Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

KONSEP DASAR MANAJEMEN SEKOLAH


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Profesi Keguruan
Dosen Pengampu Mata Kuliah: DR. Arifin Suking S.Pd, M.Pd

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3:
1. MIRAWATY ISHAK (151418096)
2. PUTRI AUDELIA HARIDJI (151418100)
3. FITRIYANTI BAKARANGO (151418116)
4. SINTIYA R. MOHA (151418124)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Konsep
Dasar Manajemen Sekolah”. Atas selesainya makalah ini
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun. Kami berharap buku ini dapat bermanfaat bagi kami serta para
pembaca.

Gorontalo, 24 Februari 2020

Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Organisasi sekolah berjalan karena adanya konsep manajmene yang
terstuktur. Manajemen dalam organisasi sekolah sering disebut dengan manajemen
pendidikan. Manajemen pendidikan diartikan pula sebagai adminitrasi pendidikan.
Di dalam proses adminitrasi pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlihat di
dalam proses pencapaian tujuan pendidikan itu diintegrasikan, diorganissikan, dan
dikoordinasi secara efektif, dan semua materi yang diperlukan dan yang telah ada
dimanfaatkan secara efesien.
Adminitrasi pendidikan sebagai ilmu mempunyai karakteristik tersendiri
yang berbeda dengan ilmu adminitrasi lainnya. Setiap kegiatan di dalam proses
administrasi pendidikan di arahkan untuk mencapai tujuan pendiikan. Tujuan
pendiikan tergambar dalam kurikulum sekolah masing-masing.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidikan mencakup
bidang-bidang garapan yang sangat luas seperti administrasi personal, administrasi
kurikulum, administrasi kepemimpinan, kepengawasan dan organisasi lembaga
pendidikan.
Administrasi pendidikan tidak hanya berkaitan dengan tata usaha tetapi juga
berkaitan dengan semua kegiatan sekolah baik mengenai materi, personal,
perencanaan, kurikulum dan sebagainya yang diatur agar menciptakan suasana
yang memungkinkan kondisi pembelajaran yang bbaik sehingga mencapai tujuan
pendidikan.
Sebagai sebuah lembaga, sekolah dasar mengemban misi tertentu yaitu
melaksanaakan proses edukasi proses sosialisasi dan transformasi anak didik dalam
rangka mengantarkan mereka siap mengikuti pensisikan pada jenjang berikutnya.
Sekolah dasar menyelenggarakan berbagai aktivitas pendidikan bagi anak didik dan
melibatkan banyak komponen, sehingga aktivitas maupun komponen pendidikan di
sekolah dasar menuntut adanya manajmen yang baik dalam rangka mencapai tujuan
institusional sekolah dasar.
Terdapat sepuluh personil sekolah dasar yang meliputi kepala sekolah,
enam orang guru kelas, seorang guru mata pelajaran pendidikan agama, seorang
guru mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan, dan seorang pesuruh
sekolah. Sedangkan komponen bukan manusia di sekolah dasar terdiri dari ruang
ruang dan buku penunjang. Agar dapat di dayagunakan secara optimal dalam
mencapai tujuan institusional sekolah dasar, semua komponen tersebut dikelola
dengan sebaik-baiknya. Semakin banyak personil dan fasilitas yang didayagunakan
semakin menuntut adanya manajemen sekolah dasar yang baik.
B. Rumusan Masalah
a. Apa dimaksud Dengan Manajemen?
b. Apa Esensi Manajemen Pendidikan?
c. Apa Fungsi Manajemen Pendidikan?
d. Apa Substansi Manajemen Pendidikan Di Sekolah?
C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui Pengertian Manajemen
b. Menjelaskan Esensi Manajemen Pendidikan
c. Menjelaskan Fungsi Manajemen Pendidikan
d. Mendeskripsikan Substansi Manajemen Pendidikan Di Sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen
Istilah manajemen dan administrasi merupakan dua kata yang sering
diperdebatkan. Di satu sisi berpendapat antara administrasi dan manajemen
mempunyai pengertian yang sama, dan di sisi yang lain membedakan kedua istilah
ini. Dalam konteks pendidikan pun, memang masih ditemukan kontroversi dan
inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen dan administrasi. Di satu pihak
ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal
dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, terdapat pula yang
menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan.
Dalam kajian ini, penulis mengidentikkan keduanya, sehingga kedua istilah ini
dapat digunakan dengan makna yang sama.
Untuk tidak menimbulkan perdebatan tentang kedua istilah ini, maka
dikemukakan beberapa pengertian, baik manajemen maupun administrasi. Bartol
dan Martin yang dikutip Kadarman dan Udaya (1995) memberikan rumusan
“Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan–tujuan organisasi dengan
melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning),
mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan
(controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang
berkesinambungan”. Stoner (dalam Handoko, 1995) mengemukakan “Manajemen
sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. Rifai
(2006) mengemukakan pengertian administrasi sebagai keseluruhan proses yang
mempergunakan dan mengikutsertakan semua sumber potensi yang tersedia dan
sesuai, baik personal maupun material, dalam usaha untuk mencapai bersama suatu
tujuan secara efektif dan efisien. Siagian (1983) mendefinisikan administrasi
sebagai keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih yang didasarkan
atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan dapat ditarik makna bahwa
manajemen meliputi: (1) tujuan yang mesti direalisasikan guna kepentingan
lembaga, individu atau kelompok, (2) keterlibatan personil material dan finansial
dalam posisinya yang saling mendukung dan melengkapi, (3) proses yang terus
menerus dan berkesinambungan yang dimulai dari hal kecil sampai pada hal yang
lebih besar/rumit, (4) pengawasan atau kontrol untuk keteraturan, keseimbangan
dan keselarasan, (5) tepat guna dan berhasil guna supaya tidak terjadi penghambur-
hamburan waktu, tenaga dan biaya serta fasilitas dalam mencapai keberhasilan, (6)
hubungan manusiawi yang menempatkan manusia sebagai unsur utama dan
terhormat serta memiliki kepentingan di dalamnya.
Sebelum diterapkan dalam bidang atau obyek tertentu,
manajemen/administrasi dapat dilihat dari sudut pandang: (1) proses, (2) fungsi,
dan (3) lembaga. Dari sudut proses manajemen dapat dikatakan sebagai suatu
keseluruhan tingkatan yang mesti dilaksanakan dimulai dari proses pengambilan
keputusan, penentuan tujuan, pembagian tugas dan pelaksanaan tugas yang mesti
dikerjakan sampai terealisasi. Dari sudut fungsi, manajemen dapat dikatakan
sebagai suatu tugas atau pekerjaan yang mesti dikerjakan oleh individu ataupun
kelompok dimulai dari pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pelaksanaan dan
pembagian tugas sampai pada realisasi pencapaian tujuan yang telah disepakati.
Sedangkan dari segi lembaga, manajemen diartikan sebagai individu atau kelompok
yang mengerjakan tugas melalui pembagian tugas sampai pada perealisasian tujuan
institusi.
Setelah dipahami pengertian manajemen secara umum, berikut
dikemukakan pengertian manajemen pendidikan. Satori (1980) memberikan
pengertian manajemen pendidikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan
memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”.
Sedangkan Nawawi (1992) mengemukakan bahwa “manajemen pendidikan
sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama
sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang
diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan
formal”.

