Yang termasuk obat golongan ini adalah obat analgetik atau pain killer
(paracetamol), vitamin atau multivitamin dan mineral. Contoh: Promag,
bodrex, biogesic, panadol, puyer, entrostop, dan sebagainya.
Seharusnya obat jenis ini hanya dapat dijual bebas di toko obat berizin
(dipegang seorang Tenaga Teknis Kefarmasian) serta apotek (yang
hanya boleh beroperasi jika ada apoteker), karena diharapkan pasien
memperoleh informasi obat yang memadai saat membeli obat bebas
terbatas.
Contoh obat golongan ini: Obat batuk, obat pilek, krim antiseptik, neo
rheumacyl neuro, visine, rohto, antimo, dan sebagainya.
Tanda khusus obat bebas terbatas yaitu "Lingkaran berwarna biru
dengan garis tepi berwarna hitam".
4. Obat Keras
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya)
yaitu obat yang berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus
dengan resep dokter atau dengan kata lain bahwa berbahaya, maksudnya
obat dalan golongan ini berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan
resep dokter. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras
daftar G adalah "Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi
berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi".
Contoh obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Antibiotik
(tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), Acetanilidum, Andrenalinum,
Anthistaminika, Apomorphinum, serta obat-obatan yang mengandung
hormon (obat kencing manis, obat penenag, dan lain-lain).
Obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi
dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahkan oleh apotek
atas resep dokter, setiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan
pemakaiannya kepada pemerintah.
Contoh:
Contoh:
BDL →213 (tengah kiri kanan)
Pasal 1 angka 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat menyebutkan bahwa Lisensi adalah pelimpahan hak dan
wewenang penggunaan hasil penelitian dan pengembangan yang
menyangkut khasiat, keamanan, mutu dan alih teknologi dalam pembuatan,
dan/atau penggunaan nama dagang serta penjualan suatu obat.
Sehubungan dengan beredarnya video di media sosial mengenai isu kehalalan produk obat dan
makanan yang dalam proses pembuatannya menggunakan bahan tambahan berasal dari babi,
Badan POM memandang perlu memberikan penjelasan sebagai berikut:
1. Badan POM telah melakukan evaluasi keamanan, manfaat, serta mutu obat dan makanan
termasuk terhadap semua bahan yang digunakan untuk pembuatan obat dan makanan
sebelum produk tersebut diedarkan dengan nomor izin edar Badan POM.
2. Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM No. 03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010
tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas
Kedaluwarsa pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan
Pangan, apabila produk obat, obat tradisional, suplemen makanan dan pangan
mengandung bahan tertentu yang berasal dari babi, maka harus mencantumkan tanda
khusus untuk menginformasikan bahwa produk tersebut mengandung babi dan/atau
pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi.
3. E-numbers adalah kode yang digunakan untuk memudahkan identifikasi Bahan
Tambahan Pangan (BTP) yang telah terbukti aman dan secara resmi disetujui untuk
digunakan pada produk pangan olahan sesuai dengan standard yang berlaku di Uni
Eropa.
4. Ada sembilan golongan E- numbers, yaitu untuk pewarna, pengawet, antioksidan dan
pengatur keasaman, antioksidan dan pengatur keasaman, pengental, penstabil dan
emulsifier, pengatur keasaman dan anti kempal, penguat rasa, antibiotik, serta bahan
tambahan kimia lainnya. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada link berikut ini:
http://www.pom.go.id/new/index.php/view/klarifikasi/26/Penjelasan-Badan-POM-
Tentang-Kode-E-Numbers-Pada-Pangan-Olahan.html
5. BTP ada yang dibuat dari bahan organik (nabati/hewani), ada pula dari bahan anorganik
(hasil sintesa bahan kimia), oleh karena itu, status kehalalan suatu BTP yang dinyatakan
dalam E-numbers tergantung dari asal bahan baku yang dipakai. Dengan demikian
kode E-numbers tidak merujuk pada kehalalan BTP, tetapi menunjukkan BTP apa yang
digunakan dalam produk pangan tersebut.
6. Lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu produk adalah halal
atau haram adalah LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI), suatu produk dapat
mencantumkan logo halal pada kemasannya apabila telah mempunyai sertifikat halal dari
LPPOM MUI. Sebelum mengeluarkan sertifikat halal, LPPOM MUI akan melakukan
audit terhadap semua kandungan produk, termasuk BTP, dan proses pembuatannya.
