Pedoman Pelayanan Hiv
Pedoman Pelayanan Hiv
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ 2
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 4
1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................................................. 4
4.5. Penanganan Ko-infeksi TB-HIV dan Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (Insoniazid Profilaksis
Treatment/IPT) ................................................................................................ 16
2
BAB V. LOGISTIK .................................................................................................................................. 19
5.1. Pengadaan sarana dan prasarana ........................................................................................... 19
3
BAB I. PENDAHULUAN
4
HIV-AIDS menimbulkan masalah yang kompleks baik bagi pasien maupun rumah sakit. Masalah yang
ditimbulkan ini memerlukan penyelesaiaannya dan kerjasama lintas sektoral. Upaya mengurangi
dampak dan masalah yang ditumbulkan oleh HIV-AIDS dapat dilakukan dengan pertama-tama mencegah
penularan penyakit. Rumah sakit diharapkan dapat secara optimal meningkatkan mutu pelayanan pada
setiap unit kerjanya dengan membuat suatu pedoman pelayanan. Diharapkan dengan pedoman
pelayanan dapat menjadi panduan bagi petugas kesehatan untuk melaksanakan pelayanan tes HIV di
Metro Hospitals Cikupa.
1.2.1. Tujuan Umum Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelayanan Konseling dan Tes
HIV dalam rangka penegakkan diagnosis HIV-AIDS, untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan
atau peningkatan kejadian infeksi HIV, dan mengurangi angka kejadian HIV-AIDS.
b. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumberdaya dan manajemen yang sesuai.
g. Memberi perlindungan dan konfidensialitas terhadap hasil pemeriksaan dan konseling HIV-AIDS.
h. Meningkatkan peran serta fasilitas kesehatan, petugas medis, dan para medik untuk mengurangi
angka penularan HIV-AIDS.
5
1.3. RUANG LINGKUP LAYANAN TES HIV Layanan Tes HIV di Metro Hospitals Cikupa meliputi:
1.3.1. Pencegahan Penularan HIV Upaya pencegahan meliputi beberapa aspek yaitu penyebaran
informasi dan promosi mengenai HIV, pencegahan dan pengendalian infeksi di RS dan profilaksis pasca
pajanan untuk kasus pemerkosaan dan kecelakaan kerja.
1.3.2. Penemuan Kasus Baru Layanan Tes HIV pada pasien di Rumah Sakit dimintakan secara rutin pada
semua pasien TB, semua ibu hamil, semua pasien IMS, semua pasien hepatitis B dan C, semua pasien
dengan gejala terkait HIV-AIDS (termasuk anak dengan malnutrisi), populasi kunci HIV, dan pasangan
ODHA.
1.3.3. Penegakan Diagnosis HIV Pemeriksaan dilakukan secara serial dengan menggunakan 3 jenis
reagen yang berbeda sesuai dengan pedoman nasional
1.3.4. Penemuan Infeksi Oportunistik dan Penentuan Stadium Klinis IO yang tersering dijumpai di
Indonesia adalah: TB, kandidiasis oral, diare, Pneumocystis Pneumonia (PCP), Pruritic Papular Eruption
(PPE)
1.3.5. Profilaksis Kotrimoksasol Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK) merupakan bagian penting
dari rencana pengobatan bagi ODHA
1.3.6. Penanganan Ko-infeksi TB-HIV dan Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (Insoniazid
Profilaksis Treatment/IPT) Melaksanakan kolaborasi program HIV dan TB dalam satu atap, dengan
melakukan kerjasama antara tim HIV, tim DOTS dan manajemen layanan
1.3.7. Perawatan Kronis yang Baik Mendukung ODHA untuk mendapat perawatan yang cocok untuk
perjalanan penyakitnya dan untuk dapat minum obat ARV seumur hidup.
1.3.8. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Mencegah terjadinya kasus baru HIV pada bayi
dan terjadinya sifilis kongenital
1.3.9. Pengendalian dan Pengobatan IMS Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat IMS yang
sebenarnya bisa dicegah dan diobati, serta mencegah infeksi HIV
6
1.4. CAKUPAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TES HIV
1.4.1.1. Layanan KTS dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik
dan testing
1.4.1.2. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi
oportunistik
1.4.2. Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kegiatan (KTIP) KTIP harus dimintakan
secara rutin sebagai bagian dari standar pelayanan bagi:
semua pasien TB
semua ibu hamil
semua pasien IMS
semua pasien hepatitis B dan C
semua pasien dengan gejala terkait HIV-AIDS (termasuk anak dengan malnutrisi), populasi
kunci HIV
pasangan ODHA.
