2.1 DEFINISI
2.2.1 KEMITRAAN
1|Page
masyarakat (Schlaff, 1991; Sienkiewicz, 2004). Dukungan dan
penerimaan tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatnya
sumber daya masyarakat yang dapat dimanfaatkan, meningkatnya
kredibilitas program kesehatan, serta keberlanjutan kemitraan
perawat spesialis komunitas dengan masyarakat (Bracht, 1990).
Kemitraan dalam PKP dapat dilakukan perawat komunitas melalui
upaya membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-
pihak yang terkait (Robinson, 2005) dalam upaya penanganan pada
baik di level keluarga, kelompok, maupun komunitas. Pihak-pihak
tersebut adalah profesi kesehatan lainnya, stakes holder
(Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota, Departemen Kesehatan,
Departemen Sosial, Pemerintah Kota), donatur/sponsor, sektor
terkait, organisasi masyarakat (TP-PKK, Lembaga Indonesia/LLI,
Perkumpulan , atau Klub Jantung Sehat Yayasan Jantung
Indonesia), dan tokoh masyarakat setempat.
2.2.2 PEMBERDAYAAN
2|Page
2.2.2.2 Tahap transformasi kemampuan berupa pengetahuan dan
ketrampilan dalam pengelolaan secara mandiri agar dapat
mengambil peran aktif dalam lingkungannya. Pada tahap ini
agregat memerlukan pendampingan perawat komunitas.
2.2.2.3 Tahap peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sehingga
terbentuk inisiatif dan kemampuan inovatif untuk
mengantarkan pada kemandirian mengelola. Pada tahap ini
dapat melakukan apa yang diajarkan secara mandiri.
3|Page
2.2.4 PROSES KELOMPOK
Proses kelompok merupakan salah satu strategi intervensi
keperawatan yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui
pembentukan sebuah kelompok atau kelompok swabantu (self-help
group). Intervensi keperawatan di dalam tatanan komunitas menjadi
lebih efektif dan mempunyai kekuatan untuk melaksanakan perubahan
pada individu, keluarga dan komunitas apabila perawat komunitas
bekerja bersama dengan masyarakat. Berbagai kelompok di masyarakat
dapat dikembangkan sesuai dengan inisiatif dan kebutuhan masyarakat
setempat, misalnya Posbindu, Bina Keluarga , atau Karang . Kegiatan
pada kelompok ini disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin
dicapai oleh agar dapat mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya
guna, dan produktif selama mungkin (Depkes RI,1992).
Menurut penelitian, yang mengikuti secara aktif sebuah kelompok sosial
dan menerima dukungan dari kelompok tersebut akan memperlihatkan
kondisi kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada yang lebih
sedikit mendapatkan dukungan kelompok (Krause,2011). Bentuk
dukungan kelompok ini juga terkait dengan rendahnya risiko morbiditas
dan mortalitas (Berkman, Leo-Summers, & Horwitz, 1992). Meskipun
penjelasan risiko morbiditas dan mortalitas tersebut tidak lengkap
dikemukakan, beberapa laporan menekankan bahwa dukungan yang
diterimadapat meningkatkan pemanfaatan dan kepatuhan individu
terhadap pelayanan yang diinginkan dengan mengikuti informasi yang
diberikan, ikut serta dalam kelompok dan meningkatkan perilaku
mencari bantuan kesehatan (Cohen, 1988).
Berdasarkan strategi intervensi yang telah ditentukan oleh perawat
komunitas seperti tersebut di atas, selanjutnya dilakukan
pengorganisasian masyarakat. Pengorganisasian masyarakat sebagai
suatu proses merupakan sebuah perangkat perubahan komunitas yang
memberdayakan individu dan kelompok berisiko (agregat) dalam
menyelesaikan masalah komunitas dan mencapai tujuan yang diinginkan
bersama. Menurut Helvie (1998), terdapat tiga model pengorganisasian
masyarakat yaitu:
2.2.4.1 MODEL PENGEMBANGAN MASYARAKAT
(LOCALITY DEVELOPMENT),
Model pengembangan masyarakat didasarkan pada upaya
untuk memaksimalkan perubahan yang terjadi di komunitas,
di mana masyarakat dilibatkan dan berpartisipasi aktif dalam
menentukan tujuan dan pelaksanaan tindakan. Tujuan dari
model pengembangan masyarakat adalah (1) agar individu dan
kelompok-kelompok di masyarakat dapat berperan-serta aktif
dalam setiap tahapan proses keperawatan, dan (2) perubahan
4|Page
perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan kemandirian
masyarakat yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan,
perlindungan dan pemulihan status kesehatannya di masa
mendatang (Nies & McEwan, 2001; Green & Kreuter, 1991).