7. Sebagai perlindungan terhadap masyarakat, Badan POM terus melakukan pengawasan
terhadap kemungkinan beredarnya produk yang tidak memenuhi syarat.
8. Masyarakat dihimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak dapat
dijamin kebenarannya. Apabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut, dapat
menghubungi Contact Center HALO BPOM 1-500-533, SMS 0812-1-9999-533,
email halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai
Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
A. Defini Farmasi
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik formulasi obat,
identifikasi, kombinasi, analisis dan standarlisasi/pembekuan obat serta pengobatan, termasuk
pula sifat-sifat obat dan distribusinya serta penggunaannya yang aman. Farmasi dalam bahasa
Yunani "farmakon" yang berarti medika atau obat.
Pasal 19
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa:
a). Apotek
b). Instalasi farmasi rumah sakit
c). Puskesmas
d). Klinik
e) Toko obat, atau
f). Praktik bersama
Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik, yang mengikat
masyarakat.
Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga
hakim.
Abdulkadir Muhammad
Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas
terhadap pelanggarnya.
R. Soeroso
Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk
mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta
mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup-perintah dan larangan yang mengatur tata tertib
dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu
pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.
3. penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan
Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;
6. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
11. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan BPOM.
2. Pengawasan Sebelum Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan
Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan pencegahan untuk menjamin Obat
dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.
3. Pengawasan Selama Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan
Obat dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan Makanan yang beredar
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk yang
ditetapkan serta tindakan penegakan hukum.
Fungsi Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018, Unit Pelaksana Teknis BPOM
menyelenggarakan fungsi:
Kewenangan
Berdasarkan pasal 4 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan
Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM mempunyai kewenangan :
1. menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan makanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan diamalkan
oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan
tumbuh kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam
berkarsa dan berkarya.
Profesional
Integritas
konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan
keyakinan
Kredibilitas
Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
Kerjasama Tim
Inovatif
Responsif/Cepat Tanggap
Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis yakni:
1. Sub-sistem pengawasan Produsen
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang
baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar
mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu
dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan
pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sangsi,
baik administratif maupun pro-justisia.
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA melaksanakan penilaian dan
evaluasi khasiat, keamanan dan mutu obat, produk biologi dan alat kesehatan sebelum beredar di
Indonesia dan juga produk uji klinik. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran produk
terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Disamping itu melakukan sertifikasi
produk terapetik, inspeksi penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik dan inspeksi penerapan
Cara Pembuatan Obat yang Baik, inspeksi sarana produksi dan distribusi, sampling, penarikan
produk, public warning sampai pro justicia. Didukung oleh antara lain Komite Nasional Penilai
Obat Jadi, Komite Nasional Penilai Alat Kesehatan dan Tim Penilai Periklanan Obat Bebas,
Obat Bebas Terbatas, Obat Tradisional dan Suplemen Makanan.
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional melakukan pemeriksaan secara laboratorium,
pengembangan prosedur pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan
bahan bahan berbahaya. Disamping merupakan rujukan dari 26 (duapuluh enam) laboratorium
pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia, telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi
Nasional, Badan Standardisasi Nasional tahun 1999 serta merupakan WHO Collaborating
Center sejak 1986 dan anggota International Certification Scheme. Selain ditunjang dengan
laboratorium bioteknologi, laboratorium baku pembanding, laboratorium kalibrasi serta
laboratorium hewan percobaan, juga didukung dengan peralatan laboratorium yang canggih untuk
analisis fisikokimia seperti Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Kromatografi Gas, Sektrofotometer
Absorpsi Atom, Spektrofotometer Infra Merah; analisis fisik seperti Alat Uji Disolusi Otomatis
dan Smoking Machine; analisis mikrobiologi dan biologi.
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan
terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis
lainnya.
Pusat Riset Obat dan Makanan melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan
pangan dan produk terapetik.
Pusat Informasi Obat dan Makanan memberikan pelayanan informasi obat dan makanan,
informasi keracunan dan koordinasi kegiatan teknologi informasi BPOM.