7
1.5. LANDASAN HUKUM
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes
HIV
6. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Laboratorium HIV dan Infeksi Oportunistik No. 15 tahun 2015
7. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing
HIV No.1507 tahun 2005
8. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak No 51
tahun 2013
9. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No.12 Tahun 2010 tentang Penanggulangan
Human Immunodefficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Defficiency Sindrome (AIDS)
10. Pedoman Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Penerapan Tes dan Konseling HIV
Terintegrasi di Sarana Kesehatan/ PITC tahun 2010
8
BAB II. STANDAR KETENAGAAN
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen yang penting guna mendukung dan
memberikan layanan tes HIV yang berkesinambungan. Pengetahuan dan sikap SDM dalam hal ini adalah
petugas kesehatan mempengaruhi keefektifan penyediaan pelayanan HIV-AIDS. Pelayanan HIV-AIDS
membutuhkan tenaga kesehatan yang berdedikasi dan terlatih. Adapun petugas pelayanan HIV-AIDS
terdiri dari:
3. Dokter Spesialis
4. Dokter Umum
5. Perawat
6. Petugas Laboratorium
8. Petugas Administrasi
Distribusi ketenagaan layanan tes HIV di Metro Hospitals Cikupa adalah sebagai berikut:
2. Konselor : 2 orang
5. Perawat : 1 orang
6. Bidan : 1 orang
2.3.1. Pelayanan Klinik KTS Metro Hospitals Cikupa dilakukan setiap hari kerja dengan petugas sesuai
dengan jadwal.
2.3.2. Pelayanan atas inisiasi petugas dilakukan setiap hari oleh tenaga kesehatan yang sudah
mendapatkan pelatihan PITC.
2.3.3. Petugas laboratorium berada di Instalasi Laboratorium dapat dihubungi oleh petugas jaga di Klinik
KTS, apabila ada klien yang melakukan pemeriksaan HIV.
10
BAB III. STANDAR FASILITAS
Denah ruang pelayanan KTS terlampir pada Pedoman Pelayanan HIV-AIDS ini.
3.2.1. Sarana
Papan petunjuk.
Papan petunjuk dimaksudkan untuk memudahkan akses klien ke klinik KTS. Papan penunjuk juga
dipasang di depan ruang klinik KTS bertuliskan Pelayanan KTS atau Klinik KTS b
Ruang Tunggu.
Materi KIE: poster, leaflet, brosur yang berisi tentang HIV-AIDS, IMS, KB, ANC, TB, hepatitis,
penyalahgunaan napza, perilaku sehat, nutrisi dan seks yang aman
Informasi konseling dan testing
Kotak saran
Tempat sampah, tissue, air minum
Televisi
Komputer
Meja dan kursi
Kalender
Jam pelayanan HIV-AIDS Jam pelayanan KTS HIV terintregasi dalam jam pelayanan kesehatan
lainnya dapat dilakukan setiap hari pada hari kerja yaitu Senin hingga Sabtu sesuai dengan jam
kerja.
Ruang Konseling Ruang konseling disediakan senyaman mungkin dan terjaga kerahasiaannya.
Ruang konseling terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan sampel darah. Ruang
konseling terdapat dua pintu yaitu pintu masuk dan pintu keluar klien sehingga klien yang
selesai konseling dan klien berikutnya yang hendak konseling tidak saling bertemu. Ruang
Konseling dilengkapi:
a) Sebuah meja dan tiga kursi (tempat duduk bagi klien maupun konselor)
b) Buku catatan perjanjian klien dan catatan harian, formulir informed consent, catatan
medis klien, formulir pre dan pasca testing, buku rujukan, formulir rujukan, kalender
dan ATK
c) Kondom dan alat peraga penis, alat peraga reproduksi wanita
d) Buku resep gizi seimbang
e) Tisu
f) Air minum
g) Lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci
h) Ruang Pengambilan Sampel Darah.
Ruang pengambilan darah untuk pemeriksaan penunjang dan tes HIV dilakukan di
departemen Laboratorium dengan tetap memegang konfidentialitas pasien dan sesuai
dengan pedoman tes HIV.
