Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan
suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang
secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke
permasalahan/ konteks lainnya. CTL merupakan suatu konsep belajar dimana
guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Sagala
(2009: 92) dan Riyanto (2010: 168-169) menguraikan langkah-langkah
penerapan pembelajaran kontekstual. Oleh karena itu, pada makalah ini
penjelasan tentang pembelajaran kontekstual akan dibahas secara mendalam.
1.2 Rumusan Masalah
A. Apakah pengertian dari pembelajaran kontekstual?
B. Apakah prinsip pembelajaran kontekstual?
C. Apa saja komponen-komponen yang terdapat dalam pembelajaran
kontekstual?
1.3 Tujuan Penulisan
A. Mengetahui pengertian dari pembelajaran kontekstual
B. Mengetahui prinsip pembelajaran kontekstual
C. Mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam pembelajaran
kontekstual
1.4 Manfaat Penulisan
A. Menambah pengetahuan kita tentang pembelajaran kontekstual
B. Menambah wawasan kita prinsip pembelajaran kontekstual
C. Menambah pengetahuan kita tentang komponen-komponen yang terdapat
dalam pembelajaran kontekstual

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dari Pembelajaran Kontekstual

Proses pembelajaran kontekstual beraksentuasi pada pemrosesan informasi,


individualisasi, dan interkasi sosial. Pemrosesan informasi menyatakan bahwa
siswa mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkaitan
dengan informasi tersebut. Inti pemrosesan informasi adalah proses memori dan
berpikir. Menurut Susdiyanto, Saat, dan Ahmad (2009: 27), pembelajaran
kontekstual adalah proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada, dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang
akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan
satu sama lain. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
berorientasi pada penciptaan semirip mungkin dengan situasi “dunia nyata”.
Melalui pembelajaran kontekstual dapat membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa
untuk memahami materi pelajaran. Sehubungan dengan itu, Suprijono (2011: 79)
menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Penjelasan ini
dapat dimengerti bahwa pembelajaran kontekstual adalah strategi yang
digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran melalui proses
memberikan bantuan kepada siswa dalam memahami makna bahan pelajaran
yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks
kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.

Senada dengan itu, Sumiati dan Asra (2009: 14) mengemukakan pembelajaran
kontekstual merupakan upaya guru untuk membantu siswa memahami relevansi
materi pembelajaran yang dipelajarinya, yakni dengan melakukan suatu
pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan
apa yang dipelajarinya di kelas. Selanjutnya, pembelajaran kontekstual terfokus
pada perkembangan ilmu, pemahaman, keterampilan siswa, dan juga pemahaman
kontekstual siswa tentang hubungan mata pelajaran yang dipelajarinya dengan
dunia nyata. Pembelajaran akan bermakna jika guru lebih menekankan agar
siswa mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah dengan situasi
kehidupan nyata di mana isi pelajaran akan digunakan. Berdasarkan uraian-
uraian di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual mengutamakan
pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata, berpikir tingkat tinggi,
berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa
belajar menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan, dan menggunakan
berbagai sumber belajar.

2.2 Prinsip Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa prinsip dasar. Adapun prinsip-


prinsip dalam pembelajaran kontekstual menurut Suprijono (2011: 80-81) adalah
sebagai berikut.

