Anda di halaman 1dari 35

PENGGOLONGAN OBAT

1. Obat Bebas atau OTC (Over The Counter)


yaitu obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter. Obat bebas dapat
dijual bebas di warung, toko obat berizin, supermarket, dan apotek.
Dalam pemakaianya, penderita dapat membeli dengan jumlah yang
sangat sedikit saat obat diperlukan, jenis zat aktif pada obat golongan ini
relatif aman sehingga pemakaiannya tidak memerlukan pengawasan
tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada
kemasan obat.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu "Lingkaran bulat berwarna hijau
dengan garis tepi warna hitam".

Yang termasuk obat golongan ini adalah obat analgetik atau pain killer
(paracetamol), vitamin atau multivitamin dan mineral. Contoh: Promag,
bodrex, biogesic, panadol, puyer, entrostop, dan sebagainya.

2. Obat Bebas Terbatas


yaitu obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat
dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda
peringatan. Dulu obat ini disebut daftar W=Waarschuwing (peringatan),
tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas,
yang berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang
5cm, lebar 2cm, dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai
berikut:

P NO. 1: AWAS! OBAT KERAS


Bacalah aturan memakainya
P NO. 2: AWAS! OBAT KERAS
Hanya untuk kumur jangan ditelan
P NO. 3: AWAS! OBAT KERAS
Hanya untuk bagian luar dari badan
P NO. 4: AWAS! OBAT KERAS
Hanya untuk dibakar
P NO. 5: AWAS! OBAT KERAS
Tidak boleh ditelan
P NO. 6: AWAS! OBAT KERAS
Obat wasir, jangan ditelan

Seharusnya obat jenis ini hanya dapat dijual bebas di toko obat berizin
(dipegang seorang Tenaga Teknis Kefarmasian) serta apotek (yang
hanya boleh beroperasi jika ada apoteker), karena diharapkan pasien
memperoleh informasi obat yang memadai saat membeli obat bebas
terbatas.
Contoh obat golongan ini: Obat batuk, obat pilek, krim antiseptik, neo
rheumacyl neuro, visine, rohto, antimo, dan sebagainya.
Tanda khusus obat bebas terbatas yaitu "Lingkaran berwarna biru
dengan garis tepi berwarna hitam".

3. Obat Wajib Apotek (OWA)


yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa
resep dokter. Pengaturan tentang Obat Wajib Apotek berdasarkan
keputusan MENKES No. 924/MENKES/Per/X/1993, dikeluarkan
dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Pertimbangan yang utama, obat yang diserahkan tanpa resep


dokter yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan,
dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan
rasional.
2. Pertimbangan yang kedua untuk peningkatan peran apoteker di
apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta
pelayanan obat kepada masyarakat.
3. Pertimbangan yang ketiga untuk peningkatan penyediaan obat
yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri.

Persyaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA:


 Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data
pasien (nama, alamat, umur) serta penyakit yang diderita.
 Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh
diberikan kepada pasien. Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin
salep saja yang termasuk OWA, dan hanya boleh diberikan 1 tube.
 Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar
mencakup: indikasi, kontra-indikasi, cara pemakaian, cara
penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta
tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut
timbul.

Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk


masyarakat, maka obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat
yang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien.
Contoh OWA antara lain: Obat anti inflamasi (asam mefenamat), obat
alergi kulit (salep hidrokortison), infeksi kulit dan mata (salep
oksitetrasiklin), anti alergi sistemik (CTM), obat KB hormonal.
Sesuai PERMENKES No. 919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat
yang dapat diserahkan:

 Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil,


anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
 Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko
pada kelanjutan penyakit.
 Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
 Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya
tinggi di Indonesia.
 Obat dimaksud memiliki khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

4. Obat Keras
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya)
yaitu obat yang berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus
dengan resep dokter atau dengan kata lain bahwa berbahaya, maksudnya
obat dalan golongan ini berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan
resep dokter. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras
daftar G adalah "Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi
berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi".
Contoh obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Antibiotik
(tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), Acetanilidum, Andrenalinum,
Anthistaminika, Apomorphinum, serta obat-obatan yang mengandung
hormon (obat kencing manis, obat penenag, dan lain-lain).
Obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi
dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahkan oleh apotek
atas resep dokter, setiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan
pemakaiannya kepada pemerintah.

5. Obat Golongan Narkotika


Pengertian Narkotika menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir
dalam Undang-Undang ini.
Contoh:

 NARKOTIKA GOLONGAN I: Tanaman ganja,


Brolamfetamina, Kokain, Katinona, MDMA, Amfetamina,
Metamfetamina, Heroina, Tanaman koka, (ada 65 jenis).
 NARKOTIKA GOLONGAN II: Alfasetilmetadol, Benzetidin,
Fentanil, Levorfanol, Metildihidromorfina, Sufentanil,
Hidrokodona, Tilidina, (ada 86 jenis).
 NARKOTIKA GOLONGAN III: Asetildihidrokodeina,
Dihidrokodeina, Dekstropropoksifena, Kodeina, Polkodina,
Propiram, Buprenorfina, (ada 14 jenis).

Penandaan Narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam


Ordonansi Obat Bius yaitu "Palang Mendali Merah"

6. Obat Golongan Psikotropika


Pengertian Psikotropika menurut pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika, adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.

Contoh:

 PSIKOTROPIKA GOLONGAN I: Brolamfetamina, Katinona,


(ada 26 jenis).
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN II: Amfetamina,
Metamfetamina, (ada 14 jenis).
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN III: Amobarbital, Butalbital,
Pentazosina, (ada 9 jenis).
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV: Allobarbital, Aminorex,
Diazepam, (ada 60 jenis).

Dengan diundangkannya Undang-Undang Narkotika yang baru, maka


Psikotropika Golongan I dan II berubah menjadi Narkotika Golongan I
sebagaimana terlampir di dalam lampiran Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang menjadi dasar
hukum berubahnya Psikotropika Golongan I dan II menjadi Narkotika
Golongan I adalah pasal 153 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Untuk Psikotropika penandaan yang dipergunakan sama dengan


penandaan untuk obat keras, hal ini mungkin karena sebelum
diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika, maka obat-obat Psikotropika termasuk obat
keras yang pengaturannya ada di bawah Ordonansi Obat keras Stbl 1949
Nomor 419, hanya saja karena efeknya dapat mengakibatkan sidroma
ketergantungan sehingga dulu disebut Obat Keras Tertentu.

