Anda di halaman 1dari 29

[LAPORAN PEMODELAN]

BAB I. PEMODELAN HIDRO-OSEANOGRAFI

Pemodelan Hidro-oseanografi terdiri dari pemodelan gelombang. Pemodelan Gelombang


dilakukan untuk mengetahui tinggi gelombang setelah mengalami transformasi gelombang
disekitar Pulau Tanjung Pinang. Data gelombang didapatkan dari hasil perhitungan
hidcasting (metode dalam Shore Protect Manual 1984) menggunakan data angin jam –
jaman dari Stasiun Meteorologi Kijang Kota Tanjung Pinang (2008-2017). Lingkup
pemodelan hidro-oseanografi terdiri dari:
o Analisis gelombang rencana
o Analisis peramalan gelombang perairan dalam
o Analisis harga gelombang ekstrim
o Analisis transformasi gelombang

1
[LAPORAN PEMODELAN]

1. 1 PEMODELAN GELOMBANG
1.1.1 Data Angin
Data angin digunakan sebagai data masukan perhitungan tinggi gelombang yang terjadi di
lokasi pekerjaan. Data angin yang digunakan adalah data angin dari Stasiun Meteorologi
Kijang Kota Tanjung Pinang. Dalam pekerjaan ini digunakan data angin dengan rentang
waktu 10 tahun (2008-2017). Selengkapnya, arah angin di daerah lokasi digambarkan dalam
sebuah diagram mawar angin (windrose).

Gambar 1. 1 Windrose Total (2008-2017)

Tabel 1. 1 Distribusi Frekuensi Data Angin (2008-2017)

2
[LAPORAN PEMODELAN]

1.1.2 Perhitungan Gelombang Laut Dalam


Untuk melakukan peramalan gelombang di suatu perairan diperlukan masukan berupa data
angin dan peta batimetri. Peta perairan lokasi dan sekitarnya diperlukan untuk menentukan
besarnya “fetch” atau kawasan pembentukan gelombang. Fetch adalah daerah
pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif
konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau
sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 5°.
Panjang fetch efektif dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan berdasarkan rumus
berikut :

Lfi 
 Lfi . cos  i
 cos  i
Dimana,
Lfi = panjang fetch ke-i
i = sudut pengukuran fetch ke-i
i = jumlah pengukuran fetch
Jumlah pengukuran “i” untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi pengukuran-
pengukuran dalam wilayah pengaruh fetch (22,5° searah jarum jam dan 22,5° berlawanan
arah jarum jam dari masing-masing arah mata angin). Hasil perhitungan fetch efektif pada
lokasi studi diberikan pada gambar berikut ini:

Gambar 1.2 Peta Fetch Perairan

3
[LAPORAN PEMODELAN]

Tabel 1. 2 Fetch Perairan Tanjung Pinang

Tanjung Pinang
Arah Effective Fetch (m)
Selatan 10,617.34
Barat Daya 16,646.70
Barat 16,068.31
Barat Laut 6,934.54
Utara 2,855.35

Pembentukan gelombang di perairan dalam (deep water waves) dianalisa dengan formula-
formula berikut. Prosedur peramalan ini berlaku untuk kondisi gelombang tidak terbentuk
penuh (non-fully developed sea), baik untuk kondisi fetch terbatas (fetch limited condition),
maupun kondisi durasi terbatas (duration limited condition). Dalam bentuk bagan alir,
metode peramalan gelombang disajikan pada Gambar berikut.

Start

23 23
 gF  UA Yes gt  gF  No
t c  6 8.8   2   t (Non Fully  6 8.8   2   7.1 5 x1 04 (Fully
U  g UA U 
 A  Developed)  A  Developed)

No
(Duration Limited)

Yes 32
 gt  UA
2
(Fetch Limited)
Fmin    
 6 8.8 U A  g

F  Fmin
12
U A  g F 
2 2
UA
H m0  0.0 0 1 6 H m0  0.2 4 3 3
g  U A 2  g

13
U A  g F  UA
T p  0.2 8 5 7 T p  8.1 3 4
g  U A 2  g

Finish Finish

HS = tinggi gelombang signifikan


TP = periode puncak gelombang
F = panjang efektif fetch
UA = faktor tekanan angin
t = durasi angin

