lokus harus kuat;
- daya tinggi diskriminasi;
- tidak adanya hubungan genetik dengan lokus lainnya yang
dianalisis;
- rendahnya tingkat pembentukan artefak selama amplifikasi.
- kemampuan untuk diperkuat sebagai bagian dari PCR multipleks.

c. Analisis STR
Dalam bidang forensik dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:
1. Analisis ayah-anak-ibu (FCM analysis)
Pada analisis ini dilakukan perbandingan alel STR tersangka
ayah(F), anak (C), DAN IBU (M), dicari apakah DNA paternal
anak ada padanannya atau tidak dengan salah satu DNA tersangka
ayah. Adanya kesesuaian pada semua lokus STR yang diperiksa
menunjukkan bahwa ayah adalah AYAH BIOLOGIS dari anak
tersebut. Ketepatan kesimpulan ini dikalkulasi melalui
penghitungan Paternity Indeks (PI) dengan memakai data frekuensi
alel pada populasi yang sama. Paternity Index adalah suatu angka
yang menyatakan BERAPA KALI seorang tersangka ayah lebih
mungkin menjadi ayah biologis dari seorang anak, jika
dibandingkan pria lain yang diambil scara acak dari populasi yang
sama. Semakin tinggi angka PI pada analisis FCM, semakin tinggi
keyakinan kita bahwa tersangka ayah iti memang benar merupakan
ayah si anak. Ditemukannya ketidaksesuaian DNA paternal anak
dengan DNA tersangka ayah pada DUA/LEBIH lokus STR yang
diperiksa mematikan bahwa tersangka ayah adalah BUKAN

4
ayahbiologis dari anak tersebut. Dengan menggunakan ketentuan
tersebut, pada saat ini kasus paternitas dapat dipecahkan secara
akurat.

2. Analisis perbandingan (matching analysis)


Pada analisis ini dilakukan perbandingan antara dua sel profil
DNA dari dua buah sampel. Atas dasar ketentuan bahwa semua sel
dari individu yang sama memiliki profil DNA yang sama, maka
dua sampel yang memiliki profil DNA yang sama pastilah berasal
dari individu yang sama. Analisis ini dilakukan untuk melacak
sumber bahan biologis berupa cairan maupun bercak (darah, liur,
mani), rambut, jaringan, potongan rambut, dsb. Setelah didapatkan
dua profil DNA adalah IDENTIK, maka harus dilakukan
perhitungan Match Probability (MP), yang dikalkulasi dengan
menggunakan data frekuensi alel yang terdapat dalam populasi
yang sama. MP adalah suatu angka yang menyatakan bahwa
sampel tertentu sekiankali lebih mungkin berasal dari seorang
individu, dibandingkan individu lain yang diambil secara acak dari
dalam populasi yang sama. Dengan demikian semakin tinggi MP
maka semakin meyakinkan bahwa suatu sampel berasal dari
individu tertentu.
Dari kedua analisis tadi terlihat bahwa adanya DNA population
database, terutama data frekuensi alel dari CODIS 13, amatlah
penting dalam analisis kasus forensik. Dan pada saat ini Indonesia
telah memiliki data tersebut, yang telah dilakukan dalam penelitian
yang dilakukan oleh Untoro dkk pada tahun 2006.

d. Analisis DNA Pada Kasus Paternitas


Semakin lama semakin disadari bahwa setiap anak mempunyai
hak untuk mendapatkan informasi mengenai asal usul mereka (1,2).
Pengetahuan mengenai siapa ayah dan ibu kandung dari seorang anak
mempunyai banyak pengaruh bagi para pihak yang terkait. Pertama,