Sejalan dengan Mapanga dan Mapanga (2004) tujuan dari
proses keperawatan komunitas pada adalah meningkatkan
kemampuan dan kemandirian fungsional agregat melalui
pengembangan kognisi dan kemampuan merawat dirinya
sendiri. Pengembangan kognisi dan kemampuan agregat
difokuskan pada dayaguna aktifitas kehidupan, pencapaian
tujuan, perawatan mandiri, dan adaptasi terhadap
permasalahan kesehatan sehingga akan berdampak pada
peningkatan partisipasi aktif .
Prevensi primer ditujukan bagi orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni
mereka yang belum menderita tetapi berpotensi untuk menderita . Perawat komunitas
harus mengenalkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya dan upaya yang
perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya latihan jasmani teratur,
5|Page
pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko
merokok bagi kesehatan.
2.4.1 Observasi.
Observasi diperlukan dalam pelaksanaan keperawatan . Observasi
dilakukan sejak pengkajian awal dilakukan dan merupakan proses
yang terus menerus selama melakukan kunjungan (Hitchcock,
Schubert & Thomas, 1999). Lingkungan yang perlu diobservasi yaitu
keadaan, kondisi rumah, interaksi antar keluarga, tetangga dan
komunitas. Observasi diperlukan untuk menyusun dan
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada .
2.4.2 Terapi modalitas.
Terapi modalitas adalah suatu sarana penyembuhan yang diterapkan
pada dengan tanpa disadari dapat menimbulkan respons tubuh berupa
energi sehingga mendapatkan efek penyembuhan (Starkey, 2004).
Terapi modalitas yang diterapkan pada, yaitu: manajemen nyeri,
perawatan gangren, perawatan luka baru, perawatan luka kronis,
latihan peregangan, range of motion, dan terapi hiperbarik.
2.4.3 Terapi komplementer (complementary and alternative
medicine/CAM).
Terapi komplementer adalah penyembuhan alternatif untuk
melengkapi atau memperkuat pengobatan konvensional maupun
biomedis (Cushman & Hoffman, 2004; Xu, 2004) agar bisa
6|Page
mempercepat proses penyembuhan. Pengobatan konvensional
(kedokteran) lebih mengutamakan penanganan gejala penyakit,
sedangkan pengobatan alami (komplementer) menangani penyebab
penyakit serta memacu tubuh sendiri untuk menyembuhkan penyakit
yang diderita (Sustrani, Alam & Hadibroto, 2005).
Ranah terapi komplementer dan bentuk-bentuk terapi komplementer
(Cushman & Hoffman, 2004):
2.4.3.1 Pengobatan alternative : Terapi herbal, akupunktur,
pengobatan herbal Cina
2.4.3.2 Intervensi tubuh dan pikiran : Meditasi, hipnosis, terapi
perilaku, relaksasi Benson, relaksasi progresif, guided
imagery, pengobatan mental dan spiritual
2.4.3.3 Terapi bersumber bahan organik : Terapi diet , terapi jus,
pengobatan orthomolekuler (terapi megavitamin), bee pollen,
terapi lintah, terapi larva
2.4.3.4 Terapi pijat, terapi gerakan somatis, dan fungsi kerja tubuh :
Pijat refleksi, akupresur, perawatan kaki, latihan kaki, senam
2.4.3.5 Terapi energi : Qigong, reiki, terapi sentuh, latihan seni
pernafasan tenaga dalam, Tai Chi
2.4.3.6 Bioelektromagnetik : Terapi magnet
Bentuk intervensi terapi modalitas dan komplementer
memerlukan kajian dan pengembangan yang disesuaikan
dengan peran dan fungsi perawat, terutama pada agregat .
DAFTAR PUSTAKA
7|Page
8|Page