Struktur Organisasi
2 Januari 2019
Berita Aktual
ENG
FAQ
Hot Issue
Gerakan Pemberdayaan Masyarakat/ Perlindungan Konsumen yang telah dilakukan oleh Badan
POM anatara lain (Gerakan Nasional Waspada Obat dan Makanan Ilegal (GNWOMI),
Kelompok Kerja Nasional Penanggulangan Obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat
(Pokjanas Anti OTBKO), PJAS (Pangan Jajanan Anak Sekolah), Pasar Bebas dari Bahan
Berbahaya, GKPD (Gerakan Keamanan Pangan Desa), Remaja Indonesia Anti Rokok (RIKO)
dan Kosmetik aman (COSMOSAFE)
"Kini, tantangan ini telah menjadi beban dan tanggung jawab bersama semua pihak untuk
meningkatkan kepedulian terhadap penggunaan Obat dan Pangan yang aman agar masyarakat
mampu melindungi kesehatan dirinya sendiri. KARENA PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN ADALAH TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA".
KMK No.312 Tahun 2013 Tentang Daftar Obat Esensial Nasional Bagian 1 Pharmacy Care Thursday,
October 13, 2016 Keputusan Menteri, Regulasi Kefarmasian KMK No.312 Tahun 2013 Tentang Daftar
Obat Esensial Nasional Bagian 1 Konsep Obat Esensial di Indonesia mulai diperkenalkan dengan
dikeluarkannya Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang pertama pada tahun 1980, dan dengan
terbitnya Kebijakan Obat Nasional pada tahun 1983. Selanjutnya untuk mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan farmasi, serta perubahan pola penyakit, DOEN
direvisi secara berkala sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka
DOEN akan direvisi setiap 2 (dua) tahun sekali. DOEN yang terbit pada tahun 2013 ini merupakan revisi
dari DOEN 2011. Pada tahun 2007, Organisasi Kesehatan Dunia-World Health Organization (WHO) telah
melaksanakan program Good Governance on Medicines (GGM) tahap pertama di Indonesia dengan
melakukan survey tentang proses transparansi 5 (lima) fungsi kefarmasian. Salah satunya adalah proses
seleksi DOEN, yang dari segi proses transparansi dinilai kurang memadai. Dari pertemuan peringatan
30th Essential Medicine List WHO di Srilanka (2007), diberikan tekanan kembali pentingnya transparansi
proses seleksi baik dari tim ahli yang melakukan revisi, proses revisi, dan metoda revisi yang harus
semakin mengandalkan Evidence Based Medicine (EBM), dan pentingnya pernyataan bebas conflict of
interest dari para anggota tim ahli. Mengingat beberapa hal tersebut, maka sejak tahun 2008 revisi
DOEN mulai dirintis ke arah perbaikan tersebut. Beberapa perbaikan yang telah dilakukan dalam proses
penyusunan DOEN 2011 dan 2013, antara lain: Pemilihan tim ahli dan konsultan telah melalui proses
seleksi yang cukup ketat, termasuk penilaian terhadap kemungkinan konflik kepentingan. Anggota Tim
Ahli dan Konsultan harus menandatangani pernyataan bebas konflik kepentingan (conflict of interest).
Hasil rapat pembahasan teknis tidak akan dibicarakan kembali di luar forum dengan pihak manapun
(confidential). Dalam proses penyusunan DOEN ini pengelola program di lingkungan Kementerian
Kesehatan telah terlibat secara aktif, mengingat pentingnya peran DOEN dalam penyediaan obat di
fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung pelaksanaan program. Untuk itu obat yang digunakan
dalam program yang telah memenuhi kriteria obat esensial dicantumkan dalam DOEN. Selain pendapat
dan pengalaman para ahli, pemanfaatan data bukti ilmiah terkini (evidence based medicine) sangat
diutamakan. Revisi bersifat menyeluruh dalam arti mengkaji seluruh obat dan bentuk formulasinya
dalam DOEN sebelumnya, termasuk catatan-catatan yang sudah tidak sesuai lagi. Adanya transparansi
dalam keseluruhan proses penyusunan, termasuk prosedur pelaksanaan dan kriteria pemilihan obat.