Penandaan Psikotropika "Lingkaran bulat berwarna merah, dengan huruf


K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam"

Kode Nomor Pendaftaran Obat


Nomor pendaftaran untuk obat terdiri dari 15 digit pertama berupa huruf
dan 12 digit sisanya berupa angka. Tiga (3) digit yang pertama mempunyai
arti sebagai berikut.
Digit ke-1 menunjukan jenis atau katagori obat, seperti:
D →obat dengan merk dagang (Paten)
G →obat dengan nama generik

Digit ke-2 menunjukan golongan obat, seperti:


B →golongan obat bebas
T →golongan obat bebas terbatas
K →golongan obat keras
P →golongan obat psikotropika
N →golongan obat narkotika

Digit ke-3 menunjukkan lokasi obat tersebut di produksi atau tujuan


diproduksinya obat tersebut, seperti:
L →obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang diproduksi dengan
lisensi
I →obat diproduksi di luar negeri atau obat impor
X→obat yang dibuat dengan tujuan khusus atau program khusus,
misalnya obat-obat untuk program keluarga berencana

Contoh:
BDL →213 (tengah kiri kanan)

Pasal 1 angka 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat menyebutkan bahwa Lisensi adalah pelimpahan hak dan
wewenang penggunaan hasil penelitian dan pengembangan yang
menyangkut khasiat, keamanan, mutu dan alih teknologi dalam pembuatan,
dan/atau penggunaan nama dagang serta penjualan suatu obat.

Contoh arti kode nomor pendaftaran obat sebagai berikut:


DBL → Golongan obat bebas dengan nama dagang (paten) produksi dalam
negeri atau lisensi
DTL → Golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang (paten) produksi
dalam negeri atau lisensi
GKL → Golongan obat keras dengan nama generik produksi dalam negeri
atau lisensi
DKL → Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi dalam
negeri atau lisensi
DKI → Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi luar
negeri atau impor
GPL → Golongan obat psikotropika dengan nama generik produksi dalam
negeri atau lisensi
DPL → Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi
dalam negeri atau lisensi
DPI → Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi
luar negeri atau impor
GNL → Golongan obat narkotika dengan nama generik produksi dalam ngeri
atau lisensi
DNL →Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi
dalam negeri atau lisensi
DNI → Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi luar
negeri atau impor
DKX→ Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) untuk program
khusus

Kode Nomor Pendaftaran Obat Tradisional


Nomor pendaftaran obat tradisional terdiri dari 11 digit yaitu 2 digit
pertama berupa huruf dan 9 digit kedua berupa angka.

2 digit pertama mempunyai arti sebagai berikut:


Digit ke-1 menunjukan obat tradisional yaitu dilambangkan dengan huruf T
Digit ke-2 menunjukkan lokasi obat tradisional tersebut diproduksi
Kode Nomor Pendaftaran untuk Obat Tradisional sebagai berikut:
TR: obat tradisional produksi dalam negeri
TL: obat tradisional produksi dalam negeri atau lisensi
TI: obat tradisional produksi luar negeri atau impor

Kode Nomor Pendaftaran Kosmetika


Nomor pendaftaran kosmetika terdiri dari 12 digit yaitu 2 digit pertama
berupa huruf dan 10 digit lainnya berupa angka.

2 digit pertama mempunyai arti sebagai berikut:


Digit ke-1 menunjukkan kosmetika dan dilambangkan dengan huruf C
Digit ke-2 menunjukkan lokasi kometika tersebut diproduksi

Contoh kode nomor pendaftaran kosmetika yaitu:


CD: Kosmetika produksi dalan negeri atau lisensi
CL: Kosmetika produksi luar negeri atau impor

Kode Nomor Pendaftaran Alat Kesehatan


Nomor pendaftaran alat kesehatan terdiri dari 12 digit yaitu 2 digit pertama
berupa huruf dan 10 digit berikutnya berupa angka. 2 digit pertama yang
berupa huruf mempunyai arti sebagai berikut.
2 digit pertama mempunyai arti:
Digit ke-1 menunjukkan alat kesehatan dan dilambangkan dengan huruf K
Digit ke-2 menunjukkan lokasi alat kesehatan tersebut diproduksi

Contoh kode nomor pendaftaran untuk alat kesehatan sebagai berikut:


KD: Alat kesehatan produksi dalam negeri
KL: Alat kesehatan produksi luar negeri atau impor
Kode Nomor Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
Nomor pendaftaran untuk PKRT terdiri dari 12 digit yaitu 2 digit pertama
berupa huruf dan 10 digit berikutnya berupa angka. Huruf pada digit
pertama menunjukkan PKRT dan dilambangkan dengan P sedangkan digit
ke-2 menunjukan tempat PKRT tersebut diproduksi.

Contoh nomor pendaftaran PKRT sebagai berikut:


PD: PKRT produksi dalam negeri atau lisensi
PL: PKRT produksi luar negeri atau impor

Kode Nomor Pendaftaran Makanan dan Minuman


Nomor pendaftaran makanan dan minuman terdiri dari 14 digit yaitu 2 digit
pertama berupa huruf sedangkan 12 digit berikutnya berupa angka. Huruf
pada digit pertama menunjukkan makanan atau minuman dan
dilambangkan dengan huruf M, sedangkan huruf pada digit ke-2
menunjukkan lokasi makanan atau minuman tersebut diproduksi.

Contoh kode nomor pendaftaran makanan atau minuman sebagai berikut:


MD: makanan atau minuman produksi dalam negeri atau lisensi
ML: makanan atau minuman produksi luar negeri atau impor
SD: suplemen makanan produksi dalam negeri
SL: suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi
SI: suplemen makanan produksi luar negeri atau impor

Kehalalan Produk Obat dan Makanan serta penggunaan


kode E-Numbers
6 Maret 2016 | 13:13 WIB Dilihat 44612 Kali Hukmas
Penjelasan Badan POM