Gambar 1.3 Diagram Alir Proses Peramalan Gelombang Berdasarkan Data Angin

1.1.3 Analisa Gelombang Ekstrem


Tinggi gelombang rencana yang diperlukan sebagai data input dalam analisis gelombang
selanjutnya diperoleh dengan cara sebagai berikut:
- Dari hasil peramalan gelombang, diambil tinggi gelombang yang terbesar dengan
periodanya untuk tiap arah, tiap tahun.

4
[LAPORAN PEMODELAN]

Tabel 1.3 Tinggi gelombang terbesar tahunan (2008-2017)

Hs Max per Tahun


Tinggi Gelombang (m)
Tahun
Selatan Barat Daya Barat Barat Laut Utara
2008 0.63 0.38 0.33 0.25 0.16
2009 0.23 0.63 0.28 0.25 0.08
2010 0.38 0.53 0.52 0.25 0.20
2011 0.54 0.68 0.62 0.41 0.26
2012 0.40 0.42 0.32 0.15 0.13
2013 0.50 0.79 0.88 0.31 0.20
2014 0.34 0.63 0.57 0.25 0.20
2015 0.27 0.25 0.28 0.28 0.14
2016 0.34 0.38 0.52 0.19 0.14
2017 0.42 0.33 0.28 0.25 0.18
Max 0.63 0.79 0.88 0.41 0.26

- Analisis frekuensi gelombang rencana dengan metode yang digunakan terdiri dari
beberapa distribusi yaitu Log Normal, Log Pearson III dan Gumbell. Analisis frekuensi
adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap N tahun atau dengan
perkataan lain tahun berulangnya N tahun.
- Pemilihan distribusi yang sesuai dari beberapa distribusi tersebut untuk memberikan
nilai gelombang rencana.
-
Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing distribusi frekuensi yang digunakan pada
tahap diatas:
A. Distribusi Log Normal
Suatu nilai acak X memiliki fungsi distribusi Log Normal apabila nilai dari fungsi probabilitas
denstitasnya seperti persamaan dibawah ini (Ochi 1992).

1  ln x   2 
f ( x)  exp  ; 0 x
x 2  2 2

Distribusi Log Normal memiliki 2 parameter statistik yaitu  dan σ2. Nilai dari parameter 
dan σ2 adalah suatu nilai logaritmik dari variabel acak X yang terdistribusi sebagai rata-rata 
dan varian σ2. Persamaan dari nilai rata-rata dan varian dari distribusi Log Normal adalah
sebagai berikut:
 2 
Ex  exp    
 2 


Var x  exp 2   2 exp  2  1   

5
[LAPORAN PEMODELAN]

B. Distribusi Log Pearson Tipe III


Distribusi Log Pearson III merupakan modifikasi dari distribusi Pearson Tipe III dengan
mengubah y = log (x) sehingga mengurangi nilai kemencengan (skewness). Persamaan
distribusi Log Pearson adalah sebagai berikut (Ochi 1992).

 x    1 exp   x   
f ( x)  , y  log( x)
 
Dimana:
2
s  2 
  x ,    
  s 
C ( y )
  y  sx 

C. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel berasal dari Distribusi Nilai Asimtot Ekstrim Tipe I dan merupakan fungsi
distribusi kumulatif sebagai berikut (Ochi 1992):

   x  u  
F ( x)  P( X  x)   exp    
     

atau dalam fungsi probabilitas densitas dinyatakan sebagai berikut:


   x  u  
f ( x)  1  exp  exp     ; -  x  
     
Dimana:
s 6


u  x  0.5772
s = standar deviasi
x = rata-rata
Keempat distribusi yang telah dijelaskan di atas diterapkan ke dalam nilai tinggi gelombang
maksimum seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai dari gelombang maksimum hasil
prediksi berdasarkan masing-masing distribusi diplot berdasarkan nilai gelombang hasil
pengamatan. Data pengamatan diplot berdasarkan nilai probabilitas Weibull yang
terlampaui. Persamaan probabilitas Weibull adalah sebagai berikut:
m
P( X  xm ) 
n 1
Dimana:
P( X  x m ) = probabilitas dari suatu nilai X yang berada di bawah suatu nilai di bawah xm.
m = ranking dari xm.
n = jumlah total data dari nilai maksimum.