B. Esensi Manajemen Pendidikan


1. Esensi falsafah manajemen
Setiap jenis pengetahuan termasuk pengetahuan manajemen mempunyai
ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epitimologi) dan
untuk apa (aksiologi) pengetahuan manajemen tersebut disusun. Ketiganya
berkaitan satu sama lain (sistem). Ontologi ilmu terkait dengan epistimologi,
dan epistimologi terkait dengan aksiologi dan seterusnya.
Berdasarkan landasan ontologi dan aksiologi itu, maka bagaimana
mengembangkan landasan epistimologi yang sesuai. Persoalan utama yang
dihadapi oleh setiap epsitimolog pada dasarnya bagaimana mendapatkan
pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspek ontologi dan
aksiologi. Demikian juga halnya dengan masalah yang dihadapi
epistimologi, yakni bagaimana menyusun pengetahuan yang benar untuk
menjadi masalah mengenai dunia empiris yang akan digunakan sebagai alat
untuk meramalkan dan mengendalikan peristiwa atau gejala yang muncul
dalam pengetahuan manajemen. Falsafah pada hakikatnya menyediakan
seperangkat pengetahuan (a body related knowledge) untuk berpikir efektif dalam
memecahkan masalah-masalah manajemen. Ini merupakan hakikat
manajemen sebagai suatu disiplin ilmu dalam mengatasi masalah organisasi
berdasarkan pendekatan yang intelegen. Bagi seorang manajer perlu
pengetahuan tentang kebenaran manajemen, asumsi yang telah diakui, dan
nilai-nilai yang telah ditentukan. Akhirnya, semua itu mencapai kepuasan
dalam melakukan pendekatan yang sistematik dalam praktek manajerial.
2. Esensi Teori Manajemen
Teori manajemen mempunyai peran (role) atau membantu menjelaskan
perilaku organisasi yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas dan
kepuasan (satisfaction). Karakteristik teori manajemen secara garis besar dapat
dinyatakan: 1) mengacu pada pengalaman empirik, 2) adanya keterkaitan
antara satu teori dengan teori lain, 3) mengakui kemungkinan adanya
penolakan.
Di dalam proses manajemen digambarkan fungsi-fungsi manajemen
secara umum (general) yang ditampilkan ke dalam perangkat organisasi dan
dimulai dikenal sebagai teori manajemen klasik. Menurut teori klasik pilar-
pilar manajemen klasik terdiri dari 4 pilar, yaitu pembagian kerja, proses
scalar fungsi-fungsi, struktur, rentang pengawasan. Para ahli banyak yang
mengatakan bahwa manajemen belum mempunyai teori yang standar, tetapi
sebagai pendekatan. Karena itu teori seringkali dikatakan sebagai
pendekatan manajemen secara klasik, pendekatan neoklasik dan pendekatan
modern.
3. Esensi Prinsip Manajemen
Pentingnya prinsip-prinsip dasar dalam praktik manajemen antara lain:
1) menentukan cara/metode kerja; 2) pemilihan pekerja dan pengembangan
keahliannya; 3) pemilihan prosedur kerja; 4) menentukan batas-batas tugas;
5) mempersiapkan dan membuat spesipikasi tugas; 6) melakukan pendidikan
dan latihan; 7) menentukan sistem dan besamya imbalan. Semuanya itu,
dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas
kerja.
Kaitannya dengan prinsip dasar manajemen, Fayol mengemukakan
sejumlah prinsip, yaitu: pembagian kerja, kejelasan dalam wewenang dan
tanggung jawab, disiplin, kesatuan arah, lebih memprioritaskan kepentingan
umum/organisasi daripada kepentingan pribadi, pemberian kontrak prestasi,
sentralisasi, rantai scalar, tertib, pemerataan, stabilitas dalam menjabat,
inisiatif, dan semangat kelompok. Keempat belas prinsip dasar tersebut
dijadikan patokan dalam praktik manajerial dalam melakukan manajemen
yang berorientasi kepada orang (Management by people), manajemen
berorientasi kepada struktur (MBT) management by structure (MBS)
Management by Tehnique (MBT), manajemen berdasarkan informasi
(Management by Information), dan Management Information Sistem (MIS).
4. Kegiatan Praktik Manajerial
Praktik manajerial adalah kegaiatan yang dilakukan oleh manajer.
Apabila manajemen dipandang sebagai serangkaian kegiatan atau proses,
maka proses itu akan mencakup bagaimana cara mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan berbagai sumber untuk mencapai tujuan organisasi
(produktivitas dan kepuasan) dengan melibatkan orang, teknik, informasi
(produktivitas dan kepuasan) dengan melibatkan orang, teknik, informasi,
dan struktur yang telah dirancang. Kegiatan manajeria1 ini meliputi banyak
aspek, namun aspek utama dan sangat esensial yaitu perencanaan (planning),
perngorganisasian (organizing), pemimpinan (leading), dan pengawasan
(controlling).
5. Sumber Daya Pendidikan
Banyak sumber daya manajemen yang terlibat dalam organisasi atau
lembaga-lembaga termasuk lembaga pendidikan, antara lain: manusia,
sarana dan prasarana, biaya, teknologi, dan informasi. Namun demikian,
sumber daya yang paling penting dalam pendidikan adalah sumber daya
manusia. Bagaimana manajer menyediakan tenaga, bakat kreativitas dan
semangatnya bagi organisasi. Karena itu tugas terpenting dari seroang
manajer adalah menyeleksi, menempatkan, melatih dan mengembangkan
sumber daya manusia. Persoalannya pengembangan sumber daya manusia
mempunyai hubungan yang signifikan dengan produktivitas dan
pertumbuhan organisasi, kepuasan kerja, kekuatan dan profesionalitas
manajer.
Sumber daya manusia, menurut Shetty dan Vernon B. Bucher (1985)
terkandung aspek: kompetensi, keterampilan/skill, kemampuan, sikap,
perilaku, motivasi dan komitmen. Dalam pendidikan, jenis sumber daya
berdasarkan ruang lingkup keterlibatnnya ke dalam penyelenggaraan pen-
didikan dikelompokkan ke dalam SDM Pendidikan dalam sekolah dan SDM
pendidikan luar sekolah. Apabila dilihat dari segi tugas pokoknya, dibedakan
menurut tenaga teknis, tenaga administratif dan tenaga penunjang.
Selanjutnya dalam PP 38/1992 tentang Tenaga Kependidikan ditegaskan
pengelompokkannya menjadi tenaga pendidik, (pembimbing, pengajar,
pelatih), pengelola, pengawas, laboran, teknisi sumber belajar, peneliti dan
penguji. Merujuk pada Undang-Undang RI nomor: 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Bab XI pasal 39: mengenai peran Pendidik
dan Tenaga Kependidikan adalah seperti berikut: (a) tenaga kependidikan
bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada
satuan pendidikan; dan (b) pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melaksanakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidikan pada perguruan tinggi.
Persoalan pokok dalam pembinaan sumber daya manusia kependidikan
adalah pembinaan etos kerja. Etos kerja adalah sikap mental untuk
menghasilkan produk kerja yang baik, bermutu tinggi baik barang maupun
jasa. Menurut Buchari (1993), etos kerja dipengaruhi oleh variabel sikap, pan-
dangan, cara-cara dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang ada pada seseorang,
suatu kelompok atau bangsa. Pembinaan etos kerja ini merupakan bagian dari
pembinaan tata nilai (value sistem), dan dalam dunia pendidikan masalah ini
sudah mulai cukup diperhatikan.
Mutu SDM ini yang paling banyak dilakukan pembinaan keteram-
pilan untuk melalukan sesuatu yang nyata seperti merancang kegiatan
pembelajaran yang menyenangkan, mengelola kelas, membuat media
pendidikan sederhana, membangun kerjasama antar komponen sekolah
(komite sekolah, pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru), keterampilan
memanfaatkan komputer untuk pembelajaran, menjahit, akuntansi dan
sebagainya. Akan tetapi membentuk keinginan bagaimana melakukan peker-
jaan-pekerjaan itu sebaik-baiknya kurang diperhatikan. Tentunya hal ini
hanya dapat terwujud jika kemampuan menghasilkan sesuatu yang bermutu
itu dirunjang oleh etos kerja, motivasi tinggi untuk berprestasi (need for
achievement). Bagaimana caranya memupuk etos kerja. Salah satu usaha
dengan menciptakan suasana kerja yang mengatarkan perilaku
karyawan/guru ke arab yang lebih produktif secara langsung mengubah
sikap, pandangan dan keterampilan/keahlian yang lebih efektif yang seka-
rang sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Kuncinya
adalah bagaimana mengubah pola pikir mereka (mindset) yang lebih otonoIn.
Dan, ini meropakan tantangan para manajer/pimpinan pendidikan di masa
mendatang.
Sekolah, sebagai salah satu organisasi sosial di era pengetahuan saat
ini, akan sangat membutuhkan 'manusia baru', dalam arti bahwa semua unsur
manusia dalam sekolah tersebut, baik pengawas sekolah, kepala sekolah,
guru, bahkan peserta didik pun dituntut harus memiliki kompetensi global,
dewasa, etikal, dan kreatif. Globalisasi membuat dunia semakin "sempit",
aliran informasi antar negara semakin mudah diakses, baik oleh pendidik,
peserta didik maupun masyarakat luas.
C. Fungsi Manajemen
Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu: (1) planning
(perencanaan); (2) organizing (pengorganisasian); (3) actuating (pelaksanaan); dan
(4) controlling (pengawasan). Henry Fayol mengemukakan lima fungsi
manajemen, meliputi: (1) planning (perencanaan); (2) organizing