3.2.2. Prasarana
a. Aliran Listrik
10
BAB IV. TATA LAKSANA PELAYANAN
Penyelenggaraan layanan Tes HIV adalah suatu layanan untuk mengetahui adanya infeksi HIV di tubuh
seseorang. Layanan ini dapat diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Layanan Tes HIV
didahului dengan dialog antara klien/pasien dan konselor/petugas kesehatan dengan tujuan
memberikan informasi tentang HIV dan AIDS dan meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan
berkaitan dengan tes HIV.
Penyebaran informasi dapat berupa leaflet, seminar awam, sosialisasi internal RS dan lain-lain
Penyebaran informasi tidak menggunakan gambar atau foto yang menyebabkan ketakutan,
stigma dan diskriminasi
Penyebaran informasi perlu menekankan manfaat tes HIV dan pengobatan ARV
Penyebaran informasi perlu disesuaikan dengan budaya dan bahasa atau kebiasaan masyarakat
setempat
a) Pada prinsipnya PPI pada HIV sama dengan kegiatan PPI pada umumnya
1. Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang yaitu atasan langsung dan
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
2. Memulai PPP sebaiknya secepatnya (<4 jam) dan tidak lebih dari 72 jam
3. Penilaian status infeksi sumber pajanan terhadap penyakit yang menular melalui darah yang
dapat dicegah, dilakukan dengan pemeriksaan Laboratorium.
Penyakit tersebut adalah: o HbsAg untuk Hepatitis B o Anti HCV untuk Hepatitis C o Anti HIV
untuk HIV
4. Penentuan terapi profilaksis pasca-pajanan (PPP) yang dibutuhkan berdasarkan telaah pajanan
untuk HIV
5. Setiap tatalaksana pajanan berisiko harus selalu dilakukan tindak lanjut.
Tindakan yang diperlukan meliputi:
o Evaluasi Laboratorium tes HIV pada 6 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan setelahnya
o Follow-up dan dukungan, termasuk tindak lanjut klinis atas gejala infeksi HIV, Hepatitis B,
efek samping obat PPP, konseling berkelanjutan untuk kepatuhan terapi ARV, dsb.
4.2. Penemuan kasus baru
Tes HIV adalah pemeriksaan laboratorium dengan tujuan untuk penemuan kasus.
Tes HIV dimintakan secara rutin oleh semua tenaga kesehatan yang telah mengikuti pelatihan
KTIP
Alur layanan Tes HIV pada lampiran 1.
Tes HIV perlu informasi singkat dan sederhana tanpa membuat pasien menjadi takut tentang
manfaat dan tujuannya.
Persetujuan untuk tes HIV dapat dilakukan secara lisan (verbal consent) sesuai dengan
Permenkes no.21 tahun 2013
Jika pasien menolak, maka pasien diminta untuk menandatangani surat penolakan tes secara
tertulis.
Konseling dibutuhkan untuk kasus sulit, misalnya:
a) Pasien yang selalu menolak tes HIV
b) Pasien HIV positif yang menolak membawa pasangan untuk dites
c) Pasien yang tidak mau dirujuk ke layanan ARV
Hasil tes HIV disampaikan kepada pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan yang meminta
Hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dan hanya dapat dibuka kepada:
1. yang bersangkutan;
2. tenaga kesehatan yang menangani;
3. keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap;
4. pasangan seksual
5. pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Harus mendapatkan tindak lanjut pengobatan dan perawatan lainnya seperti skrining TB,
skrining IMS, konseling pasca tes jika dibutuhkan dan pemberian ARV. Pasien dengan
pengobatan ARV dirujuk ke fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan
untuk pelayanan ARV sesuai dengan alur rujukan dan kerjasama RS.
Pemeriksaan dilakukan secara serial dengan menggunakan 3 jenis reagen serologis yang
berbeda sesuai dengan pedoman nasional.
Alur diagnosis HIV pada lampiran 2
Tes virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak berumur kurang dari 18 bulan. Alur
diagnosis HIV pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan pada lampiran 3.
Penyimpanan reagen HIV dilakukan sesuai dengan instruksi yang tertera dilembar informasi dan
digunakan sebelum tanggal kedaluwarsa.
Hasil testing diverifikasi oleh dokter spesialis patologi klinik
Hasil diberikan kepada petugas kesehatan yang mengirim dalam amplop tertutup
Jangan memberi tanda menyolok terhadap hasil positif atau negatif
Interpretasi hasil tes dan keputusan tindak lanjut dilakukan oleh dokter yang meminta
pemeriksaan tes.