5
informasi mengenai siapa orang tua biologis dari seorang anak, akan
menunjukan pasangan tersebut sebagai orang pertama yang
(seharusnya) merupakan lingkaran terdalam lingkungan anak tersebut.
Kedua, pengetahuan itu memberikan hak tertentu kepada anak
tersebut, diantaranya hak atas pengasuhan, hak untuk mendapatka
santunan biaya hidup dan hak waris dari orangtuanya. Dalam hal
orang yang bersengketa menganut agama islam, mempelai wanita
(sebagai anak) memiliki hak untuk meminta ayah kandungnya untuk
wali nikahnya. Ketiga, adanya hubungan tersebut memberikan
kewajiban tertentu kepada orangtuanya, diantaranya kewajiban
memberikan asuhan, warisan dan memberikan nafkah serta hak untuk
membawa anak tersebut ke negara tempat orangtuanya berasal.
Kasus paternitas sesungguhnya merupakan sebagian saja dari
kasus sengketa asal-usul. Sengketa asal-usul berdasarkan obyek
sengketanya dapat digolongkan menjadi beberapa jenis kasus, yaitu :
1. Kasus ragu orangtua (disputed parentage): yaitu kasus yang
mencari pembuktian siapa orangtua (ayah dan ibu) dari seorang
anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi
(3-6), kasus pencarian orangtua pada kasus penculikan, bayi
tertukar, kasus terpisahnya keluarga pada masa perang atau
bencana dan kasus identifikasi korban tidak kenal (7).
2. Kasus ragu ayah (disputed paternity): yaitu kasus yang mencari
pembuktian siapa ayah kandung dari seorang anak. Yang
termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi (3-6), kasus
klaim keayahan oleh seorang wanita, kasus perselingkuhan dan
kasus incest (1,2)
3. Kasus ragu ibu (disputed maternity): kasus yang mencari
pembuktian siapa ibu kandung dari seorang anak. Yang
termasuk dalam ini adalah kasus bayi tertukar, kasus
pembunuhan anak sendiri dan kasus aborsi.
4. Kasus ragu kerabat: yaitu kasus yang mencari pembuktian
apakah dua orangtua atau lebih punya hubungan darah

6
(kekerabatan) tertentu. Yang termasuk dalam kategori ini
adalah pelacakan silsilah keluarga, kasus pencarian keluarga
setelah bencana alam, dsb.

Sengketa asal usul dalam masyarakat jumlahnya banyak sekali,


tetapi biasanya yang muncul dan menjadi berita hanya sebagian kecilnya
saja. Fenomena ini kita kenal dengan fenomena Gunung Es (Iceberg
Phenomenon). Kasus sangketa asal usul yang terbanyak dalam masyarakat
adalah kasus klaim keayahan terhadap seorang pria oleh seorang wanita
yang hamil, dengan janin dalam rahim yang diklaimnya sebagai anak dari
pria tersebut. Kasus semacan ini pada umumnya diselesaikan secara
kekeluargaan dan secara diam-diam, karena dianggap merupakan aib
keluarga, khususnya jika pria tersebut merupakan orang terhormat atau
pria yang sudah beristri. Hal ini dapat dimaklumi, karena kasus ini bukan
saja dapat mengakibatkan hancurnya nama baik dan reputasi pria tersebut.
Pada masa rezim Suharto, diberlakukan PP 10 yang dapat memberikan
sanksi pemecatan pada pegawai negeri yang terlibat kasus semacan itu.
Kasus sengketa asal usus merupakan kasus medis, sehingga
pemecahannya pun harus secara medis pula. Setiap manusia dilahirkan
dengan membawa sifat gabungan dari ayah dan ibunya karena ia tercipta
dari penyatuan sel sperma ayahnya dan sel telur ibunya pada saat
pembuahan. Dengan demikian, pada diri setiap anak terdapat sifat
gabungan dari ayah dan ibunya yang diturunkan melalui materi keturunan
yang kita sebut DNA (1-11).

e. Prosedur Pemeriksaan DNA


Pertama kali seorang klien ( nasabah) datang ke dokter, ia
berkonsultasi dengan dokter mengenai kasusnya. Dalam konsultasi ini
dokter akan mencari informasi mengenai apa yang ingin dibuktikan pada
kasus ini, apa yang anak dilakukan (tindak lanjut) setelah hasilnya
diketahui, dan kapan akan dilakukan pemeriksaan.