1. Saling ketergantungan, artinya prinsip ketergantungan merumuskan bahwa


kehidupan ini merupakan suatu sistem. Lingkungan belajar merupakan sistem
yang mengitegrasikan berbagai komponen pembelajaran dan komponen
tersebut saling mempengaruhi secara fungsional.
2. Diferensiasi, yakni merujuk pada entitas-entitas yang beraneka ragam dari
realitas kehidupan di sekitar siswa. Keanekaragaman mendorong berpikir
kritis siswa untuk menemukan hubungan di antara entitas-entitas yang
beraneka ragam itu. Siswa dapat memahami makna bahwa perbedaan itu
rahmat.
3. Pengaturan diri, artinya prinsip ini mendorong pentingnya siswa
mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ketika siswa
menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi mereka,
siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri.
Selanjutnya, Sumiati dan Asra (2009: 18) menjelaskan secara rinci prinsip
pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
1. Menekankan pada pemecaham masalah;
2. Mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah,
masyarakat, dan tempat kerja;
3. Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga
menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali;
4. Menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa;
5. Mendorong siswa belajar satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama;
6. Menggunakan penilaian otentik.
Lain halnya dengan Nurhadi, ia mengemukakan prinsip-prinsip pembelajara
kontekstual yang perlu diperhatikan guru, yakni:
1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran mental sosial,
2. Membentuk kelompok yang saling bergantung,
3. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran yang mandiri,
4. Mempertimbangkan keragaman siswa,
5. Mempertimbangkan multi intelegensi siswa,
6. Menggunakan teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan pembelajaran
siswa, perkembangan masalah, dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi,
7. Menerapkan penilaian autentik. Penilaian autentik merupakan antitesis dari
ujian stanar, penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil mempertunjukkan apa yang
sudah mereka pelajari
Merujuk pada prinsip-prinsip di atas, maka pembelajaran kontekstual berorientasi
pada upaya membantu siswa untuk menguasai tiga hal, yakni:
1. Pengetahuan, yaitu apa yang ada di pikirannya membentuk konsep, definisi,
teori, dan fakta;
2. Kompetensi atau keterampilan, yaitu kemampuan yang dimiliki untuk
bertindak atau sesuatu yang dapat dilakukan;
3. Pemahaman kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan cara bagaiman
menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam situasi kehidupan nyata
2.3 Komponen-komponen yang Terdapat dalam Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa komponen utama pembelajaran
efektif. Komponen-komponen itu merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dalam
pembelajaran kontekstul. Komponen-komponen dimaksud adalah
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry),
masyarakat belajar (learning community), permodelan (modeling), refleksi
(reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). (Nurhadi dalam
Sagala, 2009: 88-91; Suprijono, 2011: 85).
1. Konstruktivisme; yakni mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan atau keterampilan barunya. Sumiati dan
Asra (2009: 15) mengemukakan lima elemen belajar konstruktivisme, yaitu:
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiating knowledge),
b. Perolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge),
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge),
d. Mempraktekkan pengetahuan (applyng knowledge),
e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut
(reflecting knowledge).
2. Bertanya; yakni mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
Melalui proses bertanya, siswa akan mampu menjadi pemikir yang handal dan
mandiri. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya
berguna untuk:
a. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademik;
b. Mengecek pemahaman siswa;
c. Membangkitkan respon pada siswa;
d. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
e. Mengetahui hal-hala yang sudah diketahui siswa;
f. Memfokuskan pengetahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
g. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan (h)
menyegarkan kembali pengetahuan siswa. (Sagala, 2009: 88).
3. Menemukan; merupakan bagian inti dari pembelajaran kontekstual.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya
hasil megingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan
sendiri.
4. Masyarakat belajar; yaitu menciptakan masyarakat belajar (belajar daam
kelompok). Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman, antarkelompok,
dan antara yang tahu ke yang belum tahu.
5. Permodelan; menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. Dengan
adanya model, siswa akan lebih mudah meniru apa yang dimodelkan.
Pemodel tidak hanya orang lain, guru atau siswa yang lebih mahir dapat
bertindak sebagai model.
6. Refleksi; dilakukan pada akhir pembelajaran. Refleksi merupakan upaya
untuk melihat kembali, mengorganisir kembali, menganalisis kembali,
mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi kembali hal-hal yang telah
dipelajari.
7. Penilaian sebenarnya; yaitu upaya pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data dikumpulkan dari
kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan pembelajaran. Hal-
hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa adalah
proyek/kegiatan dan laporannya, PR, kuis, karya siswa, presentasi atau
penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis
(Riyanto, 2010: 176).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan
suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang
secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke
permasalahan/ konteks lainnya. Pembelajaran kontekstual mengutamakan pada
pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata, berpikir tingkat tinggi, berpusat
pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar
menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan, dan menggunakan berbagai
sumber belajar.
3.2 Saran
Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan pada pembelajaran kontekstual ini,
maka guru dapat memilih materi mana yang cocok untuk digunakan dalam model
pembelajaran kontekstual, sehingga dapat membantu guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan.

DAFTAR ISI

Djahura, Dirman. 2012. Konsep Pembelajaran Kontekstual. 18 Febuari 2016

http://dirman-djahura.blogspot.co.id/2012/09/pembelajaran-kontekstual.html

Hermawan, Ayahanda Iwan. 2014. Strategi Pembelajaran Kontekstual. 18 Febuari


2016

https://kirimtugas.wordpress.com/2014/05/03/strategi-pembelajaran-kontekstual/

Mahahani. 2011. Pengertian Pembelajaran Kontekstual Ctl / Contextual Teaching


And Learning. 18 Febuari 2016
Model pembelajaran Kontekstual

BAB II
PENDAHULUAN

Manusia dalam memperoleh pengetahuan diantaranya adalah melalui panca indra.


Dengan begitu manusia akan lebih mudah mempelajari sesuatu yang sifatnya
kongkrit. Walaupun manusia mampu untuk belajar sesuatu yang bersifat abstrak,
namun sekali lagi bahwa ia akan lebih mudah dalam mempelajari sesuatu yang dapat
ia amati secara langsung dalam kehidupannya. CTL didesain dengan melibatkan
siswa mengalami dan menerapkan apa yang diajarkan dengan mengacu pada
masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab
mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga negara dan tenaga kerja. CTL
lebih menekankan pada pembelajaran dengan model siswa mengkonstruk sendiri
pengetahuannya tanpa dominasi transfer ilmu dari guru. Dengan begitu siswa
diharapkan akan menjadi terampil dalam memecahkan sendiri segala persoalan dalam
kehidupnya kelak. Terdapat tujuh komponen dalam pembelajaran kontekstual/ CTL,
yaitu a) konstruktivisme, b) inquiry, c) questioning, d) learning community, e)
Modeling, f) reflection, dan g) authentic assesment. Masing-masing komponen
tersebut akan dibahas lebih jelas dalam makalah ini.

Makalah ini secara khusus akan membahas pengertian model pembelajaran


kontekstual, dasar pemikirannya, komponen-komponennya, prinsip dasar
pembelajaran kontekstual, karakteristik pembelajaran kontekstual, dan penerapan
pembelajaran kontekstual. Dalam hal ini, penerapannya dicontohkan dalam materi
Fiqih. Dalam pembahasan ini diharapkan, makalah ini memberikan kontribusi yang
berarti bagi dunia pendidikan pada umumnya. lebih khusus lagi bagi penulis pribadi
yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dengan peran sebagai guru.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian model pembelajaran kontekstual


Model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning / CTL)
merupakan suatu konsepsi yang membantu guru dalam proses pembelajaran
dengan mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
motivasi siswa yang membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga Negara
dan tenaga kerja. Menurut Elaine B. Johnson (Riwayat,2008), CTL juga
merupakan sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang
mewujudkan makna dengan menghubungakan muatan akademis dengan konteks
dari kehidupan sehari-hari siswa.
Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami. Siswa dapat belajar dengan
baik jika dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan
kebutuhan real dan minatnya.[1] CTL didesain dengan melibatkan siswa
mengalami dan menerapkan apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-
masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab
mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga negara dan tenaga kerja.
Hal ini memungkinkan siswa mengaitkan, memperluas, dan menerapkan
pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam memecahkan masalah-
masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang stimulisasi.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kontekstual (CTL) adalah
pembelajaran yang memiliki hubungan yang erat dengan pengalaman yang
sesungguhnya. Dan ini merupakan suatu proses kompleks dan banyak fase yang
berlangsung jauh melampaui drill-oriented dan metodologi stimulus-response.
B. Komponen pembelajaran kontekstual
Penerapan pembelajaran kontekstual ini memiliki 7 (tujuh) komponen utama
pembelajaran efektif[4]. Ketujuh komponen ini adalah sebagai berikut:
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih
bermakna dengan cara belajar sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Siswa membangun
pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan
awal. Dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi”
bukan menerima pengetahuan. Terdapat 5 (lima) elemen belajar yang
konstruktivistik, yaitu (1) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating
knowledge), (2) pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), (3)
pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), (4) mempraktekkan
pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge), dan (5) melakukan
refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut (reflecting
knowledge).
2. Inquiry
Inquiry (menemukan), yaitu melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry
untuk semua topik. Siswa diminta untuk menangani sendiri permasalahan
yang mereka hadapi ketika berhadapan dengan dunia nyata.[6] Dalam
pembelajaran ini terdapat proses perpindahan dari pengamatan menjadi
pemahaman serta siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.
3. Questioning (Bertanya)
Bertanya, yaitu mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan cara bertanya.
Melalui cara ini, siswa akan mampu menjadi pemikir yang handal dan
mandiri. Siswa dirangsang untuk mengembangkan idenya dan pengujian baru
yang inovatif, mengembangkan metode dan teknik untuk bertanya, bertukar
pendapat dan berinteraksi.[7]Dengan kegiatan bertanya ini , guru mendorong,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
Masyarakat belajar yaitu menciptakan masyarakat belajar dalam suatu
kelompok. Siswa hidup dalam lingkungan masyarakat dan lingkungan
sekolahnya, sehingga ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya untuk
mengembangkan pembahaman pembelajaran kontekstual. Misalnya dalam
pembelajaran kontekstual siswa diajak ke sawah untuk melihat langsung bagai
mana proses penanaman padi hingga panen dan menjadi beras.[8] Dalam
pembentukan masyarakat belajar terdapat konsep bahwa bekerjasama dengan
orang lain lebih baik daripada belajar sendiri, tukar pengalaman, dan berbagi
ide.
5. Modeling (Pemodelan)
Pemodelan adalah menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. Siswa
menjadi mudah dalam belajar dan memahami jika guru menyajikan baginya
sebuah model bukan hanya berbentuk lisan. Siswa akan mampu mengamati
dan mencontoh apa yang ditunjukkan oleh guru.
6. Reflection (Refleksi)
Refleksi, yaitu melakukan refleksi akhir pertemuan pembelajaran. Refleksi ini
merupakan ringkasan dari materi pembelajaran yang telah disampaikan guru.
Siswa mengungkapkan secara tulisan maupun lisan apa yang telah mereka
pelajari. Dalam menyimpulkan siswa dapat melakukannya dalam bentuk
catatan apa yang telah dipelajari atau membuat jurnal, karya seni, dan /atau
diskusi kelompok
7. Authentic Assesment (Penilaian yang sebenarnya)
Penilaian sebenarnya, yaitu melakukan penilaian yang sebenarnya dengan
berbagai cara. Tujuannya adalah mengukur pengetahuan dan keterampilan
siswa melalui penilaian produk (kinerja) atau tugas-tugas yang relevan dan
kontekstual.
C. Prinsip dasar pembelajaran kontekstual
Prinsip dasar pembelajaran kontekstual adalah siswa dapat mengembangkan cara
belajarnya sendiri dan selalu mengaitkan dengan apa yang telah diketahui dan
apa yang ada di masyarakat, yaitu aplikasi dan konsep yang dipelajari. Adapun
prinsip dasar pembelajaran kontekstual secara terperinci adalah sebagai berikut:
1. Menekankan pada pemecahan masalah;
2. Mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah,
masyarakat dan tempat kerja;
3. Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga
menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali;
4. Menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa;
5. Mendorong siswa belajar dari satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama;
6. Menggunakan penilaian otentik;
Pembelajaran kontekstual ini membantu siswa dapat menguasai tiga hal, yaitu :
1. Pengetahuan, yaitu apa yang ada di pikirannya membentuk konsep, definisi,
teori dan fakta;
2. Kompetensi atau keterampilan, yaitu kemampuan yang dimiliki untuk
bertindak atau sesuatu yang dapat dilakukan;
3. Pemahaman kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan cara bagaimana
menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam situasi kehidupan nyata.

KESIMPULAN

Model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning / CTL)


merupakan suatu konsepsi yang membantu guru dalam proses pembelajaran
dengan mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
motivasi siswa yang membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga Negara
dan tenaga kerja. Pembelajaran kontekstual/ CTL didasarkan pada filosofis
paham konstruktivisme yang menekankan siswa mampu menyerap pelajaran
apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima,
dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa
mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah
mereka miliki sebelumnya.

Pembelajaran kontekstual ini memiliki 7 (tujuh) komponen utama yaitu, a)


konstruktivisme, b) inquiry, c) questioning, d) learning community, e) Modeling,
f) reflection, dan g) authentic assesment. Prinsip dasar pembelajaran kontekstual
adalah : 1) penekanan pada pemecahan masalah; 2) pengenalan pembelajaran
berbagai konteks; 3) pemantauan dan pengarahan belajar aktif dan terkendali; 4)
penekanan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa; 5) mendorong siswa
belajar bersama; 6) penilaian otentik. Pembelajaran kontekstual dapat membantu
siswa menguasai tiga hal, yaitu : pengetahuan, kompetensi/ keterampilan, dan
pemahaman kontekstual.

Pembelajaran kontekstual memiliki karakteristik sebagai berikut : a) kerjasama,


b), saling menunjang, c) menyenangkan, d) tidak membosankan, e) belajar
dengan bergairah, f) pembelajaran terintegrasi, g) menggunakan berbagai
sumber, h) siswa aktif, i) sharing dengan teman, j) siswa kritis, guru kreatif, k)
dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, l) laporan
kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
praktikum, karangan siswa dll. Penerapan pembelajaran kontekstual ini lebih
cocok untuk materi-materi pelajaran yang mudah ditemui/ diamati dalam
kehidupan dunia nyata. Pembelajaran kontekstual dalam materi Pendidikan
Agama Islam (PAI), misalkan saja pembelajaran tentang materi Fikih dalam bab
mua>malah, maka guru dapat mengajak siswanya pegi ke pasar dan mengamati
bagaimana trasnsaksi jual beli itu berlangsung. Dengan begitu siswa akan lebih
memahami bagaimana penerapan muamalah yang benar sesuai dengan materi
yang ia terima dari gurunya. Pada sesi akhir pembelajaran, guru bersama para
siswa melakukan kesimpulan dari hasil pembelajaran tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Sumiati & Asra..Metode Pembelajaran. Bandung : CV. Wacana Prima, 2008.


D. Strategi Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang


menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari
(Nurhadi, Yasin dan Senduk, 2004: 56). Strategi yang berasosiasi dengan
pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.

1. Belajar berbasis Masalah (Problem-Based Learning)


Suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pegetahuan dan konsep yang
esensi dari materi pelajaran. Dalam pengetahuan dan konsep yang esensi dari
mata pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk
pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari
berbagai isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan
informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis, dan
mempresentasikan penemuannya kepada orang lain.
2. Pembelajaran Autentik (Authentic Instruction)
Suatu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk
mempelajari konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan berpikir dan
memecahkan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.
3. Belajar Berbasis Inquiry (Inquiry-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan
menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
4. Belajar berbasis Proyek/Tugas (Project-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran komprehensif di mana lingkungan belajar
siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap
masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran,
dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan
siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya,
dan mengkulminasikan dengan produk nyata.
5. Belajar Berbasis Kerja (Work-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan
konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan
bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi dalam
hal ini, tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktifitas dipadukan dengan
materi pelajaran untuk kepentingan siswa.
6. Belajar Berbasis Jasa-Layanan (Service Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang mengkombinasikan jasa layanan
masyarakat dengan suatu struktu berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa-
layanan tersebut, jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa-layanan
dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan
suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagi
keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dalam masyarkat melalui
proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
7. Belajar Kooperatif (Cooperatif Learning)
Pendekatan pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil siswa untuk
bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan.

SKENARIO PEMBELAJARAN CTL

1. Awal (3 menit)
a. Guru masuk kelas dan memberi salam pada siswa
b. Guru membuka pembelajaran dengan menanyakan absensi
2. Inti (Sintaks-sintaks CTL)( 40 menit)
a. Guru mengajak siswa untuk membangun pengetahuan tentang tema yang
akandibahas (keanekaragaman hayati) dengan menunjukkan sample.
b. Guru memberi motivasi pada siswa untuk menemukan macam-
macamkeanekaragaman hayati dengan menampilkan video tentang macam-
macamkeanekaragaman hayati.
c. Guru bertanya pada siswa mengenai pengertian keanekaragaman tingkat
gen,jenis,dan ekosistem untuk mengetahui sejauh mana pemahaman awal
siswa .
d. Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok dengan cara berhitung, setelah
siswa berkumpul dengan kelompoknya masing-masing kemudian guru
membagikanLembar kerja siswa dan memberi waktu pada siswa untuk
berdiskusi kelompok selama kurang lebih 10 menit.
e. Guru meminta siswa untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok
danmemperagakannya di depan kelas, masing-masing kelompok diberi
waktumemperagakan selama 3 menit.
f. Guru mengajak siswa untuk merangkum hasil diskusi kemudian guru
memberikan penyamaan konsep dan memberi kesempatan pada siswa untuk
bertanya apabila belum paham (5 menit)Guru melakukan penilaian belajar
dengan memberikan posttest (5 menit)
3. Penutup (2 menit)
a. Guru memberikan tugas rumah untuk dikerjakan secara kelompok
b. Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam

Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksikan sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f. Lakukan refleksi di akhir penemuan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

Anda mungkin juga menyukai