Bentuk transparansi juga ditunjukkan dengan adanya penjelasan tentang beberapa alasan mengapa
suatu obat perlu dikeluarkan dan ditambahkan, ataupun adanya perubahan bentuk sediaan dan
kekuatan. Daftar obat esensial WHO edisi terakhir juga dijadikan sebagai acuan pertimbangan dalam
proses pemilihan obat. Tidak semua obat yang tercantum dalam WHO Essential Medicines List (EML)
dimasukkan dalam DOEN. Ketersediaan obat menjadi kendala utama dalam penerapan DOEN di fasilitas
kesehatan. Sehingga dalam proses pembahasan, ketersediaan obat di pasaran menjadi salah satu
pertimbangan suatu obat dimasukkan dalam DOEN. Untuk selanjutnya draft akhir DOEN 2013 dilakukan
pengecekan ulang ke data obat yang terdaftar di BPOM. Obat Esensial Nasional Obat esensial adalah
obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis,
terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai dengan fungsi dan
tingkatnya. 1. Pemilihan Obat Esensial A. Kriteria Pemilihan Obat Esensial Pemilihan obat esensial
didasarkan atas kriteria berikut: 1) Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita. 2) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas. 3) Praktis dalam
penyimpanan dan pengangkutan. 4) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan
dengan tenaga, sarana, dan fasilitas kesehatan. 5) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan
penerimaan oleh penderita. 6) Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung. 7) Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki
efek terapi yang serupa, pilihan dijatuhkan pada: Obat yang sifatnya paling banyak diketahui
berdasarkan data ilmiah; Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan; Obat
yang stabilitasnya lebih baik; Mudah diperoleh; Obat yang telah dikenal. 8) Obat jadi kombinasi tetap,
harus memenuhi kriteria berikut: Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap;
Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi daripada masing-masing
komponen; Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang tepat untuk
sebagian besar penderita yang memerlukan kombinasi tersebut; Kombinasi tetap harus meningkatkan
rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio); Untuk antibiotik kombinasi tetap harus dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya. B. Kriteria Penambahan dan Pengurangan
1) Dalam hal penambahan obat baru perlu dipertimbangkan untuk menghapus obat dengan indikasi
yang sama yang tidak lagi merupakan pilihan, kecuali ada alasan kuat untuk mempertahankannya. 2)
Obat program diusulkan oleh pengelola program dan akan dinilai sesuai kriteria pemilihan obat esensial.
3) Dalam pelaksanaan revisi seluruh obat yang ada dalam DOEN edisi sebelumnya dikaji oleh Komite
Nasional (Komnas) Penyusunan DOEN, hal ini memungkinkan untuk mengeluarkan obat-obat yang
dianggap sudah tidak efektif lagi atau sudah ada pengganti yang lebih baik. 4) Untuk obat yang sulit
diperoleh di pasaran, tetapi esensial, maka akan tetap dicantumkan dalam DOEN. Selanjutnya
diupayakan Pemerintah untuk menjamin ketersediaannya. 5) Obat yang baru diusulkan harus memiliki
bukti ilmiah terkini (evidence based medicine), telah jelas efikasi dan keamanan, serta keterjangkauan
harganya. Dalam hal ini obat yang telah tersedia dalam nama generik menjadi prioritas pemilihan. C.
Petunjuk Tingkat Pembuktian dan Rekomendasi Tingkat pembuktian dan rekomendasi diambil dari US
Agency for Health Care Policy and Research, sebagai berikut: TINGKAT PEMBUKTIAN (STATEMENTS OF
EVIDENCE) Ia. Fakta diperoleh dari meta analisis uji klinik acak dengan kontrol. Ib. Fakta diperoleh dari
sekurang-kurangnya satu uji klinik acak dengan kontrol. IIa. Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya
satu studi dengan kontrol, tanpa acak, yang dirancang dengan baik. IIb. Fakta diperoleh dari sekurang-
kurangnya satu studi quasi- eksperimental jenis lain yang dirancang dengan baik. III. Fakta diperoleh dari
studi deskriptif yang dirancang dengan baik, seperti studi komparatif, studi korelasi, dan studi kasus. IV.
Fakta yang diperoleh dari laporan atau opini Komite Ahli dan/atau pengalaman klinik dari pakar yang
disegani. 2. Penerapan Konsep Obat Esensial Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan
dalam pelayanan kesehatan. Jika dalam pelayanan kesehatan diperlukan obat di luar DOEN, dapat
disusun dalam Formularium (RS) atau Daftar obat terbatas lain (Daftar Obat PKD, DPHO Askes).
Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui DOEN, Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah
Sakit, Daftar obat terbatas lain dan Informatorium Obat Nasional Indonesia yang merupakan komponen
saling terkait untuk mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan penggunaan
obat. a. Daftar Obat Esensial Nasional Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar yang
berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan
sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan
kesehatan. Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan
penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang
tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten dan
terus menerus di semua unit pelayanan kesehatan. Bentuk sediaan dan kekuatan sediaan yang
tercantum dalam DOEN adalah mengikat. Besar kemasan yang diadakan untuk masing-masing unit
pelayanan kesehatan didasarkan pada efisiensi pengadaan dan distribusinya dikaitkan dengan
penggunaan. b. Pedoman Pengobatan Pedoman Pengobatan disusun secara sistematik untuk membantu
dokter dalam menegakkan diagnosis dan pengobatan yang optimal untuk suatu penyakit tertentu.
Pedoman Pengobatan disusun untuk setiap tingkat unit pelayanan kesehatan, seperti Pedoman
Pengobatan Dasar di Puskesmas dan Pedoman Diagnosis dan Terapi di Rumah Sakit. Pedoman
Pengobatan memuat informasi penyakit, terutama penyakit yang umum terjadi dan keluhan-
keluhannya serta informasi tentang obatnya meliputi kekuatan, dosis dan lama pengobatan. c.
Formularium Rumah Sakit Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati beserta
informasinya yang harus diterapkan di rumah sakit. Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia
Farmasi dan Terapi (PFT)/Komite Farmasi dan Terapi (KFT) rumah sakit berdasarkan DOEN dan
disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara ilmiah dibutuhkan untuk
pelayanan di rumah sakit tersebut. Penyusunan Formularium Rumah Sakit juga mengacu pada pedoman
pengobatan yang berlaku. Penerapan Formularium Rumah Sakit harus selalu dipantau. Hasil
pemantauan dipakai untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran. d. Formularium Spesialistik Formularium Spesialistik merupakan
suatu buku yang berisi informasi lengkap obat-obat yang paling dibutuhkan oleh dokter spesialis bidang
tertentu, untuk pengelolaan pasien dengan indikasi penyakit tertentu. Formularium Spesialistik disusun
untuk meningkatkan ketaatan para dokter spesialis rumah sakit terhadap Formularium Rumah Sakit
yang selama ini masih sangat rendah. Bidang spesialisasi tertentu bisa saja mempunyai banyak
subspesialisasi, misalnya bidang spesialisasi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, merupakan
bidang spesialisasi yang mempunyai banyak subspesialisasi, sehingga dapat disusun daftar obat esensial
khusus untuk Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Penyusunan Formularium Spesialistik
melibatkan baik asosiasi profesi dokter spesialis terkait maupun masing-masing subspesialisasinya.
Dengan keikutsertaan serta peran aktif para spesialis diharapkan para spesialis tersebut merasa memiliki
sehingga penggunaan obat rasional dapat diterapkan dengan baik. e. Informatorium Obat Nasional
Indonesia Informatorium Obat Nasional Indonesia berisi informasi obat yang beredar dan disajikan
secara ringkas dan sangat relevan dengan kebutuhan dokter, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya.
Informatorium Obat Nasional Indonesia diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk
menjamin objektivitas, kelengkapan dan tidak menyesatkan. Informasi obat yang disajikan meliputi
indikasi, efek samping, dosis, cara penggunaan dan informasi lain yang penting bagi penderita.
Pengembangan Informatorium Obat Nasional Indonesia dilakukan berdasarkan bukti yang didukung
secara ilmiah yang berkaitan dengan kemanfaatan dan penggunaan obat.
Sumber Asli:
http://www.mipa-farmasi.com/2016/10/Daftar-Obat-Esensial-Nasional-Bagian-1.html
Kode Nomor Pendaftaran ( Registrasi) Untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, PKRT Serta
Makanan Dan Minuman.
3. Digit ke-3 menunjukkan lokasi obat tersebut di produksi atau tujuan diproduksinya obat tersebut, seperti
:
L berarti obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang diproduksi dengan lisensi.
X berarti obat yang dibuat dengan tujuan khusus atau program khusus,misalnya obat-obat untuk
program keluarga berencana.
2. DTL Golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang (Paten) produksi dalam negeri atau
lisensi.