7
Konsultasi awal ini bisa merupakan konsultasi dokter pasien biasa,
tetapi bisa juga dilakukan atas permintaan polisi atau pengadilan jika
kasusnya telah memasuki ranah hukum. Pada kasus yang belum
melibatkan aparat penegak hukum, kepada nasabah dinyatakan apakah
dikemudian hari kasusnya akan direncanakan pada diproses hukum atau
tidak. Jika nasabah memperkirakan akan ada proses hukum dikemudian
hari , seperti untuk pengurusan pencairan, sidang sengketa perwalian anak,
sengketa warisan, dsb. Maka dianjurkan agar kasusnya dilaporkan dulu ke
yang berwajib agar prosesnya menjadi lebih legal. Jika nasabah tidak mau
melibatkan pihak yang berwajib, maka dokter harus memprosesnya sama
seperti jika kasusnya adalah kasus hukum. Pada kenyataannya cukup
banyak kasus dimana nasabah hanya sekedar ingin tahu saja dan sama
sekali tidak berencana melakukan proses hukum, dengan berbagai alasan.
Pada kasus semacam ini, dokter tetap harus memperosesnya secara biasa,
sambil tidak lupa untuk mempersiapkan diri kalau sewaktu-waktu
kasusnya akan melanjut juga ke proses hukum.
Jika pasien ragu-ragu, tidak atau belum memikirkan tindak lanjut atau
tidak siap untuk menghadapi kenyataan, dokter sebaiknya tidak melakukan
pemeriksaan sampai nasabah siap secara mental. Untuk kasus wanita hamil
yang meminta pemeriksaan sebelum kelahiran sebagai dasar untuk
memaksa pria agar mengawininya sebelum kelahiran bayinya, hanya dapat
dilayani untuk yang siap dengan resiko pengambilan sample dan beragam
non Muslim. Pengambilan sampel dari janin, meskipun dilakukan oleh
ahlinya, tetap mempunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pemeriksaan setelah lahir. Pada nasabah yang Muslim, pemeriksaan DNA
sebelum kelahiran (antenatal) tidak dianjurkan, karena menurut hukum
kekeluargaan islam, wanita yang sedang hamil tidak boleh dikawin
perkawinan baru boleh dilakukan setelah bayinya lahir. Ketentuan ini jelas
tidak memenuhi harapan si wanita, karena biasanya wanita ingin segera
diperiksa dan dipastikan bahwa janinnya adalah anak si pria, kemudian
memaksa pria agar segera mengawininya dan dengan demikian anak
tersebut lahir dengan memiliki ayah (bukan anak haram).

8
Pada kunjungan berikutnya semua pihak yang akan diperiksa datang
menemui dokter, sebisanya dengan di sertai saksi dari kedua belah pihak.
Mula-mula pada semua pihak diterangkan prosedur yang akan dilakukan.
Setelah jelas dan tidak ada lagi yang ingin ditanyakan, maka pihak-pihak
yang akan diambil sampelnya mendatangi persetujuan ( informed consent
) untuk pengambilan sampel DNA. Untukk nasabah yang masih berumur
dibawah 21 tahun atau belum menikah, persetujuan ditandatangani oleh
orangtua atau walinya.
Sampel yang diambil untuk pemeriksaan DNA adalah darah vena
sebanyak 1-3 cc yang dimasukan dalam tabung steril yang telah dibubuhi
pengawet EDTA, yang berfungsi untuk mencegah pembekuan darah
sekaligus mencegah pemecahan DNA oleh enzin DNAse yang terdapat
didalam darah. Tabung tersebut ditutup rapat-rapat, dikocok, lalu diberi
label. Untuk nasabah anak-anak atau bayi yang sulit atau tidak
memungkinkan diambil darahnya, dilakukan pengambilan sample usapan
selaput lendir mulut bagian dalam, yang diambil dengan 2 ampai 4 kapas
lidi steril. Usapan pipi ini dibiarkan kering dalam temperatur kamar, lalu
disimpan dalam tabung steril tanpa pengawet dengan membuang bagian
ujung dan tengah lidi. Tabung ditutup rapat dan diberi label. Untuk
mencegah terjadinya penyangkalan di kemudian hari, informed consent
ditandatangani juga oleh dua saksi DNA proses pengambilan sample
didokumentasi dengan kamera digital.
Pada saat ini ada pengambilan sampel lain yang lebih praktis, yaitu
dengan menggunakan kartu FTA (FTA card). Kartu FTA adalah suatu
kertas saring Whatman yang telah dibubuhi oleh sejenis senyawa tertentu
sehingga sampel yang ditaruh diatasnya akan diserap dan dipreservasi
DNAnya, selama sekurangnya 20 tahun. Dengan cara ini sampel DNA
cukup diambil dari beberapa tetes darah yang dibercakkan pada kertas
tersebut, lalu dikeringkan. Bentuknya yang berupa kertas memungkinkan
pengumpulan dan penanganan sampel menjadi praktis dan mudah.
Ekstraksi DNA dari kertas FTA prosedurnya juga singkat, mudah dan
cepat sehingga mempercepat analisis DNA yang dilakukan.