6
[LAPORAN PEMODELAN]

Fungsi distribusi yang paling sesuai dapat dipilih berdasarkan: (1) pengamatan visual, dan (2)
nilai error (= perbedaan antara data dan perhitungan).
∑( )

Definisi dari “rata-rata error” adalah sebagai berikut:


Dimana:
XDistribustion = tinggi gelombang hasil perhitungan.
XData = tinggi gelombang hasil peramalan.
N = jumlah data.
Selanjutnya dengan menggunakan metoda error terkecil akan ditemukan nilai dari sebuah
distribusi selanjutnya yang akan digunakan dalam analisis pada pekerjaan ini.
Hasil perhitungan analisis frekuensi gelombang ekstrem yang akan digunakan dalam
penentuan input gelombang rencana disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 1.4 Tinggi gelombang (m) ekstrem di Pulau Tanjung Pinang (Distribusi Gumbel,Log Person dan Normal)
Selatan Barat Daya
Tahun Log Log Log Log
Gumbel Gumbel
Pearson Normal Pearson Normal
2 0.37 0.57 0.41 0.45 0.66 0.50
5 0.49 1.10 1.10 0.62 1.21 1.21
10 0.57 1.30 1.46 0.73 1.41 1.58
25 0.68 1.46 1.85 0.88 1.58 1.97
50 0.75 1.54 2.10 0.98 1.66 2.23
100 0.83 1.60 2.33 1.09 1.72 2.45
stdev 0.17 0.39 0.71 0.24 0.39 0.72

Barat Barat Laut


Tahun Log Log Log Log
Gumbel Gumbel
Pearson Normal Pearson Normal
2 0.40 0.62 0.46 0.24 0.42 0.26
5 0.59 1.17 1.17 0.30 0.99 0.99
10 0.72 1.38 1.54 0.35 1.20 1.37
25 0.88 1.54 1.94 0.40 1.37 1.78
50 1.00 1.63 2.20 0.44 1.45 2.04
100 1.12 1.69 2.43 0.48 1.51 2.28
stdev 0.27 0.40 0.73 0.09 0.41 0.75

Utara
Tahun Log Log
Gumbel
Pearson Normal
2 0.15 0.36 0.17
5 0.20 0.99 0.98
10 0.23 1.22 1.41
25 0.27 1.41 1.86
50 0.30 1.50 2.16
100 0.33 1.57 2.42
stdev 0.07 0.45 0.83

7
[LAPORAN PEMODELAN]

Berdasarkan tabel di atas maka metode Gumbel memiliki standard deviasi paling kecil
sehingga di gunakan lebih lanjut untuk perhitungan periode dan panjang gelombang. Tabel
Tinggi Gelombang sesuai Kala Ulang, untuk keperluan analisa diambil kala ulang 50 tahun
(kemungkinan terjadi gelombang 50 tahun sekali), dengan tinggi gelombang pada perairan
sekitar depan talud maksimum (H) = 1,00 m, periode (T) = 12,87 det.
Tabel 1.5 Tinggi, periode dan panjang gelombang di Pulau Tanjung Pinang

1.1.4 Pasang Surut


Pengukuran pasang surut laut dimaksudkan untuk :