3. GKL Golongan obat keras dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi.
4. DKL Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi dalam negeri atau lisensi.
5. DKI Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi luar negeri atau impor.
6. GPL Golongan obat psikotropika dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi.
7. DPL Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi dalam negeri atau
lisensi.
8. DPI Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi luar negeri atau impor.
9. GNL Golongan obat narkotika dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi.
10. DNL Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi dalam negeri atau lisensi.
11. DNI Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi luar negeri atau impor.
12. DKX Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) untuk program khusus.
4. BTR obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi dalam negeri.
5. BTL obat tradisional yang berbatasan dengan obat produk dalam negeri dengan lisensi.
6. BTI obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi luar negeri atau impor.
Nomor pendaftaran kosmetika terdiri dari 12 digit yaitu 2 (dua) digit pertama berupa huruf dan 10
( sepuluh ) digit lainnya berupa angka.
Nomor pendaftaran alat kesehatan terdiri dari 12 digit yaitu 2 (dua) digit pertama berupa huruf dan 10
digit berikutnya berupa angka. Dua digit pertama yang berupa huruf mempunyai arti sebagai berikut :
Nomor pendaftaran makanan dan minuman terdiri dari 14 digit yaitu 2 (dua) digit pertama berupa
huruf sedangkan 12 digit berikutnya berupa angka.Huruf pada digit pertama menunjukkan Makanan
atau Minuman dan dilambangkan dengan huruf M, sedangkan huruf pada digit ke-2 menunjukkan lokasi
makanan atau minuman tersebut diproduksi. Contoh kode nomor pendaftaran makanan atau minuman
sebagai berikut :
3. BMD produk makanan atau minuman yang berbatasan dengan obat, produksi dalam
negeri atau lisensi.
4. BML produk makanan atau minuman yang berbatasan dengan obat, produksi luar
negeri atau impor.
Kode BMD dan BML sekarang tidak digunakan lagi untuk makanan atauu minuman tetapi telah
digantikan dengan kode untuk suplemen makanan seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Bagi industri rumah tangga yang telah mengikuti penyuluhan, akan diberi Sertifikat Penyuluhan
dan untuk makanan atau minuman yang diproduksinya akan diberi kode nomor pendaftaran SP
(Sertifikat Penyuluhan) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi.
Prekursor adalah zat atau bahan pemula yang dapat digunakan untuk pembuatan narkotika dan
psikotropika,prekursor tersebut berguna untuk Industri farmasi,pendidikan,pengembangan ilmu
pengetahuan dan pelayanan kesehatan.prekursor tersebut kalau di Indonesia peredarannya diawasi
oleh pemerintah untuk terjadinya penyimpangan .prekursor tersebut hanya boleh di ekspor oleh
ekportir tertentu dan diimpor oleh importir tertentu setelah diberikan rekomendasi oleh
POLRI dan BNN.sedangkan untuk industri dapat dilakukan ekspor-impor setelah mendapatkan
rekomendasi dari Industri agro dan kimia (IAK).
Peredaran prekursor tersebut kalau di Indonesia di awasi oleh beberapa instansi antara lain: POLRI
, BNN , Bea cukai, Badan pengawas obat dan makanan , Departemen perindustrian dan
perdagangan dan Departemen kesehatan.
prekursor tersebut digunakan untuk keperluan proses produksi industri dan kalau dilakukan
penyimpangan maka dapat digunakan untuk membuat narkotika dan psikotropika.pada saat
sekarang ini telah terjadi penyalahgunaan prekursor tersebut yaitu untuk membuat narkotika dan
psikotropika .pemerintah Indonesia melakukan pengawasan peredaran prekursor tersebut diatur
dalam :
1. Tabel I :
Potassium permanganate
1-Phenyl 2-propanone
Acetate anhydride
N-acetylanthranilic acid
Isosafrole
3,4-methylenedioxyphenyl -2-propanone
Piperonal
Safrole
Ephedrine
Pseudo ephedrine
Norephedine(Phenylpropanol amine/PPA)HCL ,
Ergometrine
Lysergic acid
2.Tabel II
Hydrochloric acid
Sulphuric acid
Toluene
Ethyl ether ( Diethyl ether)
Acetone
Methyl ethyl ketone
Phenylacetic acid
Anthranillic acid
Piperidine