(pengorganisasian); (3) commanding (pengaturan); (4) coordinating
(pengkoordinasian); dan (5) controlling (pengawasan). Sementara itu, Koontz dan
O’Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup: (1) planning
(perencanaan); (2) organizing (pengorganisasian); (3) staffing (penentuan staf); (4)
directing (pengarahan); dan (5) controlling (pengawasan). Selanjutnya, Gullick
mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu: (1) planning (perencanaan); (2)
organizing (pengorganisasian); (3) staffing (penentuan staf); (4) directing
(pengarahan); (5) coordinating (pengkoordinasian); (6) reporting (pelaporan); dan
(7) budgeting (penganggaran).
Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan,
di bawah akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam
perspektif persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi :
(1) perencanaan (planning); (2) pengorganisasian (organizing); (3) pelaksanaan
(actuating) dan (4) pengawasan (controlling).
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang
akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana
disampaikan oleh Boone dan Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the
proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of
action designed to accomplish these objective. Sedangkan Handoko (1995)
mengemukakan bahwa: “Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan
tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program,
prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini”.
Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi
setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan
seefisien dan seefektif mungkin. Handoko mengemukakan sembilan manfaat
perencanaan bahwa perencanaan: (a) membantu manajemen untuk menyesuaikan
diri dengan perubahan-perubahan lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi
persesuaian pada masalah-masalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami
keseluruhan gambaran; (d) membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; (e)
memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi; (f) memudahkan dalam
melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan
lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan
yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu, usaha dan dana.
Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-
langkah pokok dalam perencanaan, yaitu:
1. Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a)
menggunakan kata-kata yang sederhana, (b) mempunyai sifat fleksibel, (c)
mempunyai sifat stabilitas, (d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan
(e) meliputi semua tindakan yang diperlukan.
2. Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber
daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.
3. Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.
Hal senada dikemukakan pula oleh Handoko (1995) bahwa terdapat empat
tahap dalam perencanaan, yaitu: (a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; (b)
merumuskan keadaan saat ini; (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan
hambatan; (d) mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk
pencapaian tujuan. Pada bagian lain, Sudarmo dan Mulyono (1996) mengemukakan
bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam
suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:
(1) rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka
panjang, (2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan
tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai
dimensi jangka panjang, dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana
kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan
jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.
Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan
perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti
perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin
kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya. Pada bagian
lain, Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam
penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut:
1. Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi,
falsafah dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung
jawab kunci manajer puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang dibawakan manajer. Nilai-nilai ini dapat mencakup masalah-masalah
sosial dan etika, atau masalah-masalah umum seperti macam produk atau
jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian organisasi.
2. Pengembangan profil organisasi, yang mencerminkan kondisi internal dan
kemampuan organisasi dan merupakan hasil analisis internal untuk
mengidentifikasi tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas
dan kualitas sumber daya-sumber daya organisasi yang tersedia. Profil
organisasi menunjukkan kesuksesan organisasi di masa lalu dan
kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagai
implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.
3. Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-
cara dan dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi
organisasi. Disamping itu, organisasi perlu mengidentifikasi lingkungan
lebih khusus, seperti para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar
tenaga kerja dan lembaga-lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan
ini akan mempengaruhi secara langsung operasi organisasi.
Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam
konteks bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat
diterapkan pula dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan,
karena memang pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai
tantangan internal maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang
benar-benar dapat menjamin sustainabilitas pendidikan itu sendiri.
2. Pengorganisasian (organizing)
Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). Terry
(1986) mengemukakan bahwa: “Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan
hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka
dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam
melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna
mencapai tujuan atau sasaran tertentu”. Boone dan Kurtz (1984) mengartikan
pengorganisasian: “… as the act of planning and implementing organization
structure. It is the process of arranging people and physical resources to carry out
plans and acommplishment organizational obtective”. Dari kedua pendapat di atas,
dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk
melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi
pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah
bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan
apa targetnya. Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Nawawi (1992)
mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, di antaranya adalah: (a) organisasi
harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan
kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian
kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab;
(d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus
mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Dale seperti dikutip Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses
pengorganisasian, yaitu: (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan
total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan
(c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan
pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
3. Pelaksanaan (actuating)
Keseluruhan rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating)
merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan
pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses
manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan
yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Dalam hal ini,
Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan
anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan
berusaha untuk mencapai sasaran organisasi dan sasaran anggota-anggota
organisasi tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-
sasaran tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain
merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan
melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat
melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung
jawabnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini
adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika:
(1) merasa yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut
memberikan manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi
atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan
kepercayaan bagi yang bersangkutan, dan (5) hubungan antar teman dalam
organisasi tersebut harmonis.
4. Pengawasan (controlling)
Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah

pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif

tanpa disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Boone dan Kurtz (1984)

memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai: “… the process by which

manager determine wether actual operation are consistent with plans”. Sementara

itu, Mocker (dalam Handoko, 1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di

dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa: “Pengawasan

manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan

dengan tujuan–tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik,


membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya,

menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil

tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya

organisasi dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian

tujuan-tujuan organisasi”. Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu

kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan

sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila

terjadi penyimpangan dimana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan

yang diperlukan untuk mengatasinya. Selanjutnya dikemukakan pula oleh Handoko

bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu: (a) penetapan standar

pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran

pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan

standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan (e) pengambilan

tindakan koreksi, bila diperlukan.

Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait

mengkait antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut

dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya

merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.

D. Substansi Manajemen Pendidikan Di Sekolah


Manajemen sekolah adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengontrolan sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan
sekolah yang telah ditetapkan (visi sekolah). Mu1yasa (2002), menjelaskan
bahwa manajemen sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang
hampir sama dengan manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen
pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada manajemen
sekolah. Dengan perkataan lain, manajemen sekolah merupakan bagian dari
manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan dalam
organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan
yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas pada satu sekolah saja,
sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen sistem
pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (supra
sistem) secara regional, nasional, dan internasional.
1. Manajemen Kurikulum dan Program Pembelajaran
Manajemen kurikulum dan program pembelajaran merupakan bagian
dari manajemen sekolah. Manajemen kurikulum dan program pembelajaran
mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah
dilakukan oleh departemen pendidikan nasional pada tingkat pusat. Karena
itu, level sekolah yang paling penting adalah bagaimana merealisasikan dan
menyesuaikan kurikulum tersebut dan yang berwewenang untuk
mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan lingkungan setempat.
Sejak tahun ajaran 2006/2007, Departemen Pendidikan Nasional
meluncurkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau lebih akrab dengan
KTSP. KTSP memberikan keleluasaan penuh (otonomi) setiap satuan
sekolah mengembangkan kurikulum dengan tetap memerhatikan potensi
sekolah dan potensi daerah sekitar (lokal). KTSP atau kurikulum 2006,
merupakan hasil kreasi guru-guru di sekolah berdasarkan staandar isi dan
standar kompetensi. Dalam Kurikulum 2006, muatan lokal (pengembangan
potensi sekitar sekolah) tidak lagi disisipkan pada setiap bidang studi, tetapi
menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik bidang studi
wajib maupun pilihan. Pengembangan kurikulum muatan lokal dimaksudkan
terutama untuk melengkapi pengembangan kurikulum sentralisasi, dan
bertujuan agar peserta didik mencintai dan mengenal lingkungannya, serta
mau dan mampu melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam,
kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional,
pembangunan regional, maupun pembangunan lokal sehingga peserta didik
tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungannya.
Kurikulum muatan lokal pada hakikatnya merupakan suatu perwujudan
Pasal 38 ayat 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang
berbunyi, "pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan
didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang
disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan
pendidikan". Sebagai tindak lanjut hat tersebut, muatan lokal telah dijadikan
strategi pokok untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang
relevan dengan kebutuhan lokal dan sejauh mungkin melibatkan peran serta
masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Dengan kurikulum
muatan lokal setiap sekolah diharapkan mampu mengembangkan program
pendidikan tertentu yang sesuai dengan keadaan dan tuntutan lingkungannya.
Sekolah mempakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum, baik
kurikulum nasional maupun muatan lokal, yang diwujudkan melalui proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, institusional,
kurikuler dan intruksional. Agar proses belajar-mengajar dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien, serta mencapai basil yang diharapkan, diperlukan
kegiatan manajemen program pembelajaran. Manajemen pembelajaran
adalah keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan di bidang pembelajaran
yang bertujuan agar seluruh kegiatan pembelajaran terlaksana secara efektif
dan efisien.
Kepala sekolah, sebagai manajer diharapkan dapat membimbing dan
mengarahkan pengembangan kurikulum dan program pembelajaran serta
melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya. Dalam proses
pengembangan program sekolah, manajer hendaknya tidak membatasi diri
pada pendidikan dalam arti sempit, ia harus menghubungkan program-
program sekoklah dengan seluruh kehidupan peserta didik dan kebutuhan
lingkungan.
Kepala sekolah mempakan seorang manajer di sekolah. Ia harus
bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
perubahan atau perbaikan program pembelajaran di sekolah. Untuk
kepentingan tersebut, sedikitnya terdapat empat langkah yang harus
dilakukan, yaitu menilai kesesuaian program yang ada dengan tuntutan
kebudayaan dan kebutuhan murid, meningkatkan perencanaan program,
memilih dan melaksnakan program, serta menilai perubahan program.
Untuk menjamin keefektifan pengembangan kurikulum dan
pembelajaran, kepala sekolah sebagai pengelola program pembelajaran
bersama dengan guru-guru harus menjabarkamn isi kurikulum secara lebih
rinci dan operasional ke dalam program tahunan, semeteran dan bulanan.
Berikut diperinci beberapa prinsip yang harus dipertimbangkan:
1. Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional tujuan makin
mudah terlihat dan makin tepat program-program yang dikembangkan