 Mendapatkan konstanta harmonik dari berbagai komponen harmonik pasang


surut di daerah Survei, yang dapat digunakan untuk meramalkan pasut
 Menetapkan ketinggian datum peta untuk pemetaan bathymetri
 Menetapkan ketinggian muka laut rata-rata (Mean Sea Level-MSL), dan muka
air rendah purnama (Lowest Water Sping - LWS) dan lain-lain.
Ketinggian pasang surut laut diukur dengan cara visual menggunakan pheil scale, yang
ditempatkan di dermaga atau bangunan pantai lain yang ada atau dalam bagan yang khusus
dibangun untuk itu. Ketinggian Pasang Surut di ukur secara kontinyu untuk mendapatkan
data selama 15 hari efektif. Ketinggian Palem kemudia dijadikan acuan terhadap ketinggian
Benchmark. Tinggi muka laut rata-rata, tinggi Datum Peta serta tinggi nol palem diukur
terhadap Benchmark.
Data pasut yang tercatat kemudian dilakukan analisis harmonik dengan menggunakan
Metode Admiralty atau leastsquarea. Untuk memeriksa kualitas data serta ketelitian hasil
analisis harmoniknya, disusun ramalan pasut untuk periode yang sama dengan waktu
pengambilan data, untuk kemudian dibandingkan dengan data pasutnya.
Pengamatan pasang surut utama di mulai pada tanggal 18 April 2018 sampai tanggal 2 Mei
2018.

Berikut ini grafik pasang surut setelah di koreksi oleh titik CP :

8
[LAPORAN PEMODELAN]

Gambar 1.4 grafik pasang surut terkoreksi titik CP

1.1.5 Analisa Konstituen Pasang Surut


Untuk pengamatan pasang surut dengan menggunakan pengamatan peilschaal, komponen
konstituen harmonic pasang surut dengan metode Least Square. Komponen-komponen
terpenting, yaitu M4, S4, K1, dan O1, menentukan karakteristik pasang surut yang terjadi.
Defant (1958) membagi pasang surut menjadi 4 (empat) jenis berdasarkan besarnya angka
bentuk (form number/formzall) sebagai berikut:

Komponen Konstituen Harmonik Pasang Surut di Pulau Tanjung Pinang


Tabel 1.6 Konstituent Harmonik pasang surut Pulau Tanjung Pinang
go H=Amplitude
No Constituents Symbol Description (m)
phase
Average -0.3400
0, Z0
water level
Main lunar 318.5122° 0.4879
1, M2
constituent
Main solar 343.2023° 0.2375
2, S2
constituent
Lunar
constituent,
3, due to N2 semi 24.6905° 0.0909
Earth-Moon diurnal
distance
Soli-lunar
constituent,
4, due to the K2 213.6957° 0.0421
change of
declination
Soli-lunar 311.5740° 0.4133
5, K1
constituent
Main lunar 123.8444° 0.3477
6, O1 diurnal
constituent
Main solar 104.2838° 0.2469
7, P1
constituent

9
[LAPORAN PEMODELAN]

Main lunar 152.6922° 0.0451


8, M4
constituent
quarterly
Soli-lunar 157.7471° 0.0385
9, MS4
constituent
Berdasarkan nilai-nilai tidal konstituen diatas, tipe pasang surut di Pulau Tanjung Pinang
adalah campuran semi diurnal, dengan bilangan Formzal 1.05.

Tabel 1.7 Tipe Pasang Surut Menurut Bilangan Fromzal


No Kriteria Tipe Karakteristik
Pasang Harian Ganda Dalam 1 hari terjadi 2 kali air
(semi-diumal) pasang dan 2 kali air surut
1 F < 0.25
dengan ketinggian yang
hampir sama
Campuran, terutama Dalam 1 hari terjadi 2 kali air
Semi diumal pasang dan 2 kali air surut
2 0.25 < F < 1.5
dengan ketinggian yang
berbeda
Campuran, terutama Kadang-kadang terjadi 2 kali
diumal air pasang dalam 1 hari dengan
3 1.5 < F < 3.0
perbedaan yang besar pada
tinggi dan waktu
Pasang harian tunggal Dalam 1 hari terjadi 1 kali air
4 F > 3.0
(diumal) pasang dan 1 kali air surut

1.1.6 Elevasi Penting Pasang-Surut


Berikut ini adalah elevasi-elevasi penting hasil pengolahan data survey pasang surut

Tabel 1.8 Nilai elevasi penting muka air terhadap rambu pengamatan

Elevasi-elevasi acuan Peilschaal (m)