Terkait Isu Kehalalan Produk Obat dan Makanan

serta penggunaan kode E-Numbers

Sehubungan dengan beredarnya video di media sosial mengenai isu kehalalan produk obat dan
makanan yang dalam proses pembuatannya menggunakan bahan tambahan berasal dari babi,
Badan POM memandang perlu memberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Badan POM telah melakukan evaluasi keamanan, manfaat, serta mutu obat dan makanan
termasuk terhadap semua bahan yang digunakan untuk pembuatan obat dan makanan
sebelum produk tersebut diedarkan dengan nomor izin edar Badan POM.
2. Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM No. 03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010
tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas
Kedaluwarsa pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan
Pangan, apabila produk obat, obat tradisional, suplemen makanan dan pangan
mengandung bahan tertentu yang berasal dari babi, maka harus mencantumkan tanda
khusus untuk menginformasikan bahwa produk tersebut mengandung babi dan/atau
pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi.
3. E-numbers adalah kode yang digunakan untuk memudahkan identifikasi Bahan
Tambahan Pangan (BTP) yang telah terbukti aman dan secara resmi disetujui untuk
digunakan pada produk pangan olahan sesuai dengan standard yang berlaku di Uni
Eropa.
4. Ada sembilan golongan E- numbers, yaitu untuk pewarna, pengawet, antioksidan dan
pengatur keasaman, antioksidan dan pengatur keasaman, pengental, penstabil dan
emulsifier, pengatur keasaman dan anti kempal, penguat rasa, antibiotik, serta bahan
tambahan kimia lainnya. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada link berikut ini:
http://www.pom.go.id/new/index.php/view/klarifikasi/26/Penjelasan-Badan-POM-
Tentang-Kode-E-Numbers-Pada-Pangan-Olahan.html
5. BTP ada yang dibuat dari bahan organik (nabati/hewani), ada pula dari bahan anorganik
(hasil sintesa bahan kimia), oleh karena itu, status kehalalan suatu BTP yang dinyatakan
dalam E-numbers tergantung dari asal bahan baku yang dipakai. Dengan demikian
kode E-numbers tidak merujuk pada kehalalan BTP, tetapi menunjukkan BTP apa yang
digunakan dalam produk pangan tersebut.
6. Lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu produk adalah halal
atau haram adalah LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI), suatu produk dapat
mencantumkan logo halal pada kemasannya apabila telah mempunyai sertifikat halal dari
LPPOM MUI. Sebelum mengeluarkan sertifikat halal, LPPOM MUI akan melakukan
audit terhadap semua kandungan produk, termasuk BTP, dan proses pembuatannya.
7. Sebagai perlindungan terhadap masyarakat, Badan POM terus melakukan pengawasan
terhadap kemungkinan beredarnya produk yang tidak memenuhi syarat.
8. Masyarakat dihimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak dapat
dijamin kebenarannya. Apabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut, dapat
menghubungi Contact Center HALO BPOM 1-500-533, SMS 0812-1-9999-533,
email halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai
Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.

A. Defini Farmasi

Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik formulasi obat,
identifikasi, kombinasi, analisis dan standarlisasi/pembekuan obat serta pengobatan, termasuk
pula sifat-sifat obat dan distribusinya serta penggunaannya yang aman. Farmasi dalam bahasa
Yunani "farmakon" yang berarti medika atau obat.

B. Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009


(Tentang PEKERJAAN KEFARMASIAN)
Pasal 1

1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,


pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter. Serta pengembangaan obat, bahan
obat dan obat tradisional.
2. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
3. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
4. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi, dengan maksud untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
5. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
6. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi. dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
7. Fasilitas Kesehatan adalah sarana yamg digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
8. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
9. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk memproduksi
obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
10. Fasilitas Distribusi adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau
menyalurkan sediaan farmasi, yaitu PBF dan Instalasi Sediaan Farmsi.
11. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik,
toko obat, atau praktek bersama.
12. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan. penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
13. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker.
14. Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-
obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.
15. Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara
baik.
16. Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional
tentang pekerjaan kefarmasian.
17. Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas produksi, distribusi, dan pelayanan kefarmasian.
18. Asosiasi adalah perhimpunan dari perguruan tinggi farmasi yang ada di Indonesia.
19. Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker Indonesia.
20. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
21. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada tenaga teknis kefarmasian yang telah diregistrasi.
22. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker
untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada Apotek/Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
23. Surat Izin Kerja (SIK) adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas distribusi.
24. Rahasia Kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan dengan praktek kedokteran yang tidak
boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
25. Rahasia Kefarmasian adalah pekerjaan kefarmasian yang menyangkut proses produksi,
penyaluran dan pelayanan dari sediaan farmasi yang tidak boleh diketahui oleh umum
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
26. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang kesehatan.

Pasal 19
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa:
a). Apotek
b). Instalasi farmasi rumah sakit
c). Puskesmas
d). Klinik
e) Toko obat, atau
f). Praktik bersama

Pengertian Hukum Kesehatan


Menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) adalah
semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan
dan penerapannya.

Pengertian Hukum dari Beberapa Ahli Hukum

 Plato

Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik, yang mengikat
masyarakat.

 Aristoteles

Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga
hakim.

 Abdulkadir Muhammad

Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas
terhadap pelanggarnya.

 R. Soeroso

Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk
mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta
mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.

 E. Utrecht

Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup-perintah dan larangan yang mengatur tata tertib
dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu
pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.

C. Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:


a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
b. Ketetapan MPR
c. UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi, dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
(2) Kekuatan hukum Peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Fungsi Utama BPOM
Berdasarkan pasal 3 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan, BPOM mempunyai fungsi:

1. Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM menyelenggarakan


fungsi :

1. penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

2. pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

3. penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan
Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;

4. pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;

5. koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi pemerintah


pusat dan daerah;

6. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

7. pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan


di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

8. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada


seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;

9. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BPOM;

10. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM; dan

11. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan BPOM.

2. Pengawasan Sebelum Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan
Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan pencegahan untuk menjamin Obat
dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.
3. Pengawasan Selama Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan
Obat dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan Makanan yang beredar
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk yang
ditetapkan serta tindakan penegakan hukum.
Fungsi Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018, Unit Pelaksana Teknis BPOM
menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan rencana dan program di bidang pengawasan Obat dan Makanan;


2. Pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas produksi Obat dan Makanan;
3. Pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas distribusi Obat dan Makanan dan/atau
sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian;
4. Pelaksanaan sertifikasi produk dan sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan
Makanan;
5. Pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) Obat dan Makanan;
6. Pelaksanaan pengujian Obat dan Makanan;
7. Pelaksanaan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
8. Pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat di bidang
pengawasan Obat dan Makanan;
9. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
10. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasan Obat dan
Makanan;
11. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga;
12. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan;

Kewenangan
Berdasarkan pasal 4 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan

Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM mempunyai kewenangan :

1. menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan makanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan diamalkan
oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan
tumbuh kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam
berkarsa dan berkarya.
Profesional

Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang


tinggi.

Integritas

konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan
keyakinan

Kredibilitas

Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.

Kerjasama Tim

Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.

Inovatif

Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.

Responsif/Cepat Tanggap

Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

Prinsip Dasar SISPOM


1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.
2. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti ilmiah.
3. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses.
4. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
5. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi
dengan jaringan global.
7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.

Kerangka Konsep SisPOM


Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks.
Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensip, semenjak awal proses suatu
produk hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat.

Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis yakni:
1. Sub-sistem pengawasan Produsen
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang
baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar
mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu
dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan
pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sangsi,
baik administratif maupun pro-justisia.

2. Sub-sistem pengawasan Konsumen


Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran
dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-
cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat
penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk
membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat
pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat
membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi
syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra
hati-hati dalam menjaga kualitasnya.