untuk mencapai tujuan.
2. Program pendidikan harus mudah terjangkau oleh setiap anggota
komponen sekolah (manageble).
3. Program itu harus sederhana dan fleksibel.
4. Program-program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.
5. Program yang dikembangkan harus menyeluruh dan harus jelas
pencapaiannya.
6. Program sekolah harus terkoordinasi, integrasi, sinkron, dan sederhana
(KISS) antar komponen pelaksana program di sekolah.
7. Pengelolaan sekolah harus terbuka (open management).
Dalam hal ini, perlu dilakukan pembagian tugas guru, penyusunan
kalender pendidikan dan jadwal pelajaran, pembagian waktu yang
digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi belajar, penetapan penilaian,
penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan kemajuan belajar peserta
didik, serta peningkatan perbaikan pembelajaran serta pengisian jam
kosong.
2. Manajemen Tenaga Kependidikan
Keberhasilan MBS sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya
dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Dalam hal
ini, peningkatan produktivitas dan prestasi kerja dapat dilakukan dengan
meningkatkan perilaku manusia di tempat kerja melalui aplikasi konsep dan
teknik manajemen personalia modern.
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia
pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara
efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam
kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi personalia
yang harus dilaksanakan pimpinan, adalah merekrut, mengembangkan,
menggaji dan memotivasi personil guna mencapai tujuan sistem, membantu
anggata mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan
perkembangan karier tenaga kependidikan, serta menyelaraskan tujuan
individu dan organisasi.
Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup: (1)
perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan
pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian
pegawai, (6) kompensasi dan (7) penilaian pegawai. Semua itu perlu
dilakukan dengan baik dan benar agar apa yang diharapkan tercapai, yakni
tersedianya tenaga kependidikan yang diperlukan dengan kualifikasi dan
kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik
dan berkualitas.
Perencanaan pegawai merupakan kegiatan untuk menentukan
kebutuhan pegawai, baik secara kuantitatif maupun kualitatif untuk
sekarang dan masa depan. Penyusunan rencana personalia yang baik dan
tepat memerIukan informasi yang lengkap dan jelas tentang pekerjaan atau
tugas yang harus dilakukan dalam organisasi. Karena itu, sebelum
menyusun rencana, perlu dilakukan analisis pekerjaan (job analisis) dan
analisis jabatan untuk memperoleh deskripsi pekerjaan (gambaran tentang
tugas-tugas dan pekerjaan yang harus dilaksanakan). Informasi ini sangat
membantu dalam menentukan jumlah pegawai yang diperlukan, dan juga
untuk menghasilkan spesifikasi pekerjaan (job speci{icatitm). Spesifikasi
jabatan yang dapat diterima dan yang perIu utnki melaksanakan pekerjaan
sebagaimana mestinya.
Pengadaan pegawai mempakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
pegawai pada suatu lembaga, baik jumlah maupun kualitasnya. Untuk
mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan, dilakukan kegaitan
recruitment, yaitu usaha untuk mencari dan mendapatkan calon-ca1on
pegawai yang memenuhi syarat sebanyak mungkin, untuk kemudian dipilih
calon terbaik dan tercakap.
Setelah diperoleh dan ditentukan calon pegawai yang akan diterima,
kegiatan selanjutnya adalah mengusahakan supaya calon pegawai tersebut
menjadi anggota organisasi yang sah sehingga mempunyai hak dan
kewajiban sebagai anggota organisasi atau lembaga. Di Indonesia, untuk
pegawai negeri sipil, promosi atau pengangkatan pertama biasanya sebagai
calon PNS dengan masa percobaan satu atau dua tahun, kemudian ia
mengikuti latihan prajabatan, dan setelah lulus diangkat menjadi pegawai
negeri sipil penuh. Setelah pengangkatan pegawai, kegiatan berikumya
adalah penempatan atau penugasan. Dalam penempatan atau penugasan ini
diusahakan adanya kongruensi yang tinggi antara tugas yang menjadi
tanggung jawab pegawai dengan karakteristik pegawi. Untuk mencapai
tingkat kongruensi yang tinggi dan membantu personil supaya benar-benar
siap secara fisik dan mental untuk melaksanakan tugas-tugasnya, perlu
dilakukan fungsi orientasi, baik sebelum atau sesudah penempatan.
Pemberhentian pegawai merupakan fungsi personalia yang
menyebabkan terlepasnya piliak organisasi dan personil dari hak dan
kewajiban sebagai lembaga tempat bekerja dan sebagai pegawai. Untuk
selanjutnya mungkin masing-masing pihak terikat dalam perjanjian dan
ketentuan sebagai bekas pegawai dan bekas lembaga tempat kerja. Dalam
kaitannya dengan tenaga kependidikan di sekolah, khususnya pegawai
negeri sipil, sebab-sebab pemberhentian pegawai ini dapat dapat
dikelompokkan ke dalam tiga jenis (1) pemberhentian atas permohonan
sendiri; (2) pemberhentian oleh Dinas atau pemerintah; dan (3)
pemberhentian sebab lain-lain.
Untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang dikemukakan terdahulu,
diperlukan sistem penilaian pegawai secara objektif. Penialain tenaga
kependidikan ini difokuskan pada nilai-nilai individu dan peransertanya
dalam kegiatan sekolah. Bagi sekolah, hasil peni1aian prestasi kerja tenaga
kependidikan sangat penting dalam pengambilan keputusan berbagai hal,
seperti identifikasi kebutuhan program sekolah, penerimaan, pemilihan,
pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan, dan aspek lain secara
keseleuruhan proses efektif sember daya manusia.
Tugas kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen tenaga
kependidikan bukanlah pekerjaan yang mudah karena tidak hanya
mengusahakan tercapaianya tujuan sekolah, tetapi juga tujuan tenaga
kependidikan (guru dan pegawai) secara pribadi. Karena itu, kepala sekolah
dituntut untuk mengerjakan instrumen pengeleolaan tenaga kependidikan
seperti daftar absensi, daftar urut kepangkatan, daftar riwayat hidup, daftar
riwayat pekerjaan, dan kondite pegawai untuk membantu kelancaran tugas
sekolah yang dipimpinnya.
3. Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan atau manajemen kemuridan (peserta didik)
merupakan salah satu bidang substansi manajemen sekolah. Manajemen
kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan
dengan peserta didik, mulai masuk sampai dengan keluamya peserta didik
tersebut dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk
pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang
secara operasional dapat membantu uapa petumbuhan dan perkembangan
peserta didik melalui proses pendidikan sekolah.
Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan
dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat
berjalan lancar, tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.
Untuk memuwjudkan tujuan tersebut, bidang manajemen kesiswaan
sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang harus diperhatikan, yaitu
penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan
pembinaan disiplin. Berdasarkan tiga tugas utama tersebut, Sulisna (1985)