Highest High Water Level (HHWL) 1.02
Mean High Water Spring (MHWS) 0.30
Mean High Water Level (MHWL) 0.13
Mean Sea Level (MSL ) -0.34
Mean Low Water Level (MLWL) -0.80
Mean Low Water Spring (MLWS) -0.98
Lowest Low Water Level (LLWL ) -1.70

Tunggangpasang (m) 2.72

10
[LAPORAN PEMODELAN]

1.2. PENENTUAN ELEVASI PUNCAK BREAKWATER


Asumsi dalam desain ini, run-up (air gelombang naik di atas permukaan talud) dihindari
sepenuhnya, maka dibutuhkan elevasi 0.93 m dari HWS (High Water Sea).

Elv Rencana = HHWL + Ho + Tinggi jagaan

= 1.02 + 0,93 + 0,50

= 2,45 m ≈ 2,50 m

Terkait bahwa pembangunan bangunan breakwater mendahului pekerjaan reklamasi pantai


dibelakang bangunan breakwater dan rencana ada bangunan tangga (2 anak tangga) dalam
satu hari tergenang/tertutupi oleh muka air laut, maka desain ketinggian top elevasi
breakwater mengikuti sebagai berikut :

Elevasi genangan sewaktu-waktu pada anakn tangga = +0,30 (= MHWS)

Ketinggian anak tangga @ 20 cm = 0,40 meter

Elevasi Top Breakwater = - 0,10

Lebar Top Breakwater = 3,50 m

11
[LAPORAN PEMODELAN]

BAB II. DESAIN BREAKWATER

2.1. DATA INPUT TANAH DAN MATERIAL


2.1.1. Data Tanah dan Lokasi Bor

Pelabuhan

Zona 1

Lokasi Kegiatan di Zona 1 Gurinda12


Data penyelidikan tanah berdasarkan data boring BH01, BH02 dan BH03 sebagai berikut:

Tabel 1.9. Deskripsi Lapisan Tanah sesuai BoreLog BH.1

Kedalaman
Jenis lapisan tanah & batuan Variasi NSPT Konsistensi Kepadatan
(m)

Lempung berpasir bercampur


0.00 – 1.95 lanau, abu-abu kehitaman sisipan N=7 lunak
putih, lembab, plastisitas sedang

Lempung berpasir bercampur


1.95 – 3.45 lanau, putih keabu-abuan, lembab, N=12 teguh
rendah plastisitas

Pasir halus, putih, lembab, non


3.45 – 4.95 N=51 sangat padat
plastisitas

Pasir halus, abu-abu muda


N=35 N=43 padat hingga
4.95 – 9.45 kekuningan sisipan merah,
N=60 sangat padat
lembab, non plastisitas

Pasir halus, coklat


9.45 – 10.80 kekuningan sisipan abu-abu, N>60 sangat padat
lembab, non plastisitas

Pasir halus sedikit abu-abu muda


10.80 – 13.56 kemerahan, lembab, non N>60 sangat padat
plastisitas

Sumber : Laporan Hasil Penyelidikan Tanah, PT. Spectra Duta Karya, Batam, Mei 2018

12
[LAPORAN PEMODELAN]

Tabel 1.10. Deskripsi Lapisan Tanah sesuai BoreLog BH.2

Kedalaman
Jenis lapisan tanah & batuan Variasi NSPT Konsistensi Kepadatan
(m)

Batuan karang, pasir berlempung,


0.00 – 1.95 abu-abu muda sisipan hitam, N=2 sangat lepas
lembab, non plastisitas

Pasir berlempung bercampur


lapukan kerang, abu-abu tua
1.95 – 3.45 N=1 sangat lepas
sisipan putih, basah,
non plastisitas

Lempung berpasir, abu-abu muda


sangat
3.45 – 4.95 sisipan kuning, basah, non N=3
lunak
plastisitas

Lempung berpasir bercampur


4.95 – 6.45 lapukan kerang, abu-abu tua, N=21 kaku
lembab, non plastisitas

Pasir halus sedikit lempung, abu-


6.45 – 7.95 abu tua, lembab, N=4 sangat lepas
non plastisitas

Pasir berlempung, hitam


7.95 – 9.45 keabu-abuan, lembab, non N=4 sangat lepas
plastisitas

Pasir halus berlanau, kuning


kemerahan sisipan merah muda, N=34; N=41; padat hingga
9.45 – 15.45
lembab, N=46; N>60. sangat padat
non plastisitas