3. Sub-sistem pengawasan Pemerintah/BPOM


Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian
keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi,
pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan
kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka
pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi.

Organisasi Yang Solid


Badan Pengawas Obat dan Makanan (disingkat BPOM) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM
dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan. Kepala BPOM menyampaikan laporan, saran dan
pertimbangan di bidang tugas dan tanggung jawabnya kepada Presiden melalui Menteri
Kesehatan.

Sekretariat Utama melaksanakan koordinasi perencanaan strategis dan organisasi,


pengembangan pegawai, pengelolaan keuangan, bantuan hukum dan legislasi, hubungan
masyarakat dan kerjasama internasional, serta akses masyarakat terhadap BPOM melalui Unit
Layanan Pengaduan Konsumen yang menerima dan menindaklanjuti berbagai pengaduan dari
masyarakat di bidang obat dan makanan. Disamping itu dilakukan pembinaan administratif
beberapa Pusat yang ada di lingkungan BPOM dan unit-unit pelaksana teknis yang tersebar di
seluruh Indonesia.

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA melaksanakan penilaian dan
evaluasi khasiat, keamanan dan mutu obat, produk biologi dan alat kesehatan sebelum beredar di
Indonesia dan juga produk uji klinik. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran produk
terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Disamping itu melakukan sertifikasi
produk terapetik, inspeksi penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik dan inspeksi penerapan
Cara Pembuatan Obat yang Baik, inspeksi sarana produksi dan distribusi, sampling, penarikan
produk, public warning sampai pro justicia. Didukung oleh antara lain Komite Nasional Penilai
Obat Jadi, Komite Nasional Penilai Alat Kesehatan dan Tim Penilai Periklanan Obat Bebas,
Obat Bebas Terbatas, Obat Tradisional dan Suplemen Makanan.

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen


melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan sebelum
beredar di Indonesia. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik
dan produk komplemen, termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan
inspeksi Cara Produksi yang Baik, sampling, penarikan produk, public warning sampai pro
justicia. Didukung oleh antara lain Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik.

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya melaksanakan


penilaian dan evaluasi keamanan pangan sebelum beredar di Indonesia dan selama peredaran
seperti pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi maupun komoditinya, termasuk
penandaan dan periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Disamping itu
melakukan sertifikasi produk pangan. Produsen dan distributor dibina untuk menerapkan Sistem
Jaminan Mutu, terutama penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis
Critical Control Points (HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta Total
Quality Management (TQM). Disamping itu diselenggarakan surveilan, penyuluhan dan informasi
keamanan pangan dan bahan berbahaya. Didukung antara lain Tim Penilai Keamanan Pangan.

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional melakukan pemeriksaan secara laboratorium,
pengembangan prosedur pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan
bahan bahan berbahaya. Disamping merupakan rujukan dari 26 (duapuluh enam) laboratorium
pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia, telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi
Nasional, Badan Standardisasi Nasional tahun 1999 serta merupakan WHO Collaborating
Center sejak 1986 dan anggota International Certification Scheme. Selain ditunjang dengan
laboratorium bioteknologi, laboratorium baku pembanding, laboratorium kalibrasi serta
laboratorium hewan percobaan, juga didukung dengan peralatan laboratorium yang canggih untuk
analisis fisikokimia seperti Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Kromatografi Gas, Sektrofotometer
Absorpsi Atom, Spektrofotometer Infra Merah; analisis fisik seperti Alat Uji Disolusi Otomatis
dan Smoking Machine; analisis mikrobiologi dan biologi.

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan
terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis
lainnya.

Pusat Riset Obat dan Makanan melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan
pangan dan produk terapetik.

Pusat Informasi Obat dan Makanan memberikan pelayanan informasi obat dan makanan,
informasi keracunan dan koordinasi kegiatan teknologi informasi BPOM.
Struktur Organisasi

2 Januari 2019

 Berita Aktual

Lomba Konten Kreatif dalam bentuk Desain Infografi...

 Siaran Pers/Peringatan Publik

DUA MILIAR RUPIAH OBAT DAN MAKANAN ILEGAL DIMUSNAH...

 Siaran Pers/Peringatan Publik


SINERGI BPOM RI DENGAN PEMERINTAH DAERAH DAN AKADE...

 Siaran Pers/Peringatan Publik

BPOM RI MUSNAHKAN 8,1 MILIAR RUPIAH OBAT DAN MAKAN...

 Siaran Pers/Peringatan Publik

LINDUNGI MASYARAKAT DARI PRODUK ILEGAL BPOM RI MU...

 Siaran Pers/Peringatan Publik

GERAKAN UMKM JAMU BERDAYA SAING DAN HERBAL INDONES...

 Siaran Pers/Peringatan Publik

SINERGI BPOM RI DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUW...

 Siaran Pers/Peringatan Publik

Rapat Evaluasi Nasional Pengawasan Obat dan Makana...

 Siaran Pers/Peringatan Publik

Komitmen Bersama Negara Anggota OKI untuk Kemandir...

 Siaran Pers/Peringatan Publik

Pertemuan Kepala Otoritas Regulatori Obat Negara A...







 ENG

 FAQ

Hot Issue

Strategi Nasional Perlindungan Konsumen


Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) melayani dan melindungi masyarakat, hal
tersebut merupakan langkah konkrit Badan POM dalam memberikan perlindungan konsumen.
Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman merupakan suatu gerakan berskala nasional
yang bertujuan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap keamanan Obat dan Pangan yang
dikonsumsi untuk melahirkan GENERASI PEDULI OBAT DAN PANGAN AMAN
(GENPOPA). GENPOPA menaungi seluruh gerakan pemberdayaan masyarakat di bidang Obat,
Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen dan Pangan baik yang dilakukan oleh instansi
pemerintah, pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat, asosiasi maupun stakeholder lainnya.

Gerakan Pemberdayaan Masyarakat/ Perlindungan Konsumen yang telah dilakukan oleh Badan
POM anatara lain (Gerakan Nasional Waspada Obat dan Makanan Ilegal (GNWOMI),
Kelompok Kerja Nasional Penanggulangan Obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat
(Pokjanas Anti OTBKO), PJAS (Pangan Jajanan Anak Sekolah), Pasar Bebas dari Bahan
Berbahaya, GKPD (Gerakan Keamanan Pangan Desa), Remaja Indonesia Anti Rokok (RIKO)
dan Kosmetik aman (COSMOSAFE)

"Kini, tantangan ini telah menjadi beban dan tanggung jawab bersama semua pihak untuk
meningkatkan kepedulian terhadap penggunaan Obat dan Pangan yang aman agar masyarakat
mampu melindungi kesehatan dirinya sendiri. KARENA PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN ADALAH TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA".