9
Sampel yang telah diambil lalu dibawa ke laboratorium DNA
Forensik untuk diproses lebih lanjut. Sampel diekstraksi DNAnya,
dihitung kadarnya lalu diperbanyak dengan proses PCR. DNA hasil
penggandaan oleh proses PCR dianalisis lebih lanjut dengan pemisahakan
fragmen DNA dengan proses elektroforesis gel poli-akrilamid (PAGE)
atau dianalisis dengan elektroforesis kapiler. Jika sample yang digunakan
adalh sample pada kartu FTA, proses penghitungan kandungan DNA tidak
perlu dilakukan karena DNAnya dapat langsung digandakan.
Hasil pemeriksaan DNA pada setiap lokus DNA adalah 2 buah
fragmen DNA pada setiap lokus DNA, dimana satu fragmen berasal dari
ibu (fragmen maternal) dan satunya dari ayah ( fragmen paternal ). Setiap
fragmen DNA tersebut dapat dilihat berupa pita pada PAGE atau berupa
duri (peak) pada elektroforesis kapiler. Notasi fragmen DNA tersebut
dinyatakan berupa angka, yang menyatakan panjang fragmen DNA.

Contoh : Pada lokus FGA didapatkan notasi sbb:


Tersangka :16,19
Anak :14,16
Ibu :14,21

f. Analisis Dan Penyimpanan


Setelah dilakukan pemisahan DNA pada tersangka ayah, anak dan
ibu maka ketiga hasil pemeriksaan DNA tersebut dimasukan dalam
suatu table FCM (Father Child Mother). Pada setiap lokusnya, dicari
fragmen DNA maternal, yaitu fragmen DNA yang sama dengan salah
satu fragmen DNA ibunya. Kemudian fragmen DNA anak satunya,
yang merupakan fragmen DNA paternal (berasal dari ayah)
dibandingkan dengan kedua fragmen DNA tersangka ayah. Jika
ditemukan ada fragmen DNA tersangka ayah yang sama dengan
fragmen DNA paternal anak, maka pria tersebut dinyatakan
“mungkin” merupakan anak dari pria tersebut. Jika DNA paternal
anak tidak sama dengan salah satu DNA tersangka ayah, maka

10
komposisi tersebut dapat dinyatakan sebagai eksklusi (2,3,4,5).
Ditemukannya dua eksklusi atau lebih pada panel 10 atau 15 lolus
memastikan bahwa anak tersebut bukan anak dari pria tersebut.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Short Tandem Repeats (STR) adalah bagian DNA yang pendek
dan bersifat sangat polimorfik sehingga dijadikan lokus pilihan untuk
penyelesaian kasuk-kasus forensik. Analisis ini dilakukan perbandingan
alel STR tersangka ayah (F), anak (C), DAN IBU (M), dicari apakah
DNA paternal anak ada padanannya atau tidak dengan salah satu DNA
tersangka

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah untuk meningkatkan
pengidentifikasian melalui DNA dengan menyediakan dana dan
prasarana, mengingat betapa tingginya keberhasilan identifikasi dengan
menggunakan metode ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adrian Linacre, Sibte Hadi, William Goodwin. 2007. An Introduction To Forensic


Genetics. Penerbit Wiley. Inggris

Abdul Munim Idries, Agung Legowo Tjiptomartono. 2011. Penerapan Ilmu


Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan. Penerbit Sagung Seto. Jakarta

Nurani I,Kusuma S,Sosiawan A(2012). Analisis Pengaruh Waktu dan Pencucian


Deterjen terhadap DNA Bercak Cairan Semen pada Lokus FGA dengan Metode
STR-PCR. Jurnal Bina Praja 14,106-114

13

Anda mungkin juga menyukai