Pasir halus, merah muda keabu-


15.45 – 19.65 abuan, lembab, N=60; N>60 sangat padat
non plastisitas

Sumber : Laporan Hasil Penyelidikan Tanah, PT. Spectra Duta Karya, Batam, Mei 2018

13
[LAPORAN PEMODELAN]

Tabel 1.11 Deskripsi Lapisan Tanah sesuai BoreLog BH.3

Kedalaman
Jenis lapisan tanah & batuan Variasi NSPT Konsistensi Kepadatan
(m)

Batuan karang, pasir berlempung,


sangat
0.00 – 1.95 abu-abu muda, basah, non N=1
lepas
plastisitas

Lempung, lapukan kerang, abu- sangat


1.95 – 3.45 N=2
abu muda, basah, non plastisitas lunak

Lempung berlanau, coklat keabu-


sangat
3.45 – 4.95 abuan, basah, N=2
lunak
non plastisitas

Lempung berlanau bercampur


4.95 – 6.45 pasir, abu-abu kemerahan, basah, N=4 sangat lunak
non plastisitas

Lanau berlempung bercampur


6.45 – 7.95 pasir, merah keabu-abuan sisipan N=46 sangat kaku
kuning, lembab, non plastisitas

Lempung batuan lanau bercampur


7.95 – 9.18 pasir, abu-abu kekuningan, N>60 keras
lembab, non plastisitas

Batuan lanau bercampur kerikil


9.18 – 12.03 abu-abu kemerahan sisipan N>60 sangat keras
kuning, lembab, non plastisitas

Sumber : Laporan Hasil Penyelidikan Tanah, PT. Spectra Duta Karya, Batam, Mei 2018

Data input Tanah berdasarkan BH01 (Mohr Column):

Sumber: Analisa Laboratorium Tanah Sementara

14
[LAPORAN PEMODELAN]

2.1.2. Data Material yang digunakan


Material property yang digunakan untuk input pemodelan, sebagai berikut:

Sumber: Analisa Laboratorium Tanah Sementara

2.2. LEVEL BREAKWATER


Asumsi dalam desain ini, run-up (air gelombang naik di atas permukaan talud) dihindari
sepenuhnya, maka dibutuhkan elevasi 0.93 m dari HWS (High Water Sea).

Elv Rencana = HWS + Ho + Tinggi jagaan


= 1,02 + 0,93 + 0,50
= 2,45 ≈ 2,50 m

15
[LAPORAN PEMODELAN]

2.3. ANALISA BREAKWATER DENGAN RUBBLE MOUND


Sesuai hasil analisa gelombang, diusulkan untuk dibangun adalah desain berikut:

2.3.1. Tinggi Gelombang Rencana untuk Rubble Mound


Dari hasil analisa tinggi gelombang perairan dalam pada periode ulang 50 tahun, diperoleh
gelombang maksimum sebagai acuan desain armor, yaitu:
- Acuan tinggi gelombang maksimum di depan breakwater (Ho) = 0,93 m
- digunakan tingkat kerusakan 0% apabila terjadi gelombang rencana, dengan
menggunakan primery layer berupa Timbunan Batu, maka gelombang rencana
menjadi:

Sumber: Shore Protection Manual, US Army Corps Engineers


Hrenc = Ho/HD
= 0,93 / 1,00 = 0,93 meter
2.3.2. Koefisien Stabilitas Armor
Koefisien stabilitas Armor tiap unit, didapatkan berdasarkan Tabel Suggested KD Values for
Use in Determining Armor Unit Weight, berikut:

16
[LAPORAN PEMODELAN]