Program Badan POM terkait Perlindungan Konsumen

1. Generasi Peduli Obat Dan Pangan Aman (GENPOPA)


o Apa itu Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman
o Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada
Remaja dan Dewasa
o Resep Alam, Warisan Nenek Moyang (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak)
o Daya Tarik Penggunaan Kosmetik
o Kenali Pangan Aman Pada Anak dan Remaja
o Keamanan Pangan Untuk Indonesia Sehat
2. Klub POMPI
3. Buletin InfoPOM
4. Cek BPOM
5. Public Warning
6. Video Edukasi
o Kosmetik
o OT-BKO
o Waspada Obat Ilegal
7. Layanan pengujian Bahan Kimia Obat (BKO) dan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yg dilarang
8. Layanan Mobil Keliling sbg media KIE dan fasilitas Pengujian Bahan Tambahan Pangan (BTP) yg
dilarang
9. Badan POM Sahabat Ibu
10. Survey Indeks Kesadaran Masyarakat
11. Tim Pelaksana Bidang Peningkatan Kualitas Pemberdayaan Masyarakat dan Perlindungan
Konsumen
12. Pengaduan Konsumen
o Contact Center HALOBPOM
o Formulir Pengaduan
o Alamat Kantor Pusat dan Balai Badan POM
13. LAPOR