4.4. Penemuan Infeksi Oportunistik dan Penentuan Stadium Klinis
4.6. Penanganan Ko-infeksi TB-HIV dan Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (Insoniazid Profilaksis
Treatment/IPT)
1. Skrining gejala dan tanda TB bagi ODHA yang berkunjung ke layanan pada setiap kunjungan
sesuai alur TB paru pada ODHA (lampiran 5)
2. Tes HIV dimintakan secara rutin kepada semua terduga dan pasien TB
3. Semua ODHA yang setelah dievaluasi dengan seksama tidak menderita TB aktif, dan ODHA yang
memiliki kontak erat dengan pasien TB harus diobati sebagai infeksi TB laten dengan Pemberian
PP INH
4. Kriteria Pemberian PP INH pada anak dengan HIV sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesian Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral
(Lampiran 6)
5. Isoniazid dosis 300 mg untuk PP INH diberikan setiap hari selama 6 bulan (total 180 dosis).
6. Vitamin B6 diberikan dengan dosis 25 mg perhari atau 50 mg selang sehari atau 2 hari sekali
untuk mengurangi efek samping INH
7. Pemantauan pengobatan PP INH dilakukan setiap kunjungan selama 6 bulan pengobatan.
8. Pemberian PP INH ulang dapat dilakukan setelah 3 tahun
Vaksin hidup baru aman diberikan bila CD4 sudah meningkat stabil di atas 200 sel/mm3
Vaksin mati dapat digunakan pada CD4 berapa pun, namun bila diberikan pada CD4 rendah
sebaiknya vaksin diberikan lagi saat CD4 meningkat di atas 200 sel/mm3
ODHA koinfeksi HBV, direkomendasikan juga untuk mendapatkan vaksin HAV.
ODHA koinfeksi HCV, direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin HBV dan HCV.
Lampiran 7 menunjukkan vaksin yang direkomendasikan pada ODHA dewasa.
a) Imunisasi tetap diberikan pada anak dengan HIV atau diduga terinfeksi HIV yang belum
menunjukkan gejala termasuk memberikan vaksin hidup sesuai dengan jadwal imunisasi
nasional.
b) Bila anak menunjukkan gejala klinis infeksi terkait HIV, vaksin hidup tidak boleh diberikan.
BAB V. LOGISTIK
5.1.1. Tingkat persediaan adalah jumlah persediaan minimum ditambah safety stock.
5.1.2. Tingkat persediaan minimum adalah jumlah yang diperlukan untuk memenuhi kegiatan
operasional normal sampai pengadaan berikutnya.
5.1.3. Safety stock adalah jumlah persediaan cadangan yang harus ada untuk bahan yang dibutuhkan
atau yang sering terlambat diterima dari pemasok.
5.1.4. Perkiraan jumlah kebutuhan diperoleh berdasarkan jumlah pemakaian atau pembelian dalam
periode 6-12 bulan yang lalu dan jumlah proyeksi pemeriksaan dalam periode 6-12 bulan untuk tahun
depan. Catat jumlah pemakaian bahan untuk 1 bulan.
5.1.5. Waktu untuk mendapat bahan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan
sampai bahan diterima dari pemasok
5.2.2.1. Sarana dan prasarana baru menggunakan formulir Purchase Requisition (PR)
5.2.2.1.1. Minta persetujuan PR kepada kepala departemen, Kepala Divisi Pelayanan dan Penunjang
Medis dan Direktur Rumah Sakit.
5.2.2.1.2. Serahkan PR kepada Bagian Pembelian, copy PR merah disimpan di unit sebagai arsip
5.2.2.2. Sarana dan prasarana yang sudah pernah digunakan melalui sistem HOPE dengan cara SR
5.2.3. Bila ada kebutuhan CITO, setelah petugas menulis di buku order, langsung dibuatkan PR atau SR.
5.3.1. Pada saat Sarana dan prasarana datang, sesuaikan dengan buku order (jumlah, nomor catalog,
dan terutama tanggal kadaluwarsa).
5.3.3. Bila tidak sesuai kembalikan tanpa paraf di buku order dan faktur.
5.3.4. Bila jumlah tidak sesuai, tulis jumlah kekurangannya pada kolom tersendiri pada buku order
5.4. Penyimpanan sarana dan prasarana 5.4.1. Menggunakan kaidah first in-first out (FIFO) yaitu bahan
yang lebih dahulu masuk harus digunakan lebih dahulu 5.4.2. Sarana dan prasarana dengan masa
kadaluarsa pendek menggunakan kaidah first expiredfirst out (FEFO) yaitu bahan dengan masa
kadaluarsa pendek digunakan lebih dahulu 5.4.3. Suhu dan kelembaban tempat penyimpanan
disesuaikan dengan ketentuan untuk masingmasing.