Koefisien stabilitas (KD) armor dipengaruhi oleh letak struktur armor dan juga slope yang
diambil sebesar 1:2 (agar struktur lbh stabil), dengan kondisi gelombang sudah pecah
sehingga nilai KD diambil sebagai berikut:
a. Struktur posisi trunk menggunakan armor rough angular (kasar bersudut), K D = 4
b. Struktur posisi head menggunakan armor rough angular (kasar bersudut), K D = 3.2

2.3.3. Ukuran Armor Unit Depan Breakwater


Perhitungan ukuran berat armor per-unit, dihitung menggunakan rumus Hudson, sebagai
berikut:
a. Posisi Struktur Trunk
Primary Layer

wr H 3
W 
K D ( S r  1) 3 cot q
BJ batu 2.325 T/m3
wr = berat jenis armor (N/m3) 23250 N/m3
ww = berat jenis air 10260 N/m3
H = wahe height 0.93 m
KD = coefficient stability 4
Sr = specific gravity dari armor unit, relatif terhadap air 2.27
cot (q) = slope 2
W = weight primary cover layer (N) 1151.85 N
0.12 ton
Digunakan Batu, weight/unit = 120.00 kg
Vol 0.05 m3
Rad 0.23 m
Diam 0.46 m

17
BJ batu 2.325 T/m3
wr = berat jenis armor (N/m3) 23250 N/m3
ww = berat jenis air 10260 N/m3
[LAPORAN PEMODELAN]
H = wahe height 0.93 m
KD = coefficient stability 4
Sr = specific gravity dari armor unit, relatif terhadap air 2.27
cot (q) = slope 2
W = weight primary cover layer (N) 1151.85 N
0.12 ton
Digunakan Batu, weight/unit = 120.00 kg
Vol 0.05 m3
Rad 0.23 m
Diam 0.46 m

W 50 = digunakan batu, weight/unit = 11.75 kg


Vol 0.01 m3
Rad 0.11 m
Diam 0.21 m

Thickness of Armor Layer


13
W 
r  n.kD  
 wr 
r = average layer thickness (m) 0.40 m
n = number of quarrystone 1
W = mass of the individual armor units (kg) 115 kg
wr = berat jenis armor (kg/m3) 2325 kg/m3
kD = layer coefficient 1.1

b. Posisi Struktur Head


Primary Layer

wr H 3
W 
K D ( S r  1) 3 cot q
BJ batu 2.325 T/m3
wr = berat jenis armor (N/m3) 23250 N/m3
ww = berat jenis air 10260 N/m3
H = wahe height 0.93 m
KD = coefficient stability 3.2
Sr = specific gravity dari armor unit, relatif terhadap air 2.27
cot (q) = slope 2
W = weight primary cover layer (N) 1439.81 N
0.15 ton
Digunakan Timbunan Batu, weight/unit = 150.00 kg
Vol 0.06 m3
Rad 0.25 m
Diam 0.49 m

18
[LAPORAN PEMODELAN]

W 50 = digunakan batu, weight/unit = 14.40 kg


Vol 0.01 m3
Rad 0.11 m
Diam 0.23 m

Thickness of Armor Layer


13
W 
r  n.kD  
 wr 
r = average layer thickness (m) 0.44 m
n = number of quarrystone 1
W = mass of the individual armor units (kg) 144 kg
wr = berat jenis armor (kg/m3) 2325 kg/m3
kD = layer coefficient 1.1

2.4. ANALISA BREAKWATER DENGAN SISTEM ARMOR

Gambar 1.5 Rencana Talud dengan Timbunan Armor

19
[LAPORAN PEMODELAN]

Beban merata 1 ton/m’ (beban lalu lintas kendaraan)

Anyaman bambu

Timbunan batu W: 20 - 150 kg/unit

Gambar 1.6 : Model analisa dengan program plaxis

Gambar 1.7 : Deformasi akibat beban rencana

20
[LAPORAN PEMODELAN]

Gambar 1.8 : pergerakan/sliding akibat pembebanan seperti arah panah

Gambar 1.9 : hasil pergerakan/sliding akibat pembebanan, tampak warna merah untuk
lokasi yang paling lemah

21
[LAPORAN PEMODELAN]

Hasil analisa menunjukkan besar Msf = 1,528 > 1,500 (OK), berarti struktur aman terhadap
keruntuhan/sliding.