menjabarkan tanggung jawab kepala sekolah dalam mengelola bidang
kesiswaan sebagai berikut:
1. Kehadiran murid di sekolah dan masalah-masalah yang berhubungan
dengan itu
2. Penerimaan, orientasi, klasifikasi, dan penunjukkan murid ke kelas dan
bidang studi;
3. Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar;
4. Program supervisi pada murid yang mempunyai kelainan seperti
pembelajaran, perbaikan, dan pembelajaran luar biasa;
5. Pengendalian disiplin murid;
6. Program bimbingan dan penyuluhan;
7. Program kesehatan dan keamanan;
8. Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional;
Penerimaan siswa baru perlu dikelola sedemikian rupa mulai dari
perencanaan penentuan daya tampung sekolah atau jumlah siswa baru yang
akan diterima, yaitu dengan mengurangi daya tampung dengan jumlah anak
yang tinggal kelas atau mengulang. Kegiatan penerimaan siswa baru biasanya
dikelola oleh panitia penerimaan siswa barn (PSB) atau panitia penerimaan
morid baru (PMB). Dalam kegiatan ini kepala sekolah membentuk panitia
atau menunjuk beberapa orang guru untuk bertanggung jawab dalam tugas
tersebut. Setelah para siswa diterima lalu dilakukan pengelompokan dan
orientasi sehingga secara fisik, mental dan emosional siap untuk mengikuti
pendidikan di sekolah.
Keberhasilan, kemajuan, dan prestasi belajar para siswa memerlukan
data yang otentik, dapat dipercaya, dan memiliki keabsahan. Data ini
diperlukan untuk mengetahui dan mengetahui keberhasilan atau prestasi
kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di sekolahnya. Kemajuan belajar
siswa ini secara periodik harus dilaporkan kepada orang tua, sebagai
masukan untuk berpartisipasi dalam proses pendidikan dan membimbing
anaknya belajar, baik di rumah maupun di sekolah.
Tujuan pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan anak,
tetapi juga sikap kepribadian, serta aspek kecerdasan emosional, di
samping ketrampilan-ketrampilan lain. Sekolah tidak hanya bertanggung
jawab memberikan berbagai ilmu pengetahuan, tetapi memberi bimbingan
dan bantuan terhadap anak yang bermasalah, baik dalam belajar,
emosional, maupun spiritual, sehingga dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal.
4. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan
Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang
secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan
pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam implementasi MBS, yang
menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi serta mempertanggung-jawabkan pengelolaan dana secara
transparan kepada masyarakat dan pemerintah.
Saat penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan
merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan
pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang
menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses pembelajaran di
sekolah bersama komponen-komponen lain. Dengan kata lain setiap
kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari
maupun tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu
dikelola sebaik-baiknya, agar dana yang ada dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting,
terutama dalam rangka MBS, yang memberikan kewenangan kepada
sekolah untuk mencari dan memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai
dengan kerpeluan masing-masing sekolah. Pada umumnya dunia pendidikan
selalu dihadapkan pada masalah keterbatasan dana, apalagi dalam kondisi
krisis seperti sekarang ini.
Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis
besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu (1) pemerintah; (2) orang
tua atau peserta didik; (3) masyarakat, baik mengikat maupun tidak
mengikat. Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari orang tua dan
masyarakat ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) No. 20 tahun 2003, bahwa karena keterbatasan kemampuan
pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan, tanggung jawab atas
pemenuhan kebutuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
pemerintah, masyarakat, dan orang tua.
Tugas manajemen keuangan dapat dibagi tiga fase, yaitu finacial
planning; and evaluation. Jones (1985) mengemukakan perencanaan finansial
yang disebut budgeting, merupakan kegiatan mengkoordinasi semua sumber
daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis
tanpa menyebabkan efek samping yang merugikan. Implementation involves
accounting (pelaksanaan anggaran) ialah kegiatan berdasarkan rencana yang
telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. Evaluation
involves merupakan proses terhadap pencapaian sasaran.
Komponen manajemen keuangan meliputi, (1) prosedur anggaran; (2)
prosedur akuntansi keuangan; (3) pembelajaran, pergudangan, dan prosedur
pendistribusian; (4) prosedur investasi; (5) prosedur pemerksanaan. Dalam
pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas antara
fungsi otorisator, ordonator, dan bendaharawan. Otortisator adalah pejabat yang
diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan
pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan
pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan
berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Sedangkan bendaharawan adalah
pejabat yang berwenang melakukan penrimaan, penyimpanan, dan pengeluaran
uang dan mempertanggung jawabkannya. Bendaharawan, di samping
mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator
untuk menguji hak atas pembayaran.
5. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara
langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses
pembelajaran, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan
media pembelajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan
adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses
pendidikan atau pembelajaran. Seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan
menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses
pembelajaran, seperti taman sekolah untuk pembelajaran biologi, halaman
sekolah sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan
sarana pendidikan.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan
menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi
secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan
pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanan, pengadaan, pengawasan,
penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan serta penataan.
Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat
menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi
yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah.
Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar
yang memadai secara kuantitatif, kualitatif, dan relevan dengan kebutuhan
serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses
pendidikan dan pembelajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun
murid-murid maupun peserta didik.
6. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan
suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembagkan
pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai
sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem sekolah yang lebih besar,
yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat
erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan
efisien. Sebaliknya, sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau
pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan. Oleh
karena itu, sekolah berkewajiban untuk memberi penerangan tentang tujuan-
tujuan, program-program, kebutuhan, serta keadaan masyarakat Sebaliknya,
sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan, dan
tuntutan masyarakat, terutama terhadap sekolah. Dengan perkataan lain,
antara sekolah dan masyarakat harns dibina suatu hubungan yang harmonis.
Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk (1)
mamajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak; (2) memperkokoh
tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan
(3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara yang bisa dilakukan oleh
sekolah dalam menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin
hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat. Hal tersebut antara
lain dapat dilakukan dengan memberitahu dengan masyarakat mengenai
program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang
sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat
mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan. Bagi
masyarakat yang kurang manyadari akan pentingnya pendidikan, sekolah
dituntut lebih aktif dan kreatif untuk menciptakan hubungan kerjasama yang
lebih harmoris.
Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan dengan baik, rasa
tanggung jawab dan partisipasi masyarakat untuk memajukan sekolah juga
akan baik dan tinggi. Agar tercipta hubungan dan kerjasama yang baik antara
sekolah dan masyarakat, masyarakat perlu mengetahui dan memiliki
gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan. Gambaran dan
kondisi sekolah ini dapat diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan
kepada orang tua murid, buletin bulanan, penerbitan surat kabar, pameran
sekolah, open house, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah murid,
penjelasan oleh staf sekolah, murid, radio dan televisi, serta laporan tahunan.
Kepala sekolah yang baik mempakan salah satu kunci untuk bisa
menciptakan hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat secara efektif
karena harus menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di
sekolah dan apa yang dipikirkan oleh orang tua tentang Sekolah. Kepala
sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan meningkatkan
hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna
mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang harmonis ini
akan membentuk:
1. Saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat dan lembaga-
lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja;
2. Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui
manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing;
3. Kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di
masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya
pendidikan di sekolah.
Melalui hubungan yang harmonis tersebut diharapkan tercapai tujuan
huhungan sekolah dengan masyarakat, yaitu terlaksananya proses pendidikan
di sekolah secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan
sekolah yang produktif dan berkualilas, Lulusan yang berkualitas ini tampak
dari penguasaan peserta didik terhadap ilmu pengetahuan, keterampilan dan
sikap, yang dapat dijadikan bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang
berikutnya atau hidup di masyarakat sesuai dengan asas pendidikan seumur
hidup.
7. Manajemen Layanan Khusus
Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan,
kesehatan, dan keamanan sekolah. Manajemen komponen-komponen tersebut
merupakan bagian penting dari MBS yang efektif dan efisien. Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berlangsung begitu pesat pada masa
sekarang menyebabkan guru tidak bisa lagi melayani kebutuhan anak-anak
tentang informasi, dan guru-guru juga tidak bisa mengandalkan apa yang
diperolehnya di bangku sekolah.
Perpustakaan yang lengkap dan dikelola dengan baik memungkinkan
peserta didik untuk lebih mengembangkan dan mendalami pengetahuan yang
diperolehnya di kelas melalui belajar mandiri, baik pada waktu-waktu kosong
di sekolah maupun di rumah. Di samping itu, juga memungkinkan guru untuk
mengembangkan pengetahuan secara mandiri, dan juga dapat mengajar dengan
metode bervariasi, misalnya belajar individual.
Manajemen layanan khusus lain adalah layanan kesehatan dan keamanan.
Sekolah sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan bertanggungjawab
melaksanakan proses pembelajaran, tidak hanya bertugas mengembangkan
ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap saja, tetapi harus menjaga dapat
meningkatkan kesehatan jusmani dan rohani peserta didik. Hal ini sesuai
dengan tujuan penndidikan nasional yaitu mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia memiliki kesehatan jasmani dan rohani" (UUSPN,
Pasal 4). Untuk kepentingan tersebut, di sekolah-sekolah dikembangkan
program pendidikan jasmani dan kesehatan, menyediakan pelayanan
kesehatan sekolah melalui usaha kesehatan sekolah (UKS), dan berusaha
meningkatkan program pelayanan melalui kerjasama dengan unit-unit
kesehatan setempat. Di samping itu, sekolah juga perlu memberikan
pelayanan keamanan kepada peserta didik dan para pegawai yang ada di
sekolah agar mereka dapat belajar dan rnelaksanakan tugas dengan tenang
dan nyaman.
8. Manajemen Waktu
Waktu merupakan sumber daya terpenting. Cukup sederhana alasannya,
bila seseorang menghamburkan waktu, maka orang itu tidak dapat mencari
gantinya. Orang bijak mengatakan bahwa, "waktu itu cuma-cuma, namun sangat
berharga. Anda tidak bisa memilikinya, namun bisa menggunakannya. Tak bisa
menyimpannya, tapi bisa menghabiskannya. Sekali membuang sia-sia, tak bisa
kembali mendapatkannya" (Koran Sindo, 16 Juni 2007).
Waktu juga merupakan salah satu 'modal' kerja yang sangat terbatas,
sehingga harus digunakan secara efisien. Pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa penggunaan waktu di masyarakat belum efisien, bahkan
banyak kebiasaan yang membuang-buang waktu. Sebagai pimpinan tertinggi,
kepala sekolah harus mampu mengelola waktu secara efisien, baik untuk
tugas-tugasnya sendiri maupun sekolah secara keseluruhan.
Jika kepala sekolah mampu memimpin guru, staf TU, dan peserta didik
untuk menggunakan waktu secara efisien, maka keluhan bahwa alokasi
waktu pembelajaran sangat terbatas, akan dapat dipecahkan atau paling tidak
dikurangi. Kebiasaan menggunakan waktu yang produktif oleh kepala
sekolah diharapkan dapat menjadi contoh bagi para guru, staf administrasi,
maupun peserta didik. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip manajemen
waktu untuk dapat dipertimbangkan:
a. Waktu berjalan terus dan tak pemah kembali, baik dimanfaatkan maupun
tidak. Jika tidak dimanfaatkan, berarti waktu akan hilang sia-sia. Jika
dimanfaatkan tetapi tidak efisien, berarti sebagai "modal", waktu tidak