BAB VI. KESELAMATAN PASIEN
Untuk memberikan Pelayanan yang memuaskan dan berprinsip kepada Keselamatan pasien, maka pihak
Manajemen sudah menentukan beberapa kebijakan, salah satunya mengenai Patient Safety Goal, yaitu:
A. Melakukan Identifikasi Pasien Secara Tepat Untuk mencapai tujuan ini maka digunakan Nama Pasien
dan Nomor MR, dan Tanggal Lahir dari Pasien
B. Meningkatkan Komunikasi yang Efektif Untuk mengurangi kesalahan dalam menerima instruksi dan
informasi maka perlu dipastikan kembali informasi dan instruksi yang diterima (Read Back).
D. Mengurangi Risiko Salah Lokasi, Salah Pasien, dan Salah Tindakan Operasi Untuk mencegah terjadinya
hal tersebut, maka diperlukaan adanya pengecekan kembali dari dokter dan tim yang akan
melaksanakan operasi, serta diperlukan juga check list untuk memverifikasi dokumen dan peralatan
yang diperlukan untuk operasi yang telah tersedia, dan memberikan penandaaan daerah yang akan
dilakukan operasi
E. Mengurangi Risiko Infeksi Semua petugas kesehatan harus menerapkan kewaspadaan standar sebagai
upaya pengendalian infeksi, tanpa memandang status HIV klien yang dihadapi. Para penyelenggara
layanan harus menyediakan dan mengupayakan lingkungan kerja yang memungkinkan penerapan
kewaspadaan standar untuk meminimalkan risiko terjadinya pajanan HIV okupasional. Prinsip
Kewaspadaan Umum dijabarkan dalam 5 kegiatan pokok yaitu:
F. Mengurangi Risiko Pasien Cedera karena Jatuh Untuk mencegah terjadinya Pasien Jatuh, maka
dilakukan pemantauan dan observasi secara ketat terhadap pada pasien yang berisiko Jatuh, salah
satunya dengan cara pemasangan sisi pengaman tempat tidur dan meberikan identitas berupa gelang
pada pasien yang berisiko jatuh.
BAB VII. KESELAMATAN KERJA
Keselamatan Kerja layanan test HIV merupakan bagian dari keselamatan kerja RS secara keseluruhan.
Petugas yang berkontak dengan spesimen mempunyai potensi terinfeksi kuman patogen. Potensi infeksi
juga dapat terjadi dari petugas ke petugas lain atau keluarganya dan masyarakat disekitarnya. Untuk
mengurangi bahaya yang terjadi diperlukan kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami keamanan
RS, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sehubungan dengan
pekerjaannya sesuai SOP yang berlaku.
BAB VIII. PENGENDALIAN MUTU
Salah satu prinsip yang menggaris bawahi implementasi layanan Tes HIV adalah layanan berkualitas,
guna memastikan klien mendapatkan layanan tepat dan menarik orang untuk menggunakan layanan.
Perangkat untuk menilai mutu layanan termasuk mengevaluasi kinerja seluruh staf, penilaian mutu
konseling melalui kegiatan supervisi, melakukan pertemuan berkala dengan para konselor, kotak saran,
penilaian oleh pengguna jasa, mengukur seberapa jauh konselor mengikuti aturan protokol. Perangkat
jaminan mutu konseling:
1. Perangkat rekaman saat konseling dengan klien samaran atau klien sungguhan yang telah
memberikan persetujuan untuk direkam.
3. Penilaian internal atau eksternal Syarat minimal layanan KTS dapat menggunakan daftar sederhana
yang ditentukan Kementerian Kesehatan dan WHO.
1. Pemantapan mutu internal. Kegiatan ini meliputi tersedianya protap untuk seluruh kegiatan, format
pencatatan, sediaan kontrol sampel.
Pedoman Pelayanan Layanan Tes HIV Rumah Sakit Siloam Yogyakarta disusun sebagai sarana untuk
pengaturan dan pemantauan kinerja layanan tes HIV serta untuk menciptakan ruang lingkup kerja
layanan tes HIV yang efisien, efektif, aman dan memenuhi standar internasional. Diharapkan dengan
adanya Pedoman Pelayanan Layanan Tes HIV dapat digunakan sebaik- baiknya untuk pencapaian
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan bertaraf internasional untuk Rumah Sakit Siloam Yogyakarta.