Gambar 1.10 : Terjadi settlement vertical sekitar 45,69*10-3 = 0,046 m

22
[LAPORAN PEMODELAN]

2.5. ANALISA BREAKWATER DENGAN SHEETPILE


2.5.1. Analisa Simulasi Perhitungan Model Breakwater

Gambar 1.11 Typical Potongan Breakwater dangan Corrugated PC Sheetpile

Beban merata 1 ton/m’ (beban lalu lintas kendaraan)

Sheet Pile
Timbunan batu W: 150 kg/unit

Gambar 1.12 : Model analisa dengan program plaxis

23
[LAPORAN PEMODELAN]

Gambar 1.13 : Deformasi akibat beban rencana

Gambar 1.14 : pergerakan/sliding akibat pembebanan seperti arah panah

24
[LAPORAN PEMODELAN]

Gambar 1.15 : hasil pergerakan/sliding akibat pembebanan, tampak warna merah untuk
lokasi yang paling lemah.

Hasil analisa menunjukkan besar Msf = 1,647 > 1,500 (OK), berarti struktur aman terhadap
keruntuhan/sliding.

25
[LAPORAN PEMODELAN]

Gambar 1.16 : Hasil analisa diperoleh gaya Lintang Maximum = 100,55 kN/m.

Gambar 1.17 : Hasil analisa diperoleh gaya Aksial Maximum = 37,83 kN/m.

26
[LAPORAN PEMODELAN]

Gambar 1.18 : Hasil analisa diperoleh gaya Momen Maximum = 159,72 kNm.

2.5.2. Penggunaan Jenis Sheet Pile


Untuk sheet pile rencana digunakan Corrugated PC Sheet Pile dengan spesifikasi produk
sheet pile sebagai berikut :

Dengan perbandingan momen hasil simulasi dengan momen kemampuan struktur sheet
pile, sehingga dapat digunakan tipe sheetpile sbb:

27
[LAPORAN PEMODELAN]

Moment Crack = 15,972 ton-m < 26,90 ton-m


Moment Ultimate = 15,972 ton-m < 26,90 ton-m
Jadi untuk Corrugated PC Sheet Pile W-450 Class A L=12 m, masih mampu menahan gaya
Banding Moment Capacity Crack dan Ultimate.

2.5.3. Kebutuhan Caping Beam


Perhitungan tulangan lentur pada Caping Beam

Mu
2,500 (Elv. Rencana)

(HWS)

(MSL)
(LWS)

SEA BED

Baja U - 39 fy = 390 Mpa


Beton K - 350 fc = 29.05 Mpa
B= 80 cm
H= 120 cm
Cover = 8 cm
d= 112 cm

0.1819 f 'c
 min  = 0.003
fy

Multimate 16.00 ton-m

Multimate
Mn = = 20.00 (ton-m)
0.8 =
Mn
a1 = = 5.09 (cm)
fyx0.9xd
a1 x fy
a2 = = 1.00 cm
0.85xfc'xb
Mn
As = = 7.41 cm 2
fy(d-a2/2)
Asmin = (cm 2) 24.13 cm 2
As, dipasang (cm 2) 24.13 cm 2
Tulangan dibutuhkan 7 D 22 @ 110 28
2
Tulangan dipasang D22 @ 10 cm ----> As = 26.61 (cm ) --> OK
min
fy = 0.003

Multimate 16.00 ton-m


[LAPORAN PEMODELAN]
Multimate
Mn = = 20.00 (ton-m)
0.8 =
Mn
a1 = = 5.09 (cm)
fyx0.9xd
a1 x fy
a2 = = 1.00 cm
0.85xfc'xb
Mn
As = = 7.41 cm 2
fy(d-a2/2)
Asmin = (cm 2) 24.13 cm 2
As, dipasang (cm 2) 24.13 cm 2
Tulangan dibutuhkan 7 D 22 @ 110

Tulangan dipasang D22 @ 10 cm ----> As = 26.61 (cm 2 ) --> OK

29

Anda mungkin juga menyukai