KMK No.312 Tahun 2013 Tentang Daftar Obat Esensial Nasional Bagian 1 Pharmacy Care Thursday,
October 13, 2016 Keputusan Menteri, Regulasi Kefarmasian KMK No.312 Tahun 2013 Tentang Daftar
Obat Esensial Nasional Bagian 1 Konsep Obat Esensial di Indonesia mulai diperkenalkan dengan
dikeluarkannya Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang pertama pada tahun 1980, dan dengan
terbitnya Kebijakan Obat Nasional pada tahun 1983. Selanjutnya untuk mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan farmasi, serta perubahan pola penyakit, DOEN
direvisi secara berkala sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka
DOEN akan direvisi setiap 2 (dua) tahun sekali. DOEN yang terbit pada tahun 2013 ini merupakan revisi
dari DOEN 2011. Pada tahun 2007, Organisasi Kesehatan Dunia-World Health Organization (WHO) telah
melaksanakan program Good Governance on Medicines (GGM) tahap pertama di Indonesia dengan
melakukan survey tentang proses transparansi 5 (lima) fungsi kefarmasian. Salah satunya adalah proses
seleksi DOEN, yang dari segi proses transparansi dinilai kurang memadai. Dari pertemuan peringatan
30th Essential Medicine List WHO di Srilanka (2007), diberikan tekanan kembali pentingnya transparansi
proses seleksi baik dari tim ahli yang melakukan revisi, proses revisi, dan metoda revisi yang harus
semakin mengandalkan Evidence Based Medicine (EBM), dan pentingnya pernyataan bebas conflict of
interest dari para anggota tim ahli. Mengingat beberapa hal tersebut, maka sejak tahun 2008 revisi
DOEN mulai dirintis ke arah perbaikan tersebut. Beberapa perbaikan yang telah dilakukan dalam proses
penyusunan DOEN 2011 dan 2013, antara lain: Pemilihan tim ahli dan konsultan telah melalui proses
seleksi yang cukup ketat, termasuk penilaian terhadap kemungkinan konflik kepentingan. Anggota Tim
Ahli dan Konsultan harus menandatangani pernyataan bebas konflik kepentingan (conflict of interest).
Hasil rapat pembahasan teknis tidak akan dibicarakan kembali di luar forum dengan pihak manapun
(confidential). Dalam proses penyusunan DOEN ini pengelola program di lingkungan Kementerian
Kesehatan telah terlibat secara aktif, mengingat pentingnya peran DOEN dalam penyediaan obat di
fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung pelaksanaan program. Untuk itu obat yang digunakan
dalam program yang telah memenuhi kriteria obat esensial dicantumkan dalam DOEN. Selain pendapat
dan pengalaman para ahli, pemanfaatan data bukti ilmiah terkini (evidence based medicine) sangat
diutamakan. Revisi bersifat menyeluruh dalam arti mengkaji seluruh obat dan bentuk formulasinya
dalam DOEN sebelumnya, termasuk catatan-catatan yang sudah tidak sesuai lagi. Adanya transparansi
dalam keseluruhan proses penyusunan, termasuk prosedur pelaksanaan dan kriteria pemilihan obat.
Bentuk transparansi juga ditunjukkan dengan adanya penjelasan tentang beberapa alasan mengapa
suatu obat perlu dikeluarkan dan ditambahkan, ataupun adanya perubahan bentuk sediaan dan
kekuatan. Daftar obat esensial WHO edisi terakhir juga dijadikan sebagai acuan pertimbangan dalam
proses pemilihan obat. Tidak semua obat yang tercantum dalam WHO Essential Medicines List (EML)
dimasukkan dalam DOEN. Ketersediaan obat menjadi kendala utama dalam penerapan DOEN di fasilitas
kesehatan. Sehingga dalam proses pembahasan, ketersediaan obat di pasaran menjadi salah satu
pertimbangan suatu obat dimasukkan dalam DOEN. Untuk selanjutnya draft akhir DOEN 2013 dilakukan
pengecekan ulang ke data obat yang terdaftar di BPOM. Obat Esensial Nasional Obat esensial adalah
obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis,
terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai dengan fungsi dan
tingkatnya. 1. Pemilihan Obat Esensial A. Kriteria Pemilihan Obat Esensial Pemilihan obat esensial
didasarkan atas kriteria berikut: 1) Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita. 2) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas. 3) Praktis dalam
penyimpanan dan pengangkutan. 4) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan
dengan tenaga, sarana, dan fasilitas kesehatan. 5) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan
penerimaan oleh penderita. 6) Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung. 7) Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki
efek terapi yang serupa, pilihan dijatuhkan pada: Obat yang sifatnya paling banyak diketahui
berdasarkan data ilmiah; Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan; Obat
yang stabilitasnya lebih baik; Mudah diperoleh; Obat yang telah dikenal. 8) Obat jadi kombinasi tetap,
harus memenuhi kriteria berikut: Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap;
Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi daripada masing-masing
komponen; Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang tepat untuk
sebagian besar penderita yang memerlukan kombinasi tersebut; Kombinasi tetap harus meningkatkan
rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio); Untuk antibiotik kombinasi tetap harus dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya. B. Kriteria Penambahan dan Pengurangan
1) Dalam hal penambahan obat baru perlu dipertimbangkan untuk menghapus obat dengan indikasi
yang sama yang tidak lagi merupakan pilihan, kecuali ada alasan kuat untuk mempertahankannya. 2)
Obat program diusulkan oleh pengelola program dan akan dinilai sesuai kriteria pemilihan obat esensial.
3) Dalam pelaksanaan revisi seluruh obat yang ada dalam DOEN edisi sebelumnya dikaji oleh Komite
Nasional (Komnas) Penyusunan DOEN, hal ini memungkinkan untuk mengeluarkan obat-obat yang
dianggap sudah tidak efektif lagi atau sudah ada pengganti yang lebih baik. 4) Untuk obat yang sulit
diperoleh di pasaran, tetapi esensial, maka akan tetap dicantumkan dalam DOEN. Selanjutnya
diupayakan Pemerintah untuk menjamin ketersediaannya. 5) Obat yang baru diusulkan harus memiliki
bukti ilmiah terkini (evidence based medicine), telah jelas efikasi dan keamanan, serta keterjangkauan
harganya. Dalam hal ini obat yang telah tersedia dalam nama generik menjadi prioritas pemilihan. C.
Petunjuk Tingkat Pembuktian dan Rekomendasi Tingkat pembuktian dan rekomendasi diambil dari US
Agency for Health Care Policy and Research, sebagai berikut: TINGKAT PEMBUKTIAN (STATEMENTS OF
EVIDENCE) Ia. Fakta diperoleh dari meta analisis uji klinik acak dengan kontrol. Ib. Fakta diperoleh dari
sekurang-kurangnya satu uji klinik acak dengan kontrol. IIa. Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya
satu studi dengan kontrol, tanpa acak, yang dirancang dengan baik. IIb. Fakta diperoleh dari sekurang-
kurangnya satu studi quasi- eksperimental jenis lain yang dirancang dengan baik. III. Fakta diperoleh dari
studi deskriptif yang dirancang dengan baik, seperti studi komparatif, studi korelasi, dan studi kasus. IV.
Fakta yang diperoleh dari laporan atau opini Komite Ahli dan/atau pengalaman klinik dari pakar yang
disegani. 2. Penerapan Konsep Obat Esensial Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan
dalam pelayanan kesehatan. Jika dalam pelayanan kesehatan diperlukan obat di luar DOEN, dapat
disusun dalam Formularium (RS) atau Daftar obat terbatas lain (Daftar Obat PKD, DPHO Askes).
Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui DOEN, Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah
Sakit, Daftar obat terbatas lain dan Informatorium Obat Nasional Indonesia yang merupakan komponen
saling terkait untuk mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan penggunaan
obat. a. Daftar Obat Esensial Nasional Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar yang
berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan
sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan
kesehatan. Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan
penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang
tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten dan
terus menerus di semua unit pelayanan kesehatan. Bentuk sediaan dan kekuatan sediaan yang
tercantum dalam DOEN adalah mengikat. Besar kemasan yang diadakan untuk masing-masing unit
pelayanan kesehatan didasarkan pada efisiensi pengadaan dan distribusinya dikaitkan dengan
penggunaan. b. Pedoman Pengobatan Pedoman Pengobatan disusun secara sistematik untuk membantu
dokter dalam menegakkan diagnosis dan pengobatan yang optimal untuk suatu penyakit tertentu.
Pedoman Pengobatan disusun untuk setiap tingkat unit pelayanan kesehatan, seperti Pedoman
Pengobatan Dasar di Puskesmas dan Pedoman Diagnosis dan Terapi di Rumah Sakit. Pedoman
Pengobatan memuat informasi penyakit, terutama penyakit yang umum terjadi dan keluhan-
keluhannya serta informasi tentang obatnya meliputi kekuatan, dosis dan lama pengobatan. c.
Formularium Rumah Sakit Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati beserta
informasinya yang harus diterapkan di rumah sakit. Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia
Farmasi dan Terapi (PFT)/Komite Farmasi dan Terapi (KFT) rumah sakit berdasarkan DOEN dan
disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara ilmiah dibutuhkan untuk
pelayanan di rumah sakit tersebut. Penyusunan Formularium Rumah Sakit juga mengacu pada pedoman
pengobatan yang berlaku. Penerapan Formularium Rumah Sakit harus selalu dipantau. Hasil
pemantauan dipakai untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran. d. Formularium Spesialistik Formularium Spesialistik merupakan
suatu buku yang berisi informasi lengkap obat-obat yang paling dibutuhkan oleh dokter spesialis bidang
tertentu, untuk pengelolaan pasien dengan indikasi penyakit tertentu. Formularium Spesialistik disusun
untuk meningkatkan ketaatan para dokter spesialis rumah sakit terhadap Formularium Rumah Sakit
yang selama ini masih sangat rendah. Bidang spesialisasi tertentu bisa saja mempunyai banyak
subspesialisasi, misalnya bidang spesialisasi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, merupakan
bidang spesialisasi yang mempunyai banyak subspesialisasi, sehingga dapat disusun daftar obat esensial
khusus untuk Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Penyusunan Formularium Spesialistik
melibatkan baik asosiasi profesi dokter spesialis terkait maupun masing-masing subspesialisasinya.
Dengan keikutsertaan serta peran aktif para spesialis diharapkan para spesialis tersebut merasa memiliki
sehingga penggunaan obat rasional dapat diterapkan dengan baik. e. Informatorium Obat Nasional
Indonesia Informatorium Obat Nasional Indonesia berisi informasi obat yang beredar dan disajikan
secara ringkas dan sangat relevan dengan kebutuhan dokter, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya.
Informatorium Obat Nasional Indonesia diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk
menjamin objektivitas, kelengkapan dan tidak menyesatkan. Informasi obat yang disajikan meliputi
indikasi, efek samping, dosis, cara penggunaan dan informasi lain yang penting bagi penderita.
Pengembangan Informatorium Obat Nasional Indonesia dilakukan berdasarkan bukti yang didukung
secara ilmiah yang berkaitan dengan kemanfaatan dan penggunaan obat.

Sumber Asli:
http://www.mipa-farmasi.com/2016/10/Daftar-Obat-Esensial-Nasional-Bagian-1.html
Kode Nomor Pendaftaran ( Registrasi) Untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, PKRT Serta
Makanan Dan Minuman.

Kode Nomor Pendaftaran Obat


Nomor pendaftaran untuk Obat terdiri dari 15 digit yaitu 3 digit pertama berupa huruf dan 12 digit
sisanya berupa angka. Tiga (3) digit yang pertama mempunyai arti sebagai berikut :

1. Digit ke-1 menunjukkan jenis atau kategori obat,seperti :

D berarti Obat dengan merek dagang (Paten)

G  berarti obat dengan nama generic

2. Digit ke-2 menunjukkan golongan obat, seperti :

B berarti golongan obat bebas

T berarti golongan obat bebas terbatas

K berarti golongan obat keras

P berarti golongan obat Psikotropika

N berarti golongan obat Narkotika

3. Digit ke-3 menunjukkan lokasi obat tersebut di produksi atau tujuan diproduksinya obat tersebut, seperti
:

L berarti obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang diproduksi dengan lisensi.

I berarti obat diproduksi di luar negeri atau obat impor.

X berarti obat yang dibuat dengan tujuan khusus atau program khusus,misalnya obat-obat untuk
program keluarga berencana.

Contoh - contoh arti kode nomor pendaftaran obat sebagai berikut :

1. DBL  Golongan obat bebas dengan nama dagang (Paten)

produksi dalam negeri atau lisensi.

2. DTL  Golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang (Paten) produksi dalam negeri atau
lisensi.
3. GKL  Golongan obat keras dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi.

4. DKL  Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi dalam negeri atau lisensi.

5. DKI  Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi luar negeri atau impor.

6. GPL  Golongan obat psikotropika dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi.

7. DPL  Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi dalam negeri atau
lisensi.

8. DPI Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi luar negeri atau impor.

9. GNL  Golongan obat narkotika dengan nama generik produksi dalam negeri atau lisensi.

10. DNL  Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi dalam negeri atau lisensi.

11. DNI  Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi luar negeri atau impor.

12. DKX  Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) untuk program khusus.

F. Kode Nomor Pendaftaran Obat Tradisional


Nomor pendaftaran obat tradisional terdiri dari 11 digit yaitu 2 (dua) digit pertama berupa huruf
dan 9 (sembilan) digit kedua berupa angka.

Digit ke-1 menunjukkan obat tradisional, yaitu dilambangkan dengan huruf T.

Sedangkan digit ke-2 menunjukkan lokasi obat tradisional tersebut diproduksi.

Kode nomor pendaftaran untuk obat tradisional sebagai berikut :

1. TR  obat tradisional produksi dalam negeri


2. TL  obat tradisional produksi dalam negeri dengan lisensi

3. TI  obat tradisional produksi luar negeri atau impor

4. BTR  obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi dalam negeri.

5. BTL  obat tradisional yang berbatasan dengan obat produk dalam negeri dengan lisensi.

6. BTI  obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi luar negeri atau impor.

7. SD  Suplemen makanan produksi dalam negeri

8. SL  Suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi

9. SI  Suplemen makanan produksi luar negeri atau impor.

Kode Nomor Pendaftaran Kosmetika

Nomor pendaftaran kosmetika terdiri dari 12 digit yaitu 2 (dua) digit pertama berupa huruf dan 10
( sepuluh ) digit lainnya berupa angka.

Dua digit pertama mempunyai arti sebagai berikut :

Digit ke-1 menunjukkan kosmetika dan dilambangkan dengan huruf C.

Digit ke-2 menunjukkan lokasi kosmetika tersebut diproduksi.

Contoh kode nomor pendaftaran kosmetika yaitu :

 CD  Kosmetika produksi dalam negeri atau lisensi

 CL  Kosmetika produksi luar negeri atau impor

Kode Nomor Pendaftaran Alat Kesehatan

Nomor pendaftaran alat kesehatan terdiri dari 12 digit yaitu 2 (dua) digit pertama berupa huruf dan 10
digit berikutnya berupa angka. Dua digit pertama yang berupa huruf mempunyai arti sebagai berikut :

Digit ke–1  menunjukkan alat kesehatan dan dilambangkan dengan huruf K.

Digit ke-2 menunjukkan lokasi alat kesehatan tersebut diproduksi.

Contoh kode nomor pendaftaran untuk Alat Kesehatan sebagai berikut :

 KD  Alat Kesehatan produksi dalam negeri


 KL  Alat Kesehatan produksi luar negeri atau impor

G. Kode Nomor Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)


Nomor pendaftaran untuk PKRT terdiri dari 12 digit yaitu 2 (dua) digit pertama berupa huruf dan
10 digit berikutnya berupa angka.Huruf pada digit pertama menunjukkan PKRT dan dilambangkan
dengan huruf P sedangkan digit ke-2 menunjukan tempat PKRT tersebut diproduksi.Contoh nomor
pendaftaran PKRT sebagai berikut :

1. PD  PKRT produksi dalam negeri atau lisensi

2. PL  PKRT produksi luar negeri atau impor

Kode Nomor Pendaftaran Makanan dan Minuman

Nomor pendaftaran makanan dan minuman terdiri dari 14 digit yaitu 2 (dua) digit pertama berupa
huruf sedangkan 12 digit berikutnya berupa angka.Huruf pada digit pertama menunjukkan Makanan
atau Minuman dan dilambangkan dengan huruf M, sedangkan huruf pada digit ke-2 menunjukkan lokasi
makanan atau minuman tersebut diproduksi. Contoh kode nomor pendaftaran makanan atau minuman
sebagai berikut :

1. MD  makanan atau minuman produksi dalam negeri atau lisensi.

2. ML  makanan atau minuman produksi luar negeri atau impor.

3. BMD produk makanan atau minuman yang berbatasan dengan obat, produksi dalam
negeri atau lisensi.

4. BML  produk makanan atau minuman yang berbatasan dengan obat, produksi luar
negeri atau impor.

Kode BMD dan BML sekarang tidak digunakan lagi untuk makanan atauu minuman tetapi telah
digantikan dengan kode untuk suplemen makanan seperti telah dijelaskan sebelumnya.

Bagi industri rumah tangga yang telah mengikuti penyuluhan, akan diberi Sertifikat Penyuluhan
dan untuk makanan atau minuman yang diproduksinya akan diberi kode nomor pendaftaran SP
(Sertifikat Penyuluhan) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi.

0 prinsip pada pelaksanaan CPOB

1. Setiap kegiatan hanya dilakukan berdasarkan instruksi tertulis (dokumentasi).


2. Bahan Awal harus disimpan dan ditangani secara tepat, dan hanya bahan awal
yang sudah disetujui saja yang boleh dipakai.
3. Semua mesin dan alat-alat dan fasilitas/ruangan, yang sudah ditentukan untuk
digunakan, harus terawat dengan baik dan dibersihkan dengan baik.
4. Pengawasan Mutu dilakukan pada setiap tahap penyimpanan, penanganan dan
proses pembuatan.
5. Karyawan,baik karyawan produksi maupun karyawan penunjang lainnya,harus
mengenakan pakaian dan perlengkapan yang dipersyaratkan,terawasi dengan
baik, terlatih dengan baik.
6. Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan tepat dan teliti.
7. Pencemaran bahan, harus dicegah.
8. Hanya bahan awal yang telah ditentukan saja yang bisa dicampur.
9. Pada setiap tahap produksi, semuanya harus diberi label.
10. Pada setiap tahap kegiatan harus dicatat(direkam), catatan harus disimpan
dengan baik.
11. PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK (CPPOB)
12. a. Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi
standar Keamanan dan Mutu Pangan guna mengendalikan risiko bahaya pada Pangan,
sehingga Keamanan Pangan terjamin (UU no. 18 tahun 2012 pasal 71 dan 86)
13. b. Selain itu, sanitasi Pangan harus dilakukan untuk menyelenggarakan keamanan
pangan dan harus memenuhi persyaratan standar Keamanan Pangan, dan dilakukan
dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran
Pangan agar Pangan aman untuk dikonsumsi. (UU no. 18 tahun 2012 Pasal 69 dan
70; PP no. 28 tahun 2004 pasal 2)
14. c. Pemenuhan standar Keamanan dan Mutu Pangan oleh Pelaku Usaha Pangan
dilakukan melalui penerapan sistem jaminan Keamanan dan Mutu Pangan (UU no. 18
tahun 2012 pasal 86 ) dengan menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
Keamanan Pangan (UU no. 18 tahun 2012 pasal 86 ayat 3)
15. d. Pemenuhan persyaratan sanitasi di proses produksi pangan olahan dilakukan
dengan cara menerapkan pedomaN cara yang baik, yaitu Cara Produksi Pangan
Olahan yang Baik (PP no. 28 tahun 2004 Pasal 3)
16.
17. 1. Industri Pangan (UMKM Pangan) bukan skala IRTP
18. a. Salah satu sistem jaminan keamanan dan mutu pangan yang wajib dilakukan oleh
Pelaku Usaha Pangan tertuang dalam standar keamanan pangan yaitu Cara Produksi
Pangan yang Baik (CPPB) yang meliputi (Peraturan Kemenperin no. 75/M-
IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik ):
19. 1) Lokasi;
20. 2) Bangunan;
21. 3) Fasilitas dan sanitasi;
22. 4) Mesin dan Peralatan ;
23. 5) Bahan;
24. 6) Pengawasan Proses;
25. 7) Produk Akhir;
26. 8) Laboratorium;
27. 9) Karyawan;
28. 10)Pengemas;
29. 11)Label dan Keterangan Produk;
30. 12)Penyimpanan;
31. 13)Pemeliharaan dan program sanitasi;
32. 14)Pengangkutan
33. 15)Dokumentasi dan Pencatatan;
34. 16)Pelatihan;
35. 17)Penarikan Produk; dan
36. 18)Pelaksanaan Pedoman;
37.
38. b. Sanksi
39. 1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi administratif (UU no. 18 tahun 2012 Pasal 72)
40. 2) Setiap Orang yang menyelenggarakan/melakukan kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan yang tidak memenuhi
Persyaratan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp
4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)(UU no. 18 tahun 2012 Pasal 135)
41. 3) Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan yang dengan
sengaja tidak memenuhi standar Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 86 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda
paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)(UU no. 18 tahun 2012
Pasal 140)
42. 4) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 yang mengakibatkan:
43. a. Luka berat atau membahayakan nyawa orang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp 14.000.000.000,00
(empat belas miliar rupiah).
44. b. Kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah (UU
no. 18 tahun 2012 Pasal 146)
45.
46. 2. Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
47. a. Penerbitan SPP-IRT oleh Bupati/Walikota di dasarkan atas di penuhinya
persyaratan cara produksi yang baik untuk industri rumah tangga (CPPB-IRT)
yang meliputi antara lain persyaratan sanitasi, penggunaan bahan tambahan pangan
dan label (PP no. 28 tahun 2004 Penjelasan Pasal 43) .
48. b. Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga ditetapkan oleh
Kepala Badan POM RI (Perka Badan POM RI) Perka Badan POM RI NOMOR
HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 Tentang CPPB-IRT )
49. 1) Lokasi dan Lingkungan Produksi;;
50. 2) Bangunan dan Fasilitas;;
51. 3) Peralatan Produksi;;
52. 4) Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air; ;
53. 5) Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi;;
54. 6) Kesehatan dan Higiene Karyawan;;
55. 7) Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Karyawan;;
56. 8) Penyimpanan;;
57. 9) Pengendalian Proses;;
58. 10)Pengawasan Oleh Penanggungjawab;;
59. 11)Label dan Keterangan Produk;
60. 12)Pengawasan Oleh Penanggungjawab;
61. 13)Pencatatan dan Dokumentasi;
62. 14)Pelatihan Karyawan

Prekursor adalah zat atau bahan pemula yang dapat digunakan untuk pembuatan narkotika dan
psikotropika,prekursor tersebut berguna untuk Industri farmasi,pendidikan,pengembangan ilmu
pengetahuan dan pelayanan kesehatan.prekursor tersebut kalau di Indonesia peredarannya diawasi
oleh pemerintah untuk terjadinya penyimpangan .prekursor tersebut hanya boleh di ekspor oleh
ekportir tertentu dan diimpor oleh importir tertentu setelah diberikan rekomendasi oleh
POLRI dan BNN.sedangkan untuk industri dapat dilakukan ekspor-impor setelah mendapatkan
rekomendasi dari Industri agro dan kimia (IAK).
Peredaran prekursor tersebut kalau di Indonesia di awasi oleh beberapa instansi antara lain: POLRI
, BNN , Bea cukai, Badan pengawas obat dan makanan , Departemen perindustrian dan
perdagangan dan Departemen kesehatan.
prekursor tersebut digunakan untuk keperluan proses produksi industri dan kalau dilakukan
penyimpangan maka dapat digunakan untuk membuat narkotika dan psikotropika.pada saat
sekarang ini telah terjadi penyalahgunaan prekursor tersebut yaitu untuk membuat narkotika dan
psikotropika .pemerintah Indonesia melakukan pengawasan peredaran prekursor tersebut diatur
dalam :

 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika


 Peraturan menteri perdagangan nomor 647 tahun 2004 tentang import prekursor
 Peraturan menteri kesehatan nomor 168 tahun 2005 tentang prekursor untuk industri
farmasi.

Contoh prekusor yang diawasi oleh pemerintah antara lain:

1. Tabel I :

 Potassium permanganate
 1-Phenyl 2-propanone
 Acetate anhydride
 N-acetylanthranilic acid
 Isosafrole
 3,4-methylenedioxyphenyl -2-propanone
 Piperonal
 Safrole
 Ephedrine
 Pseudo ephedrine
 Norephedine(Phenylpropanol amine/PPA)HCL ,
 Ergometrine
 Lysergic acid

2.Tabel II

 Hydrochloric acid
 Sulphuric acid
 Toluene
 Ethyl ether ( Diethyl ether)
 Acetone
 Methyl ethyl ketone
 Phenylacetic acid
 Anthranillic acid
 Piperidine

Anda mungkin juga menyukai