terdayagunakan secara produktif.
b. Perlu penyusunan rencana penggunaannya. Dengan rencana yang baik,
dapat dihindari adanya waktu yang kosong sehingga berlalu dan hilang
tanpa berarti. Sedangkan waktu yang diisi kegiatan yang terlalu padat
dapat menimbulkan stres.
c. Pemanfaatan waktu kerja kepala sekolah, guru dan peserta didik
hendaknya diprioritaskan pada kegiatan pembelajaran, pembinaan siswa,
dan pengembangan profesional lainnya, ketimbang dengan kegiatan
lainnya yang hanya bersifat administratif.
1. Langkah-langkah menerapkan manajemen waktu
Ada dua aspek yang perlu dilakukan oleh kepala sekolah, yaitu yang
terkait langsung dengan program sekolah secara keseluruhan dan yang terkait
dengan tugas sehari-bari sebagai kepala sekolah. Untuk program sekolah
secara keseluruhan tahapan yang perlu dilakukan adalah:
a. Mencermati dan menjabarkan kalender pendidikan, sampai ditemukan
hari-hari efektif, hari setengah efektif (karena ada kegiatan tertentu),
dan hari yang tidak efektif. Dalam penjabaran tersebut perlu
diperhatikan adanya hari libur, kegiatan yang menyebabkan kegiatan
belajar tidak berjalan, dan kegiatan yang menyebabkan pelajaran tetap
berjalan tetapi tidak efektif.
b. Jumlah hari efektif dan setengah efektif itulah yang dijadikan dasar
penyusunan program tahunan (prota) dan program semesteran
(promes), serta rencana pembelajan guru. Prota maupun promes harus
komprehensif dan mencakup kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler,
pembinaan kesiswaan, dan lainnya.
c. Kegiatan ekstrakurikuler dan sejenisnya sebaiknya ditempatkan di luar
jam pelajaran, sehingga tidak mengurangi hari belajar produktif.
d. Prota dan promes sekolah dituangkan dalam suatu time schedule baik
dalam bentuk bar chart atau program evaluation review technique (PERT). Dengan
cara itu dapat diketahui adanya dua kegiatan yang berjalan
bersamaan, sehingga dapat diatur agar tidak saling mengganggu. Juga
diketahui beberapa program yang temyata harns berurutan, sehingga
sebelum yang satu selesai yang lain belum dapat dimulai.
e. Secara periodik, misalnya sebulan sekali, dilakukan evaluasi
pelaksanaan program sekolah dengan melibatkan guru dan staf
sekolah terkait, sehingga diketahui hambatan yang terjadi dapat
diadakan penyempurnaan rancangan program yang belum
terlaksana.
Sedangkan untuk aspek yang terkait dengan tugas sehari-hari kepala
sekolah, perlu dilakukan:
a. Mengalokasikan lebih banyak waktu untuk kegiatan peningkatan
kualitas pembelajaran, pembinaan kesiswaan, pembinaan
profesionalisme guru karyawan, dan pengembangan sekolah
ketimbang kegiatan administratif.
b. Secara khusus menyediakan waktu untuk mengevaluasi jalannya
program sekolah, memikirkan pengembanganya, dan mencari solusi
pemecahan masalah yang terjadi.
c. Mempunyai jadwal kerja dan rincian waktunya. Jadwal tersebut
perlu diketahui oleh staf, sehingga tidak terganggu jika kepala
sekolah sedang mengerjakan tugas tertentu.
d. Secara periodik, menyediakan waktu untuk bertemu/menerima guru,
staf, dan peserta didik. Jadwal itu sebaiknya diketahui oleh warga
sekolah, sehingga mereka tidak takut atau sungkan jika ingin bertemu
dengan kepala sekolahnya.
2. Kiat-kiat memanfaatkan waktu secara efisien
Kita ada1ah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Karena itu, keunggulan
bukanlah suatu perbuatan, melainkan sebuah kebiasaan (Aristotle). Karakter
kita pada dasarnya adalah gabungan kebiasaan-kebiasaan kita. "Taburlah
gagasan, tuailah perbuatan; taburum perbuatan, tuailah kebiasaan; taburlah
kebiasaan, tuailah karakter; taburlah karakter tuailah takdir", begitulah bunyi
pepatah (Stephen R. Covey, 1994).
Kebiasaan adalah faktor yang kuat di dalam hidup kita. Karena
kosisten, dan sering merupakan pola yang tak disadari, maka kebiasaan
terus menerus, setiap hari, mengekspresikan karakter kita dan menghasilkan
keefektifan kita, ... atau ketidakefektifan kita. Menurut Covey (1994),
kebiasaan merupakan titik pertemuan dari pengetahuan, keterampilan dan
keinginan. Pengetahuan adalah paradigma teoritik, apa yang harus dilakukan
dan mengapa. Keterampilan adalah bagaimana melakukannya, dan keinginan
adalah motivasi, keinginan melakukan sesuatu. Untuk menjadikan sesuatu
sebagai kebiasaan di dalam hidup kita, kita harus mempunyai ketiganya.
Kepala sekolah, sebagai pimpinan institusi akan lebih baik jika ia
selalu menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, terutama dalam
memberikan contoh bagaimana memanfaatkan waktu yang efesien kepada
para guru, staf guru, peserta didik, maupun masyarakat (stakeholders). Ada
beberapa kiat untuk menggunakan waktu secara efisien, antara lain:
a. Membiasakan diri untuk disiplin waktu (on time). Artinya jika jam
kerja dimulai pukul 07.00 selesai pukul 13.00, maka tepat pukul
07.00 sudah harus bekerja dan pukul 13.00 baru selesai. Misal bel
berbunyi sesuai jadwal, berarti guru sudah di dalam kelas dan mulai
mengajar, dan bukan baru berangkat dari ruang guru.
b. Membiasakan bekerja secepat mungkin. Tugas yang dapat
dikerjakan dengan 10 menit tidak perlu "dipanjang-panjangkan"
sampai dengan 15 menit. Tentu saja mempercepat waktu bukan
mengurangi kualitas pekerjaan. Jadi, bagaimana mengerjakan tugas
dengan baik dalam waktu yang cepat.
c Membiasakan diri untuk tidak membiarkan waktu kosong tanpa
kegiatan. Setiap ada waktu kosong harus diisi dengan kegiatan yang
bermanfaat.
Di samping hal-hal tersebut, perlu diperhatikan beberapa faktor lain
bagi kepala sekolah dalam menerapkan manajemen waktu, yakni:
a. Menggunakan waktu secara produktif dan efisien belum merupakan
kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan waktu yang baik harus
dilakukan secara bertahap dan konsisten.Misalnya membiasakan tepat
waktu, dapat dimulai dengan pemberian pengertian kepada semua guru
dan staf lain, diikuti dengan pemantauan, dan akhirnya memberikan
teguran bagi yang tidak disiplin.
b. Memberikan penghargaan kepada guru dan staf lain yang ternyata
dapat melaksanakan disiplin waktu dengan baik. Penghargaan dapat
berupa pujian, surat penghargaan, dan bentuk lainnya (reward); dan
c. Kepala sekolah harus memberi contoh bagaimana melakukan
disiplin waktu dalam tugasnya sehari-hari.
Daftar Pustaka
Covey, Steven.R. The 7 Habits of Figly Effective People. Alih Bahasa: Budiyanto.
Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Handoko, 1986. Manajemen. Edisi II. Yogyakarta: BPFE.
Konsep Manajemen Sekolah: http://akhmadsudrajat.wordpress.com /2008/02/03.
Suharno. Manajemen Pendidikan; Suatu Pengantar bagi para Calon Guru. Solo:
Sebelas Maret University
Koswara.D. Editor. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: UPI (Tim Dosen
Administrasi Pendidikan).
Oteng, Sutisna. 1985. Administrasi Pendidikan; Dasar Teoretis untuk Praktek
Profesional. Bandung: Angkasa.
Nawawi, Hadari. 1981. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
UU Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Tilaar, H.A.R. 1994. Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa
Depan. Bandung: Rosda Karya.
Veithzal Rivai. 2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai