Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Rumah Sakit
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan
penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan
bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang
dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya
pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan (Wijono, 1997)
Menurut Suryanti (2002), Untuk menyelenggarakan fungsinya, maka rumah
sakit menyelenggarakan kegiatan:
a. Pelayanan medis.
b. Pelayanan dan asuhan keperawatan.
c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis.
d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan.
e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan.
f. Administrasi umum dan keuangan.
Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
fungsi rumah sakit adalah:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pengaplikasian teknologi
dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
3. Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.340/Menkes/Per/III/2010, rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan
kepemilikan, jenis pelayanan, dan kelas.
1. Berdasarkan kepemilikan.
Rumah sakit yang termasuk ke dalam jenis ini adalah rumah sakit pemerintah
(pusat, provinsi, dan kabupaten), rumah sakit BUMN (ABRI), dan rumah sakit
yang modalnya dimiliki oleh swasta (BUMS) ataupun Rumah Sakit milik luar
Negri (PMA).
2. Berdasarkan Jenis Pelayanan.
Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah rumah sakit umum, rumah sakit jiwa,
dan rumah sakit khusus (misalnya rumah sakit jantung, ibu dan anak, rumah sakit
mata, dan lain-lain).
3. Berdasarkan Kelas.
Rumah sakit berdasarkan kelasnya dibedakan atas rumah sakit kelas A, B
(pendidikan dan non-pendidikan), kelas C, kelas D.
a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik
luas.
b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas
spesialistik dan subspesialistik terbatas.
c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
4. Pelayanan Kefarmasian
Sesuai dengan Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang utuh dan
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk
pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi
Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua perbekalan farmasi yang beredar di
Rumah Sakit tersebut.
Pelayanan diselenggarakan dan diatur demi berlangsungnya pelayanan farmasi
yang efisien dan bermutu, berdasarkan fasilitas yang ada dan standar pelayanan
keprofesian yang universal Adanya bagan organisasi yang menggambarkan uraian tugas,
fungsi, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di
luar pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
Adapun tujuan dan fungsi pelayanan farmasi di rumah sakit menurut keputusan
menteri kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Tujuan pelayanan farmasi di rumah sakit,yaitu:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun
dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang
tersedia
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaliasi
pelayanan
g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode
2. Fungsi pelayanan farmasi di rumah sakit, yaitu :
a. Pengelolaan perbekalan farmasi :
 Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
 Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
 Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
 Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit
 Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku
 Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
 Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
b. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan
- Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
- Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan
- Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan
- Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan
- Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
- Memberi konseling kepada pasien/keluarga
- Melakukan pencampuran obat suntik
- Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
- Melakukan perencanaan kebutuhan, pengaelakukan penanganan obat kanker
- Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
- Melakukan pencatatan setiap kegiatan
- Melaporkan setiap kegiatan.
5. Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit
Alur pengelolaan sediaan farmasi meliputi empat fungsi dasar, yaitu seleksi
(selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi dan penyimpanan
(distribution) dan (storage), serta penggunaan (use) yang meliputi monitoring dan evaluasi
(monitoring) dan (evaluation) yang memerlukan dukungan dari organisasi (organization),
pendanaan (financing), pengelolaan informasi (information management) dan
pengembangan sumber daya manusia (human resources) (Quick dkk., 1997).
Menurut Permenkes RI No 58 tahun 2014, pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai merupakan proses yang berkesinambungan yang
dimulai dari pemilihandaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan
penarikan, pengendalian dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan
kefarmasian.
a. Pemilihan
Menurut Permenkes RI Nomor 58 tahun 2014 Pemilihan adalah kegiatan untuk
menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai ini berdasarkan:
a) Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi.
b) Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang telah
ditetapkan
c) Pola penyakit
d) Efektifitas dan keamanan
e) Pengobatan berbasis bukti
f) Mutu
g) Harga
h) Ketersediaan di pasaran
b. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan sediaan farmasi, alat kesahatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu dan efisien (Permenkes, 2014).
c. Pengadaan Sediaan Farmasi
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan dan
harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuaistandar mutu (Permenkes, 2014).
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang
harus tersimpan dengan baik (Permenkes, 2014)
e. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan dan memelihara dengan cara menempatkan
perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta
gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010), tujuan penyimpanan
adalah:
a.Memelihara mutu sediaan farmasi
b.Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c.Menjaga ketersediaan
d.Memudahkan pencarian dan pengawasan
Menurut peraturan Menteri kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar
pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bahwa untuk menjamin kualitas dan keamanan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan persyaratan
kefarmasian yang meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban
dan ventilasi. Komponen yang harus di perhatikan dalam penyimpanan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang
secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal
kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi
ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang dibawa oleh
pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi. Sistem penyimpanan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang harus disimpan
terpisah yaitu. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan
diberi tanda khusus bahan berbahaya.
Menurut Suliyanto dkk., 2011 Syarat penyimpanan bahan yang mudah
terbakar:
1) Ruang dingin dan berventilasi
2) Jauh dari sumber panas atau api
3) Tersedia alat pemadam kebakaran
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,bentuk sediaan, dan
jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, danbahan medis habis pakai dan disusun secara
alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out
(FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike
Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Rumah Sakit harus dapat menyediakan
lokasi penyimpanan obat emergensi untuk kondisi kegawat daruratan. Tempat penyimpanan
harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan obat
emergensi harus menjamin:
a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang telah ditetapkan.
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain.
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensiharus segera diganti.
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa.
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
Indikator penyimpanan obat terbagi sebagai berikut (Pudjaningsih, 1996):
a. Persentase kecocokan antara barang dan stok komputer atau kartu stok
b. Turn Over Ratio (TOR), Menurut Eko & Djokopranoto (2003), TOR adalah rasio
antara pengeluaran/penggunaan/penjualan dan persediaan. Makin tinggi TOR berarti
makin cepart perputaran persediaan, yang berarti pula pemanfaatan investasi makin
tinggi atau makin efisien. Makin rendah TOR berarti perputaran modal atau investasi
makin lambat dan makin tidak efisien.
c. Sistem penataan gudang
d. Persentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak
e. Persentase stok mati
f. Persentase nilai stok akhir obat
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan barang :
1. Desain gudang
2. Prosedur penyimpanan
3. Lokasi gudang
4. Pemakaian alat bantu
5. Jenis barang
Selain ditentukan oleh besarnya ruangan gudang, kapasitas gudang juga
ditentukan oleh tata letak (layout) ruangan. Gudang dengan desain layout yang tidak
teratur dan tidak rapi menunjukkan ketidakefisienan pengaturan. Berdasarkan hal
tersebut, diperlukan pengaturan barang yang didesain sesuai dengan arus masuk
barang barang yakni slow moving(barang yang perputarannya lambat) ataufast
moving (barang yang perputarannya cepat) (Apple, 1990).
6. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai
kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu. Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habispakai di unit pelayanan (Permenkes, 2014).
7. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku (Permenkes, 2014).
8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan dapat dilakukan oleh
Instalasi Farmasi bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di rumah sakit
(Permenkes, 2014).
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlaku (Permenkes, 2014).
6. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik di rumah sakit merupakan pelayanan langsung yang
diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan
pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin
(Permenkes, 2016)
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. pengkajian dan pelayanan Resep
Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila
ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep.
Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien.
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi, nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan
Jumlah Obat, stabilitas; dan aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi,
ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat, duplikasi pengobatan, alergi dan
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), kontraindikasi dan interaksi Obat.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan
Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
2. penelusuran riwayat penggunaan Obat
Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat Penelusuran riwayat penggunaan Obat
merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan
Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh
dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien. Tahapan
penelusuran riwayat penggunaan Obat: membandingkan riwayat penggunaan Obat
dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan Obat; melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang
diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika
diperlukan; mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD); mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat; melakukan penilaian
terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat; melakukan penilaian rasionalitas
Obat yang diresepkan; melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat
yang digunakan; melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat; melakukan
penilaian terhadap teknik penggunaan Obat; memeriksa adanya kebutuhan pasien
terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids);
mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter;
dan mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang
mungkin digunakan oleh pasien.
3. rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan,
duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan
terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang
perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer
dan sebaliknya.
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan
kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen,
akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada
dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar
Rumah Sakit.
5. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi
Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk
pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas
inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian
konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker. Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan
cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi
pasien (patient safety).
6. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi
klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat
dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan
menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas
permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut
dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan
kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi
mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu
proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan
rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak
dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak
dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan
program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara
kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu:
a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat
b. membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu
c. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat
d. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
10. dispensing sediaan steril
Dispensing Sediaan Steril Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi
Farmasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan
pemberian Obat. Dispensing sediaan steril bertujuan:
a. menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan
b. menjamin sterilitas dan stabilitas produk
c. melindungi petugas dari paparan zat berbahaya
d. menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD )
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) Pemantauan Kadar Obat dalam
Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas
permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan
dari Apoteker kepada dokter.

Anda mungkin juga menyukai